BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
LBM II
Klien seorang perempuan bernama IF berusia 24 tahun. Ia merupaka anak kedua
dari tiga bersaudara. Klien lahir dengan latar belakang keluaga yang memiliki gangguan
kejiwaan, yaitu ayah klien. Ayah klien mengalami gangguan jiwa sejak tokonya terbakar
ketika ia duduk kelas 1 SMP ( usia 12 tahun). Sejak peristiwa kebakaran tersebut ayah
klien mulai berubah sikapnya. Di lingkungan klien, ayahnya dikenal sebagai seorang yang
keras dan sering mengamuk jika marah. Ayah klien sering marah-marah terhadap klien dan
bahkan tidak jarang memukul klien. Ayah klien juga selalu melarang klien dekat dengan
laki-laki. Setelah ayahnya berobat, ayahnya tidak lagi marah-marah maupun melarang
klien saat dekat dengan laki-laki. Pada saat klien memutuskan ingin menikah dan sudah
mempersiapkan segalanya, calon suami klien memutuskan hubungan dan membatalkan
pernikhannya. Hal ini membuat klien menjadi terpukul dan akhirnya lebih sering
mengurung diri di kamar dan sejak saat itu klien tidak pernah lagi masuk kerja. Klien
kadang tertawa-tawa sendiri, marah-marah, berkata-kata kotor, jarang mandi, dan kadang
mengamuk di rumah tetangga, klien sering merasa ketika ada tamu atau keluarga yang
datang merupakan calon suaminya. Pada saat sehari sebelum lebaran, klien pergi dari
rumah dan setelah dicari-cari ternyata klien berada di rumah bibinya yang berada di daerah
situ juga. Di rumah bibinya, klien marah-marah dan mengamuk. Akhirnya, klien dibawa ke
RSJ mataram untuk diperiksa. Hal tersebut berlangsung selama 5 bulan.
3
5.
6.
7.
8.
2.3 Pembahasan
1. Apa yang dimaksud dengan skizofrenia ?
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan
dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental
dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas.
Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan di kelima panca indera, tapi biasanya
berupa halusinasi auditorik, paranoid, waham bizarre, dan dapat juga berupa disorganisasi
berbicara dan gangguan komunikasi sosial yang nyata. Sering terjadi pada dewasa muda,
ditegakkan melalui pengalaman pasien dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak
dibutuhkan adanya pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat
kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umunya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh
afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda,
namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut
Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya
keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan.
2. Epidemiologi Skizofrenia
Sekitar 1% penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam
hidupnya. Di Indonesia diperkirakan 1-2% penduduk atau sekitar 2-4 juta jiwa akan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
4
terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari 1-2 juta jiwa yang terjangkit penyakit
skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap
skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr. LS Chandra, Sp.KJ dari Sanatorium
Dharmawangsa Jakarta Selatan. Tiga perempat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya
dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada jenis kelamin laki-laki. Pada perempuan,
skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini
cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.
Walaupun skizofrenia tergolong sebagai suatu penyakit yang banyak menyerang
anggota masyarakat, cukup mengherankan bahwa tidak banyak diketahui mengenai
epidemiologi penyakit ini, khususnya di Indonesia. Di Amerika Serikat, prevalensi
skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5%;
konsisten dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA)
yang disponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi
seumur hidup sebesar 1,3%. Kira-kira 0,025 sampai 0,05% populasi total diobati untuk
skizofrenia dalam satu tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut
membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua pasien
skizofrenik mendapat pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit.
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 2 juta kasus skizofrenia baru tiap tahun
dan seluruh penderita skizofrenia diperkirakan berjumlah 10 juta orang, hampir sama
dengan jumlah penduduk kota New York.
3. Etiologi Skizofrenia
Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil
penelitian yang dilaporkan saat ini ;
A. Biologi
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik
ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan
organik dapat terlihat (telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien.
Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral
yang stabil yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit; atropi
bilateral lobus temporal media dan lebih spesifik yaitu girus parahipokampus,
hipokampus, dan amigdala; disorientasi spasial sel piramid hipokampus; dan
penurunan
volume
korteks
prefrontal
dorsolateral.
Beberapa
penelitian
melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
5
lahir (tidak ada gliosis), dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif.
Lokasinya menunjukan gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia;
misalnya, gangguan hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi
lobus frontalis dihubungkan dengan simptom negatif skizofrenia. Penemuan lain
yaitu adanya antibodi sitomegalovirus dan cairan serebrospnial (CSS), limposit
apitikal tipe p (terstimulasi), gangguan fungsi hemisfer kiri, gangguan transmisi
dan pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan vermis serebri, penurunan
aliran darah dan metabolisme glukosa dilobus frontal (dilihat dengan PET),
kelainan EEG, EP P300 auditorik (dengan QEEG), sulit memusatkan perhatian,
dan perlamabatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menanamkan
benda.
Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan
insiden komplikasi persalinan (prematur, BBLR, lahir pada masa epidemi
influenza), lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal
musim panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuanpenemuan ini belum diketahui. Bagaimanapun, ini menunjukan adanya dasar
biologik dan heterogenitas skizofrenia.
B. Biokimia
Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling
banyak yaitu adanya gangguan neurotransmitter sentral yaitu terjadinya
peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini dubuat
berdasarkan tiga penemuan utama :
1. Efektivitas obat-obat neuropleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia
bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar
dibedakan, secara klinik, dengan psikosis skizofrenia paranoid akut.
Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga
memperburuk skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2di nuklesu kaudatus, nukleus
akumben, dan putamen pada skizofrenia.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
6
Penelitian reseptor D1, D5, dan D4, saat ini, tidak banyak memberikan hasil.
Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT2A)
dan kelebihan NE di forebrainlimbik (terjadi pada beberapa penderita
skizofrenia). Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis terhadap
neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinik skizofrenia.
C. Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan,
kompleks
dan
poligen.
Sesuai
dengan
penelitian
hubungan
darah
1%
Kembar monozigot
40-50%
Kembar dizigot
10%
10%
Orang tua
5%
10-15%
30-40%
7
Catatan bahwa 50% kembar monozigot tidak keduanya menderita skizofrenia;
sehingga jelaslah bahwa faktor lingkungan juga memegang peranan. Terjadinya
penyakit merefleksikan adanya faktor bawaan dan pengasuhan.
Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga
skizofrenia dan secara genetik dikaitkan dengan gangguan keperibadian ambang
dan skizotipal (gangguan spektrum skizofrenia), gangguan obsesif-kompulsif, dan
kemungkinan dihubungkan dengan gangguan keperibadian paranoid dan
antisosial.
D. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang
kerumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien
yang ditempatkan diresidensial. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal
bersama keluarga hostilitas, memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat
protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik (disebut ekspresi
emosi tinggi). Pasien skizofrenia tidak dibebaskan oleh keluarganya.
Beberapa peneliti mengidentifikaasi suatu cara komunikasi yang patologi
dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar
atau tidak jelas dan sedikit tak logis. Pada tahun 1956, betson menggambarkan
suatu karakteristik ikatan ganda yaitu pasien sering diminta oleh anggota
keluarga untuk merespons pesan yang bentuknya kontradiksi sehingga
membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga
tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia
4. Gejala Klinis Skizofrenia
Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala-gejala nonspesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset
psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial,
fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini
akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
8
mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase prodromal semakin
buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah
laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala-gejalanya sama dengan fase
prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala
yang terjadi pada ketiga fase di atas, terkadang juga timbul gangguan kognitif berupa
gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial).
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka
berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahuntahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang
ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan
aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh orang lain. Pasien dapat
kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat
sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samarsamar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai
keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan
mereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka
dapat mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji
kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan
rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang terjadi secara
berangsur-angsur.
Gejala Positif dan Negatif
Pada tahun 1980, T. J. Crow mengajukan klasifikasi pasien skizofrenia ke dalam
tipe I dan II, berdasarkan ada atau tidaknya gejala positif (atau produktif) dan negative
(atau deficit). Walaupun system ini tidak diterima sebagai bagian klasifikasi DSM-IVTR, pembedaan klinis kedua tipe tersebut secara signifikan mempengaruhi penelitian
psikiatrik. Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negative meliputi
afek mendatar atau menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kuranf
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
9
merawat diri, kurang motivasi, angedonia, dan penarikan diri secara social. Pasien tipe I
cenderung memiliki sebagian besar gejala positif, struktur otak normal pada CT scan,
dan respons alami sebagian besar gejala negative, abnormalitas structural otak pada CT
scan, dan bersepons buruk terhadap terapi. Kategori ketiga, disorganized, mencakup
pembicaraan kacau (gangguan isi pikiran), perilaku kacau, defek kognitif, dan deficit
atensi.
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek
mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat
diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan Pikiran
-
10
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin
pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit ide
-
11
orang yang terkenal atau dewa
Waham cemburu: pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang
dianggap tidak setia.
Waham kejar: pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat)
dianggap diperlakukan dengan kasar.
Waham somatik: pada tipe waham ini, oranf mempunyai beberapa cacat
fisik atau kondisi medis umum.
Waham campuran: pada tipe waham ini cirri khas lebih dari satu tipe
diatas tetapi tidak ada tema yang menonjol
Waham yang tidak ditentukan
12
sosial, situasi yang meningkatkan kecemburuan, situasi yang memungkinkan
menurunnya harga diri (harga diri rendah), situasi yang menyebabkan seseorang
melihat kecacatan dirinya pada orang lain, situasi yang meningkatkan kemungkinan
untuk perenungan tentang arti dan motivasi terhadap sesuatu.
Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak
menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhaap pengobatan, meskipun
gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.
Gangguan Persepsi
-
Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga
berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran dapat pula
berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentarkomentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah langsung
ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering diterima pasien
sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat
mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata
Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik
yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor tidak bergerak,
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
13
tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan
pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak
terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor
katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah
bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Sedangkan
fleksibilitas serea adalah bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.
Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang
melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi.
Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk
piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik. Manerisme
adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas
pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.
Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh
terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan
masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya
menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.
Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi
dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris
dan inadequat dalam bahasa belanda.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas
untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:
Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada
penderita sedang bersandiwara.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
14
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita
tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka
dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai dan
membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini
dinamakan ambivalensi afektif.1-3
5. Kriteria Diagnosis Skizofrenia
A. Kriteria DSM-IV untuk Skizofrenia
DSM-IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric
Association untuk skizofrenia. Kriteria diagnosis DSM-IV sebagian besar tidak
berubah dari DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), walaupun DSM-IV
menawarkan lebih banyak pilihan bagi klinisi dan lebih deskriptif terhadap situasi
klinis yang aktual.
a) Gejala karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati
dengan berhasil):
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif, yaitu, pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengkomentari perilaku
atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama
lainnya.
b) Disfungsi sosial atau pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,
atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau
jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat
pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
c) Durasi: tanda gangguan menetap terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang
jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
15
mungkin termasuk periode gejala prodormal atau residual. Selama periode
prodormal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh
gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam
bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi
yang tidak lazim).
d) Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif
dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena:
1. Tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi
bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau
2. Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah
relatif singkat dibanhdingkan durasi periode aktif dan residual.
e) Penyingkiran zat/kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang salah digunakan, suatu
medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
f) Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika terdapat riwayat adanya
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis
tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga
ditemukan untuk sekurangnya 1 bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah
sekurangnya 1 tahun lewat sejak onset awal gejala fase aktif):
-
yang menonjol
Episode tunggal dalam remisi penuh
Pola lain atau tidak ditemukan
16
1. Salah satu dari:
- thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mukjizat;
3. Halusinasi auditorik:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai
17
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus-menerus;
7. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
8. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
9. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal); Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatau, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
6. Klasifikasi skizofrenia
1. Jenis paranoid (F 20.0)
- Gejala utama : waham primer + sekunder & halusinasi
- Sering mulai sesudah 30 tahun, permulaan subakut
- Kepribadian sebelum sakit : skizoid suka menyendiri; pendiam;
cenderung menghindar terhadap aktivitas-aktivitas sosial yang melibatkan
kontak atau interaksi dengan orang-orang; tidak memiliki ketertarikan
untuk menjalin hubungan dekat dengan orang sekitar, bahkan dengan
keluarganya sendiri; tidak menunjukkan ekspresi emosi yang biasanya
seperti orang nornal pada umumnya (cenderung bersikap dingin).
(Medline, mayoclinic)
Gejala utamanya adalah adanya delusi persecusion dan grandeur,
dimana individu merasa dikejar-kejar. Hal tersebut terjadi karena segala
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
18
sesuatu ditanggapi secara sensitif dan egosentris seolah-olah orang lain
akan berbuat buruk kepadanya. Oleh karena itu, sikapnya terhadap orang
lain agresif. Delusi tersebut diperkuat oleh halusinasi penglihatan dan
pendengaran, misalnya terlihat wajah-wajah yang menakutkan, terdengar
suara mengancam, dan sebagainya sehingga timbul reaksi menyerang atau
agresi karena terganggu. Hal-hal tersebut juga bisa mendorong penderita
untuk membunuh orang lain atau sebaliknya bunuh diri, sebagai usahanya
untuk
menghindari
delusi
persecusion
Terdapat
kecenderungan
seksual
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan, dipengaruhi, keyakinan bahwa dia sedang
dikejar-kejar
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol
19
2. Skizofrenia hebefrenik / hebefrenia (F 20.1)
- Perlahan- lahan, timbul pada masa remaja (15-25 tahun)
- Gejala utama : gangguan proses berpikir, gangguan kemauan,
depersonalisasi / double personality (identifikasikan dirinya sebagai
-
Pedoman Diagnostik
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia.
- Diagnosis heberfrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
-
menyendiri
Diagnosis hebefrenia perlu pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran berikut memang benar
bertahan:
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab, kecenderungan selalu
menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
20
-
serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonojol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
lama
Gaduh gelisah katatonik : hiperaktivitas motorik tapi tidak diserta
emosi yang semestinya, stereotipi, mennerisme, grimace, dan
neologisme
21
Penderita schizophrenia katatonik yang parah biasanya di tempat
tidur, tidak mau berbicara, jorok, makan-minum dipaksa, dan apabila
mata terbuka biasanya akan terpaku pada satu titik, tidak berkedip, dan
ekspresi kosong. Perkembangan selanjutnya yaitu setelah beberapa
minggu atau beberapa bulan, terjadi catatonic excitement dimana
penderita menunjukkan suatu gerakan tertentu dalam waktu yang lama
dan kemudian secara ekstrem berubah sebaliknya. Misalnya, berbaring
menghadap tembok kiri dalam waktu yang lama dan kemudian
menghadap tembok kanan.
Penderita bersikap negatif (negatifistic), dimana penderita tidak ada
interest sama sekali terhadap sekelilingnya, tanpa kontak sosial, dan
membisu dalam waktu yang lama.
Pedoman Diagnostik
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia.
- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
Stupor atau mutisme
Gaduh-gelisah
Menampilkan posisi tubuh tertentu
Negativisme
Rigiditas
Fleksibilitas cerea (posisi yang dapat dibentuk)
Gejala-gejala lain seperti command autism
- Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku
dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus
ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya
gejala-gejala lain.
4. Skizofrenia tak terinci (F 20.3)
Pedoman Diagnostik
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia.
- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
-
22
5. Depresi pasca-skizofrenia (F 20.4)
Pedoman Diagnostik
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
- Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum
-
lahan
Gejala utama : kedangkalan emosi, kemunduran kemauan
23
-
psikotik
Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
24
7. Diagnosa banding skizofrenia
Diagnosis banding
1. Gangguan psikotik sekunder dan akibat obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
keadaan medis non psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat.
Jika psikosis disebabkan oleh kondisi medik non psikiatrik atau diakibatkan oleh
zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis
umum, gangguan katatonia akibat kondisi medis umum, atu gangguan psikotik
akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat
terjadi awal dalam perjalann penyakit, sering kali sebelum perkembangan gejala
lain. Dengan demikin, klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi
medis nonpsikiatrik didalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya
gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologis
mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita kibat
gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat
membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok pasien tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga
pedoman unum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi
harus cukup agresif dalam mengejar kondidi medis nonpsikiatrik jika pasien
menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi
dalam tingkat kesadaran. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan
riwayat keluarga yang lengkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologis,
dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu
kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia
sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama
untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan
dengan seorang pasien nonskizofrenik.
2. Berpura-pura dan gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu
diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi
sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita gejala
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
25
skizofrenik. Orang telah menipu menderita skifrenik dan dirawat dan diobati
dirumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi
gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpur-pura (malingnering); pasien
tersebut biasanya memiliki alasan finansial dan hukum yang jelas untuk
dianggap gil. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya
mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder).
Tetapi beberapa pasien dengan skizofrenia sering kali secara palsu mengeluh
suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau
untuk dapat sirawat dirumah sakit.
3. Gangguan psikotik lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan
yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan
gangguan skizoafektif. Ganguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena
memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang dari
pada enam bulan. Gangguan psikotik singkat adalah diagnosis yang teapat jika
gejal berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika
pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif
adalah diagnosis yang tepat jika sindrom manik atau defrasif berkembang
bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak
aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejal
skizofrenia lainnya atu suatu gangguan mood.
4. Gangguan mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulitt, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan
depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relatif singkat terhadap
lama gejal primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status
mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atu harus menganggap adanya
suatu gangguan mood, bukanya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur
5. Gangguan kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah ganguan
kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
26
seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya
gangguan selam hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat
diidentifikasi.
8. Penatalaksanaan skizofrenia
Farmakoterapi
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekuivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi,
otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis anti psikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis
ekuivalen.
Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat anti
psikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekuivalennya.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya sudah terbukti efektif
dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian
sekarang.
Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat anti
psikosis atipikal. Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala
negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping
ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar di
pasaran dapat di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu anti psikotik generasi pertama
(APG I) dan anti psikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok
reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoin fundibular sehingga
dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek
samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar
prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan
memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek
samping anti kolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguan miksi, defekasi
dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2015/2016
Masalah Kedoteran Jiwa
27
kurang atau sama dengan 10 mg di antaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis
dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi
rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg di antaranya adalah chlorpromazine dan
thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif
dan sulit tidur.
APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau anti
psikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur
dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat
efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah
clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. Juga tersedia obat aripiprazol untuk
golongan APG III atau sering disebut Dopamin System Stabilizers (DSS).
1.
2.
3.
2-6 jam.
Waktu paruh: 12-24 jam (pemberian 1-2x per hari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak
4.
28
seperti piromania diperlukan pemberian obat seumur hidup. Pada penghentian
pemberian obat mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi
dengan pemberian antikolinergikt seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg (secara intra
muskular), tablet trihexyphenidyl 3x2 mg/hari.
Terapi elektro-konvulsi (TEK)
Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektrokonvulsi belum
diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek
serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini
tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.
Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering
terjadi serangan ulangan. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara
ambulant, bahaya lebih kurang, lebih murah, dan tidak memerlukan tenaga yang khusus
seperti pada terapi koma insulin.
TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap skizofrenia
simplex efeknya mengecewakan; bila gejala hanya ringan kemudian diberi TEK, kadangkadang gejala menjadi lebih berat.
Terapi Psikososial
-
Terapi kelompok
29
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku,
psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.
-
Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun hubungan
terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional antaraterapis
dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh pasien, semuanya
mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya
dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade, dan bukannya beberapa sesi,
bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti menekankan bahwa kemampuan
pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan hasil
akhir. Pasien skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung
bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil akhir yang
baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi
personal merupakan bentuk penanganan individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru
ini terbentuk. Tujuannya adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta
mencegah terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan
sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi
kerentanan individu terhadap stress.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi dari hasil diskusi kami klien di atas mengalami Skizofrenia yang dimana
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya
skizofrenia, antara lain genetik, metabolisme, neurokimia. Pada Skizofrenia
terdapat gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif mencakup waham dan
halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu menumpul, miskin
bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi,
anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. Indikasi pemberian obat
antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan
mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin. Mengingat
belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah.
Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting,
terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila
telah didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah
terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya
2. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009.
3. Luana. Skizofrenia. EGC. Jakarta.2007.
4. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis
Gangguan
Jiwa.
FK
Unika
Atmajaya.Jakarta.2007
5. Sadock, Benjamin J. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.
Jakarta : EGC