Anda di halaman 1dari 110

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT STRES PADA


LANSIA PENSIUNAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PELITAKAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk


mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :
ANDI YUNITASARI
C 121 05 045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

i
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT


STRES PADA LANSIA PENSIUNAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PELITAKAN KABUPATEN POLEWALI
MANDAR

Yang disusun dan diajukan oleh :

ANDI YUNITASARI
C 121 05 045

Telah dipertahankan pada Ujian Skripsi di depan tim penguji


Pada Hari/Tanggal : Rabu, 18 Mei 2011 Dan telah
dinyatakan memenuhi syarat

Tim Penguji

1. Syahru Said, S.Kep, Ns ( )

2. Tuti Seniwati, S.Kep, Ns ( )

3. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes ( )

4. Andriani, S.Kep, Ns, M.Kes ( )

Mengetahui :

An. Dekan Ketua Program Studi Ilmu


Wakil Dekan Bidang Akademik Keperawatan Fakultas Kedokteran
Fakultas Kedokteran

dr. Budu, Ph.D., Sp.M.KVR Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes.


NIP. 19661231 199503 1 009 NIP. 19580128 198903 1 002

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT


STRES PADA LANSIA PENSIUNAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PELITAKAN KABUPATEN POLEWALI
MANDAR

Disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Program


Studi Ilmu Keperawatan fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar

Pembimbing I Pembimbing II

Syahru Said, S.Kep, Ns Tuti Seniwati, S.Kep, Ns

Mengetahui :

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

iii
Dr.dr. Ilhamjaya Pattelongi, M.Kes
NIP. 19580128 198903 1 002

iv
ABSTRAK

ANDI YUNITASARI. “Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tingkat Stres pada


Lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan Kab. Polman”. (dibimbing
oleh Syahrul Said dan Tuti Seniwati ). (xiii + 76 halaman + 6 tabel + lampiran + 32
kepustakaan)

Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan,
ketegangan emosi, pada lansia yang sudah pensiun dapat menimbulkan stres
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat stres pada lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan Kabupaten
Polewali Mandar, yang dilakukan sejak tanggal 14 – 30 April 2011.
Metode penelitian yang digunakan adalah Cross sectioanal. Adapun populasinya
adalah lansia yang sudah pensiun di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan Kabupaten
Polman dengan pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 40 responden.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang bermkna antara faktor
status ekonomi dengan tingkat stres lansia pensiunan, diman hasil uji fisher diperoleh p = 0,04 <
α 0,05. Hubungan antara pekerjaan sekarang dengan tingkat stres lansia pensiunan, dimana hasil
uji fisher diperoleh p = 0,04 < α 0,05. Sementara hubungan antara faktor kondisi fisik dengan
tingkat stres lansia pensiunan, dimana hasil uji fisher diperoleh p
= 0,03 < α 0,05. Namun lain hal dengan hubungan kemandirian dengan tingkat stres
lansia pensiunan, dimana hasil uji fisher diperoleh p = 1 ≥ α 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data diatas maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi, pekerjaan
sekarang, kondisi fisik terhadap tingkat stress pada lansia pensiunan dan tidak terdapat
pengaruh kemandirian lansia terhadap tingkat stres lansia pensiunan.
Kata Kunci : (faktor status ekonomi, pekerjaan sekarang, kondisi fisik, tingkat
kemandirian yang mempengaruhi tingkat stres, lansia pensiunan)

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah senantiasa

memberikan berkat dan limpahan rahmat, hidayah, umur, kesehatan, dan kekuatan

iman sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat terwujud

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kesadaran dan

kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada

kedua orang tua, Ayahanda Andi Patongai (Almarhum) serta Ibunda Hj. Andi Ajar

yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan memberikan semangat serta

selalu mendoakan setiap langkah dan proses pencarian ilmu demi masa depan penulis

yang lebih baik.

Dengan segala hormat, tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin

2. Dr. dr. Ilham Jaya Patellongi M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

3. Seluruh dosen dan staf program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu dan telah

membagi ilmunya dari semester I hingga akhir, jasamu tak terhitung

4. Saudara-saudaraku tercinta, A. Musafir, A.Gusnawati, A. Lilis Suryani Amd

serta Suami dan Anakku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan

doanya kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai.

vi
5. Teman-teman angakatan 2005 (ANSIETAS 2005) atas kebersamaannya.

6. Teman-teman seperjuangan (Yus, Rya, Turi, k’jum, erda, dj, hany, mamank,

iccank, inal, herman) yang banyak memberi dukungan. Serta teman-teman

KKN bonto-bontoa crew.

7. Semua pihak yang namanya tidak sempat penulis sebutkan dan telah banyak

memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah SWT dan mendapat pahala

yang berlipat. Amien.

Dalam penulisan skripsi ini penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini

masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, penambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan

khususnya bagi mahasiswa keperawatan.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Makassar

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI .................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1. Tujuan Umum......................................................................... 4
2. Tujuan khusus......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7
A. Tinjauan Umum Tentang Lanjut Usia ........................................... 7
1. Pengertian Lanjut Usia ........................................................... 7
2. Penggolongan Lanjut Usia ..................................................... 7
3. Teori Proses Menua ................................................................ 8
4. Tinjauan Masalah Psikologik pada Lanjut Usia ..................... 11
5. Permasalahan pada Lanjut usia ............................................. 13
B. Tinjauan Umum tentang Stres ...................................................... 16
1. Pengertian Stres ...................................................................... 16
2. Sumber Stres .......................................................................... 17
3. Faktor Predisposisi Stres ........................................................ 18
4. Reaksi tubuh terhadap Stres ................................................... 19
5. Tanda dan gejala Stres ............................................................ 19

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini, salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa
seringkali dilihat dari harapan hidup penduduknya. Demikian juga
Indonesia sebagai suatu Negara berkembang dengan perkembangan
terhadap peningkatan status gizi dan perawatan kesehatannya,
meningkat pula harapan hidup penduduk, sehingga proporsi lanjut usia
menjadi meningkat pula (Boedhi dan Martono 2015).
Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan
suatu hal yang wajar yang akan dialami oleh semua orang yang
dikaruniai umur panjang, proses ini terjadi terus menerus dan
berkelanjutan secara alamiah. Berdasarkan No.13 Tahun 2011 tentang
usia lanjut disebutkan bahwa yang masuk dalam kategori lansia adalah
mereka yang berusia 60 tahun keatas, Namun yang terjadi di Indonesia
banyak individu yang berusia 56 tahun sudah pensiun dari pekerjaannya
(Nugroho, 2016).
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan
berbagai masalah baik secara fisik, mental, sosial, ekonomi dan
psikologis. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan
mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang
dapat mengakibatkan penurunan pada peran-peran sosialnya. Hal ini
mengakibatkan pula timbulnya gangguan dalam hal mencukupi
kebutuhan hidupnya sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan dan
memerlukan bantuan orang lain (Nugroho, 2014).
Penduduk lanjut usia di Indonesia 2 tahun terakhir mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2017, jumlah penduduk lanjut
usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada
tahun 2018 (Resides 2018)

1
Dari data berdasarkan Surveilans Departemen Kesehatan RI,
Jumlah ini terbesar keempat setelah China, India dan Jepang. Karena
usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki- laki
maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak
dibandingkan laki- laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh
karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia,
sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh
perempuan (Depkes,2016)
Sedangkan menurut WHO, bahwa penduduk lansia di Indonesia
pada tahun 2017 mendatang sudah mencapai angk 11,34% atau tercatat
28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah
penduduk lansia yang terbesar di dunia (U.S. Census Bureae,
International Data Base, 2016 ).
Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan
salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena
uang, jabatan, dan dapat memperkuat harga diri). Pensiun umumnya
diterima sebagai kejadian yang menimbulkan stres karena biasanya
merupakan perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupan seseorang. Hal
ini tidak lagi mengejutkan sejak adanya banyak referensi dalam literatur
tentang kenyataan bahwa transisi dari bekerja ke pensiun luar biasa
susahnya. Selain itu, diduga bahwa pensiun dapat menyebabkan
ketidakpuasan yang serius dalam kehidupan sebagai konsekuensi
kemunduran fungsi fisik dan psikologi (Hidayat, 2016).
Stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian
yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu
seseorang untuk menanganinya. Sumber stres dibagi tiga yaitu, stres
yang bersumber dari diri sendiri, keluarga, masyarakat atau lingkungan
(Hidayat, 2016).
Stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian
yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu
seseorang untuk menanganinya. Sumber stres dibagi tiga yaitu, stres
yang bersumber dari diri sendiri, keluarga, masyarakat atau lingkungan
(Hidayat, 2015).
Berdasarkan survey awal di Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire terdapat data jumlah lansia sebanyak 945 orang, 519 orang
perempuan dan 426 orang laki- laki, dan jumlah lansia pensiunan
sebanyak 398 (Profil Kecamatan Tapango & Wonomulyo 2018),
kemudian berdasarkan survey yang dilakukan di Wilayah kerja
Puskesmas Sanoba yang ada di Kabupaten Nabire terdapat data bahwa
rata-rata lansia (257 orang) yang datang ke Puskesmas tersebut untuk
memperoleh/mendapat pelayanan kesehatan dengan diagnosa berbeda-
beda.
Penelitian yang perna dilakukan sebelumnya hanyalah
perbandingan antara dampak perubahan finansial dan status sosial
terhadap tingkat stres pada lansia pensiunan menunjukkan bahwa laki-
laki mengalami stres sedang (28,6%) dibandingkan perempuan (20%),
wanita dengan status perkawinan janda mengalami stres lebih tinggi
(50%) di bandingkan dengan wanita yang masih mempunyai pasangan
(22%). Dan menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin dan status
perkawinan dapat mempengaruhi tingkat stres pada lansia pensiunan.
Menurut beberapa lansia pensiunan yang berhasil peneliti temui
dengan melakukan komunikasi interpersonal mengatakan bahwa mereka
merasakan perubahan yang sangat berbeda dan terkadang mereka
merasa stres dan takut karena keadaannya yang tidak seperti waktu
masih bekerja.Fenomena diatas menunjukkan sesungguhnya pensiun
adalah situasi yang merupakan stressor bagi lansia dan sering kali
dianggap sebagai hal yang menakutkan.

B. Rumusan Masalah
Pensiun sering kali dianggap sebagai kenyataan yang tidak
menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah
merasa stres karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan
dihadapi. Oleh karena itu rumusan masalah ini adalah untuk mengetahui
“Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Tingkat Stres Pada
Lansia Pensiunan di Wilayah Kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire?”
C. TujuanPenelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat stres pada
lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui pengaruh status ekonomi terhadap tingkat stres pada
lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire.
b. Diketahui pengaruh pekerjaan sekarang terhadap tingkat stres
pada lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba
Kabupaten Nabire.
c. Diketahui pengaruh kondisi fisik terhadap tingkat stres pada lansia
pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten Nabire.
d. Diketahui tingkat kemandirian lansia terhadap tingkat stres pada
lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
lembaga Pemerintah untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil kebijakan dalam mempersiapkan para pegawai
yang memasuki masa pensiun.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
masukan bagi lansia yang akan menghadapi masa pensiun, agar
lebih mempersiapkan dirinya dalam menghadapi masa pensiun.
2. Manfaat pada ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini di harakan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bagi peneliuti berikutnya.
3. Manfaat bagi peneliti
Di harapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti
tentang pensiun dan lansia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Lanjut Usia

1. Pengertian Lanjut Usia


Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Boedhi dan
Martono, 2016).
Disamping itu untuk mendefenisikan lanjut usia dapat ditinjau
dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982 dikutip dari
Suhartini 2015) dalam usia kronologis merupakan usia seseorang
ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek
pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia
kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan,
karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai
sumber data kependudukan.
2. Penggolongan lansia
Defenisi penduduk lanjut usia berbeda dari satu negara dengan
negara lain. Dan defenisi ini juga masih bisa berubah dan dipengeruhi
oleh bentuk kegiatan ekonomi dan perbedaan jenis kelamin disuatu
masyarakat tertentu. Kushariyadi, (2017) menjelaskan beberapa
pendapat tentang batasan lanjut usia yaitu:
a) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Klasifikasi lanjut usia meliputi: Usia pertengahan (Middle Age)
yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni antara
usia 60-74 tahun, Lanjut usia tua (Old) yaitu antara usia 75-90
tahun,Usia sangat tua (Very Old) yaitu usia diatas 90 tahun.
b) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
ke atas baik pria atau wanita.
c) Menurut prof. DR. Koeseomanto Setyonegoro, Sp.Kj
Pengelompokan lanjut usia ini adalah sebagai berikut: usia
Dewasa muda (elderly adulthood) usia antara 18 atau 20-25 tahun.
Usia dewasa penuh (midle years) atau maturitas berkisar antara
usia 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia
diatas 65 atau 70 tahun, yang tebagi atas (young old) usia 75-80
tahun, (old) usia 75-80 tahun, (very old) usia diatas 80 tahun.
3. Teori Proses Menua
Menurut Boedhi dan Martono (2016) ada beberapa terjadinya
proses penuaan, yaitu :
a. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini, menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam
nukleinya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep
ini bila jam kita itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa
disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang kastatrofal.
b. Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Menurut hipotesis Error catastrophe, menua disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan yang beruntun sepanjang kehidupan setelah
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan
dalam proses. transkipsi (DNA RNA), maupun dalam proses
translasi (RNA protein/enzim). Kesalahan tersebut akan
menyebabkan terbentuknya enzim yang salah, sebagai reaksi dan
kesalahan-kesalahan lain yang berkembang secara eksponensial
dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang salah,
sehingga akan mengurangi fungsional sel.
Walaupun dalam batas-batas tertentu kesalahan dalam
pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan
memperbaiki diri sendiri itu sifatnya terbatas pada kesalahan dalam
proses trakskripsi (pembentukan RNA) yang tentu akan
menyebabkan kesalahan sintesis protein atau enzim, yang akan
menimbulkan metabolit yang berbahaya.
c. Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi,
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap
sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai selasing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah menjadi dasar terjadinya
peristiwa autoimun (Goldstein 1989 dikutip dari Boedhi dan Martono
2016).
d. Akibat metabolisme
Menurut Balin dan Alen (1989 dikutip dari Boedhi dan Martono
2016) terdapat hubungan antara tingkat metabolisme dengan
panjang umur. Perpanjangan umur yang dihubungkan dengan
proses metabolisme ini diperlihatkan melalui penelitian McKay et al.
(1935 dikutip dari Boedhi dan Martono 2016) dengan
memperlihatkan bahwa pengurangan “intake kalori pada rodentia
muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur.
Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori tersebut,
antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau
beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran
hormon yang merangsang poliferasi sel, misalnya insulin, dan
hormon pertumbuhan.
e. Kerusakan akibat radikal bebas
Menurut Christiansen dan Grzybowski (1993 dikutip dari
Potter & Perry 2017) radikal bebas adalah produk metabolisme
seluler yang merupakan bagian molekul yang sangat reaktif.
Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang dapat
menciptakan reaksi dan protein, mengubah bentuk dan sifatnya,
molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam
membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat
berikatan dengan organel sel.
4. Tinjauan masalah psikologik pada lanjut usia
Masalah psikologik yang di alami oleh golongan lansia ini
pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua
yang mereka hadapi,antara lain kemunduran badaniah atau dalam
kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini apa yang di sebut
disengangement theory, yang berarti ada penarikan diri dari
masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Dulu hal ini di duga
dapat mensukseskan proses menua. Anggapan itu bertentangan
dengan pendapat-pendapat sakarang, yang justru menganjurkan
masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang di anggap
lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal ini
secara positif (Boedhi dan Martono, 2016).
Menurut Boedhi dan Martono (2015), biasanya sifat-sifat
stereotype pra lansia ini seusai dengan pembawaannya pada waktu
muda. Beberapa tipe yang di kenal adalah sebagai berikut :
a. Tipe Konstriktif
Orang ini mempunyai intergritas baik, dapat menikmati
hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristik, fleksibel (luwes)
dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda.
Mereka dapat menerima fakta- fakta proses menua, mengalami
masa pensiun dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.
b. Tipe Ketergantungan (dependent)
Orang lansia ini masa dapat diterima ditengah masyarakat, tapi
selalu pasif, tak berambisi, masa tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan
bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia
memang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak makan dan
minum.
c. Tipe Defensive
Orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan
tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak
dapat dikontrol, memegang teguh pada kebiasaannya, bersifat
kompulsif aktif. Anehnya mereka takut menghadapi “menjadi tua” dan
tak menyenangi masa pensiun.
d. Tipe Bermusuhan (Hostility)
Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalannya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga. Biasanya
pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak
ada hal- hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda,
senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk
menghadapi masa yang sulit/buruk.
e. Tipe Membenci/menyusahkan diri sendiri (self haters)
Orang ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri,
biasanya mempunyai perkawinan yang tak bahagia, mempunyai sedikit
“hobby”, merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka
menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia
muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka
menganggap kematian sebagai suatu kejadiaan yang
membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh diri
menunjukkan angka yang lebih tinggi presemtasenya pada golongan
lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian.
5. Permasalahan Pada Lanjut Usia
Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu
hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang.
Hanya lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing- masing
individu yang bersangkutan. Adapun permasalahan yang berkaitan
dengan lanjut usia antara lain :
a) Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah baik secara fisik, biologik, mental maupun social ekonomis
dengan semakin lanjut usia seseorang.
Mereka akan mengalami kemunduran terutama dibidang kemampuan
fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan
sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan didalam hal
kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan
yang memerlukan bantuan orang lain.
b) Lansia tidak saja ditandai dengan kemunduran fisik tetapi dapat pula
berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang
kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan dapat
mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini
dapat memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang.
c) Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian dari pada lansia tersebut
masih mempunyai kemampuan untuk bekerja. Permasalahannya yang
mungkin timbul adalah bagaimana memfungsikan tenaga dan
kemampuan mereka tersebut didalam situasi keterbatasan kesempatan
kerja.
d) Disamping itu masih ada sebagian dari lansia dalam keadaan terlantar,
selain tidak mempunyai bekal hidup dan pekerjaan/penghasilan
mereka juga tidak mempunyai keluarga/sebatang kara.
e) Dalam masyarakat tradisional biasanya lansia dihargai dan d ihormati
sehingga mereka masih dapat berperan yang berguna bagi
masyarakat. Akan tetapi, dalam masyarakat industry ada
kecenderungan mereka kurang dihargai sehingga mereka terisolir dari
kehidupan masyarakat.
f) Didasarkan pada sistem kultural yang berlaku maka haruslah generasi
tua/lanjut usia masih dibutuhkan sebagai pembina agar jati diri budaya
dan cirri-ciri khas Indonesia tetap terpelihara kelestariannya.
g) Karena kondisinya, lansia memerlukan tempat tinggal atau fasilitas
perumahan yang khusus.
Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan
secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial,
ekonomo dan psikologis (Nugroho, 2015).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasin
lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran
fisik dan mental. Hal ini menjadi tanda bahwa sumber daya yang meningkat
harus diarahkan pada perawatan mereka. Salah satu potensi masalah
yang diidentifikasi pada “masyarakat lansia adalah bahwa terdapat
ketidakseimbangan ekonomo yang nyata untuk perbandingan lansia
(Nugroho, 2004).

B. Tinjauan Umum Tentang Stres


1. Pengertian Stres
Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan
tekanan, perubahan, ketegangan emosi (Sunaryo, 2016). Stres adalah
suatu kekuatan yang memaksa seseorang untuk berubah, bertumbuh,
berjuang, beradaptasi atau mendapatkan keuntungan Swarth (2016).
Ada beberapa defenisi tentang stres tergantung pada pendekatan yang
digunakan, ada pendekatan medic-fisiologik dan pendekatan psikologis
(Ambo Dalle, 2015).
a) Pendekatan medik-fisiologik
Selye (1982) dikutip dalam Ambo Dalle (2016) mendefenisikan
stres sebagai “in biology, the non specific response of the body to any
demand made upon in the common result of exposure to any stimulus”.
Stres sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap dari setiap
tuntutan. Bila seseorang dihadapkan pada situasi yang dapat
menimbulkan stress, maka terjadi suatu rspon, ada reaksi kimia dalam
tubuh, hormone meningkat dan mengalir kedalam darah, emosi
meninggi dan ketegangan bertambah, respon tersebut merupakan
respon otomatik terhadap setiap ancaman, fisikal atau emosianal
terhadap kesejahteraan keadaan organism yang dikenal dengan istilah
konsep General Adaptation Syndrome (GAS).
Respon ini dapat dibagi dalam tiga tahapan : reaksi alarm,
melawan dan keletihan.
b) Pendekatan psikologik
Pendekatan ini di kenal sebagai model penilaian/pengukuran atau
penafsiran stres (Apraisal Model). Pada pendekatan ini stres
dirumuskan sebagai suatu keadaan psikologik yang merupakan
representasi dari transaksi khas dan problematik antara seseorang
dengan lingkungannya. Jadi sumber stres dalam pendekatan psikologik
adalah semua situasi atau kondisi yang ada dalam sehari- hari, yang
mana akan terjadi penghayatan subyektif pada masing- masing
individu.
2. Sumber Stres
Menurut Hidayat (2017), sumber stres terdiri dari tiga (3) aspek
antara lain :
a) Diri sendiri, yaitu umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara
keinginan dan kenyatan yang berbeda, dalam hal ini adalah berbagai
permasalahan yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu
diatasi maka akan dapat menimbulkan stres.
b) Keluarga, stres ini bersumber dari masalah keluarga yang ditandai
dengan adanya perselisihan antara keluarga, serta adanya tujuan
yang berbeda diantara keluarga.
c) Masyarakat dan lingkungan, sumber stres ini dapat terjadi di
masyarakat dan lingkungan seperti lingkungan pekerjaan, secara
umum sebagai stres pekerja karena kurangnya hubungan
interpersonal serta kurang adanya pengakuan di masyarakat
sehingga tidak berkembang.
3. Faktor predisposisi stress
a. Menurut sulistiwati (2016) menjelaskan berdasarkan faktor predisposisi
dimana berbagai jenis unsur mempengaruhi bagaimana seseorang
individu merasakan dan merespon suatu peristiwa yang menimbulkan
stres. Faktor predisposisi ini sangat berperan dalam menentukan
apakah suatu respon adaptif atau maladaptif. Jenis faktor predisposisi
adalah pengaruh genetik, pengalaman masa lalu dan kondisi saat ini.
b. Pengaruh genetik adalah keadaan kehidupan seseorang yang
diperoleh dari keturunan. Sebagai contoh, termasuk riwayat kondisi
psikologis dan fisik keluatrga serta tempramen (karakteristik tingkah
laku pada saat lahir dan masa pertumbuhan). Pengalaman masa lalu
adalah kejadian-kejadian yang menghasilkan suatu pola pembelajaran
yang dapat mempengaruhi respon penyesuaian pada tekanan lainnya,
mempelajari respon penanggulangan dan tingkat penyesuaian pada
tekanan stres sebelumnya. Kondisi saat ini meliputi faktor kerentanan
yang mempengaruhi kesiapan fisik, psikologis, dan sumber-sumber
sosial individu untuk menghadapi tuntutan penyesuaian diri.
4. Reaksi Tubuh Terhadap Stres
Hawari (2016), menyatakan bahwa stress dapat mengenai hampir
seluruh sistem tubuh, seperti hal- hal sebagai berikut; gangguan
penglihatan, pendengaran berdenging, daya mengingat, konsentrasi dan
berfikir menurun wajah tegang, serius, tidak santai, sulit senyum, dan
kedutan pada kulut wajah, bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan
terasa terkcekik, lambung mual, kembung dan pedih, mulas, sulit
defikasi atau diare, sering berkemih, otot sakit seperti tertusuk-tusuk,
pegal dan tegang, kadar gula meninggi, libido bisa menurun dan bisa
juga meninggi.
5. Tanda dan gejala stres
Cary Cooper dan Alison Straw (1995 dikutip dari Novitasari 2016)
mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
a) Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kero ngkongan kering, tangan
lembab, merasa panas, otot tegang, sakit kepala dan tegang.
b) Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, mudah marah
tanpa sebab, salah paham, tidak mampu berbuat apa-apa, mudah
tersinggung, kehilangan semangat, menarik diri, hilangnya gairah
dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
c) Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati- hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurangnya percaya diri
menjadi rawan, menjadi meledak- ledak.
6. Tahapan stres
Menurut Amberg (1979 dalam Hidayat 2016) tahapan stres dapat
terbagi menjadi enam tahap yaitu:
a) Tahap I
Stres yang disertai dengan perasaan nafsu bekerja yang besar
dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi
tajam.
b) Tahap II
Stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar dan
letih, lekas capek pada saat menjelang sore, cepat lelah sesudah
makan, tidak santai, lambung atau perut tidak nyaman, jantung
berdebar, dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan
tenaga tidak memadai.
c) Tahap III
Tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur,
tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali,
koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d) Tahap IV
Tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja
sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu,
gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya
ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e) Tahap V
Tahapan stress yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental,
ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan
ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan
cemas.
f) Tahap VI
Tahapan stres dengan tanda-tanda, seperti jantung berdebar-
debar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingi, dan banyak
keluar keringat, loyo, serta pingsan.
7. Tingkatan Stres
Menurut Potter dan Perry (2016) stres terbagi menjadi 3 tingkat,
yakni:
a) Stres ringan
Situasi pada tingkat ini yakni stressor yang dihadapi secara teratur
seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas dan kritikan dari
atasan. Situasi seperti ini biasanya berlangsung beberapa menit atau
jam.
b) Stres sedang
Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Seperti perselisihan yang tida terselesaikan dengan rekan kerja.
c) Stres berat
Situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai
beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus menerus dan
kesulitan finansial yang berkepanjangan.
8. Jenis stres
Menurut Potter dan Perry (2014), ditinjau dari penyebabnya, stres
dapat dibagi dalam beberapa jenis sebagai berikut:
a) Stres fisik, merupakan stres yang disebabkan oleh keadaan fisik,
seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara bising.
b) Stres kimiawi, merupakan stres yang disebabkan oleh pengaruh
senyawa kimia yang terdapat pada obat-obatan, zat beracun asam
dan basa.
c) Stres mikrobiologis, merupakan stres yang disebabkan oleh kuman,
seperti virus, bakteri dan parasit.
d) Stres fisiolgis, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan
fungsi organ tubuh, antara lain gangguan striktur tubuh, fungsi
jaringan, organ.
e) Stres proses tumbuh kembang, merupakan stres yang disebabkan
oleh proses tumbuh kembang seperti pada masa pubertas,
pernikahan dan pertambahan usia.
f) Stres psikologis dan emosional, merupakan stres yang disebabkan
oleh gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi
psikologis untuk menyesuakan diri, misalnya dalam hubungan
interpersonal, sosial budaya, atau keagamaan.
9. Tipe kepribadian berhubungan dengan stres
Saat kita menjalani kehidupan kita sehari- hari sambil mengatur
pikiran dan tubuh dengan tugas yang kita miliki, sejumlah stres tidak
dapat dihindari. Hal ini tergantung pada tipe kepribadian kita (Hager,
2015).
Hawari (2015) mengemukakan bahwa tidak semua orang yang
mengalami stressor psikososial yang sama akan mengalami stres.
Ternyata pada seseorang yang mempunyai tipe kepribadian “A” (Type
“A” type personality) atau disebut pula sebagai pola prilaku tipe “A”
(Type “A” Behavior Pattern) lebih rentan terkena stres. Sedangkan orang
dengan tipe kepribadian “B” (“B” type personality or type “B” Behavior
Pattern) lebih kebal (immune) terhadap stres. Meskipun demikian tidak
berarti orang dengan tipe kepribadian di luar kategori di atas tidak akan
mengalami stres, atau dengan kata lain orang dengan kepribadian tipe
“A” tadi risiko mengalami stres lebih besar daripada tipe kepribadian lain.
Dalam kaitannya dengan tipe kepribadian yang beresiko tinggi
terkena stres (yaitu tipe “A”), Rosenmen dan Chesney (dikutip dalam
Hawari, 2016) serta Friedman dan Rosenmen (dikutip dalam Alimul,
2016) menggambarkan antara lain dengan ciri-ciri sebagai berikut
a. Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan)
b. Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah
(emosional)
c. Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat dan percaya diri
berlebihan (over confidence)
d. Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam
e. Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic)
f. Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter)
g. Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan
h. Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba
tergesa-gesa
i. Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan
bila tidak tercapai maksudnya mudah bersikap bermusuhan
j. Tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel)
k. Bila berlibur pikirannya ke pekerjaan, tidak dapat santai
l. Berusaha keras untuk dapat segala sesuatu terkendali.
Sedangkan orang dengan kepribadian tipe “B” atau pola tipe “B”
adalah kebalikan dari tipe “A”, antara lain lebih santai, penyabar, tenang,
tidak mudah marah/ tersinggung, jarang kekurangan waktu untuk
melakukan hal- hal yang disukai, fleksibel, mudah bergaul dan lain- lain.
Rasmun (2014) menjelaskan bahwa orang-orang dengan tipe B adalah
orang yang mempunyai tipe lebih rileks dan tidak suka menghadapi
“masalah”, mereka menerima situasi yang ada dan menerima ia berada
di dalamnya, serta tidak suka bersaing. Umumnya mereka rileks dalam
tekanan waktu, sehingga mereka lebih kecil kemungkinannya untuk
menghadapi masalah-masalah stres.
10. Dampak Stres
Beberapa dampak yang ditimbulkan ketika orang mengalami stres
yakni:
a. Fisik
Menurut Wilkinson (2015) dan Prawono (2014), reaksi fisik yang
ditimbulkan ketika mengalami stres berupa tangan berkeringat, muka
pucat dan tangan sangat dingin, sakit kepala, sariawan , asma dan
masalah paru-paru lain bisa diperburuk oleh stres, stres bisa
menyebabkan atau memicu gangguan pencernaan, beberapa orang
terkena radang kandung kemih, meningkatnya tekanan darah dan
resiko serangan jantung dan kerontokan rambut.
b. Mental dan emosional
Menurut Rasmun (2014) stres dapat menimbulkan perasaan negatif
atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Prawono (2014)
menyampaikan bahwa gejala-gejala dari reaksi emosional seperti jadi
mudah tersinggung, perubahan pola makan (bisa jadi tidak nafsu
makan atau bisa jadi tambah nafsu makan), serta menurunnya
kepercayaan diri.
c. Intelektual
Prawono (2017) mengemukakan bahwa dampak dari stres berupa
stres intelektual yang akan mengganggu persepsi dan kemampuan
seseorang dalam menyelesaikan masalah, terjadi penurunan
konsentrasi dan rentang perhatian, kemunduran memori baik jangka
panjang maupun jangka pendek, keadaan ini akan menyebabkan
orang menjadi pelupa, tidak dapat berpikir jernih, lebih banyak
kesalahan dalam aktivitas problem solving dan penurunan kemampun
membuat rencana tindakan.
d. Sosial dan spiritual
Menurut Rasmun (2016) stres sosial akan mengganggu hubungan
individu terhadap kehidupan
e. Terganggunya keseimbangan fisiologis
Fortana (dikutip dalam Abraham dan Shanley, 2016) menambahkan
bahwa pengaruh pada kognitif dan emosi menyokong terjadinya
perubahan perilaku pada orang yang mengalami stres
berkepanjangan. Penurunan minat dan aktivitas; penurunan energi;
tidak masuk atau terlambat kerja; cendrung mengekspresikan
pandangan sinis pada pasien atau teman kerja; cendrung
melemahkan tanggung jawab terhadap kekurangannya pada orang
lain; serta mengalami gangguan pola tidur.

C. Tinjauan Umum Tentang Konsep Pensiun


1. Defenisi Pensiun
Pensiun adalah seseorang yang tidak bekerja. Beberapa ahli
mengemukakan pendapatnya tentang pensiun. Mereka mengatakan
bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana individu tersebut telah
berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Mereka pun
menerangkan batasan yang lebih jelas dan mengatakan bahwa pensiun
adalah proses pemisahan seorang individu dari pekerjaannya, dimana
dalam menjala nkan perannya seseorang digaji.
Dengan kata lain, masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari
situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan. Sedangkan berdasarkan
pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai
suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola
hidupnya, lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diberhentikan
(Hidayat, 2016).
Masa pensiun ini dapat menimbulkan masalah karena tidak semua
orang siap untuk menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseo rang
dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu
akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja,
dan yang paling vital adalah menghilangnya identitas diri seseorang yang
sudah melekat begitu lama. Individu yang melihat masa pensiun dari segi
finansial kurang bisa beradaptasi dengan baik dibandingkan dengan
mereka yang dapat melihat masa pensiun sebagai masa dimana manusia
beristirahat menikmati hasil jerih payahnya selama ini di masa tuanya
(Hidayat, 2017).
Robert (Asbi 2017) membagi tahap-tahap di dalam masa pensiun.
Tahap-tahap ini mungkin dialami secara berurutan keseluruhannya atau
tanpa melewati suatu tahap. Adapun tahap-tahap tersebut adalah :
1) Tahap masa mempersiapkan pensiun (Pre-reteriment)
Tahapan ini adalah masa persiapan hingga sampai tiba masanya
pensiun yang sesungguhnya dan tahap ini dibagi dua bagian yaitu
tahap jauh (remote) dan tahap dekat (near). Pada tahap jauh (remote),
masa pensiun dipandang sebagai suatu masa yang jauh. Biasanya
tahap ini dimulai pada saat orang tersebut mulai mendekati masa
pensiun. Sedangkan pada tahap dekat (near), biasanya orang mulai
sadar bahwa mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini
membutuhkan menyesuaian diri yang baik. Ada beberapa perusahaan
yang mulai memberikan program persiapan masa pensiun.
2) Peristiwa pensiun
Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 tahap, dan dimulai
dengan tahapan tahap bulan madu (honeymoon). Periode ini biasanya
terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun.
Sesuai dengan istilah honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang
muncul ketika memasuki pada tahap ini adalah perasaan gembira
karena bebas dari pekerjaan dan rutinitasnya. Biasanya orang mulai
mencari kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan hobi.
Kegiatan inipun tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan
situasi keluarga. Lamanya tahap ini tergantung pada kemampuan
seseorang. Orang yang selama masa kegitan aktifnya bekerja dan
gaya hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaa n, biasanya akan mampu
menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan lain yang juga
menyenangkan. Setelah tahap ini berakhir maka akan masuk pada
tahap kedua yakni tahap kesengsaraan (disachantment). Pada tahap
ini pensiunan mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk beberapa
orang pada tahap ini, ada rasa kehilangan, baik itu kehilangan
kekuasaan, martabat, status, penghasilan, teman kerja, aturan tertentu.
Pensiunan yang terpukul pada tahap ini akan memasuki tahap
reorientasi (reorientation), yaitu tahap dimana seseorang
mengembangkan pandangan yang lebih realistik mengenai alternatif
hidup. Mereka mulai mencari aktivitas baru. Setelah mencapai tahapan
ini, para pensiunan akan masuk pada tahap stabilitas (stability) yaitu,
tahap dimana mereka mulai mengembangkan suatu set kriteria
mengenai pemilihan aktivitas, dimana mereka merasa dapat hidup
tentram dengan pilihannya.
3) Akhir pensiun/tahap penghentian (Termination)
Biasanya tahap ini ditandai dengan penyakit yang mulai
menyerang diri seseorang, ketidak- mampuan dalam mengurus diri
sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seseorang
pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan
orang lain untuk bergantung.
2. Tipe-tipe Pensiun menurut Manurung (2016)
a. Pensiun tetapi masih tetap bekerja
Pensiun tapi masih tetap bekerja yaitu orang yang melihat
pekerjaan sebagai suatu anugerah dan bagian dari hidupnya akan
terus tetap bekerja, meskipun telah memasuki masa pensiun.
Bagi mereka tidak ada kata-kata pensiun dan bekerja adalah suatu hal
yang menyenangkan. Ada yang terus bekerja setelah masuk ke usia
pensiun dengan alasan tidak memiliki cukup dana untuk pensiun atau
secara emosional belum siap pensiun.
b. Pensiun untuk yang memang menikmati masa pensiun
Pensiun untuk orang-orang yang memang menikmati masa
pensiun mereka dengan berkebun, melakukan pekerjaan rumah,
serta aktivitas-aktivitas lain selama pensiun.
c. Pensiun setengah kerja setengah pensiun masih paruh waktu
Pensiun dengan setengah kerja setengah pensiun alias masih
paruh waktu. Ada yang sudah ingin menikmati masa pensiun, tetapi
masih juga ingin menikmati masa- masa bekerja dan mendapatkan
kepuasan dari pekerjaan tersebut. Kedua aktivitas tersebut
memberikan tingkat kepuasan yang sama dan saling memberikan
keseimbangan dalam hidup pensiun tipe ketiga.
d. Pensiunan yang Mapan.
Pensiun tipe ini termasuk ke dalam kategori pensiunan yang
mapan dan mengisi hari tuanya dengan tugas-tugas dan pekerjaan
sebagai suka relawan. Apabila teremasuk ke dalam kategori ini maka
haruslah siap dan sehat secara keuangan. Dengan sehat secara
keuangan tipe keempat ini dapat bebas mengisi waktu untuk
melakukan pekerjaan sukarela tanpa mendapatkan penghasilan.
Pensiun dengan tipe seperti ini mendapatkan kepuasan tidak saja
untuk diri sendiri tapi dengan membantu orang lain melalui
pekerjaannya.

D. Keterkaitan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres pada


Lansia Pensiunan
1. Status Ekonomi
Pada umumnya, dimanapun, pemasukan uang pada seseorang
yang pensiun akan menurun, kecuali pada orang yang sangat kaya
dengan tabungan yang melimpah (Boedhi dan Martono, 2016). Bagi
sebagian besar orang, pendapatan yang diterima beramat ata menurun
namun pada waktu yang sama orang tersebut mengharapkan akan
tidak adanya pergantian standar kehidupannya. Namun ternyata
perubahan standar hidup merupakan salah satu tujuan yang diinginkan
dan tercakup dalam rentang rencana pensiun ini. Telah diperkirakan
bahwa kurang lebih sebesar 64% dari pendapatan prapensiun akan
diperlukan dari pendapatan simpanan dan deviden, dana pensiun serta
penjamin sosial dalam upaya individu dalam mempertahankan gaya
hidup yang sama seperti sebelum masa pensiun. Dana yang diperoleh
melalui undang-undang lansia hanya menunjang agar seseorang
memperoleh beberapa hal untuk mewujudkan keinginan hidupnya.
Biaya tinggi untuk perumahan, biaya-biaya hidup lainnya, biasanya
menjadi biaya terbesar dan jumlah uang yang ia miliki sedikit (Steven,
2016).Pada orang dengan kondisi kejiwaan yang stabil, konsep diri
positif, rasa percaya diri kuat serta didukung oleh keuangan yang
cukup, maka orang tersebut akan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan kondisi pensiun tersebut karena selama bertahun-tahun ia
bekerja, ia “menabung” pengalaman, keahlian serta keuangan untuk
menghadapi masa pensiun (Jacinta Rini,2016). Banyak orang yang
benar-benar cemas dan menderita karena mereka tidak dapat
mengatasi masalah keuangan. Beberapa diantaranya menderita
karena alasan bahwa pendapatan mereka sama sekali tidak memadai
untuk mencukupi biaya hidup yang biasa. Beberapa orang me nderita
karena mereka tidak dapat menggunakan uang secara hati- hati atau
dengan perhitungan. Dan beberapa orang lainnya lagi menderita
karena tertimpa oleh tuntutan dan pengeluaran tak terduga yang tidak
disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri (Jacinta Rini, 2016)
2. Pekerjaan sekarang
Manusia tidak lepas dari aktivitas bekerja. Ada orang yang bekerja
untuk mencari uang, ada yang bekerja untuk mengisi waktu luang, ada
juga yang bekerja untuk mencari identitas, dan sebagainya. Bila
ditelusuri lebih jauh lagi, sebuah pekerjaan lebih berkaitan dengan
kebutuhan materi semata.
Secara materi, seseorang dapat memenuhi kebutuhan sandang,
pangan, dan papannya dengan bekerja. Namun secara psikologis,
bekerja bertujuan untuk memenuhi rasa identitas, status, ataupun
fungsi sosialnya (Samino, 2017). Seiring bertambahnya usia, kondisi
fisik untuk bekerja semakin terbatas. Selain itu, tingkat kepuasan kerja
pada orang dewasa dengan orang dewasa akhir juga berbeda. Bagi
pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada pekerjaan yang statis dari
pada pekerjaan yang bersifat dinamis dan menantang. Dampak yang
mereka peroleh adalah pekerjaan yang memberi kepuasan pada
dirinya walaupun pekerjaan itu jelas berbeda dengan pekerjaan orang
yang lebih muda atau pekerjaan pada masa mudanya (Samino, 2017).
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempengaruhi penyebaran suatu masalah
kesehatan. Ada masalah kesehatan yang lebih banyak ditemukan pada
kelompok wanita saja dan ada pula masalah kesehatan yang lebih
banyak ditemukan pada kelompok pria saja. Adanya perbedaan
penyebaran yang seperti ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Karena terdapatnya perbedaan anatomi dan fisiologi antara wanita
dengan pria. Sebagai contoh masalah kesehatan yang
penyebarannya dipengaruhi oleh anatomi adalah prostat hanya
ditemukan pada kaum laki- laki saja.
b) Karena terdapatnya perbedaan kebiasaan hidup antara wanita dan
pria. Ditemukannya banyak penderita kanker paru pada pria antara
lain karena terdapatnya perbedaan kebiasaan ini, karena memang
kaum pria lebih banyak yang merokok dibandingkan dengan kaum
wanita.
c) Karena terdapatnya perbedaan tingkat kesadaran berobat antara
wanita dan pria. Pada umumnya kaum wanita lebih banyak memiliki
kesadaran yang baik untuk berobat dari pada kaum pria.Dalam
kebudayan orang latin, seseorang anak laki- laki merupakan kepala
keluarga dan memiliki otoritas yang lebih terhadap keluarganya.
Laki-laki harus menjaga dan melindungi keluarganya.
Cita-cita diri dan keluarganya saling berkaitan. Segala sesuatu yang
menantang kemampuannya dalam mengurus keluarganya menjadi
tantangan bagi harga dirinya atau konsep dirinya atau konsep
dirinya, harga diri laki- laki lansia dipengaruhi oleh, pensiun,
hilangnya figur, hilangnya peran yang berarti baginya.
4. Kondisi fisik
Beberapa orang peneliti melakukan penelitian dan menemukan
bahwa kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi yang
mendukung keberhasilan seseorang beradaptasi terhadap perubahan
hidup yang disebabkan oleh pensiun. Hal ini masih ditambah dengan
perpsepsi orang tersebut terhadap penyakit atau kondisi fisiknya. Jika
ia menganggap bahwa kondisi fisik atau penyakit yang dideritanya itu
sebagai hambatan besar dan pesimistik terhadap hidup, maka ia akan
mengalami masa pensiun dengan penuh kesukaran. Menurut hasil
penelitian, pensiun tidak menyebabkan orang jadi cepat tua dan sakit-
sakitan, karena justru berpotensi meningkatkan kesehatan karena
mereka semakin bisa mengatur waktu untuk berolah tubuh.
5. Kemandirian lansia
Menurut Herwanto (Sartina 2016) Ketergantungan lanjut usia
terjadi ketika mereka mengalami menurunnya fungsi luhur/pikun atau
mengidap berbagai penyakit. Ketergantungan lanjut usia yang tinggal
di perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita.
Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu
dan merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita
sesuai dengan citra dirinya yang memiliki sikap kelembutan, kelatenan,
dan tidak ada unsur “sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi
apabila lanjut usia tidak memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke
kota. Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat dekat, kerabat jauh,
dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha.Pada setiap orang,
fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik hal pencapaian
puncak maupun penurunannya. Hal ini juga sangat individu.
Setelah mencapai puncaknya, fungsi alat tubuh akan tetap utuh
dalam beberpa saat, kemudian menua sedikit demi sedikit sesuai
bertambahnya umur dan akhirnya akan menurunkan aktivitas yang
dapat dilakukn oleh lanis (Nugroho, 2016).
Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi
adalah pasangan lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup
prima. Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai
dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia
yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat
kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah
terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan
dengan pemenuhan hayat hidupnya (Nugroho, 2017).
Pengukuran tingkat kemandirian dalam ADL (activitas of Daily
Lifing) digunakan suatu skala “rating scale” yang didasarkan pada
keterampilan fungsi biologis, yang memerlukan bekerjanya sistem
syaraf dan anggota gerak dari lansia tersebut (setiabudhi, 2017).
Kemandirian pada aktivitas sehari- hari dapat diukur dengan
indeks barthel yang dimodifikasi. Penilaian didasarkan pada tingkat
bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional.
Pengukuran meliputi sepuluh kemampuan sebagai berikut : makan,
berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya, termasuk
duduk ditempat tidur, kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, dan
menggosok gigi, aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap), mandi,
berjalan di jalan yang datar (jika tidak berjalan, lakukan dengan kursi
roda), naik turun tangga, berpakaian, termasuk mengenakan sepatu,
mengontrol defekasi, mengontrol berkemih. Sedangkan untuk
penilaian, 0-20 ketergantungan penuh, 21-61 ketergantungan sedang,
62-90 ketergantungan moderat, 91-99 ketergantungan ringan, 100
mandiri (Pudjiastuti, 2003 dikutip dalam Suhartini, 2017).
Adapun kriteria orang mandiri adalah mempunyai : (1)
kemampuan relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan- goncangan
atau frustasi, (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa, (3)
kadar arah yang tinggi, (4) agen yang merdeka, (5) aktif, dan (6) dalam
bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri
dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang
berasal dari luar diri mereka anggap kurang penting dibandingkan
dengan pertumbuhan diri (Koswara Sa rtina 2016).
6. Kehilangan teman atau relasi
Ini tejadi bila sebelumnya ia sering beraktivitas dan bekerja di
luar rumah dan memilki banyak relasi atau teman. Sehingga kemudian
mereka akan sangat jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan
teman sejawat yang sebelumnya tiap hari dijumpainya. Hubungan
sosialnya aka n hilang dan berkurang (Boedhi dan Martono, 2016).
7. Umur
Banyak orang beranggapan bahwa pensiun itu merupakan
pertanda dirinya sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena
usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak
menguntungkan lagi bagi perusahaan/organisasi tempat mereka
bekerja. Hal ini mempengaruhi persepsi seseorang menjadi over
sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi ini
yang membuat kuwalitas hidup menurun saat pensiun tiba.
8. Penyakit generatif
Lansia akan mengutamakan nilai kesehatan yang baik. Status
kesehatan memberikan energi, vitalitas dan semangat hidup. Hampir
80% dewasa diatas usia 65 tahun mempunyai sedikitnya satu penyakit
kronis. Efek efek masalah pada mobilitas dan kemandirian individu
(Potter dan Perry, 2015). Pengalaman suatu penyakit akan
mengakibatkan berbagai perasaan dan reaksi stres, termasuk frustasi,
ansietas, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka dan ketidak
pastian. Orang yang sakit kadang sangat peka dan rentan. Seluruh
kehidupannya berubah, mereka bergulat dengan kenangan
pengalaman masa lalu sementara menghadapi realitas saat ini dan
masa depan yang tidak pasti. Hal-hal ini mengenai kematian,
ketergantungan, rasa percaya dan identitas akan muncul ke
permukaan (Iskandar, 2017)
Pensiun mengakibatkan hilangnya prestise, tidak mempunyai
peran dalam situasi yang cocok, atau paling tidak didefenisikan secara
jelas sebagai hilangnya posisi sosial dan peranan yang diharapkan agar
terkenal. Sekali seseorang tidak dapat menampilkan peranan jabatannya,
pengakuannya terdahulu atau posisi tidak penting lagi dengan demikian
berarti identitas dirinya sudah runtuh. Efek dari goncangan karena pensiun
secara mendadak paling serius setelah pensiun, yaitu pada waktu individu
menyesuaikan diri terhadap perubahan keteraturan dan harus memutuskan
hubungan sosial yang selama ini diyakini (Samino, 2017).
Orang yang lanjut usia mungkin sangat rentan terhadap depresi
yang disebabkan oleh stres dalam menghadapi perubahan kehidupan yang
berhubungan dengan apa yang duhulu disebut sebagai tahun emas
(pensiun), penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan dalam rumah
jompo, kematian pasangan, saudara kandung, teman lama dan kenalan-
kenalan (Nevid et al. 2016).
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada tinjauan


pustaka serta masalah penilitian maka dapat disusun kerangka
konseptual penelitian ini dengan menggunakan beberapa variabel yang
digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Status Ekonomi

Pekerjaan
Tingkat Stres
Kondisi Fisik

Kemandirian Lansia

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Garis Hubungan

B. Hubungan Antara Variabel

a. Variabel independen (bebas)


Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
jadi penyebab. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Faktor
status ekonomi, pekerjaan sekarang, kondisi fisik, tingkat kemandirian
lansia.
b. Variabel dependen (tergantung)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat
stres pada lansia pensiunan.
C. Hipotesis

1. Untuk mengetahui faktor status ekonomi terhadap tingkat stres pada


lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire.
2. Untuk mengetahui pekerjaan sekarang terhadap tingkat stres pada
lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire.
3. Untuk mengetahui kondisi fisik terhadap tingkat stres pada lansia
pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten Nabire.

D. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif


Pada pengertian keringer mengemukakan bahwa defenisi
operasional adalah spesifikasi kegiatan penelitiian dalam mengukur suatu
variabel atau manipulasi dengan cara menetapkan kegiatan atau tindakan
yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut.
Maksudnya adalah peneliti mendeskripsikan variabel peneliti secara spesifik
(tidak berinteraksi ganda) teramati sebagai upaya untuk mengukur variabel
tersebut (Kerlinger, 2016)
1. Stres
Stres adalah respon pensiunan terhadap tekanan yang
ditimbulkan akibat pensiun yang dinilai dari seberapa sering gejala yang
dirasakan.
Stres ringan nilai antara :≤6

Stres sedang nilai antara : 7-13


Stres berat nilai antara : 20

2. Status ekonomi
Yang dimaksud dengan status ekonomi dalam penelitian ini
adalah kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan sehari
harinya terkait kebutuhan fisiologisnya dan kemampuannya untuk
mensejahterakan anggota keluarganya.

Kriteria objektif :
Baik : apabila skor > 5
Kurang : apabila skor ≤ 5
3. Pekerjaan sekarang
Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adanya kesempatan
bekerja/aktivitas yang dilakukan oleh lansia yang mendatangkan
kepuasan tersendiri bagi lansia atau dapat menghasilkan sesuatu
untuk memenuhikebutuhan dirinya dan keluarganya.
Ada : apabila responden menjawab “ya”
Tidak ada : apabila responden menjawab “tidak”
4. Kondisi fisik
Kondisi fisik dalam penelitian ini adalah kemampuan fisik yang
ditandai dengan seberapa besar kapasitas kemampuan lansia.
Kriteria objektif :

Baik : apabila responden menjawab < 5

Kurang : apabila responden menjawab > 5

5. Tingkat kemandirian lansia


Yang di maksud tingkat kemandirian lansia dalam penelitian ini
adalah kemampuan lansia untuk menjalankan/melakukan aktivitas
dasar sehari- hari.
Kriteria objektif :
Mandiri : apabila responden menjawab > 50
Tergantung : apabila responden menjawab ≤ 50
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah “Cross sectional”, yakni
rancangan penelitian yang pengukuran atau pengamatannya dilakukan
secara simultan pada satu saat (sekali waktu) (Hidayat, 2017). Dalam
penelitian ini, peneliti akan mencari hubungan antara variabel bebas
(independen) dengan variabel tergantung (dependen) dengan melakukan
pengukuran sesaat. (Sastroasmoro dan Ismael, 2017).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Sanoba Kabupaten
Nabire.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan berlangsung pada bulan Agustus 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah
lansia pensiunan di Wilayah Kerja Puskesmas Pelitakan Kabupaten
Polewali Mandar sebanyak 398 orang.
2. Sampel
Menurut Hidayat (2016) bahwa sampel merupakan bagian
populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Sastroasmoro dan Ismael (2008) menambahkan
bahwa sampel ini dipilih dengan cara tertentu dan
hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini,
peneliti mengambil sampel 40 orang dan cara pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.

D. Cara Penentuan Sampel


Di dalam penentuan sampel ini peneliti mengambil teknik pengambilan
sampel menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu pengambilan
sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
penelitian sendiri, berdasarkan ciri atau sifat –sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya. Adapun kriteria ekslusifnya yaitu ada responden yang
yang menolak mengisi kuisioner serta hanya sebagai kuisioner yang diisi,
sedangkan kriteria inklusi yaitu responden yang mengisi penuh kuisioner
yang kami berikan. Dalam hal ini penelitian membatasi jumlah responden
yang akan diteliti sebanyak 40 orang.
rumus penentuan besar sampel menurut (Alimul Aziz,2017) adalah :
1. . Jika besar populasi < 1000, maka sampai bisa diambil 20%-30%
2. Jika besar populasi < 100, maka
Rumus :
N.Z”.p.q
n=
d.(N-1) + Z.p.q
keterangan :
n : Perkiraan jumlahsampel
N : Perkiraan besar populasi
Z : Nilai standar normal untuk a = 0,05 (1,96)
p : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap
50 %
q : 1 – p(100% - p)
d : Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)
populasinya 1.000
N.Z”.p.q
n=
d.(N-1) + Z.p.q
1000.(0.05x0,05).50%.100%
n=
0.05.(1000-1) + 0,05.50%.100%

1,40 1,40
n= = = 0,40 x 100= 40
49,95 + 0,025 49,975
Jadi jumlah sampelnya adalah 40 orang.
- Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
1. Lansia pensiunan berusia > 60 tahun
2.Lansia yang sebelumnya mempunyai pekerjaan tetap
3.Bersedia menjadi responden
b. Kriteria Eksklusi:
 1. Lansia yang berusia < 60 tahun
2. Lansia yang mempunyai penyakit kronis

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
terdiri atas:
1. Kuesioner I berisi pertanyaan identitas responden berupa data demografi
responden yang terdiri dari nomor responden, stambuk, jenis kelamin,
umur, status perkawinan, pangkat/golongan, pendidikan, jumlah anak.
2. Kuesioner II berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui tingkat stres
pada lansia pensiunan dengan penilaian yang didasarkan skala ghutman
dengan alternatif setiap jawaban “ya” bernilai 1, dan “tidak” bernilai 0.
3. Kuesioner III berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan faktor- faktor
yang mempengaruhi tingkat stres pada lansia pensiunan, yakni kuesioner
status ekonomi, kondisi fisik, dengan pilihan jawaban ya dan tidak.
Dimana untuk pertanyaan baik setiap jawaban “ya” bernilai 1, dan “tidak”
bernilai 0.
Tingkat kemandirian lansia, dengan penilaian menggunakan indeks
barthel yang merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kemandirian lansia apakah dapat
tergolong mandiri (100), ketergantungan ringan (91-99), ketergantungan
moderat (62-90), ketergantungan sedang (21-61), dan ketergantungan
berat (0-20) (Sunaryo, 2010).
Kuesioner II dan III yang digunakan dalam penelitian ini disusun
oleh peneliti yang berlandaskan dengan teori yang ada. Sebelum
kuesioner tersebut digunakan, dilakukan uji validitas dan reliabilitas di
ukur pada kelompok subjek yang sama. Uji validitas kuesioner dilakukan
dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item pertanyaan dengan
nilai total kuesioner tersebut. Instrumen dikatakan valid apabila nilai
korelasi (pearson correlation) adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi
[sig. (2-tailed)] ≤ taraf signifikan (α) sebesar 0,05. Teknik uji reliabilitas
dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas internal, dimana nilai yang
diperoleh dengan cara menganalisis data menggunakan koefisien
Cronbach Alpha yang berfungsi sebagai internal consistent. Perhitungan
Cronbach Alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi
diantara butir-butir pernyataan dalam kuesioner, yang hasilnya apabila
>0,6 atau semakin.

F. Cara Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan
data dalam penelitian yaitu data primer, data sekunder, dan observasi.
1. Data primer
Data yang langsung diambil dengan menggunakan kosioner yang berisi
pertanyaan dan dijawab oleh responden.
2. Data sekunder
Pengambilan data sekunder melalui cara dokumentasi yakni dokumentasi
yakni dokumen yang ada pada Puskesmas Kabupaten Pinrang.
3. Observasi
Observasi langsung kepada responden sesuai dengan kebutuhan peneliti.

G. Pengolahan Dan Penyajian Data


Setelah dilakukan pengumpulan data, data yang diperoleh
diorganisasikan sedemikian rupa sehingga mudah disajikan dan dianalisis.
Setelah data terkumpul, maka peneliti memiliki beberapa tugas.
1. Editing
Pada penelitian ini, setelah data dikumpulakan dilanjutkan dengan
kegiatan editing yaitu pengecekan kembali terhadap data yang masuk
dalam usaha melengkapi data yang mungkin masih kurang.
2. Koding
Untuk memudahkan pengolahan data, semua data perlu disederhanakan
dengan memberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban. Koding
dilakukan dengan memberikan kode atau nomor untuk setiap responden,
nomor untuk setiap pertanyaan dan variabel.
3. Tabulasi data
Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan dengan
mengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang
dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.
4. Analisa data
Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian data diolah dengan
menggunakan metode uji statistik yaitu :
a) Analisa univariat
Analisa ini dilakukan dengan cara menghitung skor masing- masing
variabel dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan persentase dari
masing- masing variabel
b) Analisa bivariat
Dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen
dengan menggunakan uji fisher dengan tingkat kemaknaan α ≤ 0,05.
Dalam melakukan analisa data menggunakan program SPSS versi 16.

H. Etika penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah
yang sangat penting mengingat penelitian keperawatan akan
berhubungan lagsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus
diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan
penelitian. Masalah dalam penelitian keperawatan yaitu :
1. Informed concent
Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada subyek yang akan
menjadi sampel dalam penelitian.
Subyek yang menjadi sampel penelitian akan mendapatkan penjelasan
secara detail tentang maksud penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian diadakan. Se lain hal tersebut subyek yang menjadi sampel
juga diberikan informasi lain seperti : penjelasan bahwa responden
bebas dari eksploitasi dan informasi yang didapatkan tidak digunakan
untuk hal- hal yang merugikan responden dalam bentuk apapun, hak-
hak selama dalam penelitian, hak untuk menolak menjadi responden
dalam penelitian, kewajiban apabila bersedia menjadi responden, dan
kerahasiaan identitas responden yang menjadi subyek penelitian.
2. Anonymity
Kerahasiaan responden harus terjaga dengan tidak
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data maupun pada
lembar kuisioner, tetapi hanya dengan memberikan kode-kode tertentu
sebagai identifikasi responden.
3. Confidentiality
Informasi yang diberikan responden akan terjamin
kerahasiaannya karena peneiti dalam pemanfaatan informasi yang
diberikan responden hanya menggunakan kelompok-kelompok data
sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.
l
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah “Cross sectional”, yakni rancangan

penelitian yang pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada

satu saat (sekali waktu) (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini, peneliti akan

mencari hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel tergantung

(dependen) dengan melakukan pengukuran sesaat. (Sastroasmoro dan Ismael,

2008).

H. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan Kabupaten

Polewali Mandar.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan berlangsung pada tanggal 14 April sampai 30 April 2011.

I. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2010).

li
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia pensiunan di Wilayah

Kerja Puskesmas Pelitakan Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 398 orang.

2. Sampel

Menurut Hidayat (2008) dan Sugiyono (2009) bahwa sampel

merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sastroasmoro dan Ismael (2008)

menambahkan bahwa sampel ini dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap

dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel

40 orang dan cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling.

a. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

i. Kriteria Inklusi

1. Lansia pensiunan berusia > 60 tahun

2. Lansia yang sebelumnya mempunyai pekerjaan


tetap

3. Bersedia menjadi responden

ii. Kriteria Eksklusi:

1. Lansia yang berusia < 60 tahun

2. Lansia yang mempunyai penyakit kronis

D. Alur Penelitian
Mengidentifikasi tempat penelitian dan populasi target

Mengajukan surat permohonan izin kepada Kepala Puskesmas Pelitakan


untuk mengadakanlii penelitian
Pengambilan data awal

Seminar proposal

Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti melakukan


pendekatan kepada calon responden & menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian, serta surat persetujuan bila calon
subjek Membagikan kuesioner pada masing- masing
responden

Analisa Data

Penyajian Hasil & Kesimpulan dan Saran

E. Intstrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri

atas:

4. Kuesioner I berisi pertanyaan identitas responden berupa data demografi

responden yang terdiri dari nomor responden, stambuk, jenis kelamin, umur,

status perkawinan, pangkat/golongan, pendidikan, jumlah anak.

5. Kuesioner II berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui tingkat stres

pada lansia pensiunan dengan penilaian yang didasarkan skala ghutman

dengan alternatif setiap jawaban “ya” bernilai 1, dan “tidak” bernilai 0.

liii
3. Kuesioner III berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan faktor- faktor yang

mempengaruhi tingkat stres pada lansia pensiunan, yakni kuesioner status

ekonomi, kondisi fisik, dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Dimana untuk

pertanyaan baik setiap jawaban “ya” bernilai 1, dan “tidak” bernilai 0.

Tingkat kemandirian lansia, dengan penilaian menggunakan indeks barthel

yang merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengetahui

sejauh mana tingkat kemandirian lansia apakah tergolong mandiri (100),

ketergantungan ringan (91-99), ketergantungan moderat (62-90),

ketergantungan sedang (21-61), dan ketergantungan berat (0-20) (Sunaryo,

2010).

Kuesioner II dan III yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh

peneliti yang berlandaskan dengan teori yang ada. Sebelum kuesioner tersebut

digunakan, dilakukan uji validitas dan reliabilitas di ukur pada kelompok subjek

yang sama. Uji validitas kuesioner dilakukan dengan uji korelasi antara skor

(nilai) tiap-tiap item pertanyaan dengan nilai total kuesioner tersebut. Instrumen

dikatakan valid apabila nilai korelasi (pearson correlation) adalah positif, dan

nilai probabilitas korelasi [sig. (2-tailed)] ≤ taraf signifikan (α) sebesar 0,05.

Teknik uji reliabilitas dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas internal, dimana

nilai yang diperoleh dengan cara menganalisis data menggunakan koefisien

Cronbach Alpha yang berfungsi sebagai internal consistent. Perhitungan

Cronbach Alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi diantara

butir-butir pernyataan dalam kuesioner, yang hasilnya apabila >0,6 atau semakin

liv
mendekati 1 maka instrumen cukup reliabel (Azuarjuliandi, 2007). Uji validitas

dan realibitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 16.

F. Identifikasi dan Defenisi Ope rasional

2. Identifikasi Variabel

a. Variabel independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang jadi

penyebab. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Faktor status

ekonomi, pekerjaan sekarang, kondisi fisik, tingkat kemandirian lansia.

b. Variabel dependen (tergantung)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat stres pada

lansia pensiunan.

c. Variabel moderat

Variabel moderat adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah

hubungan variabel independen dan dependen yang memengaruhi kedua

variabel tersebut. Variabel moderat dalam penelitian ini adalah Umur, status

perkawinan, jenis kelamin.

2. Defenisi Operasional

a. Stres

Stres adalah respon pensiunan terhadap tekanan yang ditimbulkan

akibat pensiun yang dinilai dari seberapa sering gejala yang dirasakan.

Stres ringan nilai antara :≤6

lv
Stres sedang nilai antara : 7-13

Stres berat nilai antara : 20

b. Status ekonomi

Yang dimaksud dengan status ekonomi dalam penelitian ini adalah

kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya terkait

kebutuhan fisiologisnya dan kemampuannya untuk mensejahterakan anggota

keluarganya.

Kriteria objektif :

Baik : apabila skor > 5

Kurang : apabila skor ≤ 5

c. Pekerjaan sekarang

Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adanya kesempatan

bekerja/aktivitas yang dilakukan oleh lansia yang mendatangkan kepuasan

tersendiri bagi lansia atau dapat menghasilkan sesuatu untuk memenuhi

kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Ada : apabila responden menjawab “ya”

Tidak ada : apabila responden menjawab “tidak”

d. Kondisi fisik

Kondisi fisik dalam penelitian ini adalah kemampuan fisik yang

ditandai dengan seberapa besar kapasitas kemampuan lansia.

Kriteria objektif :

lvi
Baik : apabila responden menjawab < 5

Kurang : apabila responden menjawab > 5

e. Tingkat kemandirian lansia

Yang di maksud tingkat kemandirian lansia dalam penelitian ini

adalah kemampuan lansia untuk menjalankan/melakukan aktivitas dasar

sehari- hari.

Kriteria objektif :

Mandiri : apabila responden menjawab > 50

Tergantung : apabila responden menjawab ≤ 50

G. Pengolahan dan analisa data

Setelah dilakukan pengumpulan data, data yang diperoleh

diorganisasikan sedemikian rupa sehingga mudah disajikan dan dianalisis.

Setelah data terkumpul, maka peneliti memiliki beberapa tugas.

2. Editing

Pada penelitian ini, setelah data dikumpulakan dilanjutkan dengan

kegiatan editing yaitu pengecekan kembali terhadap data yang masuk dalam

usaha melengkapi data yang mungkin masih kurang.

3. Koding

Untuk memudahkan pengolahan data, semua data perlu

disederhanakan dengan memberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap

jawaban. Koding dilakukan dengan memberikan kode atau nomor untuk

setiap responden, nomor untuk setiap pertanyaan dan variabel.

lvii
3. Tabulasi data

Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan dengan

mengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki

sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Analisa data

Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian data diolah dengan

menggunakan metode uji statistik yaitu,

a) Analisa univariat

Analisa ini dilakukan dengan cara menghitung skor masing- masing

variabel dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan persentase dari

masing- masing variabel

b) Analisa bivariat

Dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan

dependen dengan menggunakan uji fisher dengan tingkat kemaknaan α ≤

0,05. Dalam melakukan analisa data menggunakan program SPSS versi

16.

H. Etika penelitian

Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan lagsung

dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia

lviii
mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian. Masalah dalam penelitian

keperawatan yaitu :

1. Informed concent

Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada subyek yang akan menjadi

sampel dalam penelitian. Subyek yang menjadi sampel penelitian akan

mendapatkan penjelasan secara detail tentang maksud penelitian, tujuan

penelitian, dan manfaat penelitian diadakan. Se lain hal tersebut subyek yang

menjadi sampel juga diberikan informasi lain seperti : penjelasan bahwa

responden bebas dari eksploitasi dan informasi yang didapatkan tidak

digunakan untuk hal- hal yang merugikan responden dalam bentuk apapun,

hak-hak selama dalam penelitian, hak untuk menolak menjadi responden dalam

penelitian, kewajiban apabila bersedia menjadi responden, dan kerahasiaan

identitas responden yang menjadi subyek penelitian.

2. Anonymity

Kerahasiaan responden harus terjaga dengan tidak mencantumkan nama

pada lembar pengumpulan data maupun pada lembar kuisioner, tetapi hanya

dengan memberikan kode-kode tertentu sebagai identifikasi responden.

3. Confidentiality

Informasi yang diberikan responden akan terjamin kerahasiaannya

karena peneiti dalam pemanfaatan informasi yang diberikan responden hanya

menggunakan kelompok-kelompok data sesuai dengan kebutuhan dalam

penelitian.

lix
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan yang

berada di Kab. Polman. Penelitian ini berlangsung pada tanggal 14 April sampai

30 April 2011. Besarnya sampel sebanyak 398 orang tetapi yang memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi untuk diteliti hanya 40 orang. Pengumpulan data

dilakukan dengan pembagian daftar pertanyaan (kuesioner) yang diisi langsung

oleh responden dan diarahkan oleh peneliti.

1. Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis

kelamin, pendidikan, agama, dan status perkawinan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden dengan umur < 65 tahun sebanyak 34 orang

(85%). Berdasarkan jenis kelamin, responden laki- laki sebanyak 22 orang.

Berdasarkan agama, Islam sebanyak 34 orang (85%). Pada distribusi status

perkawinan didapatkan yang kawin 29 orang (72,5%). Adapun pendidikan

pensiun yakni, Sarjana 25 orang (62,5%). Dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1
Distribusi Res ponden Berdasarkan Data Demografi Lansia Pensiunan
di Wilayah Kerja Puskesmas Pelitakan
Kabupaten Polewali Mandar

lx
Karasteristik Responden n %

Umur
< 65 34 85
≥ 65 6 15
Jenis Kelamin
Laki-laki 22 55
Perempuan 18 45
Status Perkawinan
Kawin 29 72,5
Janda 11 22,5
Agama
Islam 34 85
Kristen 6 15
Tingkat Pendid ikan
SMP 3 7,5
SMA 12 30
SARJANA 25 62
Sumber : Data primer, 2011
2. Analisa Univariat

a. Tingkat stres pada lansia pensiunan

Hasil penelitian tingkat stress responden menunjukkan bahwa dari

40 responden yang menunjukkan jumlah lansia pensiunan yang

mengalami stres ringan sebanyak 26 orang (65%), mengalami stres

sedang sebanyak 14 orang (35%) dan yang mengalami stres berat tidak

ada. Lihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2
Distribusi Res ponden Berdasarkan
Tingkat Stres Lansia Pensiunan di Wilayah Kerja Puskesmas Pelitakan Kabupaten
Polewali Mandar

Stres lansia pensiunan n (% )


Ringan 26 65
Sedang 14 35
Total 40 100

lxi
Sumber : Data primer, 2011

b. Status Ekonomi

Hasil penelitian status ekonomi responden menunjukkan bahwa dari 40

responden yang status ekonomi kurang yaitu 11 orang (27,5%) sedangkan

yang status ekonomi baik yaitu 29 orang (72,5%). Lihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3
Distribusi Res ponden Berdasarkan
Status Ek onomi Lansia Pensiunan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pelitakan Kabupaten Polewali Mandar

Status Ek onomi N %
Baik 29 72,5
Kurang 11
27,5
Total 40 100
Sumber : Data primer, 2011

c. Pekerjaan Sekarang

Hasil penelitian pekerjaan sekarang responden menunjukkan bahwa

berdasarkan ada dan tidaknya pekerjaan lansia setelah pensiun yakni,

pensiun yang bekerja dibidang lain sebanyak 9 orang (22,5%) sedangkan

yang tidak bekerja dibidang lain 31 orang (77,5%). Lihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4
Distribusi Res ponden Berdasarkan Pekerjaan sekarang
Lansia Pensiunan di Wilayah KerjaPuskesmas Pelitakan
Kab. Polman

Pekerjaan Sekarang N %
Ada 9 22,5
Tidak ada 31
77,5
Total 22 100
Sumber : Data primer, 2011

lxii
d. Kondisi Fisik

Hasil penelitian kondisi fisik responden menunjukkan bahwa dari 40

responden yang kondisi fisiknya sehat 28 (70%) sedangkan yang kondisi

fisiknya kurang 12 (30%). Lihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4
Distribusi Res ponden Berdasarkan Kondisi Fisik
Lansia Pensiunan di Wilayah Kerja Puskesmas Pelitakan
Kab. Polman

Kondisi Fisik n (% )
Baik 28 70
Kurang 12 30
Total 40 100
Sumber : Data primer, 2011

e. Tingkat Kemandirian

Hasil penelitian kemandirian responden menunjukkan bahwa dari 40

responden yang mandiri yaitu 39 orang (97,5%) sedangkan sisanya tidak

mandiri/tergantung yaitu 1 orang (2,5%). Lihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5
Distribusi Res ponden Berdasarkan Kemandirian
Lansia Pensiunan di Wilayah Kerja Puskesmas Pelitakan
Kab. Polman

Tingkat
N (% )
Kemandirian
Mandiri 39 97,5
Tergantung 1 2,5
Total 40 100
Sumber : Data primer, 2011

3. Analisa Bivariat

Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengidentifikasi hubungan

variabel bebas yakni faktor status ekonomi, kondisi fisik, kemandirian lansia,

lxiii
dengan variabel terikat berupa tingkat stres pada lansia pensiunan, maka

dilakukan analisa bivariat.

a. Hubungan antara Faktor status ekonomi terhadap tingkat stres pada lansia

pensiunan

Dari hasil analisa bivariat ditemukan bahwa dari 40 responden

didapatkan 11 orang (27,5%) memiliki status ekonomi kurang dengan

tingkat stres ringan. Sedangkan responden dengan status ekonomi baik

dengan tingkat stres sedang yaitu 14 orang (35%), dan yang berada pada

status ekonomi baik dengan tingkat stres ringan yaitu 15 orang (37,5%0.

Sementara hasil uji statistik dengan menggunakan uji fisher, diperoleh data

p = 0,04. Niali p yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), dengan

demikian dapat dibuktikan secara statistik adanya hubungan yang

bermakna antara faktor status ekonomi dengan tingkat stres lansia

pensiunan. Sebagaimana tampak pada tabel 5.6.

Tabel 5.6
Hubungan antara status ekonomi terhadap tingkat stress pada lansia pensiunan
di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan Kab. Polman

Tingkat stres
Status ekonomi Ringan Sedang Total p
n % n %
Baik 15 37,5 14 35 29

Sumber : Data primer, 2011

b. Hubungan antara pekerjaan sekarang terhadap tingkat stres lansia

pensiunan

lxiv
Dari hasil analisa bivariat ditemukan bahwa dari 40 responden

didapatkan 7 orang (17,5%) yang bekerja dibidang lain berada pada tingkat

stress ringan, dan 2 orang (5%) berada pada tingkat stres sedang.

Sedangkan responden yang tidak bekerja dengan tingkat stres sedang yaitu

7 orang (17,5%), dan pada tingkat stres ringan yaitu 24 orang (60%).

Sementara hasul uji statistik menggunakan uji fisher, diperoleh data

p = 0,04. Niali p yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), dengan

demikian dapat dibuktikan secara statistik adanya hubungan yang

bermakna antara pekerjaan sekarang dengan tingkat stres lansia pensiunan.

Sebagaimana tampak pada tabel 5.7.

Tabel 5.7
Hubungan antara pekerjaan sekarang terhadap tingkat stress pada lansia
pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan Kab. Polman

Tingkat stres
Pekerjaan sekarang Ringan Sedang Total p
n % n %
Ada 7 17,5 2 5 9
0,04
Sumber : Data primer, 2011

c. Hubungan antara Kondisi fisik terhadap tingkat stres lansia pensiunan

Dari hasil analisa bivariatditemukan bahwa dari 40 responden

didapatkan 12 orang (30%) dengan kondisi fisik baik yang memiliki

tingkat stres ringan,. Sedangkan responden kondisi fisik kurang pada

tingkat stres ringan yaitu 14 orang (35%), dan pada kondisi fisik kurang

pada tingkat stres sedang yaitu 14 orang (35%). Sementara hasul uji

statistik dengan menggunakan uji fisher, diperoleh data p = 0,03. Niali p

lxv
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), dengan demikian dapat

dibuktikan secara statistik adanya hubungan yang bermakna antara kondisi

fisik dengan tingkat stres lansia pensiunan. Sebagaimana tampak pada

tabel 5.8.

Tabel 5.8
Hubungan antara kondisi fisik terhadap tingkat stres
pada lansia pensiunan di Wilayah kerja Puskesmas Pelitakan
Kab. Polman

Tingkat stres
Kondisi fisik Ringan Sedang Total p
n % n %
Baik 14 35 14 35 28
0,03
Sumber : Data primer, 2011

d. Hubungan antara kemandirian lansia terhadap tingkat stres lansia

pensiunan

Dari hasil analisa bivariat ditemukan bahwa dari 40 responden

didapatkan 1 orang (2,5%) memiliki kemandirian tergantung yang

memiliki tingkat stres ringan. Sedangkan responden yang mandiri pada

tingkat stres ringan yaitu 25 orang (62,5%), dan pada mandiri pada tingkat

stres sedang yaitu 14 orang (35%). Sementara hasil uji statistik dengan

menggunakan uji fisher, diperoleh data p = 1. Niali p yang diperoleh lebih

lxvi
besar dari 0,05 (p>0,05) berarti tidak ada hubungan antara kemandirian

lansia dengan tingkat stres pada lansia pensiunan

Tabel 5.8
Hubungan antara tingkat kemandirian terhadap tingkat stres pada lansia pensiunan di Wilayah
kerja Puskesmas Pelitakan Kab. Polman

Tingkat stres
Kemandirian Ringan Sedang Total p
n % n %
Mandiri 25 62,5 14 35 39
1,000

Sumber : Data primer, 2011

B. Pembahasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres pada lansia pensiunan

meliputi faktor status ekonomi, pekerjaan sekarang, kondisi fisik, kemandirian

lansia. Dalam bab ini dibahas tentang karakteristik responden yang berhubungan

dengan variabel yang diteliti, hubungan antara variabel status ekonomi dengan

tingkat stres, hubungan antara variabel pekerjaan sekarang dengan tingkat stres,

hubungan antara variabel kondisi fisik dengan tingkat stres, hubungan antara

variabel tingkat kemandirian dengan tingkat stress.

1. Kejadian stres

lxvii
Secara umum diperoleh data bahwa dari 40 responden 26 orang (65%)

mengalami stress ringan, 14 orang (35%) mengalami stress sedang dan tidak

ada yang mengalami stress berat. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan

oleh Clifford (1982 dalam Erwinsyah 2008), pensiun umumnya diterima

sebagai kejadian yang menimbulkan stress karena biasanya merupakan

perubahan yang tiba-tiba dalam kehidupan seseorang.

Stres dapat diartikan sebagai suatu persepsi akan adanya ancaman

atau tantangan yang menggerakkan, menyiagakan dan membuat aktif dirinya

(Anies, 2005). Seperti inilah yang kemudian dirasakan oleh lansia pensiunan

yang mengalami stres ringan dan sedang dan tidak ada pensiunan yang

mengalami stres berat.

Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nelwin

pada lansia pensiunan di BTPN Makassar dengan hasil pensiunan yang

mengalami stres ringan dengan persentase 74,2%, sebagian kecil mengalami

stres sedang dengan persentase 25,8% dan tidak ada yang mengalami stres

berat yang berarti menunjukkan bahwa kedua penelitian ini hampir sama

dengan jumlah persentase lebih banyak pada pensiunan yang mengalami stres

ringan, namun di sisi lain tidak adanya yang mengalami stres berat pada

penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian ini pada persentase stres ringan

menurun dibandingkan penelitian sebelumnya, persentase menunjukkan

mengalami penurunan dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Nelwin.

Potter & Perry (2005) dan Alimul (2006) mengemukakan bahwa

kejadian stres dapat berasal dari internal yakni dari diri sendiri yang dapat

lxviii
timbul seperti dari tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat dan

berasal dari eksternal yang dapat bersumber dari keluarga, masyarakat dan

lingkungan. Keadaan pensiun ini merupakan hal yang baru dialami oleh lansia

sehingga menuntut mereka untuk berubah baik fisik maupun psikologi

sebagai bentuk adaptasi terhadap kejadian yang baru mereka alami di luar

pekerjaan yang selama ini dikerjakan (Swart, 2004).

2. Hubungan antara status ekonomi dengan tingkat stress

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara status ekonomi dengan tingkat

stres menunjukkan bahwa pada kelompok stress ringan sebagian besar

responden mempunyai status ekonomi baik sebanyak 15 orang (37,5%),

sedangkan pada kelompok stress ringan dengan kondisi status ekonomi

kurang sebanyak 11 orang (27,5%). Ini menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang bermakna antara faktor status ekonomi dengan tingkat stres

lansia pensiunan.

Responden dengan kondisi ekonomi kurang, disebabkan kondisi

kesehatan mereka kurang sehingga mereka tidak mampu lagi bekerja.

Sedangkan bantuan yang diharapkan dari anak atau keluarga tidak ada karena

anak/keluarga juga dalam kondisi ekonomi kurang. Responden yang berada

pada kondisi ekonomi kurang karena mereka tidak mampu bekerja dan tidak

mempunyai anak. Perhatian keluarga yang lain sangat kurang, dan bantuan

dari teman/tetangga tidak pasti mereka dapatkan.

lxix
Pada umumnya, dimanapun, pemasukan uang pada seseorang yang

pensiun akan menurun, kecuali pada orang yang sangat kaya dengan tabungan

yang melimpah. (Boedhi dan Martono, 2006).

Tingginya kebutuhan dan biaya hidup saat ini dengan jumlah

pendapatan yang minim sudah dapat menimbulkan stres. Apalagi jika jumlah

anggota keluarga yang harus ditanggung cukup banyak. Tingginya tuntutan

kehidupan dalam membesarkan anak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sehari- hari, biaya sekolah, biaya kesehatan dan lain- lain merupakan suatu

permasalahan yang harus diatasi dapat memicu stres yang tinggi.

Responden dengan kondisi ekonomi baik berusaha tetap bekerja untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya agar tidak tergantung pada anak atau keluarga

lain. Dengan bekerja mereka akan memperoleh beberapa keuntungan yaitu selain

mendapatkan penghasilan mereka dapat mengisi waktu senggang dengan

kegiatan yang berguna, sehingga aktifitas fisik dan psikis tetap berjalan. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Cici (2001 dikutip dalam Sartina 2007)

tentang faktor penentu lansia bekerja. Dikatakan bahwa lansia yang masih aktif

bekerja karena berbagai alasan, diantaranya karena desakan ekonomi. Dengan

masih bekerja berarti mereka masih dapat menghidupi dirinya sendiri. Dalam

kondisi seperti ini mereka memusatkan perhatian pada usaha untuk

menghasilkan uang sehingga minat untuk mencari uang tidak lagi berorientasi

pada apa yang ingin mereka beli akan tetapi untuk sekedar menjaga agar mereka

tetap mandiri.

Menurut peneliti dukungan status ekonomi sangat penting artinya

dimasa tua karena menurunnya kondisi kesehatan dan timbulnya penyakit

lxx
akibat proses penuaan yang membutuhkan tambahan biaya untuk pengobatan

dan perawatan sehingga dukungan status ekonomi memegang peranan

penting dalam pemenuhan aktivitasnya. Dengan kemampuan finansial ini mereka

dapat melakukan kegiatan apa saja. Mereka juga sangat memperhatikan kondisi

kesehatan, dengan melakukan jalan-jalan, baik di waktu pagi maupun pada waktu

senggang mereka.

3. Hubungan antara pekerjaan sekarang dengan tingkat stres

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pekerjaan sekarang dengan

tingkat stres menunjukkan bahwa pada responden tidak bekerja sebagian

besar berada pada tingkat stres ringan yaitu 24 orang (60%). Sedangkan pada

responden yang bekerja yaitu 7 orang (17,5%) berada pada tingkat stres

ringan dengan p = 0,04. Ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

bermakna antara pekerjaan sekarang dengan tingkat stres lansia pensiunan.

Pekerjaan dapat menjadi pemicu stres bagi lansia. Penurunan kondisi

fisik dan psikis berpengaruh pada turunnya produktifitas para lansia. Jika

pada waktu mudanya ia telah mempersiapkan cukup "bekal" untuk masa tua,

maka ia bisa menikmati masa pensiunnya. Sejalan dengan yang diungkapkan

oleh Vernon Coleman (1995), yang melukiskan tiga kelompok orang

menggambarkan secara tepat bagaimana kurangnya kegiatan dan kurangnya

tekanan dapat menimbulkan stres, salah satunya adalah para pensiunan.

Meskipun banyak orang hanya mendapatkan sedikit kepuasan dari pekerjaan

sehari- hari mereka, namun mereka memperoleh jauh lebih sedikit kepuasan

dari hidup mereka, setelah mereka meninggalkan pekerjaan sehari-hari

lxxi
mereka untuk selamanya- lamanya. Pria atau wanita yang telah pensiun

sering menganngap dirinya sudah tidak diperlukan lagi.

Sesuai yang diungkapkan oleh Jecinta (2003), pada masa pensiun tiba

lansia mempunyai perencanaan (termasuk pola/gaya hidup yang dilakukan),

karena akan memberikan kepuasan dan kepercayaan diri yang tinggi pada

individu yang bersangkutan. Pada orang dengan kondisi kejiwaan stabil,

konsep diri yang positif, rasa percaya diri kuat serta didukung oleh keuangan

yang cukup, maka lansia dapat menyesuaikan diri dengan kondisi pensiun

tersebut karena selama bertahun-tahun bekerja dan mempunyai banyak

pengalaman. Biasanya karakter lansia seperti ini akan me ncari

pekerjaan/kesibukan lain yang dapat digunakan sebagai pengganti

pekerjaannya yang lama, hal ini biasanya disebabkan karena responden tidak

ingin dianggap sebagai beban keluarga, selama hal ini masih dalam keadaan

positif tidak akan menimbulkan stres bagi lansia karena pada dasarnya lansia

disini masih produktif dan tetap berpenghasilan.

Adapun yang melatar belakangi pekerjaan mempengaruhi seseorang

menghadapi stres antara lain disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang

didapatinya pada saat dia masih bekerja (Hurlock, 2002). Sebenarnya banyak

reponden yang ingin bekerja. Tetapi kalah bersaing dengan tenaga kerja generasi

muda baik dalam hal pendidikan, kekuatan dan kemampuan berpikir. Pendidikan

yang dimiliki responden tidak lagi terarah pada pasar ker ja. Hal ini yang

menyebabkan sulitnya responden bersaing di pasar kerja, sehingga banyak

responden yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan mereka masih

berkeinginan untuk bekerja.

lxxii
4. Hubungan antara kondisi fisik dengan tingkat stres

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara kondisi fisik dengan tingkat

stres menunjukkan bahwa pada responden kondisi fisik baik sebagian besar

berada pada tingkat stres ringan yaitu 12 orang (30%). Sedangkan responden

kondisi fisik kurang pada tingkat stress ringan ya itu 14 orang (35%), dan

pada kondisi fisik kurang pada tingkat stres sedang yaitu 14 orang (35%), p =

0,03. Ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara

kondisi fisik dengan tingkat stres lansia pensiunan.

Meskipun pada kenyataannya hampir 80% dewasa diatas usia 65

tahun mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis (Potter % Perry,

2005). Namun lain halnya dengan lanjut usia pada penelitian ini, dimana

mereka masih mempunyai kondisi fisik yang sehat. Ada beberapa hal yang

menyebabkan kondisi fisik responden yang mempunyai kategori sehat.

Pertama, karena mereka secara rutin memerikasakan kesehatannya di

Puskesmas. Kedua, mereka selalu berolah raga. Ketiga, makan secara teratur

dan istirahat yang cukup.

Pengaruh kesehatan terhadap tingkat stres sangat kuat, karena sehat tidak

dapat digantikan oleh sesuatu apapun. Jika orang tidak sehat maka mereka tidak

akan dapat melaksanakan aktivitas hidup dengan baik. Dalam beberapa hal

mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain. Hal ini sejalan dengan penelitian

Suryani (1999 dikutip dalam Ratnasuhartini 2006)) tentang Kesehatan Fisik dan

Mental Usia Lanjut di Bali diperoleh hasil bahwa lansia yang mengalami

gangguan fisik tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari.

lxxiii
Kondisi kesehatan fisik orang lanjut usia sangat berpengaruh terhadap

kehidupan sehari-hari karena tingkat kesehatan mengalami perubahan yang

bersifat sangat umum seperti waktu respon yang lambat yang menyebabkan

lanjut usia kurang percaya diri sehingga mereka tergantung pada orang lain. Ha l

ini disebabkan kemampuan motorik, termasuk perubahan kekuatan fisik dan

kecepatan dalam bergerak, bertambahnya waktu yang diperlukan untuk belajar

keterampilan, konsep dan prinsip baru dan ada kecenderungan sikapnya menjadi

canggung dan kikuk (Hurlock,2002).

Seiring dengan penurunan fungsi fisiologis itu, ketahanan tubuh lansia

pun semakin menurun sehingga berbagai penyakit dapat hinggap dengan

mudah. Penurunan kemampuan fisik ini dapat menyebabkan orang menjadi

stres, yang dulunya semua pekerjaan bisa dilakukan sendirian, kini terkadang

harus dibantu orang lain. Perasaan membebani orang lain inilah yang dapat

menyebabkan stres. Menderita penyakit dapat mengakibatkan perubahan

fungsi fisiologis pada orang yang menderitanya (Erwinsyah. 2008).

Perubahan fungsi tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang

dimana hal itu dapat menyebabkan stres pada kaum lanjut usia yang

mengalaminya. Macam perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang

tergantung pada penyakit yang dideritanya. Semakin sehat jasmani lansia

semakin jarang ia terkena stres, dan sebaliknya, semakin mundur

kesehatannya, maka semakin muda lansia pensiun terkena stres. Para lansia

yang rentan terhada stres misalnya lansia dengan penyakit degeneratif, lansia

yang menjalani perawatan lama di rumah sakit, lansia dengan keluhan

lxxiv
somatis kronis, lansia dengan imobilisasi berkepanjangan serta lansia dengan

isolasi sosial (Subakti, 2008).

5. Hubungan antara tingkat kemandirian dengan tingkat stres

Dari hasil analisa bivariat ditemukan bahwa dari 40 responden

didapatkan 1 orang (2,5%) memiliki kemandirian tergantung yang memiliki

tingkat stres ringan. Sedangkan responden yang mandiri pada tingkat stres

ringan yaitu 25 orang (62,5%), dan pada mandiri pada tingkat stress sedang

yaitu 14 orang (35%), p = 1. Niali p yang diperoleh lebih besar dari 0,05

(p>0,05) berarti tidak ada hubungan antara kemandirian lansia dengan tingkat

stres pada lansia pensiunan

Sesuai dengan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian

besar responden mandiri yaitu sebanyak 39 orang (97,5%) sedangkan yang

termasuk kategori tidak mandiri/tergantung yaitu 1 orang (2,5%). Hasil

penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ratnasuhartini (2006)

dimana menunjukkan bahwa kemandirian pada lanjut usia di Kelurahan

Jambangan Bali pada kondisi mandiri yaitu 73,1%. Sebagian besar responden

adalah mandiri karena sebagian besar mereka berada pada kondisi fisik baik.

Dengan kondisi yang sehat mereka dapat melakukan aktivitas apa saja tanpa

meminta bantuan orang lain atau sedikit mungkin tergantung kepada orang

lain.

Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah

mereka yang secara fisik memiliki kesehatan yang sehat prima. Presentase

yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan

lxxv
kesehatan yang baik mereka dapat melakukan aktivitas apa saja dalam

kehidupannya sehari- hari seperti : mengurus dirinya sendiri, bekerja dan

rekreasi.

Hal ini sejalan dengan pendapat setiati (2002 dikutip dalam Suhartini

2006) bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas

kesehatan sehingga dapat melakukan Aktifitas Kehidupan Sehari-hari (AKS).

AKS ada 2 yaitu AKS standard an AKS instrumental. AKS standar meliputi

kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,

dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas komplek seperti

memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.

Sedangkan pada lanjut usia dengan kesehatan sedang cenderung tidak

mandiri. Hal ini disebabkan karena kondisi kesehatan mereka baik fisik

maupun psikis yang kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga

aktivitas sehari- hari tidak semuanya dapat dilakukan sendiri. Pada beberapa

kegiatan mereka memerlukan bantuan orang lain, misalnya mengerjakan

pekerjaan yang berat atau mengambil keputusan.

Selain itu dapat dilihat pada penggunaan waktu senggang responden

yang mandiri dengan kondisi kesehatan baik menggunakan waktu senggangnya

untuk bekerja, atau mengadakan perjalanan. Sedangkan responden dengan

kondisi kesehatan sedang menggunakan waktunya dengan “mengobrol” dengan

tetangga menjaga cucu-cucu bagi responden yang tinggal serumah atau

bertempat tinggal tidak jauh dengan anak-anak mereka.

C. Keterbatasan Penelitian

lxxvi
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Instrumen pengumpulan data berkurang setelah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas.

2. Kuesioner yang digunakan belum terstandarisasi sehingga dapat berpengaruh

terhadap validasi data yang diperoleh oleh karena itu dilakukan uji validitas

terhadap responden yang karasteristiknya hampir sama dengan responden

sebelum melakukan penelitian.

3. Waktu penelitian yang sempit.

lxxvii
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data diatas maka dapat ditarik

suatu kesimpulan yaitu :

1. Terdapat lansia yang mengalami stres ringan sekitar 65%, yang mengalami

stres sedang 35%, dan tidak terdapat lansia yang mengalami stres berat.

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor status ekonomi dengan

tingkat stres pada lansia pensiunan, dimana hasil uji fisher diperoleh p = 0,04

< α 0,05.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan sekarang dengan tingkat

stres pada lansia pensiunan, dimana hasil uji fisher diperoleh p = 0,04 < α

0,05.

4. Terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi fisik dengan tingkat stres

pada lansia pensiunan, dimana hasil uji fisher diperoleh p = 0,03 < α 0,05.

5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kemandirian dengan

tingkat stres pada lansia pensiunan, dimana hasil dimana hasil uji fisher

diperoleh nilai p = 1 > α 0,05.

B. Saran

Melalui hasil penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa saran

pada berbagai pihak, diantaranya:

lxxviii
1. Bagi Puskesmas/petugas kesehatan

a. Dihimbau kepada petugas kesehatan yang bertugas di Puskesmas agar

selalu memantau kegitan program lansia Puskesmas setempat.

2. Bagi Lansia

a) Diharapkan kepada seluruh pegawai sebelum memasuki masa pensiun

telah memiliki usaha atau investasi usaha untuk mendapatkan

penghasilan tambahan dan dapat mengisi waktu senggang sehingga

aktifitas fisik dan psikis tetap berjalan.

b) Mengingat pada lansia terjadi penurunan pada fungsi- fungsi organ

dan lebih rentan terserang penyakit, maka perlu memeriksakan

kesehatannya secara berkala dan menghindari fakto- faktor resiko

yang dapat mempengaruhi kesehatannya

3. Bagi mahasiswa

Lebih meningkatkan perhatian kepada kelompok lansia dalam bentuk

sosialisasi/penyuluhan untuk memberikan pemahaman pada lansia

mengenai penyakit-penyakit yang sering diderita.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hendaknya peneliti selanjutnya memiliki responden dan literature yang

lebih banyak.

lxxix
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A.A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Salemba Medika:


Jakarta.
Anies. (2005). Penyakit akibat kerja. Elex Media Komputindo: Jakarta
Asbi, E (2003), Faktor yang mempengaruhi masa pensiun, diakses pada tanggal
18Oktober2010,www.library.usu.ac.id/download/fisip/kesos.erni%20asneli.
pdf.
Azuarjuliandi. (2007). Validitas dan reliabilitas seri SPSS, diakses pada tanggal 20
Maret 2011. < http:/www.azuarjuliandi.com/elearning/>
Boedhi, R. & Martono (2006), Buku ajar geriatri; Ilmu kesehatan usia lanjut,
BalaiPenerbitFakultasKedokteranUniversitas Indonesia (FKUI), Jakarta.
Cicih, L, H (2001), Faktor penentu lansia bekerja, diakses pada tanggal 5 Mei
2011,http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=61656&lok
asi=lokal
Coleman, Vernon. Stress dan Lambung anda. Jakarta: Arcan; 1995
Dale, Ambo. Stres dan Adaptasi. Makassar: tidak dipublikasikan; 2002
Erwinsyah P, S, (2008), Stres dan koping lansia pada masa pensiun di Kelurahan
Pardomuan Kecamatan Siantar timur Kotamadya Pematangsiantar, diakses
pada tanggal 18 Oktober
2010,www.library.usu.ac.id/file/erwinsyahbab1.pdf.
Hager, W.D. (1999). Stres & tubuh wanita. Interaksara: Batam.
Hardywinoto & Setiabudhi, Tony, (2005), Panduan gerontologi. Jakarta : Gramedia
pustaka utama
Hawari, D. (2008). Manajemen stres, cemas dan depresi. Ed.2, cetakan ke 2. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.
Hidayat, (2004). Model konsep dan teori keperawatan. Jakarta: EGC
Hurlock, E, B (2002). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta, Erlangga
Iskandar, J, (2003), Penyakit degeneratif pada medulla spinalis, diakses pada
tanggal20Oktober2010,http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah.iskandar%
20japardi39.pdf
Kuntjoro, Zainuddin S. Lansia dan Pekerjaan. www.epsikologi.com; 2002, diakses
pada tanggal 20April2011.
Kushariyadi, (2010). Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia, Salemba Medika:
Jakarta.
Nelwin, (2006). Dampak perubahan finansial dan status sosial terhadap tingkat
stres pada lansia pensiunan . Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin makassar.
Nevid, J, Rathus, S & Greene, B (2005), Psikologi abnormal, ed. 5, Erlangga,
Jakarta.

Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian kesehatan, ed. Revisi. PT Rineka


Cipta: Jakarta.
Novitasari, (2006), Stres, diakses pada tanggal 20 Oktober 2010,
www.damandiri.or.id/file/novitasariadbab2.pdf>.

lxxx
Nugroho W, H (2004), Keperawatan gerontik, ed.2, EGC, Jakarta.
Manurung, A.H. & Rizky L.T. Successful financial planner, diakses tanggal 23
Oktober 2010, [E-book], dari
<http://books.google.co.id/books?id=10bdldqt4rAC&pg=PT238&dq=tahap
an+pensiun&hl=id&ei=8a7jTNzlGs2Hcav7gaAM&sa=X&oi=book_result&
ct=result&resnum=1&ved=0CCUQ6AEwAA#v=onepage&q=tahapan%20p
ensiun&f=false
Prawono, V.I. (2008). Menjadi mahasiswa yang sukses dan bahagia. diakses tanggal
20 Maret 2010. <http://all-about-stress.com/2008/03/20/menjadi-
mahasiswa- yang-sukses-dan-bahagia >.
Potter & Perry (2005), Buku ajar fundamental keperawatan; Lansia, EGC, Jakarta.
Profil Kecamatan Tapango (2011). Proporsi lansia Kecamatan Tapango Rasmun.
(2004). Stres, koping dann adaptasi. Sagung Seto: Jakarta.
Sartina, (2006), Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lanjut usia di
Panti Sosial Tresna werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Skripsi tidak
diterbitkan. Makassar: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Hasanuddin makassar.
Saryono, SKP., M.Kes, (2010), Kumpulan instrumen penelitian kesehatan, Nuha
Medika, Jakarta.
Suhartini, R, (2006), Pengaruh faktor terhadap kemandirian lansia,diakses pada
tanggal 19 Oktober
2010,http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair.pdf.>
Samino, (2003), sikap hidup dihari kerja. Jakarta: Salemba Medika.
Sofiyuddin, D, M, (2009), Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 4.
Jakarta, Salemba Medika.
Subakti, E.P. (2008). Stres dan koping lansia pada masa pensiun. Medan: Skripsi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14286/1/09E01612.pdf.
Diakses tanggal 17 oktober 2010.
Sugiono. (2010). Metode kualitatif, kuantitatif, R & D. alfabeta : Bandung.
Suliswati., (2005). Konsep Dasar keperawatan kesehatan jiwa. EGC: Jakarta.
Sunaryo, (2004), Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta, EGC.
Stevens, Bordui, Weycle, (2003). Ilmu keperawatan.Jilid 2.Edisi 2. Jakarta: EGC.
Swarth, J. (2004). Stres dan Nutrisi, ed. 3. Kreasindo Mediacita: Jakarta.
U.S. Census Bureae, (2009), International Data Base, diakses pada tanggal 21
Oktober 2010. (www.menegpp.go.id)
Wilkinson, G. (2002). Bimbingan dokter pada stres. Dian Rakyat: Jakarta.
Wirakusuma, (2008). Tetap Bugar di Usia Lanjut. Jakartap, EGC.

lxxxi
lxxxii

Anda mungkin juga menyukai