SKRIPSI
YULIYASTITA
PAHRUN NIM.
C01417219
Disetujui Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Ns. Fadli Syamsuddin, M.Kep, Sp.Kep.Mb Ns. Abdul Wahab Pakaya, MM, M.Kep
NIDN. 0924118701 NIDN. 8825150017
Mengetahui
i
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Nama : Yuliyastita Pahrun
NIM : C01417219
Tahun Masuk : 2017
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Judul Penelitian : Hubungan Screening Test Menelan Dengan Kejadian
Disfagia Pada Pasien Stroke di Rsud Prof.Dr.H Aloei
Saboe Kota Gorontalo
KOMISI PENGUJI
Mengetahui
Ns. Abdul Wahab Pakaya, MM, M.Kep Ns. Harismayanti, S.Kep, M.Kep
NBM : 1828876 NBM : 1150469
ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yuliyastita
Pahrun NIM.
C01417219
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan
pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan
pernah melewatkanku”
“Jangan bermain sama nasib kamu sendiri, lakukan totalitas bahkan ketika itu
adalah hal pertama yang akan kamu lakukan”
(Najwa Shihab)
“Jangan menyerah jika impianmu belum terwujud. Semangat, percaya dan diiringi
doa. Semua yang tidak mungkin bisa saja menjadi mungkin”
(Yuliyastita Pahrun)
(H. Iskandar Pahrun dan Hj. Mastin S. Biki, S.Pd, MM) yang senantiasa selalu
memberikan doa dan dukungan yang tak pernah putus, semangatku adalah buah
dari pengorbanan kalian, kalian segalanya bagiku, kalianlah alasanku mengapa aku
dapat menyelesaikan studi ini, tanpa kalian aku hanyalah buah busuk yang akan
terurai oleh waktu. Tak lupa juga aku berterima kasih kepada kakakku (Yolanda
Pahrun, S.Kom dan Sri Yulinda Pahrun, S.Kom) yang selalu memberikan doa dan
dukungan kepadaku dalam meyelesaikan studi ini.
iv
Terima kasih untuk dosen pembimbing saya Ns. Fadly Syamsuddin, S.Kep, M.Kep,
Sp.Kep.MB dan Ns. Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM, M.Kep yang telah banyak
membantu dan memberikan bimbingan, saran serta masukan dalam menyelesaikan
skripsi ini, terima kasih juga kepada penguji saya Dr. dr. Muhammad Isman Jusuf,
Sp.S atas masukan, saran, dan koreksi terhadap tugas akhir saya.
Dan terima kasih untuk sahabat serta teman-teman terdekat yang selalu
membantu, menyemangati, dan mendoakan yang terbaik untukku. Terima kasih
untuk kalian semua, semoga Allah selalu memberkahi setiap langkah kaki kalian.
ALMAMATERKU TERCINTA
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat, rahmat serta karunia-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Screening Test
Menelan Dengan Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke Di RSUD Prof.Dr.H Aloei
Saboe Kota Gorontalo”.
Harus diakui banyak hal yang masih membutuhkan sentuhan perbaikan
dalam upaya penyempurnaan skripsi ini. Olehnya penulis tiada henti•hentinya
berucap syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan kecerahan
pemikiran dan umur yang panjang hingga penulis dapat mengenyam pendidikan
Strata (S1) Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Gorontalo. Terima kasih kepada mereka yang telah membimbing dan membantu
penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Selesainya skripsi Ini berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak
oleh karena itu sepantasnya penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
mendalam kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H.Iskandar Pahrun dan Ibunda
Hj.Mastin S. Biki, S.Pd, M.M yang tidak lelah memotivasi saya untuk selalu
maju dan selalu mendoakan saya disetiap langkah saya. Saya ucapkan
terima kasih yang tidak terhingga untuk kedua orang tua tercinta yang
mengiringi saya dengan sabar, selalu memberikan nasihat terbaik dan
mendoakan saya dengan sungguh-sungguh demi kesuksesan saya.
Pengorbanan ayah dan ibu tidak akan tergantikan bahkan tidak bisa ditukar
dengan intan berlian.
2. Prof. Dr. Abdul Kadim Masaong, M.Pd. selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Gorontalo.
3. Prof. Dr. Hj. Moon Hidayati Otoluwa M.Hum selaku Wakil Rektor I
Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
4. Dr. Salahudin Pakaya, MH. selaku Wakil Rektor II Universitas
Muhammadiyah Gorontalo.
5. Apris Ara Tilome, S.Ag, M.Si selaku Wakil Rektor III Universitas
Muhammadiyah Gorontalo.
vi
6. Ns. Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM, M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo sekaligus pembimbing II
yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan, penghargaan
serta masukan dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
7. Ns. Andi Akifa Sudirman, S.Kep. M.Kep selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
8. Ns. Harismayanti, S.Kep. M.Kep selaku ketua Program Studi Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
9. Ns. Fadli Syamsuddin, M.Kep, Sp.Kep.MB selaku pembimbing I yang telah
banyak membantu dan memberikan bimbingan, penghargaan serta
masukan dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
10. Dr. dr. Muhammad Isman Jusuf, Sp.S selaku penguji saya telah banyak
membantu dan memberikan bimbingan, penghargaan serta masukan
dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
11. Seluruh Staf Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Gorontalo yang telah banyak membantu dalam penyelesaian studi.
12. Terima kasih Direktur RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo dan
kepala sub medical record serta kepala ruangan Neurologi yang dalam hal
ini sudah berpartisipasi dalam pelayanan penelitian, dan memberikan ijin
bagi penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan masukan
selama penelitian.
13. Seluruh pasien stroke di ruangan Neurologi RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini.
14. Kepada saudara Yolanda Pahrun, S.Kom, Sri Yulinda Pahrun, S.Kom, dan
kakak ipar Ilham Ahudulu, S.Km, Marwin Hasan, S.Kom yang tidak pernah
lelah memotivasi dan memberikan semangat kepadaku dalam menempuh
kuliah ini, kalian adalah bagian dari inspirasiku untuk menuju kesuksesan
dimasa ini maupun mendatang.
15. Kepada keponakan Nadhira Adzra Ahudulu, Kyanizka Syawaluna Ahudulu,
Cataleya Meca Ahudulu, Muhammad Arrafiqul Hasan dan Afshin Khairiyah
Hasan yang selalu menghibur disaat aku capek dan jenuh, kalian tidak
pernah gagal membuat aku tersenyum
vii
16. Teruntuk kedua sahabat Nur Oktaviani A. Datau, S.Kep dan Febri Dwiyanto
Engahu S.Kep adalah sahabat dengan hati emas yang sulit ditemukan.
Kebaikan kalian benar-benar tiada bandingnya. Terima kasih telah banyak
memberi bantuan disaat aku membutuhkannya. Bentuk perjuanganku ini
layak aku persembahkan kepada kalian. Aku sangat beruntung memiliki
sahabat seperti kalian dalam hidupku, semoga Allah membalas kebaikan
hati kalian.
17. Sahabat hati aku, Feby Nur Gojali, S.H yang menemaniku dari masa-masa
SMA sampai saat ini. Walaupun kita menuntut ilmu di perguruan tinggi
berbeda tetapi kamu selalu menemaniku, memotivasi, dan selalu
mendukungku serta membantuku dalam menjalani kuliah hingga sampai
penyelesaian akhir studi ini. Terima kasih sudah melengkapi keseharianku.
Menjadi sepasang salah yang menolak kalah dari kata sudah.
18. Bestie komplek Ainia Oktaviani Hemeto, Rifilizha Dwi Putri Ahudulu,
Amd.Keb, Megy Megawaty S. Dukalang, Amd.Farm dari lubuk hatiku paling
dalam, aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih atas segalanya,
terima kasih selalu mensupportku.
19. Kepada teman-teman Alister, Queen Of Santuy, Fokus, Diligent Squad,
Home, Perum Squad, terima kasih telah banyak memberikan semangat,
doa dan perhatian kalian semua. Aku sangat bersyukur memiliki teman
yang luar biasa seperti kalian semua.
20. Teman-teman seperjuangan F10RENCE 2017 dan kelas keperawatan C
kalian adalah orang yang murah hati dan baik hati. Terima kasih atas
bantuan kalian semua.
21. Terima kasih kepada teman-teman Stase Keperawatan Medikal Bedah
yang telah berjuang bersama dan telah membantu aku dalam masa-masa
sulit.
22. Kepada pembina, senior-senior, adik-adik, lebih khusus angakatan 06
organisasi tercinta KSR PMI Unit 02 UMGo, bimbingan dan pengalaman
yang telah kalian berikan kepadaku telah membantu mengembangkan aku
menjadi seperti aku saat ini, terima kasih untuk kalian semua.
23. Terima kasih kepada seluruh pihak yang dengan ikhlas membantuku dan
tak dapat aku sebutkan satu persatu.
viii
24. Terakhir, tugas akhir ini aku persembahkan kepada semua pihak yang
telah bertanya “kapan sidang?”, “kapan wisuda?”, “kapan nyusul?”, dan lain
sejenisnya. Kalian adalah alasanku segera menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan, wawasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu,
penulis sangat menghargai masukan guna penyempurnaan dalam penyusunan
skripsi ini. Akhir kata, semoga bermanfaat bagi penulis dan rekan-rekan
mahasiswa.
Penulis
ix
ABSTRACT
Stroke is brain damage due to reduced blood flow to the brain. Decreased blood
flow to the brain can be caused by blocked blood vessels in the brain. In addition,
it can also be caused by rupture of a blood vessel in the brain. The purpose of
research was to determine the relationship between the swallowing screening
test and the incidence of dysphagia in stroke patients. The research uses a case
control research design. Sampling used purposive sampling technique with 30
respondents. Collecting data using a questionnaire sheet. The results between
the swallowing screening test and the incidence of dysphagia, it can be seen that
of the 9 respondents who had normal swallowing abilities, all of them did not
experience dysphagia (30%), while from 21 respondents who had the inability to
swallow normally there were 17 respondents who experienced dysphagia (56.7)
and 4 respondents did not experience dysphagia (13.3%). The results of the chi-
square statistical test with a level of confidence obtained p = 0.00 < a = 0.05, it
can be concluded that there is a significant relationship between the swallowing
screening test and the incidence of dysphagia in stroke patients in Prof.Dr.H.
Aloei Saboe Hospital Gorontalo City. So that a swallow screening test can be
carried out in stroke patients.
Keywords: dysphagia, screening test, stroke.
x
ABSTRAK
xi
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN PEMBIMBING.............................................................................i
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI......................................................................ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH......................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..........................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
ABSTRAK............................................................................................................ x
DAFTAR ISI........................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah......................................................................................4
1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian.........................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Konsep Stroke.............................................................................................7
2.2 Konsep Disfagia.........................................................................................15
2.3 Screening Test Menelan............................................................................21
2.4 Penelitian Relevan.....................................................................................23
2.5 Kerangka Teori...........................................................................................25
2.6 Kerangka Konsep.......................................................................................26
2.7 Hipotesis Penelitian....................................................................................26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................................27
3.1 Desain Penelitian.......................................................................................27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................27
3.3 Variabel Penenlitian...................................................................................27
3.4 Populasi dan Sampel.................................................................................28
3.5 Instrumen Penelitian..................................................................................29
3.6 Teknik Pengumpulan Data.........................................................................30
3.7 Teknik Pengolahan Data............................................................................30
3.8 Teknik Analisa Data...................................................................................31
3.9 Hipotesis Statistik.......................................................................................32
3.10 Etika Penelitian..........................................................................................32
3.11 Alur Penelitian............................................................................................34
BAB IV HASIL PENELITIAN..............................................................................35
4.1. Profil Lokasi Penelitian...............................................................................35
4.2. Deskripsi Hasil...........................................................................................36
4.3. Pembahasan..............................................................................................38
4.4. Kerbatasan penelitian................................................................................41
BAB V PENUTUP...............................................................................................42
5.1 Kesimpulan................................................................................................42
5.2 Saran.........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
xii
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori.................................................................................25
Gambar 2. Kerangka Konsep..............................................................................26
Gambar 3. Alur Penelitian...................................................................................34
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penelitian Relevan..........................................................................................23
2. Definisi Oprasional..........................................................................................28
3. Distribusi frekuensi berdasarkan umur............................................................36
4. Distribusi screening test menelan...................................................................37
5. Distribusi kejadian disfagia.............................................................................37
6. Hubungan screening test menelan dengan kejadian disfagia.........................37
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Permohonan Data Awal..................................................................................47
2. Permohonan Menjadi Responden...................................................................48
3. Surat Persetujuan Responden........................................................................49
4. Kuisioner Penelitian........................................................................................50
5. Surat Ijin Penelitian.........................................................................................55
6. Surat Ijin Kesbangpol......................................................................................56
7. Rekomendasi Penelitian DPMPTSP...............................................................57
8. Surat Selesai Penelitian..................................................................................58
9. Master Tabel...................................................................................................59
10. Hasil Uji SPSS..............................................................................................61
11.Dokumentasi..................................................................................................64
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Artinya: (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki
Aku. Dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu. Dan
apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku. Dan yang akan mematikan
Aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)”.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim:
ِ’ ل هلالا عبد بن جابر عن ، اJ ِإ َذJَصاب ف َال َّداء ال، Jَ َرأJَِإ ْذ ِن بـ وج َّل َّز
ل ُك „ َد َوا ˚ء َّد َوا ُء أ هل ِالا ع
Artinya:
ء
دا
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Muslim)
Stroke adalah kerusakan otak akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
Penurunan aliran darah ke otak dapat disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh
darah di otak. Selain itu juga dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Ketika aliran darah ke otak berkurang maka akan terjadi kerusakan
sebagian daerah otak. Kerusakan otak ini menyebabkan berbagai gejala seperti
kelumpuhan atau kelemahan pada separuh tubuh Yang terjadi secara tiba-tiba,
kesulitan menelan, dan gangguan keseimbangan. Semakin luas daerah otak
yang mengalami kerusakan, maka akan semakin banyak gejala yang akan
dialami oleh pasien(Dharma, 2018)
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena
gangguan peredaran darah otak yang disertai dengan timbulnya gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu, baik yang
1
terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) (Noerjanto M., 2002). Stroke termasuk penyakit serebrovaskular
2
yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak(Yueniwati, 2016)
Menurut World Health Organization (WHO, 2019) stroke merupakan
penyebab kecacatan dan kematian nomor dua di dunia. Dari semua stroke 70%
terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang juga
menyebabkan 87% kematian terkait stroke. Dalam empat tahun terakhir, kejadian
stroke menurun hingga 42% di negara-negara berpenghasilan tinggi. Di negara
berpenghasilan rendah dan menengah lebih dari dua kali lipat.
Secara nasional prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 terdapat
10,9% jumlah populasi di Indonesia. Untuk prevalensi berdasarkan diagnosis
dokter pada penduduk umur lebih dari 15 tahun diperkirakan sebanyak 2.120.362
orang. Provinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta (14,6%)
merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi stroke di Indonesia. Sementara
itu, Papua dan Maluku Utara memiliki prevalensi stroke terendah dibandingkan
Provinsi lainnya, yaitu 41% dan 46%. Sedangkan prevalensi Provinsi Gorontalo
termasuk di urutan ke 14 yaitu (10,9%). (Kemenkes RI, 2018)
Berdasarkan data rekam medik yang didapatkan Di RSUD Prof Dr H Aloei
Saboe Provinsi Gorontalo jumlah kasus stroke di Tahun 2020 dari bulan Januari
sampai dengan April terdiri dari Intracerebral haemorrhage berjumlah 205 pasien,
cerebral infarction berjumlah 1.490 pasien, dan stroke not specified as
haemorrhage or infraction berjumlah 104 pasien.
Salah satu masalah klinis yang muncul pada pasien stroke adalah
disfagia. Disfagia adalah istilah medis dari gangguan menelan, gangguan
menelan merupakan salah satu diagnosis keperawatan, kondisi ketidaknormalan
fungsi mekanisme proses menelan yang dapat dikaitkan dengan adanya defisit
struktur ataupun fungsi oral, faring, serta esofagus (T. H. Herdman, 2015 dalam
Sukesi et al., 2021). Disfagia pada pasien stroke akut terjadi karena adanya
kehilangan kontrol pada central nervous system terhadap fungsi menelan dan
adanya inkoordinasi serta disfungsi otot-otot faring (Hagnyonowati, 2016 dalam
Sukesi et al., 2021)
Disfagia pada pasien stroke jika tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan kurangnya asupan cairan dan nutrisi, risiko aspirasi, infeksi
saluran nafas atau pneumonia, lamanya jumlah hari rawat dan bahkan kematian
(Pandaleke et al., 2014 dalam Sukesi et al., 2021). Adanya kejadian disfagia
3
yang meningkat pada kasus stroke mengakibatkan timbulnya peningkatan risiko
aspirasi. Pneumonia yang terjadi pada stroke kita kenal dengan Stroke
Associated Pneumonia (SAP). SAP adalah komplikasi yang sering muncul dalam
kasus stroke dengan disfagia (Sukesi et al., 2021)
Pada pengkajian fungsi serebral salah satunya adalah deteksi dini
gangguan menelan atau disfagia yaitu dengan cara screening test menelan pada
awal masuk rumah sakit berdasarkan prosedur tindakan. Screening menelan
merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi risiko disfagia dan aspirasi.
Deteksi awal dari disfagia memungkinkan tindakan yang segera dalam
penatalaksanaan, sehingga menurunkan morbiditas, masa rawatan dan biaya
perawatan pasien. Screening bukan untuk mendiagnosis tapi untuk menentukan
apakah yang bersangkutan memang sakit atau tidak, kemudian bagi yang
didiagnosisnya positif dilakukan penatalaksanaan (Noor, 2002 di dalam Arif,
2017)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Arif (2017) dimana hasil penelitian
menyebutkan bahwa yang melaksanakan screening test menelan sesuai
prosedur dapat lebih besar mendeteksi kejadian disfagia dibandingkan
responden yang melaksanakan screening test menelan tidak sesuai prosedur.
Dari hasil analisa hubungan pelaksanaan screening test menelan dengan
kejadian dysfagia menggunakan Chi-Square diperoleh nilai P=0,002 dimana
P<0,05. Berarti Ha deterima yaitu ada hubungan antara screening test
menelan dengan kejadian dysfagia. Dengan menunjukkan sebagian besar
41(75,9%) orang responden melaksanakan Screening test menelan sesuai
prosedur dan tidak dilakukan sesuai prosedur sebanyak 13(24,1%) orang
responden.
Dalam penelitian Sivertsen et al (2017) dimana hasil penelitian
menyebutkan bahwa Audit klinis berbasis kriteria yang melibatkan manajemen
dan staf, dan menggunakan beberapa hambatan penargetan intervensi yang
disesuaikan,menyebabkan kepatuhan yang lebih besar dengan rekomendasi
untuk skrining pasien stroke disfagia, di antara 88 kasus pada awal, dokumentasi
skrining menelan selesai 6% (95% CI 2-11), dalam audit ulang (n=51) 61% (95%
CI 45-74) memiliki skrining lengkap. Audit ulang menunjukkan peningkatan
sebesar 55%, (p<0,001), dalam skrining pasien stroke untuk disfagia
dibandingkan dengan baseline.
4
Penelitian yang dilakukan oleh Arnold et al (2016) menyebutkan bahwa
Disfagia masih mempengaruhi sebagian besar pasien stroke dan mungkin
berdampak besar pada hasil klinis, kematian dan institusionalisasi hasil disfagia
di diagnosis 118 dari 570 (20,7%) pasien dan bertahan dalam 60 (50,9%) pasien
keluar dari rumah sakit. Keparahan stroke daripada lokasi infark dikaitkan
dengan disfagia. Pada 3 bulan, pasien disfagia lebih jarang memiliki hasil yang
baik (p<0,001), lebih jarang tinggal di rumah (p<0,001), dan lebih sering
meninggal (p<0,001).
Dari tiga penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa disfagia masih
mempengaruhi sebagian besar pasien stroke dan mungkin berdampak besar
pada hasil klinis. Untuk deteksi dini disfagia di rekomendasi untuk screening
pasien stroke dengan disfagia. Melaksanakan screening test menelan sesuai
prosedur dapat lebih besar mendeteksi kejadian disfagia dibandingkan
responden yang melaksanakan screening test menelan tidak sesuai prosedur.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan Neurologi,
penderita stroke sering mengalami disfagia. Berdasarkan hasil observasi peneliti
9 dari 10 pasien stroke yang dilakukan screening test menelan mengalami
disfagia.
Berdasarkan dari latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian bagaimana “Hubungan Screening Test Menelan Dengan Kejadian
Disfagia PADA Pasien Stroke”.
5
1.3 Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas maka rumusan masalahnya adalah
Apakah terdapat hubungan Screening Test menelan dengan kejadian Disfagia
pada pasien Stroke.
6
5. Bagi profesi keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan klinik perawat dalam
melakukan screening test menelan dengan disfagia pada pasien
stroke.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
mematikan sel-sel saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota
gerak, gangguan bicara, dan penurunan kesadaran. Penyakit stroke dapat
menyerang secara tiba-tiba. Pengidapnya juga tidak sadar bahwa dirinya terkena
penyakit stroke. Bukan berarti gejala penyakit stroke tidak bisa kenali.(Sudarsini,
2017)
2.1.2 Etiologi
Stroke terjadi karena dua hal yaitu sumbatan dan pecahnya pembuluh
darah otak dapat terjadi karena tumpukan lemak pada dinding pembuluh darah
atau akibat bekuan darah yang terhenti pada pembuluh darah otak. Sedangkan
pecahnya pembuluh darah otak dapat disebabkan oleh tekanan darah yang
sangat tinggi.(Dharma, 2018)
Stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yang
mengalirkan darah ke otak (stroke iskemik/non perdarahan) atau karena adanya
perdarahan di otak (disebut stroke perdarahan/hemoragik). Stroke dan penyakit
jantung koroner dapat terjadi karena adanya dua atau lebih faktor risiko (multirisk
factors), bukan hanya satu faktor. Pemicu stroke ini antara lain kecenderungan
menu harian berlemak, pola dan gaya hidup tidak sehat, ketidakmampuan
beradaptasi dengan stres, faktor hormonal (wanita menopause, penyakit gondok,
penyakit anak ginjal), dan kondisi kejiwaan (temparamen tipe A – tipe orang tidak
sabar, terburu-buru, selalu ingin cepat), dan seberapa banyak tubuh terpapar
dengan radikal bebas (free radicals-oksidan).(Junaidi, 2011)
2.1.3 Faktor Risiko
a. Faktor-faktor yang bisa dikendalikan
Faktor risiko adalah hal-hal yang meningkatkan kecenderungan seseorang
untuk mengalami stroke. Penelusuran faktor risiko penting dilakukan agar dapat
menghindari dan mencegah serangan stroke.(W. Sari et al., 2016)
1. Pernah Terserang Stroke
Seseorang yang pernah mengalami stroke, termasuk TIA, rentan terserang
stroke berulang. Seseorang yang pernah mengalami TIA akan sembilan kali
lebih berisiko mengalami stroke dibandingkan yang tidak pernah mengalami
TIA.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting untuk stroke
iskemik maupun stroke perdarahan. Pada keadaan hipertensi, pembuluh
9
darah mendapat tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh
darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat
menyababkan aterosklerosis dan penyempitan diameter pembuluh darah
sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak.
3. Penyakit Jantung
Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah satu jenis
gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik,
dan orang yang melakukan pemasangan katup jantung buatan akan
meningktakan risiko stroke. Stroke emboli umumnya disebabkan kelainan-
kelainan jantung tersebut.
4. Diabetes Mellitus
Seseorang dengan diabetes mellitus rentan untuk menjadi ateroklerosis,
hipertensi, obesitas, dan gangguan lemak darah. Seseorang yang mengidap
diabetes mempunyai risiko serangan stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan
mereka yang tidak diabetes.
5. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia dapat mneyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis
berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke itu
sendiri.
6. Merokok
Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan dengan bukan perokok.
Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja keras karena frekuensi denyut
jantung dan tekanan darah meningkat. Nikotin juga mengurangi kelenturan
arteri serta dapat menimbulkan aterosklerosis.
7. Gaya Hidup Tidak Sehat
Diet tinggi lemak, aktivitas fisik kurang, serta stres emosional dapat
meningkatkan faktor risiko terkena stroke. Seseorang yang sering
mengonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang melakukan aktivitas fisik
rentan mengalami obesitas, diabetes mellitus, aterosklerosis, dan penyakit
jantung. Seseorang yang sering mengalami stres emosional juga dapat
mempengaruhi kondisi fisiknya. Stres dapat merangsang tubuh
mengeluarkan hormon-hormon yang mempengaruhi jantung dan pembuluh
darah sehingga berpotensi meningkatkan risiko serangan stroke.
1
Faktor-faktor diatas merupakan faktor risiko yang dapat dikontrol atau
dimodifikasi sehingga jika ingin mencegah serangan stroke dapat menghindari
faktor risiko stroke tersebut. Kalaupun faktor risiko itu sudah ada maka dapat
segera melakukan upaya terapi maupun preventif untuk menghilangkan faktor
risiko.
b. Faktor-faktor yang tidak bisa dikendalikan
Ada faktor risiko terkena stroke yang tidak dapat dikendalikan ataupun
dimodisikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor usia, jenis kelamin, ras, dan
genetik/keturunan.(W. Sari et al., 2016)
1. Usia
Risiko mengalami stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Risiko
semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak terkena serangan
stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Dari 2065 pasien stroke akut yang
dirawat di Indonesia, 35,8% berusia di atas 65 tahun dan 12,9% kurang dari
45 tahun.
2. Jenis Kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan perempuan.
3. RAS
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit
hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik serta Hispanik dibandingkan kulit putih.
Pada kulit hitam diduga karena angka kejadian hipertensi yang tinggi serta
diet tinggi garam.
4. Genetik
Risiko stroke meningkat jika ada orang tua atau saudara kandung yang
mengalami stroke ataupun TIA.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori, diantaranya:
berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi dalam 2 tipe
yaitu(Kanggeraldo et al., 2018):
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik (non hemoragik) terjadi bila pembuluh darah yang memasok
darah ke otak tersumbat. Jenis stroke ini yang paling umum (hampir 90%
stroke adalah iskemik). Kondisi yang mendasari stroke iskemik adalah
penumpukan lemak yang melapisi dinding pembuluh darah (disebut
1
aterosklerosis). Kolestrol, homocysteine dan zat lainnya dapat melekat pada
dinding arteri, membentuk zat lengket yang disebut plak. Seiring waktu, plak
menumpuk. Hal ini sering membuat darah sulit mengalir dengan baik dan
menyebabkan bekuan darah (trombus)(Kanggeraldo et al., 2018)
Gejala stroke iskemik ini dapat bervariasi pada seseorang yang
mengalaminya, tergantung pada lokasi arteri dibagian otak yang terpengaruh.
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor atau pecah
didalam atau di sekitar otak sehingga menghentikan suplai darah ke jaringan
otak yang dituju. Selain itu, darah membanjiri dan memampatkan jaringan
otak sekitarnya sehingga mengganggu atau mematikan fungsinya.
2.1.5 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan,
dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung)(Wasena, 2019)
Arterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tem pat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan
perbaikan. Oleh karena itu thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif(Wasena, 2019)
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
1
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau rupture Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.(Wasena, 2019)
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebei atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi
batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus peradarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
(Wasena, 2019).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu
4-6 menit. Perubahan inversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar dan kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi, menyebabkan
saraf di area yang terkena dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013 di
dalam Wasena, 2019).
2.1.6 Manifestasi Klinik
Pada stroke non haemoragik gejala utamanya adalah timbulnya deficit
neurologis secara mendadak atau subakut, didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun,
kecuali bila embolus cukup besar.(Mansjoer, 2000 di dalam Tembaru, 2018).
Menurut WHO dalam Internasional Statitic Classification Of Diseases And
Related Health Problem 10th Revision, stroke dapat dibagi atas Pendarahan
intraserebral (PIS) Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tak jelas,
kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali setiap hari, saat
aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah
seringkali terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun cepat
masuk koma. Peredaran subaraknoid (PSA) Pada pasien dengan PSA
1
didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala yang hebat dan akut.
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda
rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada peredaran subhialoid
karena pecahnya anerisma pada arteri komunikanis anterior atau arteri karotis
interna. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan likasinya.(Tembaru, 2018)
2.1.7 Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
1
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.(Purwanto, 2016)
2.1.8 Pemeriksaan diagnostic
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
1
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrollit (Purwanto, 2016).
2.1.9 Komplikasi
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara dini
pada stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional, dan
defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki komorbiditas yang
dapat meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik selama pemulihan stroke.
Komplikasi medis sering terjadi dalam beberapa minggu pertama serangan
stroke. Pencegahan, pengenalan dini, dan pengobatan terhadap komplikasi
pasca stroke merupakan aspek penting. Beberapa komplikasi stroke dapat terjadi
akibat langsung stroke itu sendiri, imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini
memiliki pengaruh besar pada luaran pasien stroke sehingga dapat menghambat
proses pemulihan neurologis dan meningkatkan lama hari rawat inap di rumah
sakit. Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca
stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat umum pada
pasien stroke.(Mutiarasari, 2019)
1
disebabkan kelainan dalam esofagus sendiri, yaitu timbulnya regurgitasi, refluks
asam, rasa nyeri di dada yang intermitten, misalnya pada akhalasia, karsinoma
esofagus, spasme yang difus pada esofagus (Hadi, 2002 di dalam Utari et al.,
2014)
Disfagia adalah kesulitan menelan yang dapat mengakibatkan komplikasi
seperti pneumonia, aspirasi dan kekurangan gizi(Hines et al., 2016). Disfagia
merupakan masalah umum dan berpotensi serius pada pasien dengan kondisi
neurologis (Mandysová et al., 2016). Disfagia sering terjadi pada gangguan
neurologis seperti stroke, sclerosis multiple, poliomyelitis, dan sclerosis lateral
amiotrifik (amyotrophic lateral sceloris) (Black and Hawks, 2009). Disfagia adalah
masalah yang jika tidak segera ditangani akan menjadi masalah yang serius,
oleh karena itu perlu penanganan awal oleh perawat.(Asri & Hidayat, 2019)
Disfagia adalah kesulitan menelan cairan atau makanan yang disebabkan
gangguan pada proses menelan (Rasyid & Soertidewi, 2011). Ditemukan sekitar
28-65% pasien yang mengalami disfagia setelah serangan stroke. Setelah
dilakukan rehabilitasi selama 14 hari pasca stroke, sekitar 90% pasien dapat
melakukan latihan menelan (Smithard, 2014 di dalam Afrida, 2018)
Disfagia merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami
kesulitan menelan cairan atau makanan yang disebabkan gangguan pada proses
menelan. Sekitar 28-65% pasien yang mengalami disfagia setelah serangan
stroke.Stroke merupakan tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global yang dapat mengakibatkan kematian,
tanpa penyebab lain kecuali gangguan vascular. (Rasyid & Soertidewi, 2011 di
dalam Afrida et al., 2019)
2.2.2 Etiologi
Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis.Penyakit ini
adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler),
miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris. Keadaan ini memicu
peningkatan resiko tersedak minuman atau makanan yang tersangkut dalam
trakea atau bronkus (Price, 2006). Disfagia esophageal mungkin dapat bersifat
obstruktif atau disebabkan oleh motorik.Penyebab obstruksi adalah striktura
esophagus dan tumor-tumor ekstrinsik atau instrinsik esofagus, yang
mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab disfagia dapat disebabkan oleh
berkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltik atau disfungsi sfingter
1
bagian atas atau bawah. Gangguan yang sering menimbulkan disfagia adalah
akalasia, scleroderma, dan spasme esophagus difus (Price, 2006 di dalam Al
Sakina Ms, 2018)
Menelan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan beberapa
fungsi saraf kranial. Gangguan menelan disebabkan oleh paresis atau
kerusakann nervus fasialis, nervus trigeminus, nervus hipoglasus, nervus
glossoparingeus dan nervus vagus. Nervus-nervus tersebut berperan dalam
proses mengunyah dan bicara. Adanya gangguan pada salah satu nervus
tersebut maka akan berdampak pada keadekuatan fungsi menelan, mengunyah
dan fungsi bicara. Timbulnya gangguan fungsi menelan dapat mengakibatkan
terjadinya dehidrasi, malnutrisi, bahkan pneumonia akibat kerusakan katup
epiglottis yang memungkinkan terjadinnya aspirasi cairan atau makanan ke
dalam saluran pernafasan (Farhan, 2018 di dalam Sari & Rafdinal, 2019)
2.2.3 Manfestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien stroke yang
mengalami disfagia antara lain : kelemahan otot wajah, menurunya gerakan
lidah, menurunnya reflek batuk, menurunnya reflek muntah, suara serak, disatria
(gangguan artikulasi kata), berkurangnya sensitifitas di mulut atau wajah, batuk
atau tersedak ketika makan atau minum, tersisa makanan di mulut,
membutuhkan waktu lama saat makan, mengiler (drooling). Bila disfagia tidak
segera ditangani dapat berlanjut menjadi : dehidrasi, malnutrisi, berat badan
menurun, menurunnya tingkat kesadaran. (Aisyah, 2015)
2.2.4 Klasifikasi
Harrison (1999) membagi disfagia menjadi dua bagian yaitu sebagai
berikut:
1. Disfagia Mekanis
a. Luminal Penyebab disfagia mekanis pada bagian luminal adalah bolus
yang besar atau benda asing.
b. Penyempitan intrinsik Penyempitan instrinsik dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1) Keadaan inflamasi yang menyebabkan pembengkakan seperti
stomatitis, faringitis, epiglotti, esofangitis.
1
2) Selaput dan cincin dapat dijumpai pada faring (sindroma pulmer,
vinson), esophagus (congenital, inflamasi), cincin mukosa esophagus
distal.
3) Striktur benigna seperti ditimbulkan oleh bahan kaustik dan pil,
inflamasi, iskemia, pasca operasi, congenital.
4) Tumor-tumor malignan, karsinoma primer, karsinoma metastasik,
tumor-tumor benigna, leiomioma, limpoma, angioma, polip fibroid
inflamatorik, papiloma epitel.
c. Kompresi ekstrinsik Kompresi ekstrinsik dapat disebabkan oleh spondilitis
servikalis, osteofit veterbra, abses dan massa retrofaring, tumor
pankreas, hematoma dan fibrosis.
2. Disfagia Motorik
Disfagia motorik terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Kesulitan dalam memulai reflek menelan Kesulitan dalam memulai reflek
menelan disebabkan oleh lesi oral dan paralisis lidah, anesthesia
orofaring, penurunan produksi saliva, dan lesi pada pusat menelan.
b. Kelainan pada otot lurik Kelainan pada otot lurik disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1) Kelemahan otot (paralisis bulbar, neuromuskuler, kelainan otot)
2) Kontraksi dengan awitan stimultan atau gangguan inhibisi deglutisi
(faring dan esophagus, sfingther esophagus bagian atas).
c. Kelainan pada otot polos esophagus Kelainan pada otot polos esofagus
dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1) Paralisis otot esophagus yang menyebabkan kontraksi yang lemah
2) Kontraksi dengan awitan simultan atau gangguan inhibisi deglutis
3) Kelainan sfingter esophagus bagian bawah.(Al Sakina Ms, 2018)
2.2.5 Patofisiologi
Gangguan pada proses menelan merupakan suatu sistem yang
kompleks, adanya gangguan atau sumbatan pada salah satu unsur menelan
dapat menyebabkan gangguan menelan. Sumbatan mekanik atau disfagia
mekanik baik intraluminal atau ekstraluminal (penekanan dari luar lumen
esofagus) dapat disebabkan oleh adanya neoplasma esofagus. Kondisi
sumbatan mekanik ini secara progresif dapat menyebabkan disfagia disertai
adanya keluhan odinofagia dan pirosis.(Utari et al., 2014)
1
Gangguan menelan ringan bisa disebabkan oleh paresis saraf fasialis
atau saraf hipoglosus dimana makanan sukar untuk di pindah-pindahkan untuk
dapat dikunyah oleh gigi geligi kedua sisi. Tekanan didalam mulut juga tidak bisa
ditingkatkan sehingga bantuan untuk mendorong makanan ke orofaring tidak
ada. Kesukaran untuk menelan yang berat disebabkan oleh gangguan saraf
glosofaringeus dan vagus. Makanan sukar ditelan karena palatum molle tidak
bekerja dan apa yang hendak ditelan, keluar lagi melalui hidung. Epiglotis tidak
bekerja sehingga makanan tiba di laring dan menimbulkan reflek batuk( Muttaqin,
2010 di dalam Utari et al., 2014)
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Kondisi disfagia banyak dijumpai pada pasien yang mengalami stroke.
Identifikasi awal dari pasien yang beresiko untuk konsekuensi yang terkait
dengan disfagia sangat penting sebelum pemberian obat, makanan, dan cairan.
Semua pasien stroke akut harus diperiksa/screening untuk disfagia sesegera
mungkin dalam waktu empat jam setelah tiba di rumah sakit, sebelum dilakukan
pemberian makanan, cairan ataupun medikasi. Keterlambatan pelaksanaan
skrining dan assessment pada pasien disfagia berhubungan dengan peningkatan
terjadinya pneumonia (Rudd, 2016 di dalam Meszadena Tumanggor, 2020)
Pelaksanaan skrining disfagia adalah prosedur cepat untuk menentukan:
1. apakah seseorang mengalami disfagia atau tidak
2. apakah pasien perlu dilakukan asesmen lanjutan untuk menilai status
disfagia
3. apakah pasien aman untuk asupan makanan, cairan,dan obat-obatan; dan
4. apakah rujukan untuk nutrisi dan dehidrasi perlu dibuat.
Berdasarkan tingkat keparahan, maka keparahan Disfagia dapat dibagi
menjadi 7 level :
Level 7 : Normal (Tidak ditemukan gejala disfagia)
Level 6 : Sedikit keterbatasan, dimana sesorang masih bisa mengkonsumsi diet
seperti biasa, namun membutuhkan waktu lebih lama
Level 5 : Disfagia Ringan. Terjadi aspirasi pada cairan kental, namun seseorang
masih dapat batuk untuk mencegah aspirasi
Level 4 : Disfagia Ringan-Sedang. Terjadi aspirasi dengan salah satu konsistensi
makanan, namun refleks batuk seseorang lemah. Adanya sedikit sisa makanan
2
dalam rongga mulut namun dapat dibersihkan atau ditelan kembali jika
disupervisi
Level 3 : Disfagia Sedang. Terjadinya aspirasi dengan beberapa konsistensi
makanan, namun refleks batuk seseorang lemah. Adanya lebih banyak sisa
makanan dalam rongga mulut namun dapat dibersihkan atau ditelan kembali jika
disupervisi. Dibutuhkan pembatasan konsistensi makanan.
Level 2 : Disfagia Sedang ke Berat. Terjadinya aspirasi dengan beberapa
konsistensi makanan, namun refleks batuk tidak ada. Adanya banyak sisa
makanan dalam rongga mulut namun tidak dapat dibersihkan atau ditelan
kembali. Pemberian makanan harus dengan par enteral.
Level 1 : Disfagia Berat. Tidak mampu menelan makanan, reflex batuk tidak ada.
Dibutuhkan pemberian makanan harus dengan parenteral.(O’Neil et al,
1999).
Disfagia dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
antara lain :
a. Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES)
FEES merupakan prosedur pemeriksaan endoskopi transnasal dari orofaring,
laring, dan subglotis dengan pemberian bolus padat dan cair berbagai
konsistensi. Prosedur ini memberikan informasi rinci mengenai fase faringeal
untuk mengevaluasi adanya residu, kebocoran dan memungkinkan melihat
adanya aspirasi (Gasiorowska & Fass, 2009 di dalam Meszadena
Tumanggor, 2020)
b. Modified Barrium Swallow
Modified Barrium Swallow dikenal juga dengan Videofluoroscopy Swallowing
Study (VFSS) merupakan gold standar untuk pemeriksaan disfagia.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk menganalisis gangguan fungsional dari
mekanisme menelan. Video fluoroskopi memungkinkan mendeteksi disfungsi
atau ketidakmampuan untuk memulai fase faringeal dari proses menelan,
melihat aspirasi, regurgitasi nasal, obstruksi ke aliran barium, dan adanya
bolus residu di faring setelah menelan (Gasiorowska & Fass, 2009 di dalam
Meszadena Tumanggor, 2020)
c. Barrium Swallow
Pemeriksaan ini merupakan evaluasi awal pada pasien dengan disfagia
esofaageal. Pemeriksaan ini terutama diindikasikan sebagai tes diagnostik
2
pertama di disfagia esofaageal untuk pasien yang diduga memiliki striktur
proksimal (Gasiorowska & Fass, 2009 di dalam Meszadena Tumanggor,
2020)
d. Upper Gastrointestinal Endoscopy
Endoskopi juga menyediakan visualisasi langsung dari kedua faring dan
esofagus, sehingga memungkinkan pengumpulan jaringan untuk
pemeriksaan histologis, sitologi, dan mikrobiologi (Gasiorowska & Fass, 2009
di dalam Meszadena Tumanggor, 2020)
2.3 Screening Test Menelan
Screening adalah suatu strategi atau cara yang digunakan dalam suatu
populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala
penyakit, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari penderita
penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat
atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang secara singkat
dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap mereka yang
kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan
pengobatan (Suparyanto, 2010 di dalam Arif, 2017)
Screening Test Menelan adalah alat yang memiliki sensitivitas tinggi
untuk memvalidasi dan mengidentifikasi disfagia dan resiko aspirasi pada pasien
stroke akut. Screening menelan merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi
risiko disfagia dan aspirasi. Deteksi awal dari disfagia memungkinkan tindakan
yang segera dalam penatalaksanaan, sehingga menurunkan morbiditas, masa
rawatan dan biaya perawatan pasien.(Arif, 2017)
Screening dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana
dan cepat untuk mengidentifikasikan dan memisahkan orang yang tampaknya
sehat, tetapi kemungkinan beresiko terkena penyakit, dari mereka yang mungkin
tidak terkena penyakit tersebut. Screening dilakukan untuk mengidentifikasi
mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk
menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti (Noor, 2002
di dalam Arif, 2017)
Prinsip pelaksanaan screening test yaitu melakukan pemeriksaan
terhadap kelompok pasien yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita
penyakit dan bila hasil test negative maka dianggap orang tersebut tidak
menderita penyakit. Bila hasil positif maka dilakukan pemeriksaan diagnostik.
2
Kriteria untuk pelaksanaan screening test yaitu pertama, sifat penyakit seperti
serius, prevalensi tinggi pada tahap praklinik, periode yg panjang diantara tanda–
tanda pertama sampai timbulnya penyakit. Kedua, Uji Diagnostik seperti sensitif
dan spesifik, sederhana dan murah, aman dan dapat diterima, reliable, fasilitas
adekuat. Ketiga, diagnosis dan pengobatan seperti efektif dan dapat diterima,
pengobatan aman yang telah tersedia. (Noor, 2002 di dalam Arif, 2017)
Menurut asumsi peneliti menunjukkan bahwa Pada pasien yang
mengalami disfagia neurologis maka Integrasi fungsional neurologis tidak
sempurna sehingga terjadi gangguan sistem neuromuscular mulai dari susunan
saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula,
persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus.
Screening test menelan merupakan salah satu tindakan perawat dalam
pengkajian pasien stroke, yang harus dilakukan pada awal pasien masuk rumah
sakit atau ruangan untuk menilai fungsi menelan pasien. Pelaksanaan screening
test menelan sesuai dengan standar operasional prosedur akan mudah
mendeteksi responden yang mengalami gangguan neurologis disfagia atau tidak.
Pasien disfagia yang cepat dan tepat terdeteksi akan dapat menetapkan sedini
mungkin penatalaksanaan kebutuhan cairan dan nutrisinya serta teknik atau
latihan untuk mengatasi gangguan menelan.(Arif, 2017)
2
2.4 Penelitian Relevan
Desain
Nama Peneliti/Tahun Judul Variabel Penelitian Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
Penelitian
Sivertsen et al/ 2017 Dysphagia Variabel independen Desain Tempat penelitian Melakukan Di antara 88 kasus pada awal,
Screening After Skrining Disfagia penelitian di Rs Nowergia skrining dokumentasi skrining menelan selesai
Acute Stroke: a Variabel dependen kohort berbasis Metode penelitian menelan untuk 6% (95% CI 2-1). Dalam audit
Quality Improvement audit klinis berbasis klinis Waktu penelitian ulang (n = 51) 61% (95% CI 45-74)
Project Using kriteria memiliki skrining lengkap.
Criteria- Based
Clinical Audit
Arnold et al/2016 Dysphagia in Acute Variabel independen Penelitian Tempat penelitian Menilai kejadia Disfagia masih mempengaruhi
Stroke: Incidence, dampak pada hasil korelasional Waktu penelitian disfagia pada sebagian besar pasien stroke dan
Burden and Impact klinis dengan survei Dibandingkan pasien stroke mungkin berdampak besar pada hasil
on Clinical Outcome Variabel dependen menggunakan Variabel klinis, kematian dan institusionalisasi
disfagia pada stroke Mann Whitney U- dependen
akut test dan Pear uji
chi-kuadrat
Arif/2017 Hubungan Variabel Independen Desain Tempat penelitian Alat yang Ada hubungan pelaksanaan screening
Pelaksanaan pelaksanaan penelitian di RSSN digunakan test menelan dengan kejadian disfagia
Screening Test screeening test menggunakan Bukittinggi dalam
Menelan Dengan menelan desain Waktu penelitian penelitian
Kejadian Disfagia Variabel dependen deskriptif Sampel dalam lembar
Pada Pasien Baru kejadian disfagia analitik dengan penelitian 54 orang observasi
Yang Menderita pada pasien stroke pendekatan responden Pengujian
Stroke Akut akut study hipotesis
crosssectional menggunakan
2
rumus chi-
square
Radha Govinda Kejadian Disfagia Variabel independen Penelitian ini Tempat penelitian Analisa bivariat Kejadian disfagia memiliki hubungan
Padma, Rizaldy saat Masuk Rumah kejadian disfagia menggunakan RS Bethesda dengan chi- dengan luaran klinis buruk pada pasien
Taslim Pinzon, Esdras Sakit sebagai Faktor Variabel dependen studi prognostik Yogyakarta square stroke iskemik.
Ardi Pramudita/2017 Prognosis Buruk faktor prognosis dengan metode Metode penelitian digunakan
Luaran Klinis Pasien buruk luaran klinis kohort Sampel penelitian untuk menilai
Stroke Iskemik pasien stroke adalah pasien hubungan
iskemik serangan pertama variabel-
terdiagnosis stroke variabel
iskemik penelitian
menggunakan CT termasuk
scan disfagia
Hagnyonowati, Meika Penatalaksanaan Variabel independen Metode yang Metode penelitian Variabel Diagnosis dan penanganan dini sangat
Rahmawati Gizi Pada Pasien penatalaksanaan digunakan Tempat penelitian dependen pada dibutuhkan dalam penatalaksanaan
Arifah/2016 Stroke Dengan gizi adalah studi Waktu penelitian pasien stroke disfagia pada stroke meliputi asuhan
Disfagia Variabel dependen kasus dengan disfagia gizi, pemberian edukasi dan konseling
disfagia gizi, kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain
2
2.5 Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan serial atau sekumpulan konsep yang saling
berkaitan yang disusun sedemikian rupa sebagai dasar argumentasi akademik
dalam penelitian. Berdasarkan tinjauan teori yang telah dibahas sebelumnya,
peneliti merangkum dalam teori berikut ini :
Stroke
2
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan hubungan antar konsep yang dibangun
berdasarkan hasil kajian literature. Kerangka konsep adalah turunan dari
kerangka teori yang disusun lebih sederhana. Kerangka konsep menggambarkan
berbagai konsep yang akan diteliti secara maksimal, namun menghilangkan
berbagai konsep yang tidak relavan atau konsep perancu. Dengan kata lain,
sebaiknya kerangka konsep merupakan kerangka teori yang hanya terdiri dari
konsep-konsep yang akan diteliti (Irfanuddin, 2019). Adapun yang menjadi
kerangka konsep dalam penelitian ini adalah screening test menelan sebagai
variabel bebas dan kejadian disfagia pada pasien stroke sebagai variabel terikat.
Kejadian Disfagia
Screening Test Menelan Pada Pasien Stroke
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Hubungan
2
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
2
3.3.3 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Oprasional
Definisi
Variabel Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional
Variabel Salah satu Lembar Observasi - Kemampuan Nilai tertinggi : 20
Independen tindakan perawat menelan normal
kemampuan menelan
Screening Test dalam pengkajian - Ketiidakmampuan
Menelan pasien stroke, yang menelan normal normal
harus dilakukan
pada awal pasien
masuk rumah sakit
atau ruangan untuk
menilai fungsi
menelan pasien
yang dapat
dideteksi
menggunakan
prosedur skrining
disfagia Gugging
Swallowing Screen
(GUSS)
Variabel salah satu masalah Lembar Skor Disfagia - Kesadaran Total skor disfagia.
Dependen yang timbul akibat - Suara nafas <80 terjadi disfagia
Disfagia pada stroke,dimana - Komprehensi >80 tidak terjadi
pasien stroke pasien stroke akan - Bicara disfagia
kesulitan dalam - Motorik bibir
menelan cairan - Gerakan lidah
atau makanan - Palatum
yang dapat diukur - Refeleks gag
- Fonasi
- Batuk
- Mengunyah
- Oral
- Faring
- Toleransi
- menelan
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Bila jumlah populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel dari populasi itu.
(Sugiyono, 2017)
Penetapan sampel dalam penelitian ini berdasarkan teori atikunto (2014)
bahwa pengambilan sampel apabila subjeknya kurang dari 100 orang maka
2
diambil semuanya, namun apabila subjeknya kurang dari 100 orang maka
diambil semuanya, namun apabila subjeknya lebih dari 100 orang dapat diambil
10-15 atau 20-25%. Rumus yang digunakan yaitu :
𝑛=10% 𝑥 𝑁
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Besar populasi
100% : Angka tetap
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien penderita Stroke yang ada di
ruangan Neurologi
3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang akan diambil berdasarkan dua kriteria
yaitu :
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien yang menderita Stroke
b. Pasien yang dirawat di ruangan Neurologi
c. Pasien yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria Ekslusi
a. Bukan pasien Stroke
b. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden
3
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Data Primer
Data primer disebut data tangan pertama, dan diperoleh langsung dari
subjek penelitian dengan menggunakan alat pengambil data atau alat
pengukuran, atau langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari
oleh peneliti. Kelebihan dari data primer yaitu akurasinya tinggi, sedangkan untuk
kelemahannya yaitu untuk mendapatkannya membutuhkan sumber daya yang
besar (Saryono, 2013).
3
masing variabel ke dalam media tertentu misalnya master data (master
tabel). Proses entry data ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan program
Microsoft Office Excel, kemudian baru dilakukan transfering data ke paket
program komputer seperti software.
4. Pembersihan Data (Cleaning Data)
Proses Cleaning Data merupakan proses pengecekan kembali data yang
sudah dimasukkan dalam bentuk master data atau software statistik. Proses
cleaning data ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang sudah di
Entry terdapat kesalahan atau tidak.
5. Penyusunan Data (Tabulating Data)
Proses penyusunan data merupakan proses penyusunan data sedemikian
rupa agar mudah dijumlahkan, disusun untuk disajikan dan dianalisis.
Penyusunan data dapat dilakukan dengan menyusun data dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi, tabel silang dan sebagainya.
3
Rumus Chi Square :
Ʃ(𝑂 − 𝐸)²
𝑋2 =
𝐸
Keterangan :
X2 : Chi Square
O : Nilai yang diperoleh dari
penelitian E : Nilai yang diharapkan
3
3. Confindentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaanya dan hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan pada hasil riset.
4. Ketelitian
Berlaku teliti dan hindari kesalahan karena ketidak pedulian secara teratur
catat pekerjaan yang anda kerjakan, misalnya kapan dan dimana
pengumpulan data dilakukan. Catat juga alamat kerespondensi responden,
jurnal atau agen publikasi lainnya.
5. Anomity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, maka peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada lembar kuisyiner cukup menggunakan kode angka.
3
3.11 Alur Penelitian
Pemasukan judul
Pengumpulan data dan pengolahan data Analisa data Uji Chi Square Konsul hasil
Penyusunan
Gambar 3. Alur Penelitian
Ujian skripsi
3
BAB IV
HASIL
PENELITIAN
3
4.2. Deskripsi Hasil
4.2.1 Distribusi Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini mengukuhkan
sebanyak 30 responden di ruangan Neurologi RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo, penelitian dilakukan dari bulan oktober sampai desember.
Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri atas empat yakni
dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, jenjang pendidikan, pekerjaan,
jenis stroke diderita, lama perawatan.
3
menengah sebanyak 21 responden (70%). Berdasarkan pekerjaan, responden
terbanyak dalam penelitian ini adalah lain-lain sebanyak 15 respoden (50%).
Berdasarkan jenis stroke yang diderita responden terbanyak yaitu yang
menderita stroke non hemorargik sebanyak 19 responden (63,3%). Berdasarkan
lama perawatan responden terbanyak yaitu yang dirawat selama 1 hari sebanyak
17 responden (56,7%).
3
Variabel Kejadian Disfagia Total
Disfagia Tidak Disfagia Value
Screening Menelan N % N % N %
Kemampuan
0 0 9 30 9 30
menelan normal
Ketidakmampuan 0,00
17 56,7 4 13,3 21 70
menelan normal
Total 17 56,7 13 43,3 30 100
Sumber : Data Primer (2021)
Berdasarkan hasil penelitian antara screening test menelan dengan
kejadian disfagia dapat dilihat bahwa dari 9 responden yang memiliki
kemampuan menelan normal semuanya tidak mengalami disfagia (30%),
sedangkan dari 21 responden yang memiliki ketidakmampuan menelan normal
ada 17 responden yang mengalami disfagia (56,7) dan 4 responden tidak
mengalami disfagia (13,3%).
Hasil uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan didapatkan nilai
p=0,00 < a = 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
screening test menelan dengan kajadian disfagia pada pasien stroke di ruangan
neuro RSUD Prof.Dr.H. Aloei Saboe.
4.3. Pembahasan
4.3.1 Analisis Univariat
1. Screening Test Menelan
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden yang memiliki
kemampuan menelan normal sebanyak 9 responden, selanjutnya responden
yang memiliki ketidakmampuan menelan normal sebanyak 21 responden.
Screening test menelan merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi resiko
disfagia dan aspirasi. Deteksi awal dari disfagia memungkinkan tindakan yang
segera dalam penatalaksaan sehingga menurunkan morbiditas, masa rawatan
dan biaya perawatan pasien.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Suparyanto (2010) menyatakan
bahwa screening test adalah alat yang memiliki sensifitas tinggi untuk
memvalidasi dan mengidentifikasi disfagia pada pasien stroke.
3
Menurut asumsi peneliti bahwa pelaksanaan screening test menelan
merupakan deteksi dini terhadap disfagia yang harus dilakukan perawat pada
semua pasien stroke yang baru masuk ke rumah sakit atau rawat inap.
Walaupun masing-masing metode screening test berbeda-beda akan tetapi
tujuannya sama dalam prediksi untuk menentukan kejadian disfagia pada pasien
stroke.
2. Kejadian Disfagia
Hasil penelitian ini juga menunjukan sebagian besar responden
mengalami disfagia sebanyak 17 responden, sementara responden yang tidak
mengalami disfagia sebanyak 13 responden. Proses menelan merupakan proses
yang kompleks. Setiap unsur berperan dalam proses menelan dan harus
berkerja secara terintegritas dan berkesinambungan. Keberhasilan dari proses
menelan ini tergantung dari beberapa sebab yaitu ukuran bolus makanan,
diameter lumen esofagus yang dilalui bolus makanan, kontraksi peristaltik
esofagus dan bagian bawah kerja otot mulut dan lidah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad
Arif (2017) bahwa sebagian besar responden mengalami disfagia. Sama halnya
dengan jurnal World Stroke Academy Learning Moduls (2012) pravelensi disfagia
pada penderita stroke berkisar antara 29-67% pada keseluruhan penderita
stroke.
Menurut American journal of critical care (2010), pravelensi disfagia pada
pasien stroke berkisar antara 30-67%, dimana disfagia dengan aspirasi 20-25%
dari pasien stroke. Sejalan dengan hasil workshop dan simposium neuro critical
care on stroke management Bandung (2015) mengatakan pasien stroke dengan
disfagia mencapai 76%. Sehingga disfagia merupakan kasus yang fatal dan
menganggu kualitas hidup seseorang.
Menurut asumsi peneliti bahwa disfagia merupakan salah satu masalah
yang timbul akibat stroke dimana pasien stroke akan kesulitan dalam menelan
cairan atau makanan. Disfagia dapat menjadi ancaman yang serius terhadap
pasien stroke karena adanya resiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi,
penurunan berat bandan, dan sumbatan jalan napas.
4.3.2 Analisis Hubungan Antara Screening Test Menelan Dengan Kejadian
Disfagia Pada Pasien Stroke di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo
3
Hasil penelitian antara screening test menelan dengan kejadian disfagia
dapat dilihat bahwa dari 9 responden yang memiliki kemampuan menelan normal
semuanya tidak mengalami disfagia (30%), sedangkan dari 21 responden yang
memiliki ketidakmampuan menelan normal ada 17 responden yang mengalami
disfagia (56,7) dan 4 responden tidak mengalami disfagia (13,3%). Dari hasil
analisa hubungan screening test menelan dengan kejadian dsfagia dengan
menggunakan uji chi square diperoleh nilai P = 0,00 (P < 0,05). Berarti Ha
diterima yaitu terdapat hubungan antara screening test menelan dengan kejadian
disfagia.
Screening dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana
dan cepat untuk mengidentifikasikan dan memisahkan orang yang tampaknya
sehat, tetapi kemungkinan beresiko terkena penyakit, dari mereka yang mungkin
tidak terkena penyakit tersebut. Screening dilakukan untuk mengidentifikasi
mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk
menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti.
Prinsip pelaksanaan screening test yaitu melakukan pemeriksaan
terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita
penyakit dan bila hasil test negative maka dianggap orang tersebut tidak
menderita penyakit. Bila hasil positif maka dilakukan pemeriksaan diagnostik.
Kriteria untuk pelaksanaan screening test yaitu pertama, Sifat Penyakit seperti
Serius, Prevalensi tinggi pada tahap praklinik, Periode yg panjang diantara tanda–
tanda pertama sampai timbulnya penyakit. Kedua, Uji Diagnostik seperti sensitif
dan spesifik, sederhana dan murah, aman dan dapat diterima, reliable, fasilitas
adekuat. Ketiga, diagnosis dan pengobatan seperti efektif dan dapat diterima,
pengobatan aman yang telah tersedia.
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
saraf otak N.V, N.VII, N.IX, N.X dan N.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta
gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Manifestasi klinis
secara umum pada gangguan menelan adalah : batuk atau tersedak dan suara
menjadi parau atau beriak (gurgling). NANDA memberikan batasan karakteristik
tentang tanda dan gejala sesuai tahapan menelan Menurut Mulyatsih, 2009).
penanganan disfagia ditujukan untuk menurunkan risiko aspirasi, meningkatkan
kemampuan makan dan menelan, serta mengoptimalkan status nutrisi. Intervensi
4
yang dianjurkan pada kasus stroke dengan disfagia mancakup modifikasi diet,
manuver kompensatori, serta latihan menelan (swallowing therapy).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh
Muhammad Arif (2017), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
screening test menelan dengan kejadian dsifagia pada pasien stroke. Hal ini
didukung oleh American journal of critical care (2010), menyatakan bahwa
screening test menelan merupakan alat yang tepat dan memiliki sensitivitas yang
tinggi dalam mendeteksi disfagia dan resiko aspirasi pada pasien stroke sebesar
74%.
Menurut asumsi peneliti menunjukan bahwa pelaksaan screening test
menelan yang dilakukan secara langsung dapat mendeteksi responden yang
mengalami disfagia atau tidak. Pasien disfagia yang cepat dan tepat terdeteksi
akan dapat menetapkan sedini mungkin penatalaksanaan kebutuhan cairan dan
nutrisinya serta teknik atau latihan untuk mengatasi gangguan menelan.
4
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
4
5. Bagi profesi keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan klinik perawat dalam
melakukan screening test menelan dengan disfagia pada pasien
stroke.
4
DAFTAR PUSTAKA
4
Dharma, K. K. (2018). Pemberdayaan Keluarga Mengoptimalkan Kualitas Hidup
Pasien Paska Stroke. CV. Budi Utomo.
Irfanuddin. (2019). Cara Sistematis Berlatih Meneliti. Anggota IKAPI.
Ismansyah. (2008). Pengaruh Latihan Mengunyah dan Menelan Terstruktur
Terhadap Kemampuan Mengunyah dan Menelan Dalam Konteks Asuhan
Keperawatan Pasien Stroke Dengan Disfagia Di Rsud Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya (Westriningsih (Ed.); 1st ed.).
Kanggeraldo, J., Sari, R. P., & Zul, M. I. (2018). Sistem Pakar Untuk
Mendiagnosis Penyakit Stroke Hemoragik dan Iskemik Menggunakan
Metode Dempster Shafer. Jurnal RESTI (Rekayasa Sistem Dan
Teknologi Informasi), 2(2), 498–505.
https://doi.org/10.29207/resti.v2i2.268
Kemenkes RI. (2018). Stroke Dont Be The One (p. 10).
Kesumawati, F. (2018). Hubungan Antara Karakteristik, Tingkat Kecemasan, dan
Ketergantungan dengan Penerimaan Diri Pasien Keterbatasan Gerak
Akibat Stroke di RSUD Koja Jakarta Utara. Journal Scientific Solutem,
1(1), 39–50.
Meszadena Tumanggor. (2020). Pengaruh Latihan Menelan Terhadap
Kemampuan Menelan Pasien Stroke Yang Mengalami Disfagia.
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/29845
Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and
Prevention. Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, 1(2), 36–44.
Purwanto, H. (Ed.). (2016). Keperawatan Medikal Bedah 2.
Said Bassiouny, S. El. (2017). Assessment of Dysphagia in Acute Stroke
Patients by the Gugging Swallowing screen. Global Journal of
Otolaryngology, 9(4), 80–87. https://doi.org/10.19080/gjo.2017.09.555766
Sari, L. M., & Rafdinal, S. (2019). Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Kemampuan
Menelan Pada Pasien Stroke Iskemik. Jurnal Kesehatan Perintis
(Perintis’s Health Journal), 6(2), 127–133.
https://doi.org/10.33653/jkp.v6i2.320
Sari, W., Indrawati, L., & Dewi, C. S. (2016). Care Your Self Stroke Cegah dan
Obati Sendiri (Indriani & S. K (Eds.); 1st ed.). Penebar Plus.
Saryono, A. &. (2013). Metodologi Peneltian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam
4
Bidang Kesehatan. Nuha Medika.
Sinaga, J., & Sembiring, E. (2019). Pencegahan Stroke Berulang Melalui
Pemberdayaan Keluarga Dan Modifikasi Gaya Hidup. Jurnal Abdimas,
22(2), 143–150.
Sivertsen, J., Graverholt, B., & Espehaug, B. (2017). Dysphagia Screening After
Acute stroke: A quality improvement project using criteria-based clinical
audit. BMC Nursing, 16(1), 1–9. https://doi.org/10.1186/s12912-017-0222-
6
Siyoto, S., & Sodik, A. (n.d.). Dasar Metodologi Penelitian.
Sudarsini. (2017). Fisioterapi (Anggota IKAPI (Ed.); 1st ed.). Gunung Samudera.
Sugiyono. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Alfabeta.
Sukesi, Sujianto, U., & Arifin, M. T. (2021). Swallowing Therapy Terhadap
Disfagia Pada Pasien Stroke: Literaure Review. Jurnal Keperawatan,
13(1), 213–226.
Tembaru, M. E. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn.L.M Dengan Stroke
Hemoragik Di Ruangan Komodo RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang. Photosynthetica, 2(1), 1–13.
http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-76887-
8%0Ahttp://link.springer.com/10.1007/978-3-319-93594-
2%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-409517-5.00007-
3%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.jff.2015.06.018%0Ahttp://dx.doi.org/10.10
38/s41559-019-0877-3%0Aht
Utari, D. W., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Kesehatan, I., & Barat, P. S.
(2014). Hubungan Disfagia Dengan Status Gizi Pada Pasien Stroke Di
Poli Neurologi Rsud Achmad Darwis Suliki Tahun 2014 Rsud Achmad
Darwis Suliki.
Wasena, K. A. C. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Stroke
Iskemik Di Ruang Rawat Inap Neurologi RSUD Dr Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2019. 1–122.
Yueniwati, Y. (2016). Pencitraan Pada Stroke (R. Erlangga (Ed.); pertama). UB
Press.
4
Lampiran 1
4
Lampiran 2
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Gorontalo Program Studi S1 Keperawatan: Nama : Yuliyastita
Pahrun NIM : C01417219. Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Screening Test Menelan Dengan Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke”.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
bapak/ibu sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan
dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Jika bapak/ibu tidak bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini, maka tidak ada ancaman bagi
bapak/ibu. Jika bapak/ibu menyetujui, maka saya mohon kesediaan bapak/ibu
untuk menandatangani lembar persetujuan saya dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang saya sertakan. Atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu
sebagai responden saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
YULIYASTITA PAHRUN
4
Lampiran 3
Gorontalo, 2021
Responden
4
Lampiran 4
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :……………………………………………..
2. Jenis kelamin : …………………………………….
3. Umur/ Tahun Lahir :………………………………..
4. Alamat :……………………………………………..
5. Tingkat Pendidikan :.................................................................
□ Tidak Sekolah
□ SD
□ SLTP
□ SLTA
□ Perguruan Tinggi
6. Pekerjaan : ………………………………
□ Pegawai Negeri Sipil
□ Wiraswasta
□ Buruh/Tani
□ Lain-lain
Lampiran
5
Lembar observasi screening menelan
1. Tes menelan tidak langsung
YA TIDAK
Kewaspadaan 1 0
- Ngiler 0 1
- Perubahan suara 0 1
Jumlah
5 : tes menelan
Pemeriksaan Bertahap 1 2 3
Cair* Semi Padat***
padat**
Proses menelan
- Tidak dapat menelan 0 0 0
- Menelan tertunda 1 1 1
(>2 detik, bahan padat >10
detik)
- Menelan dengan baik 2 2 2
Batuk (tidak disengaja)
(sebelum, selama dan setelah
makan, sampai 3 menit
kemudian)
5
- Ya 0 0 0
- Tidak 1 1 1
Ngiler
- Ya 0 0 0
- Tidak 1 1 1
Perubahan suara (suara
diperhatikan sebelum dan
sesudah menelan, kata “oh”
- Ya 0 0 0
- Tidak 1 1 1
Jumlah
1-4 : 1-4 : 1-4 :
pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan
lebih lanjut lebih lanjut lebih lanjut
5 : normal 5 : normal 5 : normal
Kesimpulan
Jumlah
Keterangan :
Pasien harus dapat menyelesaikan seluruh subtes untuk meraih 5 poin di setiap
subtes.
Jika nilai subtes < 5 poin, pemeriksaan dihentikan dan dilanjutkan pemeriksaan
penunjang berikutnya yaitu videofluoroscopy atau fiberoptic endoscopy.
5
A. Lembar skor Dysphagia
Kesadaran 2 5 8 10
Tidak Sukar Tidur tapi mudah Sadar
berespon dibangunkan dibangunkan penuh
Suara napas 2 4 6 8 10
Slim Ronchi berat Ronchi sedang Ronchi Bersih
banyak ringan
Komprehensi 1 2 3 4 5
Respon Mengikuti Mengikuti satu Kadang- Normal
minimal pembicaraan perintah kadang
bisa
Bicara 1 2 3 4 5
Tidak Beberapa kata Membentuk disartria Normal
ada/suara saja kalimat
minimal
Motorik bibir 1 2 3 4 5
Tidak ada Sangat tidak Tidak Sedikit Normal
gerakan simetris/sukar simetris/gerakan tidak
digerakan
terganggu simetris
Gerakan 2 4 6 8 10
lidah Tidak ada ROM sangat ROM terbatas Gangguan Normal
gerakan terbatas ROM
ringan
Palatum 1 2 3 4 5
Tidak ada Asimetris Asimetris Asimetris normal
gerakan berat sedang ringan
Refleks Gag 1 2 3 4 5
Tidak bisa Reflek satu Reflek menurun Reflek gag Normal
dikaji sisi hilang tak
simetris
Fonasi 1 2 3 4 5
Tidak ada Seperti suara Serak Serak normal
suara berkumur ringan
Batuk 2 4 6 8 10
5
tidak ada Reflek batuk Reflek batuk Sering normal
sangat lemah agak lemah batuk
Mengunyah 1 2 3 4 5
Tidak bisa Minimal Kurang mampu Ada sisa Normal
membentuk makanan
bolus di mulut
Oral 2 4 6 8 10
Tidak ada Sangat tidak sangat Lambat Normal
gerakan terorganisasi lambat memindah
memindahkan kan
makanan ( >5 makanan
detik) (1-5 detik)
Pharink 2 4 6 8 10
Tidak ada Sangat Lambat ( 3-5 Agak Normal
gerakan lambat (>5 detik) lambat (1-
detik) 2 detik)
Toleransi 1 2 3 4 5
menelan Tidak Toleran Makanan kental Makanan Semua
toleran makanan dan cair lunak dan jenis
kental cair makanan
TOTAL SKOR :
5
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian
5
Lampiran 6 Surat Ijin Kesbangpol
5
Lampiran 7 Rekomendasi Penelitian DPMPTSP
5
Lampiran 8 Surat Selesai Penelitian
5
Lampiran 9 Master Tabel
Strok Skor Skor Disfagia
Jenis Lama skreening tes
No Nama Umur Kode Pendidikan Kode Pekerjaan kode yang Kode Kode Gangguan kode Kategori kode
Kelamin Diderita menelan
diderita Menelan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Total
Tidak mampu 1
1 T.n R.l 51 laki-laki 2 SLTA 3 wiraswasta 2 SNH 1 1 hari 1 3 menelan normal 2 8 6 4 4 3 4 3 4 3 6 4 8 4 2 63 Disfagia
mampu menelan Tidak 2
2 T.n Hw 44 laki-laki 2 SLTA 3 Buruh/tani 3 SH 1 1 hari 1 20 normal 1 10 10 5 5 5 10 5 4 5 10 5 10 8 5 97 Disfagia
5
Tn. Tidak mampu 1
23 T.D 54 laki-laki 2 SD 1 Buruh/tani 3 SH 1 7 hari 2 2 menelan normal 2 8 8 4 3 3 8 3 3 3 6 4 8 8 3 72 Disfagia
6
Lampiran 10 Hasil Uji SPSS
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
6
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jenis Stroke
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lama Perawatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
gangguan menelan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
6
skor disfagia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
skor disfagia
Chi-Square Tests
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.90.
6
Lampiran 11 Dokumentasi
6
Responden 13 Responden 14 Responden 15
6
Responden 16 Responden 17 Responden 18
6
Responden 28 Responden 29 Responden 30