Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

“Asuhan Keperawatan pada Narapidana”

Dosen Pembimbing
Ns. Nur Uyun I Biahimo. M.Kep

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4 :

25. Mohammed Owen Dukalang


26. Mutia Noer Hidayati Ahmad
27. Niken Mile
28. Nuradyan Mantu
29. Nur’ain Mooduto
30. Nurlatifa
31. Oktaviani Dela K. Tantu
32. Rahmalia Yacob

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVESITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
TA.2020/22021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, semoga sholawat dan salam dilimpahkan
kepada Hamba dan Rosull-Nya Muhammad SAW juga kepada keluarga dan segenap
sahabatnya.
Atas berkat rahmat, hidayah dan pertolongan Allah, Alhamdullilah makalah ini bisa
saya selesaikan, dan makalah ini hanyalah sebagai pengantar bagi mahasiswa yang ingin
mempelajari ”Asuhan keperawatan pada narapidana”
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari banyak kesalahan dan kekurangan-
kekurangan yang tidak disengaja yang terdapat dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu
kami mengharapkan kepada para pembaca yang membaca untuk dapat melengkapi ataupun
mengoreksi isi dari makalah ini.
Semoga kehadiran makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca
dan terutama bagi kita semua.

Gorontalo, 16 November 2020

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................................................................ 3

BAB I............................................................................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN....................................................................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang........................................................................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah..................................................................................................................................................... 6

C. Tujuan........................................................................................................................................................................... 6

BAB II........................................................................................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN.......................................................................................................................................................................... 7

A. Pengertian................................................................................................................................................................... 7

B. Etiologi.......................................................................................................................................................................... 7

C. Masalah Kesehatan Narapidana.......................................................................................................................... 9

D. Klasifikasi.................................................................................................................................................................. 10

E. Penatalaksanaan..................................................................................................................................................... 11

BAB III....................................................................................................................................................................................... 14

TINJAUAN KASUS................................................................................................................................................................. 14

A. Konsep Askep pada Narapidana...................................................................................................................... 14

B. Asuhan Keperawatan pada Narapidana....................................................................................................... 18

BAB IV....................................................................................................................................................................................... 28

PENUTUP................................................................................................................................................................................. 28

A. Kesimpulan............................................................................................................................................................... 28

B. Saran........................................................................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................................... 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kunci keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup adalah ketika seseorang mampu
mempertahankan kondisi fisik, mental dan emosionalnya dalam suatu kondisi yang
optimal melalui pengendalian diri, peningkatan aktualisasi diri serta selalu menggunakan
mekanisme koping yang efektif dalam menyelesaikan masalah. Setiap individu memiliki
kekuatan, martabat, tumbuh kembang, kemandirian dan merealisasikan diri, potensi untuk
berubah, kesatuan yang utuh mulai dari bio psiko sosial dan spiritual, perilaku yang
berarti, serta persepsi, pikiran, perasaan dan gerak. Keseluruhannya merupakan suatu
rangkaian yang tidak terpisahkan (Jaya, 2015).
Menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk kelompoknya.
Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan kebahagiaan,
kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, atau harapan. Kesehatan jiwa melibatkan
sejumlah kriteria yang terdapat dalam suatu rentang. Kriteria sehat jiwa yaitu, sikap positif
terhadap diri sendiri, berkembang aktualisasi diri dan ketahanan diri, integrasi, otonomi,
persepsi sesuai realitas, dan penguasaan lingkungan (Stuart, 2017).
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh individu
yang menyebabkan distres, disfungsi, dan menurunkan kualitas kehidupan. Hal ini
mencerminkan disfungsi psikobiologis dan bukan sebagai akibat dari penyimpangan sosial
atau konflik dengan masyarakat (Stuart, 2017).
Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan jiwa adalah seseorang
yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan pikirannya secara normal.

4
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS
(Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan subjek yang tidak
berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau
kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Oleh karenanya,
yang harus diberantas adalah factor, factor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat
hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau kewajiban- kewajiban
sosial lain yang dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun 2016:26).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani
hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami kesulitan
untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi mereka harus tetap
mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga
harus terpisah dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa, kehilangan kebebasan untuk
tinggal diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya. Hal tersebut akan menyebabkan
seseorang mendapatkan tekanan karena hidup di dalam lembaga pemasyarakatan yang
mengakibatkan mereka menjadi stres. Jika seseorang sudah mengalami stres berat, ia akan
beresiko untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain bahkan dapat terjadi
percobaan bunuh diri.
Stres merupakan hal yang menjadi bagian dari kehidupan manusia. Stres juga
merupakan tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban atasnya
yang bersifat non spesifik. Namun, di samping itu stres dapat juga merupakan faktor
pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu gangguan atau penyakit. Faktor-faktor
psikososial cukup mempunyai arti bagi terjadinya stres pada diri seseorang. Kehidupan
narapidana di lembaga pemasyarakatan juga selalu dijaga oleh petugas. Seluruh aktivitas
akan selalu diawasi oleh para petugas sehingga mereka merasa kesulitan untuk beraktivitas
dan selalu merasa dicurigai karena dipantau oleh petugas. Para narapidana ini merasa
dirinya tidak berguna ketika hidup di lembaga pemasyarakatan karena tidak dapat berbuat
apa-apa. Mereka juga memikirkan kehidupan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Mereka berpikir bahwa dirinya sudah dianggap penjahat oleh orang-orang sekitar sehingga
tidak mau untuk bersosialisasi dengan komunitas. Mereka juga akan merasa dirinya sulit
mendapatkan pekerjaan karena masa lalunya yang pernah ditahan di lembaga
pemasyarakatan dan sudah dianggap penjahat. Ini dapat mengakibatkan mereka merasa
dirinya tidak berguna lagi sehingga akan berdampak pada psikologisnya berupa penurunan
harga diri.

5
Stres dan harga diri rendah sangat berhubungan dan harus segera ditangani. Apabila
stres dan harga diri rendah sudah terjadi pada seorang individu, ini akan mempengaruhi
seseorang dalam berpikir dan akan mempengaruhi terhadap koping individu tersebut
sehingga menjadi tidak efektif. Bila kondisi seorang individu dengan stres dan harga diri
tidak ditangani lebih lanjut, akan menyebabkan individu tersebut tidak mau bergaul
dengan orang lain, yang menyebabkan mereka asik dengan dunia dan pikirannya sendiri
sehingga dapat muncul risiko perilaku kekerasan. Selain dapat membahayakan diri sendiri,
lingkungan, maupun orang lain juga dapat terjadi percobaan bunuh diri pada individu yang
mengalami stres dan harga diri rendah.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam
memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional setting” . perawat
memberikan pelayanan secara menyeluruh. Warga binaan memiliki hak untuk
mendapatkan kesejahteraan kesehatan baik fisik mauapun mental selama masa pembinaan.
Namun hal tersebut kurang mendapatkan perhatian. Kenyataannya banyak narapidana
yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai
berat (Butler, dkk. 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pada narapidana ?
2. Apa faktor penyebab pada narapidana ?
3. Bagaimana klasifikasi pada narapidana
4. Apa masalah kesehatan pada narapidana
5. Bagaimana penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada narapidana ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pada narapidana
2. Untuk mengetahui faktor penyebab pada narapidana
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada narapidana
4. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada narapidana
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada narapidana.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi
lainnya, menurut perundang- undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena
tindak pidana) atau terhukum.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995). Narapidana yang diterima
atau masuk kedalam lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan negara wajib
dilapor yang prosesnya meliputi: pencatatan putusan pengadilan, jati diri ,barang dan
uang yang dibawa, pemeriksaan kesehatan, pembuatan pasphoto, pengambilan sidik jari
dan pembuatan berita acara serah terima terpidana. Setiap narapidana mempunyai hak dan
kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Narapidana yang
ditahan dirutan dengan cara tertentu menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang
hukum acara pidana (KUHAP) pasal 1 dilakukan selama proses penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaan untuk disidangkan di pengadilan.Pihak-Pihak yang menahan adalah
Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHAP
Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana
termasuk pencurian. Batas waktu penahanan bervariasi sejak ditahan sampai dengan 110
hari sesuai kasus dan ketentuan yang berlaku.

B. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan

7
lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi
nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada
umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations)
harus diperhatikan.
3. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi
terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu- waktu krisis, pengangguran
dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan
dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin
membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengangguran adalah faktor yang paling penting.
b. Faktor Mental
1. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara
menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang merupakan fakta
bahwa norma- norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama
dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan
kecenderungan-kecenderungan kriminal.
2. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor krimogenik
yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita
dan gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain dan akhirnya
cerita- cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan
kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan
demikian ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung
dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
Harian- harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat
berasal dari koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film
8
(termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama
kenakalan remaja akhir- akhir ini.
c. Faktor Pribadi
1. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik secara yuridis
maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu berhubungan dengan faktor-
faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi faktor-faktor tersebut pada akhirnya
merupakan pengertian- pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya dalam
kerjasamanya dengan faktor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti
bagi kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama
masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan
sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada
hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung
dari irama kehidupan manusia.
2. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran
lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks,
dan penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan faktor yang kuat,
masih juga merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
3. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali
terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan
kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis,
perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan revolusi ekonomi. Di
samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api
menambah bahaya akan terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.

C. Masalah Kesehatan Narapidana


a. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai
adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena

9
banyak yang mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.
b. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakit
menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
1. HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6 kali lebih tinggi
daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini berkaian dengan
perilaku yang beresiko tinggi seperti penggunaan obat-obaan, sexual intercourse
yang tidak aman dan pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan
angka kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan program pendidikan
kesehatan mengenai HIV dan AIDS.
2. Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi umum walaupun
data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obat
lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi.
National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan agar
dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika diindikasikan maka harus segera
diberikan pengobatan. NCCHC juga merekomendasikan pendidikan bagi semua
staf dan tahanan mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan
kemajuan penyakit.
3. Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi umum. Hal ini terkait
dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang mempengaruhi
penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga yang menangani tuberculosis yaitu
CC merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga
pemasyarakatan yaitu:
1) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
2) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang
sesuai
3) Monitoring dan evaluasi skrining

10
D. Klasifikasi
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada lembaga
pemasyarakatan, yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya tahanan wanita
yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain
(terpisah dari anak), korban penganiayaan dan kekerasan social, penyalahgunaan
obat terlarang. Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini diberikan belum
cukup maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan
ginekologi untuk wanita hamil dan korban kekerasan seksual. NCCHC
menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan pelayanan
kesehatan :
1. LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk pemeriksaan
ginekologi secara koprehensif.
2. Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi, korban dari
penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai orang tua dan pemakaian
obat- obatan dan alcohol.
b. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat mereka
harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan menghalagi
pemenuhan kebutuan untuk berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan
nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah
kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau
tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan
pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa pada usia ini paling rentan
terkena masalah kesehatan.

E. Penatalaksanaan
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).

11
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang
paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
c. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar
mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto,
2009).
1. Terapi kerja pada narapidana laki laki
1) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang- binatang
dianggap dapat membantu narapidana untuk mendapatkan terapi secara
psikologis dan menjadi lebih terlatih secara emosional. Binatang yang
dilatih tidak hanya binatang peliharaan, namun juga binatang yang
ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya. Diharapkan nantinya
binatang- binatang ini juga dapat berguna di masyarakat, sama seperti
narapidana yang mendapatkan pelatihan untuk dapat diterima dan
bekerja dengan masyarakat lainnya.
2) Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai
pelatihan memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang
mendapatkan pekerjaan sederhana seperti membuka kaleng, banyak
pula yang mendapatkan pelatihan memasak secara khusus, mulai dari
membuat menu hingga menyusun anggaran. Beberapa penjara juga
12
bekerja sama dengan restoran lokal untuk memberi pelatihan ini.
Selain itu, dengan pekerja di dapur, mereka tidak perlu banyak
berinteraksi dengan masyarakat yang mungkin memandang negatif.
3) Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi pada
mantan penjahat, namun di penjara, narapidana diberikan pengetahuan
mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan
narapidana memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih
mengerti mengenai tindak kejahatan.
Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat memberikan
konseling dengan lebih baik kepada orang-orang yang bermasalah
berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang mereka
terima.
2. Terapi kerja pada anak
1) Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal baginya
setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada mereka di berikan
latihan kerja. Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan oleh lembaga
pemasyarakatan sedangkan tempat penentuan kerja dan jenis pekerjaan
yang akan diberikan kepada narapidana ditetapkan oleh Tim Pengamat
Pemasyarakatan. Latihan kerja ini berupa latihan kerja di bidang
pertanian, Perkebunan, Pengelasan, Penjahitan dan lain sebagainya.
3. Terapi kerja pada narapidana perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di Lapas IIB
Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill dengan
pendekatan perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang dilaksanakan
yaitu pembinaan intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan
rekreatif. Pembinaan hard skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan kerja.Ketrampilan
khusus yang di latihkan pada naraidana perempuan berupa ketrampilan
hidup seperti pertukangan kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis,
kerajinan sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.

13
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Konsep Askep pada Narapidana


a. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Tanggal dirawat
e. Tanggal pengkajian
f. Nomor rekam medis
2. Faktor predisposisi
a. Genetik
b. Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmiter.
c. Teori virus dan infeksi
3. Faktor presipitasi
a. Biologis
b. Sosial kutural
c. Psikologis
4. Penilaian terhadap stress
5. Sumber koping
a. Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
b. Pencapaian wawasan
c. Kognitif yang konstan
d. Bergerak menuju prestasi kerja
6. Mekanisme koping
a. Regresi (berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
b. Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)

7
c. Menarik diri
d. Pengingkaran
b. Diagnose Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
Harga Diri Rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. (Gail. W.
Stuart, 2007).Tanda dan gejala dari HDR meliputi DS dan DO yaitu :
DS:
1. Mengejek dan mengkritik diri.
2. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
3. Menunda keputusan.
4. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup.
5. Perasaan tidak mampu.
6. Pandangan hidup yang pesimitis.
7. Tidak menerima pujian.
8. Penurunan produktivitas.
9. Penolakan tehadap kemampuan diri.
DO :
1. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan
zat.
2. Kurang memperhatikan perawatan diri.
3. Berpakaian tidak rapi.
4. Berkurang selera makan.
5. Tidak berani menatap lawan bicara.
6. Lebih banyak menunduk.
7. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
8. Merusak atau melukai orang lain.
9. Sulit bergaul.
10. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
11. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan halusinasi.
Dalam HDR juga terdapat faktor predisposisi yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri
2. Faktor yang mempengaruhi peran.

15
3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
4. Faktor biologis
Faktor presipitasi dalam HDR yang mana stressor pencetus dapat berasal dari
internal dan eksternal, yaitu:
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya sebagai frustasi. 
Rentang Respon

c. Intervensi keperawatan
1) Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.

16
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
2.1 Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
3.1 Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
4.1 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
5.1 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
6.1 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
2.3 Utamakan memberi pujian yang realistis
2.4 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan :
5.1 Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

17
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

B. Asuhan Keperawatan pada Narapidana


Contoh kasus
Tanggal Pengkajian : 18 Februari 2019
Tanggal Masuk : 18 Oktober 2018
Ruang : Rajawali
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 24 Tahun
Alamat : Singkawang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Melayu / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak ada
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung
Alamat : Singkawang

2. Alasan Masuk
Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan pencurian.
3. Faktor Predisposisi
1) Klien belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya.
2) Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah
3) Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
ketika sekolah selalu di bully.

18
4. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda – tanda vital
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Suhu : 36,5 ºC
 Pernafasan : 26 x/menit
2) Ukuran
 Tinggi badan : 169 cm
 Berat badan : 62 Kg
3) Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan fisik
5. Psikososial
1) Konsep Diri
a. Citra Tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang paling disukai adalah
mata karena bisa melihat.
b. Identitas : Klien mengatakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.
c. Peran : Klien mengatakan di dalam keluarganya atau dirumah sebagai
anak.
d. Ideal diri : Klien mengatakan merasa takut jika keluar dari lapas
e. Harga diri : Klien mengatakan malu berhadapan langsung dengan orang
lain selain ibu dan adiknya,klien merasa tidak pantas jika berada diantara
orang lain, kurang interaksi social karena statusnya sebagai narapidana.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
2) Hubungan Sosial
a. Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya.
b. Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien masuk lapas sering
keluyuran tidak jelas
3) Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi selama di lapas
pasien sering sholat.
4) Status Mental
a. Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut jarang disisir, klien
menggunakan baju yang disediakan di lapas.

19
b. Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan dapat
dipahami.
c. Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk, aktivitas klien
menyesuaikan.
d. Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika masa tahanan nya
sudah selesai karena takut tidak diterima oleh masyarakat
e. Afek : Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien lambat
f. Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang karena
menunduk,sesekali klien menengadah,selalu menjawab jika ditanya.
g. Persepsi : Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
h. Pola Fikir : Tidak ada waham.
i. Tingkat kesadaran : Klien sadar hari, tanggal dan waktu saat
pengkajian, hari jum’at tanggal 18 Februari 2019 jam 16.30 WIB,hari
berikutnya juga klien sadar hari sabtu tanggal 19 Februari 2019.
j. Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat masa lalunya.
k. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien berhitung lancar, contoh 20
– 15= 5
l. Kemampuan Penilaian : Klien mampu menilai antara masuk kamar
setelah makan atau membiarkan kursi tidak rapi, klien memilih
membereskan kursi
m. Daya Tilik Diri : Klien tahu dan sadar bahwa dirinya dirumah sakit
jiwa.

6. Pola Fungsional Kesehatan


1) Makan
Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore, minum ± 6 gelas / hari, mandiri.
2) BAB / BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ± 4x sehari, mandiri.
3) Mandi
Klien mandi 2x sehari, pagi dan sore, gosok gigi setiap kali mandi,
mandiri.
4) Berpakaian / berhias
Klien mampu berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain.
5) Istirahat dan Tidur

20
Klien lebih banyak tiduran, tidur siang 12.30 WIB15.00 WIB,tidur malam
jam 20.00WIB 04.30 WIB.

6) Penggunaan obat
Klien minum obat 3x sehari setelah makan. Haloperidol 2x5 mg,
trihexiperidine 2x2 mg.
7) Pemeliharaan Kesehatan
Klien sudah pernah periksa di RSJD Soedjarwadi Klaten tetapi rawat
jalan.
8) Kegiatan di Dalam Rumah
Klien dirumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah

7. Mekanisme Koping
1) Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu
2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang lain,lebih
suka diam.
Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.

8. Masalah Psikososial dan Lingkungan


1) Masalah berhubungan dengan lingkungan : Klien menarik diri dari
lingkungan
2) Masalah dengan kesehatan (-)
3) Masalah dengan perumahan :Klien tinggal dengan kedua orang tua dan 2
saudaranya.
4) Masalah dengan Ekonomi : Kebutuhan klien dipenuhi oleh ibunya akan
tetapi ekonomi keluarganya sulit.

9. Aspek Medik
1) Diagnosa Medis : Schizofrenia
2) Terapi
 Haloperidol 2x5 mg
 Trihexiperidine 2x2 mg

21
3) Masalah Keperawatan
 Harga Diri Rendah
 Menarik Diri
 Koping Individu Tidak Efektif
4) Pohon Masalah

Menarik Diri

Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

b. Analisa Data
No Data Etiologi Problem

1. Ds : Koping Individu Harga Diri Rendah


o Klien mengatakan Tidak Efektif
teman berkurang
semenjak di lapas
o Klien malu dengan
teman karena klien
merasa tidak pantas
diantara mereka
o Klien mengatakan malu
untuk jika keluar dari
lapas karena statusnya
sebagai napi

Do :
o Klien tampak malu saat
berbicara

22
c. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah b/d koping individu tidak efektif

d. Intervensi
No Dx.Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1. Harga Diri Rendah TUM


berhubungan Klien dapat  Klien mampu 1. Lakukan pendekatan
dengan Koping melakukan duduk dengan baik, menerima
Individu Tidak keputusan yang berdampinga klien apa adanya dan
Efektif efektif untuk n dengan bersikap empati
mengendalikan perawat 2. Cepat mengendalikan
situasi  Klien mampu perasaan dan reaksi
kehidupan berbincang - perawatan diri sendiri
yang demikian bincang misalnya rasa marah
menurunkan dengan ,empati.
perasaan perawat 3. Sediakan waktu untuk
rendah diri  Klien mampu berdiskusi dan bina
TUK 1 merespon hubungan yang sopan.
Klien dapat tindakan 4. Berikan kesempatan
menbina perawat kepada klien untuk
hubungan merespon.
terapeutik
dengan perawat
TUK 2  Klien dapat 1. Tunjukan emosional
Klien dapat mengungkapk yang sesuai
mengenali dan an 2. Gunakan tekhnik
mengekspresik perasaannya komunikasi terapeutik
an emosinya  Klien mampu terbuka,
mengenali 3. Bantu klien
emosinya dan mengekspresikan
dapat perasaannya
mengekspresi 4. Bantu klien

23
kannya mengidentifikasikan
situasi kehidupan yang
tidak berada dalam
kemampuan dan
mengontrolnya
5. Dorong untuk
menyatakan secara
verbal perasaan –
perasaan yang
berhubungan dengan
ketidak mampuannya.
TUK 3  Klien dapat 1. Diskusikan masalah
Klien dapat mengidentifik yang dihadapi klien
memodifikasi asi pemikiran dengan memintanya
pola kognitif yang negatif untuk menyimpulkannya
yang negative  Klien dpat 2. Identifikasi pemikiran
menurunkan negatif klien dan bantu
penilaian untuk menurunkan
yang melalui interupsi dan
negatifpada substitusi
dirinya. 3. Evaluasi ketetapan
persepsi logika dan
kesimpulan yang dibuat
klien
4. Kurangi penilaian klien
yang negatif terhadap
dirinya
5. Bantu klien menerima
nilai yang dimilikinya
atau perilakunya atau
perubahan yang terjadi
pada dirinya.
TUK 4  Klien mampu 1. Libatkan klien dalam
Klien dapat menentukan menetapkan tujuan yang

24
berpartisipasi kebutuhan ingin dicapai
dalam untuk 2. Motivasi klien untuk
mengambil perawatan membuat jadwal
keputusan yang pada dirinya aktivitas perawatan
berkenan  Klien dapat dirinya
dengan berpartisipasi 3. Berikan privasi sesuai
perawatan dalam kebutuhan yang
dirinya pengambilan ditentukan
keputusan 4. Berikan reinsforcement
posotif tentang
pencapaian kegiatan
yang telah sesuai dengan
keputusan yang
ditentukannya

e. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal No Implementasi Evaluasi
/ Jam
18 1. Bina hubungan saling S :
Februari percaya dengan : Klien menjawab salam dan
2019  Menyapa klien dengan mengatakan selamat
Jam ramah pagi,menyebutkan nama dan
12.30  Memperkenalkan diri alamat
dengan sopan O:
 Menanyakan nama  Klien mau berjabat tangan
lengkap serta alamat  Klien mau duduk
klien berdampingan dengan perawat
 Menunjukan sikap  Klien mau mengutarakan
empati, jujur dan masalahnya
menempati janji A : SP 1 tercapai
 Menanyakan masalah P :
yang dihadapi ● Lanjutkan SP 2 adakan kontrak
waktu pertemuan berikutnya.
● Anjurkan klien untuk dapat

25
menyapa perawat jika bertemu
dan percaya jika perawat akan
membantu masalah yang
dihadapi
19 2. Bina hubungan terapeutik S :
Februari dengan perawat dengan : Klien mau duduk
2019  Pendekatan dengan berdampingan dengan perawat
Jam baik ,menerima O :
15.30 klien apa adanya  Klien mampu berbincang –
 Mengidentifikasi bincang dengan perawat
perasaan dan reaksi  Klien mampu merespon
perawatan diri tindakan perawat.
sendiri A : SP 2 tercapai
 Menyediakan waktu P :
untuk bina ● Lanjutkan SP 3 adakan kontrak
hubungan yang waktu pertemuan berikutnya
sopan ● Anjurkan klien mampu
 Menberikan berkomunikasi,mampu
kesempatan untuk memulai berbicara dan tidak
merespon janggung.
20 3. Mengidentifikasi S:
Februari kemampuan dan aspek Klien mengatakan cara
2019 positif yang dimiliki penilaian positif tidak boleh
Jam dengan : berfikir jelek terhadap orang
17.00  Membantu lain,sopan santun dan ramah
mengidentifikasi yang diutamakan.
dengan aspek yang O :
positif  Klien dapat mengungkapkan
 Mendorong agar perasaannya
berpenilaian positif A : SP 3 teratasi sebagian
 Membantu P:
mengungkapkan ● Lanjutkan SP 1 keluarga
perasaannya ● Anjurkan klien untuk
mempertahankan hubungan

26
saling percaya berinteraksi
secara terarah.

27
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995). Seseorang yang terpaksa
tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani hukuman akan mempengaruhi
kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan
kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi mereka harus tetap mengikuti aturan-
aturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga harus terpisah
dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa, kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar,
atau kehilangan pola seksualitasnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang menjadi narapidana adalah faktor ekonomi,
faktor mental, dan faktor pribadi. Masalah kesehatan yang muncul pada narapidana yang
berada di lapas yaitu kesehatan mental dan fisik. Kebanyakan masalah kesehatan terjadi
pada narapidana wanita dan remaja karena adanya koping tidak efektif. Penatalaksanaan
pada narapidana yang mengalami gangguan jiwa yaitu terapi psikoterapi, keperawatan,
terapi kerja.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam
memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan kepada semua masyarakat
bahkan narapidana sekalipun, karena banyak narapidana yang mengalami gangguan
psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk. 2005).

B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penangan masalah keperawatan
khusunya pada narapidana harus memiliki pengetahuan yang luas dan tindakan yang
dilakukan harus rasional sesuai gejala penyakit dan asuhan keperawatan hendaknya
diberikan secara komprehensif, biopsikososial cultural dan spiritual.

28
DAFTAR PUSTAKA

Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap Perempuan


dan Anak di Jawa Timur . Yogyakarta : Lappera Pustaka Utama.
Sumardi. Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok . Jakarta: Rajawali.
Halfiah. Fikri. (2009). Perdagangan Manusia. .
http://kubil.blogspot.com/2009/06/perdagangan- manusia.html.
Karundeng, Narwasti Vike.2005.Sosialisasi Penyadaran Isu Trafiking : APA ITU
TRAFIKING.[terhubung berkala] http://osdir.com/ml/culture.region.
indonesia.ppi- india/2005-03/msg01095.html(24 Februari 2011)

29

Anda mungkin juga menyukai