Anda di halaman 1dari 103

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

PADA LANSIA DI LKS BERINGIN KABUPATEN GORONTALO

SKRIPSI

FIRAWATY ISHAK
NIM. C01417053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022

i
ii
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI LKS BERINGIN KABUPATEN GORONTALO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat wajib dalam menyelesaikan jenjang


pendidikan Sarjana Keperawatan

FIRAWATY ISHAK
NIM. C01417053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya menyatakan bahwa skripsi Hubungan Aktivitas Fisik dengan


Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo
adalah karya saya dibawah asuhan dari dewan bimbingan. Penelitian ini
belum pernah diajukan ke universitas manapun dan tidak ada
plagiarisme. Sumber informasi yang disediakan atau berasal dari karya
yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain dikutip dalam
teks dan termasuk dalam daftar di bawah ini. Jika konten plagiarisme
ditemukan di kemudian hari, kami bersedia mengambil tindakan hukum
dan menyelidiki sesuai dengan peraturan terkait.

Gorontalo, Maret 2022

FIRAWATY ISHAK
NIM. CO1417053

iv
PENGESAHAN PEMBIMBING

Nama : Firawaty Ishak


NIM : CO1417053
Tahun Masuk : 2017
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Judul Penelitian : Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo

Disetujui Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Andi Akifa Sudirman, S.Kep, M.Kep Ns. Rona Febriyona, S.Kep, M.Kep
NIDN : 913108802 NIDN : 916028880

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi


Fakultas Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan

Ns. Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM, M.Kep Ns. Harismayanti, S.Kep, M.Kep
NBM : 1328876 NBM : 1150469

v
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI

Nama : Firawaty Ishak


NIM : CO1417053
Tahun Masuk : 2017
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Judul Penelitian : Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo

Telah dinyatakan lulus ujian tanggal : ……………….

KOMISI PENGUJI

1. Ns. Andi Akifa Sudirman, S.Kep, M.Kep (………………………….)

2. Ns. Rona Febriyona, S.Kep, M.Kep (………………………….)

3. DR. Apris Ara Tilome, S.Ag., M.Si (………………………….)

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi


Fakultas Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan

Ns. Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM, M.Kep Ns. Harismayanti, S.Kep, M.Kep
NBM : 1328876 NIDN : 920048704

vi
MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu


telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain, dan hanya kepada Allah lah hendaknya kamu berharap”
(Q.S Al-Insyirah:6-8)

“Dalam setiap keputusan atas pilihan yang kita lakukan pasti ada
konsekuensi baik atau buruk. Jangan pernah menyesali pilihan yang sudah
diambil, pasti akan ada hikmah yang terkandung didalamnya. Akan ada
pelangi di ujung hujan”
(FIRA)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim, Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan


kesehatan lahir dan batin untuk penyelesaian Skripsi ini.

Persembahan tugas akhir ini dan rasa terima kasih aku uncapkan untuk
Keluargaku tercinta, terutama kedua orangtuaku, Bapak Effendi Ishak dan
Ibu Sartin Husain, yang selalu berusaha, berdoa dan bekerja keras demi
kesuksesanku, kalian adalah sumber inspirasi dan semangat untuk
menyelesaikan studi ini hingga akhir. Kalian selalu ada buatku saat suka dan
duka, kepada Adikku Ferianto Ishak, oma, opa dan sepupu-sepupuku yang
selalu mendukung, membantu serta mendo’akanku. Ku persembahkan Skripsi
ini sebagai bentuk dharma bakti, cinta serta kasih sayangku pada kalian.

Sahabat - sahabatku, Hartati Pulubuhu, Siti Nurkholizah Masionu, Nurul


Hasanah, Srisusanti Abdullah, Rahmona Monengo, Elsilawati Yunus, Fatma
Abdullah yang telah berjuang bersama dari awal hingga akhir, selalu memberikan
semangat yang tidak henti - hentinya untuk penyelesaian studi ini.

Teman-teman Angkatan 2017 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu


Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo, terima kasih atas
kebersamaan selama ini…

Untuk Pembimbing dan Penguji, yang selama ini dengan tulus ikhlas dan
meluangkan waktunya untuk membimbing, menuntun dan mengarahkan
dalam penyusunan skripsi ini. Ku persembahkan kepada pembimbing 1 Ns.
Andi Akifa Sudirman, S.Kep, M.Kep dan Pembimbing 2 Ns.
Rona Febriyona, S.Kep, M.Kep, beserta pengujiku DR.
Apris Ara Tilome, S.Ag., M.Si

ALMAMATER TERCINTA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
Tempat Ku menimba ilmu, tempat ku ditempa, tempat ku di didik hingga
menjadi Manusia yang berpendidikan dan berguna bagi Nusa dan Bangsa,
Insha Allah…..

vii
KATA PENGANTAR

Dengan sepenuh hati yang meliputi pengertian rasa syukur dan puji,
penulis memanjatkan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS
Beringin Kabupaten Gorontalo” sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semoga
Allah SWT selalu dapat memberikan tuntunan dan bimbingan guna
kesempurnaan Skripsi ini.
Peneliti banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak selama penelitian
dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo Prof. Dr. Abd. Kadim
Masaong, M.Pd
2. Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Prof. Dr. Hj. Moon
Hidayati Otoluwa, M.Hum
3. Wakil Rektor 2 Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Dr. Salahudin
Pakaya, S.Ag, M.Si.
4. Wakil Rektor 3 Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Dr. Apris A. Tilome,
S.Ag, M.Si yang juga selaku penguji yang telah memberikan nasehat, saran
dan kritikan untuk Skripsi yang lebih baik lagi
5. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Ns.
Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM. M.Kep
6. Ketua Program Studi Ners Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Ns.
Harismayanti, S.Kep, M.Kep
7. Pembimbing I Ns. Andi Akifa Sudirman, S.Kep, M.Kep dan Pembimbing II
Ns. Rona Febriyona, S.Kep, M.Kep yang telah banyak membantu dan
memberikan bimbingan, penghargaan serta masukan dalam menyelesaikan
Skripsi ini.
8. Papa dan Mama yang tidak henti-hentinya melakukan yang terbaik disertai
doa yang tulus untuk kesuksesan peneliti.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa keperawatan angkatan tahun 2017, terima
kasih atas kebersamaan yang indah selama studi.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

viii
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan, wawasan, dan kemampuan penulis, dan penulis mengucapkan
terima kasih atas saran-saran untuk perbaikan penulisan ini. Semoga artikel ini
bermanfaat bagi kita.

Gorontalo, Maret 2022

PENULIS

ix
ABSTRACT
FIRAWATY ISHAK. The Relationship between Physical Activity and
Hypertension Incidence in the Elderly at LKS Beringin, Gorontalo Regency.
The guidance of ANDI AKIFA SUDIRMAN as Chairman and RONA
FEBRIYONA as Member.
Hypertension as one of the non-communicable diseases is still called as The
Silent Killer. The aim of this study is to investigate the relationship between
physical activity and hypertension in the elderly population of LKS Beringin,
Gorontalo Regency. This type of research is quantitative with a cross sectional
study approach. The elderly population in LKS Beringin Gorontalo Regency is
140 people. The number of samples is 42 people using purposive sampling
technique. The data were analyzed used univariate and bivariate using chi
square test with a value = 0.05. The results showed that most of them were
aged 60-74 years (69.0%), female (66.7%), elementary school education (85,
7%) and not working (66.7%). Most of them did moderate physical activity
(54.8%), while those who had hypertension were (38.1%). The results of the
analysis obtained the value of X2 count = 5.768 and the value of = 0.016. The
lighter the daily physical activity carried out by the elderly, the higher the
degree of hypertension experienced as indicated by an increase in blood
pressure. Reseach at LKS Beringin, Gorontalo Regency concluded that there is
a positive relationship between physical activity and high blood pressure in the
elderly. Suggestions for nurses to researching physical activity and suggest
hypertension patients to increase physical activity in order to maintain blood
pressure and prevent hypertension.
Keywords: Physical Activity, Hypertension, Elderly.

x
ABSTRAK
FIRAWATY ISHAK. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo. Bimbingan ANDI AKIFA
SUDIRMAN sebagai Ketua dan RONA FEBRIYONA sebagai Anggota.
Hipertensi sebagai salah satu penyakit tidak menular saat ini masih dijuluki
sebagai The Silent Killer. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan
aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo. Penelitian berjenis kuantitatif dengan pendekatan cross sectional
study. Populasi lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo sebanyak 140
orang. Jumlah sampel 42 orang menggunakan teknik purposive sampling. Data
dilakukan analisis univariate dan bivariate menggunakan uji chi square dengan
nilai = 0,05. Hasil penelitian mendapatkan sebagian besar berusia 60 sampai
74 tahun (69,0%), perempuan (66,7%), pendidikan sekolah dasar (85,7%) dan
tidak ada pekerjaan (66,7%). Sebagian besar melakukan aktivitas fisik sedang
(54,8%), sedangkan yang mengalami hipertensi sebesar (38,1%). Hasil analisis
didapatkan nilai X2 hitung = 5,768 dan nilai ρ = 0,016. Semakin ringan aktivitas
fisik sehari-sehari yang dilakukan oleh lansia, maka dapat terjadi peningkatan
derajat hipertensi yang dialami yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan
tekanan darah. Disimpulkan terdapat hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
hipertensi pada lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo. Saran bagi perawat
untuk mengkaji mengenai aktivitas fisik dan menyarankan pada pasien hipertensi
untuk meningkatkan aktivitas fisik guna menjaga tekanan darah dan
menghindarkan terjadinya hipertensi.

Kata Kunci: Aktivitas Fisik, Hipertensi, Lansia.

xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................................... iii
PENGESAHAN PEMBIMBING..................................................................... iv
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI .............................................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
ABSTRACT................................................................................................... x
ABSTRAK..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................... 6
1.3 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
1.4.1 Tujuan Umum....................................................................... 7
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
1.5.1 Manfaat Teoritis.................................................................... 7
1.5.2 Manfaat Praktis..................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9


2.1 Landasan Teori ............................................................................... 9
2.2.1 Tinjauan tentang Lansia ...................................................... 9
2.2.2 Tinjauan tentang Hipertensi.................................................. 15
2.2.3 Tinjauan tentang Aktivitas Fisik ........................................... 27
2.2 Penelitian Relevan .......................................................................... 35
2.3 Kerangka Teori................................................................................ 37
2.4 Kerangka Konsep............................................................................ 37
2.5 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 38


3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 38
3.2 Desain Penelitian ............................................................................ 38
3.3 Variabel Penelitian .......................................................................... 38
3.3.1 Variabel Bebas .................................................................... 38
3.3.2 Variabel Terikat ................................................................... 38
3.4 Definisi Operasional ........................................................................ 38

xii
3.5 Populasi dan Sampel ...................................................................... 39
3.5.1 Populasi ............................................................................... 39
3.5.2 Sampel ................................................................................ 39
3.6 Teknik Pengumpulan data .............................................................. 40
3.6.1 Data Primer ......................................................................... 40
3.6.2 Data Sekunder...................................................................... 40
3.7 Instrumen Penelitian ....................................................................... 40
3.8 Teknik Analisa Data ........................................................................ 41
3.8.1 Pengolahan Data ................................................................. 41
3.8.2 Penyajian Data..................................................................... 42
3.8.3 Analisis Data ........................................................................ 42
3.9 Hipotesis Statistik ............................................................................ 43
3.10 Etika Penelitian ............................................................................... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 44


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 44
4.2 Hasil Penelitian ............................................................................... 45
4.2.1 Karakteristik Responden ...................................................... 45
4.2.2 Analisis Univariat.................................................................. 47
4.2.3 Analisis Bivariat.................................................................... 48
4.3 Pembahasan.................................................................................... 49
4.3.1 Karakteristik Responden ...................................................... 49
4.3.2 Analisis Univariat.................................................................. 56
4.3.3 Analisis Bivariat.................................................................... 63
4.4 Keterbatasan Penelitian................................................................... 67

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 68


5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 68
5.2 Saran ............................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69


LAMPIRAN........................................................................................................ 74

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan AHA................................. 16
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC VIII........................... 16
Tabel 2.3 Penelitian Relevan.................................................................. 35
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................ 38
Tabel 4.1 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo......................... 48

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi........................................................... 20
Gambar 2.2 Kerangka Teori....................................................................... 37
Gambar 2.3 Kerangka Konsep .................................................................. 37
Gambar 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur.......................... 45
Gambar 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin............. 46
Gambar 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan................. 46
Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan................... 47
Gambar 4.5 Aktivitas Fisik pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo................................................................................ 47
Gambar 4.6 Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo................................................................................ 48

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Riwayat Hidup......................................................................... 74
Lampiran 2 Lembar Permintaan menjadi Responden ............................... 75
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden............................... 76
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian .............................................................. 77
Lampiran 5 Master Tabel penelitian .......................................................... 79
Lampiran 6 Hasil Analisis SPSS................................................................ 84
Lampiran 7 Surat Tugas Penelitian ........................................................... 86
Lampiran 8 Surat Rekomendasi Penelitian ............................................... 87
Lampiran 9 Surat Keterangan Selesai penelitian ...................................... 88
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian.......................................................... 89

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tekanan darah tinggi merupakan penyakit yang juga menjadi masalah
kesehatan. Hipertensi dikenal sebagai penyakit silent killer yang tanpa pertanda
atau gejala sehingga sulit untuk dideteksi sebagai salah satu penyakit tidak
menular yang mematikan (Nonasri, 2021). Penyakit ini terjadi pada orang tua
dibandingkan pada orang muda. Hal ini terjadi seiring bertambahnya usia
seseorang, karena hilangnya fungsi tubuh, hilangnya sel somatik, jaringan dan
kekebalan. Orang di atas 60 memiliki risiko tinggi komplikasi dari tekanan darah
tinggi. Tekanan darah tinggi bertanggung jawab atas sebesar 9,4 persen, dengan
prevalensi pada pasien jantung sebesar 69 persen, pasien yang mengalami
stroke sebesar 77 persen dan pada pasien CHF sebesar 74 persen sebagai
akibat mengalami peningkatan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Aprillia,
2018).
Menurut data Organisasi kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015, sekitar
1,13 miliar orang di seluruh dunia menderita tekanan darah tinggi, yang berarti
satu dari tiga orang di dunia akan menjalani tes tekanan darah arteri. Jumlah
penderita darah tinggi terus meningkat setiap tahunnya, dan diperkirakan pada
tahun 2025, 1,5 miliar orang akan terkena tekanan darah tinggi, dan diperkirakan
9,4 juta orang akan meninggal karena tekanan darah tinggi setiap tahunnya. dan
permasalahannya (Kemenkes RI., 2019). Menurut data WHO tahun 2019, sekitar
1,13 juta orang di seluruh dunia menderita tekanan darah tinggi, sebagian besar
di negara-negara berpenghasilan rendah. Masyarakat yang tinggal di negara
berpenghasilan rendah tidak mengetahui adanya hipertensi (Nonasri, 2021)
karena rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan pendapatan, serta
kurangnya akses pendidikan kesehatan.
Menurut hasil Survei Kesehatan 2018 (RISKESDAS), indeks tekanan darah
tinggi adalah 34,1%, naik dari 25,8% pada tahun 2013, dan Kalimantan Nam
yang tertinggi dan terendah paling banyak 44,1%. Di Papua, prevalensi
hipertensi menurut usia adalah 22,2%, dari tertinggi ke terendah: 69,5% untuk
usia 75 tahun ke atas, 63,2% untuk usia 65-74, 55,2% untuk usia 55-64 tahun.

1
55,2% untuk umur 45-54 tahun sebesar 45,3%, dan 31,6% pada umur 36-44
tahun, 20,1% pada umur 25-34 tahun serta pada usia 18 sampai 24 tahun
sebesar 13,2% (Kemenkes RI, 2018).
Menurut Gugus Tugas Tanggap Corona 19, dari seluruh kasus
terkonfirmasi COVID-19, terdapat epidemi, disusul hipertensi (50,5%), diabetes
(34,5%) dan diabetes (34,5%) penyakit jantung 19,6%. Sedangkan dari 1.488
pasien yang meninggal, 13,2% menderita tekanan darah tinggi, 11,6% diabetes,
dan 7,7% penyakit jantung (Kemenkes RI, 2020).
Provinsi Gorontalo sendiri prevalensinya 29,0% tahun 2013, dan pada
tahun 2018 sebesar 31,20%, peringkat 20 dari 34 provinsi. Sebagian besar
penderita hipertensi menurut umur adalah 44,99% di atas 75 tahun, 38,96% 65-
74 tahun, 27,75% 55-64 tahun dan 45-54 tahun. Dewasa 18,59%, usia 35-44
tahun 7,99%, usia 25-34 tahun 4,62%, dan usia 18-24 tahun 1,55%. Menurut
Kabupaten Kota, Provinsi Gorontalo, Kabupaten Bolemo 36,34%, Kabupaten
Gorontalo 35,02%, Kota Gorontalo 32,49%, Kabupaten Bonbolanggo 31,88%,
Pohuwato 31, Kabupaten Gorontalo Utara 68% 28,03% (Dinkes Provinsi
Gorontalo, 2019),
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo tahun 2018 terdapat 8.834
penderita tekanan darah tinggi dan tahun 2019 sebanyak 8.960 penderita.
Sementara itu tahun 2020 terdapat 8.230 kasus baru. Terdapat 2.230 orang
penderita tekanan darah tinggi dalam 3 tahun terakhir (Dinkes Kab. Gorontalo,
2021).
Gaya hidup yang buruk merupakan salah satu penyebab tekanan darah
tinggi pada seseorang. Kebiasaan gaya hidup dapat dibagi menjadi beberapa
faktor yang berhubungan dengan perkembangan tekanan darah tinggi dan
termasuk konsumsi kopi, merokok, aktivitas fisik, kurang olahraga, dan konsumsi
alkohol. Ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, yang mengakibatkan
kerusakan jantung gangguan peredaran darah serta mempertinggi terjadinya
stroke. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah, menurunkan berat
badan dan berhenti minum alkohol. Minum terlalu banyak alkohol dapat
menyebabkan resistensi terhadap tekanan darah tinggi dan risiko banyak
penyakit, seperti stroke dan penyakit jantung. Pola hidupa adalah indicator
penting dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, Pola makan, aktivitas fisik,

2
stres dan merokok yang meningkatkan risiko terjadinya peningkatan tekanan
darah (Reza, 2021).
Kenyataan yang terjadi saat ini adalah banyak sekali lansia yang dititipkan
di Panti Werdha oleh keluarga mereka. Tujuan mereka dititipkan di Panti Wredha
adalah agar mereka dapat diurusi dengan baik karena keluarga para lansia
terlalu sibuk dengan urusan mereka. Tetapi justru sebaliknya para lansia merasa
kesepian, kurangnya perhatian serta terabaikan oleh keluarga mereka. Hal inilah
yang mengakibatkan lansia menjadi depresi merasa kesepian, kurang perhatian
dan dukungan keluarga serta membuat lansia sering menyendiri. Lansia yang
mengalami depresi terkadang mengalami kesulitan dalam beraktivitas secara
fisik setiap harinya sehingga mereka butuh pertolongan dari orang-orang
disekitarnya untuk melakukan kegiatan dasar fisik setiap harinya (Pormes, 2018).
Triyanto (2014) menggambarkan aktivitas fisik sebagai parameter yang
dapat meningkatkan peluang terjadinya hipertensi. Aktivitas fisik mempengaruhi
stabilitas tekanan darah. Orang yang lemah akan memiliki denyut nadi lebih kuat.
Hal Ini memaksa organ jantung memompa lebih kuat pada saat berkontraksi.
Semakin kuat jantung bekerja, maka diikuti dengan tekanan darah yang
meningkat pula. Akibatnya tekanan darah meningkat melalui resistensi perifer.
Kurang olahraga dapat meningkatkan risiko obesitas, yang dapat meningkatkan
risiko mengalami peningkatan tekanan darah.
Salah satu cara untuk mencegah perkembangan tekanan darah tinggi pada
orang dewasa adalah dengan membuat mereka tetap aktif. Aktivitas fisik adalah
gerakan anggota tubuh yang menghasilkan usaha, yang penting untuk menjaga
kesehatan fisik dan mental serta hidup sehat agar bugar dan sehat setiap hari.
Jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan dalam aktivitas sehari-hari: jalan kaki,
berkebun, mencuci pakaian, mencuci pakaian dan sepeda motor, mengepel, naik
turun tangga, membawa makanan, dll. Untuk olahraga: lari ringan, bola, renang,
tenis meja, kebugaran dan angkat besi, push-up, sepak bola, dll. Dapatkan
setidaknya 30 menit aktivitas fisik sehari untuk kesehatan, jantung, paru-paru dan
manfaat fisik lainnya. Jika Anda melakukan aktivitas ini setiap hari, Anda akan
melihat hasilnya dalam waktu dua minggu (Nurman & Suardi, 2018).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur untuk meningkatkan kerja
jantung dan pengiriman oksigen ke jaringan tubuh, dapat menyebabkan
perubahan seperti penguatan otot-otot jantung, menjadikannya lebih baik dan

3
memiliki struktur yang lebih baik. Dengan kata lain, karena denyut nadi kuat dan
teratur, relaksasi dan vasodilatasi meningkatkan elastisitas arteri, mengurangi
timbunan lemak dan meningkatkan kontraksi otot di dinding arteri (Mahadjani,
2020).
Aktivitas fisik yang efektif untuk orang dewasa harus memenuhi kriteria
FITT (Frequency Intensity Time Type). Frekuensi mengacu pada seberapa sering
melakukan sesuatu dan berapa hari dalam seminggu melakukannya. Upaya
mengacu pada tingkat kinerja suatu tindakan dan biasanya dibagi dengan upaya
yang dilakukan. Secara umum, dikategorikan ke dalam daya rendah, daya
sedang, dan daya tinggi. Jumlah aktivitas fisik yang disarankan untuk penderita
tekanan darah tinggi adalah 30 hingga 60 menit aktivitas sedang setiap hari.
Konsumsi kalori minimal 150 kalori per hari (Prabowo, 2017)
Hasanuddin dkk. (2018) Nilai Sig. = 0,005 (α≤0,05) diperoleh dari analisis
menggunakan tes spearman di Desa Tlogomas Tlogosuryo, Kabupaten
Lowokwaru, Kota Malang. Analisis juga menemukan nilai korelasi negatif,
dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,808. Artinya, tidak aktif
secara fisik akan meningkatkan risiko tekanan darah tinggi. Orang yang aktif
secara fisik seringkali memiliki tekanan darah yang lebih rendah dan lebih sedikit
hipertensi. Kegiatan berupa latihan atau latihan aerobik sangat membantu dalam
membangun dan mempertahankan kekuatan, daya tahan kardiorespirasi. Contoh
latihan aerobik termasuk berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda. Latihan
aerobik melatih otot-otot tubuh.
Di sisi lain, Karim (2018) mendapatkan hasil riset bahwa ada keterkaitan
antara aktivitas fisik dengan peningkatan tekanan darah pada pasien rawat jalan
di wilayah kerja Puskesmas Tagulandang Kabupaten Sitaro. Aktivitas fisik yang
teratur dapat membuat perbedaan. Misalnya, jantung tidak hanya akan lebih kuat
dan lebih berotot, lebih mampu dan lebih kuat dan denyut nadi, tetapi juga akan
meningkatkan kemampuan pembuluh darah untuk mengalami pelebaran dari
efek relaksasi dan vasodilatasi. Aktivitas fisik juga akan mencegah terjadinya
penumpukan lemak yang memiliki efek buruk menyempitkan dinding otot
pembuluh darah dan menbuat tekanan darah mengalami peningkatan.
Peneliti kemudian melakukan pengambilan data di LKS Beringin
Kabupaten Gorontalo, didapatkan data bahwa di dalam panti terdapat 10 orang
lansia yang tinggal, sedangkan lansia di luar panti yang terdaftar sebanyak 130

4
orang. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pengelola panti bahwa
terdapat beberapa orang lansia dalam maupun panti yang terdeteksi mengalami
peningkatan tekanan darah. Untuk itu, peneliti kemudian melakukan pemeriksaan
tekanan darah pada 10 orang lansia yang tinggal di dalam panti, didapatkan
bahwa 6 orang (60%) mengalami hipertensi yang ditunjukkan dengan tekanan
darah yang tinggi. Peneliti kemudian menanyakan bagaimana aktivitas fisik yang
dilakukan setiap hari. Didapatkan informasi bahwa 4 dari 6 orang tersebut (75%)
jarang melakukan kegiatan senam maupun olah raga ringan setiap hari seperti
lari pagi ataupun aktivitas berat seperti mengangkat benda-benda berat. Mereka
merasa sudah tua sehingga tidak akan lagi mampu melakukan kegiatan-kegiatan
yang memerlukan tenaga.
Pola hidup yang sehat dan memiliki keseimbangan dalam diri manusia
merupakan hal penting yang diajarkan dalam islam. Tidak hanya rohani yang
harus terpenuhi kesehatannya namun juga fisik jasmani orang tersebut. Agama
Islam mengajarkan untuk selalu menjaga kesehatan melalui aktivitas fisik. Dalam
Al-Quran, Surat Al Qashash Ayat 26 Allah SWT menyatakan:
َ ْ‫ت اسْ َتْأ ِجرْ هُ ِإنَّ َخي َْر َم ِن اسْ َتْأ َجر‬
ُ‫ت ْال َق ِويُّ األمِين‬ ِ ‫ت ِإحْ دَ ا ُه َما َيا َأ َب‬
ْ َ‫َقال‬
Artinya: “…Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat fisiknya lagi dapat dipercaya”
(QS. al-Qashash: 26) (Kemenag RI, 2017)
Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada mukmin yang
lemah. Dan pada masing-masingnya terdapat kebaikan. Bersemangatlah
terhadap perkara-perkara yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan
kepada Allah, dan janganlah engkau bersikap lemah.” (HR. Muslim dalam Al-
Bayan, 2017).
Kekuatan yang dimaksud dalam Al-Qur’an dan hadits SAW tersebut adalah
karena iman dan kekuatan fisik (jika iman memiliki nilai apa pun) adalah baik bagi
manusia sebagaimana mereka baik untuk dunia ini dan kehidupan yang akan
datang. Aktivitas fisik, seperti halnya olahraga, juga berkaitan dengan ibadah,
karena jika berolahraga, tubuh akan sehat, dan jika tubuh sehat, maka dapat
beribadah dengan baik. Sebagaimana ungkapan "mensana in corporesano"
berarti jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat.

5
Berdasarkan uraian tersebut diatas, menarik minat peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi
permasalahan pada penelitian ini yaitu:
1. Hipertensi merupakan satu permasalahan Kesehatan dimana jumlah kasus
yang terjadi terus mengalami peningkatan terutama pada kelompok umur
lansia.
2. Masih sangat banyak lansia yang jarang melakukan aktivitas fisik seperti
olahraga ringan setiap hari
3. Penurunan kemampuan tubuh masih menjadi alasan rendahnya aktivitas
fisik pada lansia yang menjadi salah satu penyebab terjadinya hipertensi
pada lansia.
1.3 Rumusan Masalah
Dari masalah yang teridentifikasi tersebut, maka peneliti dapat
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “apakah ada hubungan
aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo”.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada
lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo.
2. Mengidentifikasi aktivitas fisik pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo.
3. Mengidentifikasi kejadian hipertensi pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo.
4. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia
di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo.

6
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi profesi keperawatan untuk lebih meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan perawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Perawat
Hasil riset ini dapat menjadi salah satu input informasi yang
bermanfaat untuk tenaga kesehatan terutama keperawatan untuk
meningkatkan aktivitas fisik pada lansia yang mengalami hipertensi sehingga
berkurangnya risiko kekambuhan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Riset ini kiranya dapat menjadi sumbangan informasi untuk proses
pembelajaran khususnya bagi mahasiswa keperawatan tentang kaitan dari
peningkatan tekanan darah dengan kegiatan fisik dari usia lanjut.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Riset ini kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan serta referensi
dan bahan pembanding bagi peneliti selanjutnya tentang kaitan dari
peningkatan tekanan darah dengan kegiatan fisik dari usia lanjut.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Tinjauan tentang Lansia
1. Definisi Lansia
Penuaan adalah proses penuaan, kemampuan tubuh secara bertahap
akan menurun karena menurunnya kemampuan jaringan tubuh untuk
mempertahankan fungsinya dengan baik. Ini juga melemahkan sistem
kekebalan dan mengurangi kemampuannya untuk memperbaiki sel-sel yang
rusak. Tubuh yang menua ini akan diikuti oleh berbagai masalah kesehatan
yang berhubungan dengan penyakit degeneratif (Maryam et al., 2012). Usia
tua merupakan tahapan tinggi dalam proses kehidupan, tumbuh dewasa.
Ada standar usia yang berbeda untuk orang yang menyebut diri mereka
lanjut usia. Hurlock (2012) mendefinisikan usia lanjut sebagai usia awal 60-
70 tahun dan usia lanjut 70 tahun sampai kematian (Hurlock, 2012).
Dari beberapa poin tersebut dapat katakana lanjut usia merupakan
individu yang telah berumur lebih dari 60 tahun yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari sendiri karena berkurangnya fleksibilitas.
2. Klasifikasi Lansia
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan ada empat tahapan
lansia yaitu (Sevrita, 2019):
a. Umur pertengahan yaitu 45-59 tahun
b. 60-74 tahun disebut dengan usia lanjut
c. Umur 75-90 tahun disebut dengan lanjut usia tua
d. usia > 90 tahun disebut dengan umur sangat tua.
Sedangkan menurut Kemenkes RI (2013), klasifikasi lansia terdiri dari
(Kemenkes RI, 2017):
a. Pra Lansia adalah orang yang berusia antara 45 dan 59 tahun.
b. Lansia adalah orang di atas 60 tahun.
c. Lansia berisiko tinggi adalah orang berusia di atas 60 tahun yang
memiliki masalah kesehatan.

8
d. Lansia yang berbadan sehat masih dapat melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia yang tidak kompeten adalah orang dewasa yang tidak dapat
hidup dengan mengandalkan orang lain.
3. Karakteristik Lansia
Terdapat beberaka klasifikasi karakteristik dari lansia (Sevrita, 2019):
a. Genre; Pada lansia dominasi paling banyak adalah wanita. Dengan kata
lain, perempuan ditemukan memiliki harapan hidup tertinggi.
b. Pernikahan; lansia dinilai berdasarkan status perkawinan mereka,
dengan mayoritas 60% menikah dan 37% bercerai. Tanaman.
c. Perencanaan hidup; Jumlah penduduk yang hidup adalah suatu data
statistic sebagai perbadingan antara umur individu yang tidak lagi
produktif (lebih dari 65 tahun) dengan individu yang masih produktif (15
sampai 64 tahun). Data statistic ini memiliki arti kuatnya pembebanan
perekonomian antara masyarakat umur kerja dengan masyarakat bukan
umur kerja.
d. Kondisi kesehatan; Morbiditas merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. morbiditas
dapat menjadi indikator kesehatan yang buruk. Dengan kata lain,
semakin rendah angka kesakitan, semakin baik kesehatan penduduk.
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Lansia akan mengalami perubahan dalam kehidupannya, sebagai
berikut:
a. Perubahan fisik:
1) Pancaindera
a) Mata
Menurunnya tanggapan terhadap cahaya, kemampuan mata
menyesuaikan pada keadaan gelap juga akan mengalami
penurunan, jarak pandang akan menjadi lebih sempit serta
terjadi penyakit katarak serta penyakit gangguan penglihatan
lain.

9
b) Telinga
Gangguan pendengaran di mana telinga sangat sakit atau
berkurang karena atrofi telinga.
c) Perabaan
Ketidakmampuan untuk merasakan atau menggenggam
dengan jari (kikuk) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memegang benda berat.
d) Penciuman
Kesehatan menurun ketika hidung tidak mampu lagi mencium
aroma manis, asin dan lezat.
e) Pengecapan
Di usia tua, kemampuan lidah untuk merasakan asam, asin,
manis, asin, pedas dan semuanya enak, menyebabkan nafsu
makan menurun (Mahadjani, 2020)
2) Sistem persarafan
10-20% penurunan otak (setiap orang kehilangan neuron otak
setiap hari), penurunan koneksi saraf, waktu tindakan lebih lambat,
terutama dalam situasi stres, tekanan dan kontraksi saraf (kesulitan
dengan penglihatan, penciuman, penciuman dan pendengaran)
berkurang ) rasa) pengecap, kepekaan suhu dan toleransi dingin),
dan kurang peka terhadap sentuhan (Maryam et al., 2012).
Penurunan daya pikir, daya ingat dan konsentrasi. Mungkin
terkesan lambat (learning delay), tetapi di atas semua itu
kemampuan untuk memikirkan hal-hal baru (new learning)
berkurang. Seringkali orang tua tidak menerima pemikiran orang
muda karena menganggap apa yang orang tua pikirkan adalah
kebenaran (Mahadjani, 2020).
3) Sistem muskuluskeletal
Perubahan kolagen menyebabkan penurunan mobilitas pada
orang tua, mempengaruhi mereka dalam bentuk rasa sakit,
ketidakmampuan untuk membangun otot, kesulitan duduk dan
berdiri, dan jongkok, berjalan dan bekerja setiap hari (Azizah, 2017).

10
4) Sistem Kardiovaskuler
Setelah usia 20 tahun, kemampuan fleksibilitas dinding aoarta
mengalami kemunduran disertai dengan penebalan katup yang
membuatnya kaku. Selain itu kekuatan jantung dalam pemompaan
darah berkurang setiap tahunnya sebesar 1%. Hal ini yang
mengakibatkan hilangnya kontraksi dan elastisitas. Tanpa oksigen
di arteri perifer dan pembuluh darah, dari tidur ke istirahat Duduk
(duduk ke berdiri) akan menyebabkan tekanan darah turun menjadi
65 mmHg (menyebabkan Pusing ± 170 mmHg, diastol normal ± 90
mmHg) (Maryam dkk., 2012).
Ketika katup jantung menjadi lebih tebal dan kaku,
kemampuan untuk memompa darah menurun, arteri kehilangan
elastisitas, dan arteri menjadi lebih keras, meningkatkan tekanan
darah dan meningkatkan risiko serangan jantung dan serangan
jantung (Mahajani, 2020)
5) Sistem reproduksi
Penurunan ovarium dan rahim, payudara, pada pria testis
masih bisa menghasilkan sperma, meskipun ada penurunan
bertahap, dorongan seksual masih berlanjut hingga usia 70 tahun
(selama dalam keadaan sehat). Dengan kata lain, kehidupan seks
diupayakan sampai tua, seks teratur dapat mempertahankan
kemampuan seks, dan tidak perlu khawatir karena itu adalah
perubahan. Mukosa vagina berkurang, permukaannya halus,
sekresi berkurang, reaksi menjadi alkali dan berubahnya hasil
pewarnaannya (Azizah, 2017).
6) Sistem penganturan temperatur tubuh
Dengan mengatur suhu hipotalamus, itu dianggap sebagai
termometer, yang bertanggung jawab untuk mengatur suhu, dan
banyak hal yang mempengaruhi ini menyebabkan kerusakan.
Akibatnya suhu tubuh turun ±35 derajat secara fisiologis (hipertensi)
karena metabolisme yang rendah dan resistensi yang rendah, dan
sebagian besar akan menurunkan massa otot karena kekurangan
panas (Azizah, 2017) .

11
7) Sistem Integumen
Kerutan karena berkurangnya lemak, kekeringan kulit dan
berkurang daya fleksibilitasnya disebabkan kelembapan yang
berkurang. Bulu dihidung dan ditelinga mengalami penebalan,
kelenjar keringat kering mulai tidak berfungsi, bulu kepala memutih,
pembuluh darah mengecil dan kulit menjadi pucat. Akibatnya, titik-
titik hitam muncul. Berkurangnya darah yang mengalir dan pigmen
yang dihasilkan dari sel-sel, kuku rapuh dan tebal, pertumbuhan
terhambat serta penipisan rambut (Azizah, 2017)
8) Sistem Perkemihan
Frekuensi BAK meningkat saat ginjal mengecil (atrofi), filtrasi
glomerulus menurun, dan otot uretra melemah saat kapasitas
menurun hingga 200 cc (Azizah, 2017)
9) Sistem Pencernaan
Gigi mulai menghilang satu persatu, pelebaran esofagus,
lambung berkurang keasamannya, periataltik melemah, penyerapan
berkurang dan sembelit (Azizah, 2017).
b. Perubahan mental
Faktor yang berhubungan dengan perubahan otak adalah
perubahan fisik terutama kondisi kesehatan, tingkat pendidikan,
kesuburan, dan lingkungan. Memori terdiri dari memori jangka panjang
(berjam-jam hingga hari-hari sebelumnya) dan memori jangka pendek
(0-10 menit) memburuk. IQ (intelligence quotients) tidak berubah secara
matematis dan verbal, mengurangi tampilan fisik, pemahaman serta
kapasitas mental (energi dan waktu mnjadikan kemampuan berpikir
berubah). Setiap tubuh dalam proses penuaan mengalami perubahan
struktural dan psikologis, tidak hanya otak. Perubahan ini terjadi karena
neuron di otak bekerja dengan lambat. Kegagalan ini disebabkan karena
berkurangnya aliran darah ke otak, jaringan otak menjadi keruh, dan
metabolisme otak melambat (Maryam dkk., 2017)
c. Perubahan Psikologis
Orang yang lebih tua mengalami perubahan psikologis seperti
pensiun, harga diri sering diukur dengan produktivitas, dan harga diri

12
terkait dengan tanggung jawab pekerjaan. Lansia yang menerima
pensiun akan menghadapi banyak kehilangan uang (penghasilan
berkurang), keadaan (dulu mereka menduduki jabatan tinggi dan
memiliki semua fasilitas), teman/kenalan atau relasi, pekerjaan atau
aktivitas:
1) Berpikir atau mengetahui kematian (arti mengetahui kematian).
2) Perubahan gaya hidup, misalnya masuk ke panti jompo dan
memperkecilnya.
3) Kelayakan Ekonomi (Economic Derivation) Setelah pemindahan,
biaya hidup meningkat karena pendapatan yang sulit, biaya hidup
meningkat karena pendapatan yang sulit, dan biaya pengobatan
meningkat.
4) Ketidakmampuan serta penyakit yang telah kronis.
5) Kesepian karena keterpisahan dari lingkungan
6) Gangguan pendengaran, kebutaan dan gangguan pendengaran.
7) Kekurangan gizi (Padila, 2018)
d. Perubahan Spiritual
Iman dan keyakinan orang tua meningkat dalam kehidupan
mereka. Orang yang lebih tua lebih religius. Itu terlihat dalam pikiran dan
tindakan kita sehari-hari. Spiritualitas orang dewasa bersifat universal
dan merupakan proses manusia yang tumbuh melalui kehidupan.
Karena siklus kehilangan dalam kehidupan lansia, keseimbangan hidup
sebagian dikendalikan oleh harapan positif akan kehilangan. Orang
dewasa yang telah belajar menghadapi perubahan hidup melalui proses
iman akhirnya menghadapi tantangan utama kematian (Azizah, 2017).
2.1.2 Tinjauan tentang Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Muwarni (2011) menggambarkan hipertensi sebagai suatu keadaan
dimana tekanan darah baik sistolik maupun diastolik meningkat di atas batas
normal (tekanan darah atas 140 mmHg dan tekanan darah bawah 90
mmHg) (Murwani, 2011). Di sisi lain, Hariyanto & Sulistyowati (2015)
menemukan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
atas sebesar 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah bawah lebih tinggi
dari 90 mmHg.

13
Pada usia lebih tua, tekanan darah di atas 145 mmHg untuk pria
berusia 45 tahun atau lebih, sedangkan tekanan darah di atas 160/90 mmHg
untuk wanita. Tekanan darah tinggi merupakan satu kondisi tekanan darah di
arteri lebih tinggi dari biasanya. Tekanan darah mengacu pada tingkat
kekuatan yang dikeluarkan dari pembuluh darah saat darah dipompa oleh
jantung. Pembacaan tekanan darah dalam angka (misalnya 120/80 mmHg).
Nilai 120 mewakili tekanan di arteri saat jantung berkontraksi, yang disebut
tekanan sistolik. Nilai 80 mewakili tekanan darah diastolik, juga dikenal
sebagai tekanan darah diastolik (Kristanti, 2013).
2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut American Heart Association (AHA), klasifikasi hipertensi yaitu
(Bope & Rick, 2017):
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan AHA

Sedangkan menurut Joint National Committee VIII (JNC VIII),


klasifikasi tekanan darah adalah sebagai berikut (Rahmatika dkk., 2019):
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC VIII
No Kategori Tekanan Darah Derajat Darah
Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
1. Tanpa Diabetes / CKD
> 60 tahun <150 <90
< 60 tahun <140 <90
2. Dengan Diabetes / CKD
Semua umur dengan DM <140 <90
tanda CKD
Semua umur dengan CKD <140 <90
dengan/tanpa DM

Di sisi lain, Nareza (2020) menemukan bahwa tekanan darah normal


pada lansia (lansia) cenderung lebih tinggi, dengan tekanan darah atas <150
mmHg dan tekanan darah bawah <90 mmHg. Hal ini karena pada orang tua,
pembuluh darah menyempit, sehingga jantung membutuhkan lebih banyak

14
tekanan untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika tekanan darah terlalu
rendah, orang tua mungkin mengalami pusing dan hipotensi ortostatik,
meningkatkan risiko jatuh dan cedera.
Berdasarkan etiologi, hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Nair & Peate (2015) menjelaskan dalam JNC VIII bahwa hipertensi
primer disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan yang
mempengaruhi ginjal dan pembuluh darah. Salah satu pemicu kandas
ginjal merupakan ketidakmampuan ginjal buat menghasilkan sodium,
yang tingkatkan penahanan larutan, serta curah jantung, yang
menaikkan peredaran darah ke jaringan. Kenaikan peredaran darah ke
jaringan menimbulkan oklusi nadi serta menambah resistensi pembuluh
darah perifer (PVR) serta darah tinggi (Nair & Peate, 2015).
b. Hipertensi Sekunder
Darah tinggi inferior diakibatkan oleh penyakit intern yang
menimbulkan kenaikan resistensi pembuluh darah perifer (PVR) serta
kenaikan denyut jantung. Darah tinggi inferior berpusat pada penyakit
ginjal ataupun kapabilitas hormon serupa aldosteron serta kortisol, yang
keduanya menaikkan penahanan sodium serta air, menambah kapasitas
darah serta titik berat darah (Nair & Peate, 2015).
Darah tinggi bisa dipisah jadi darah tinggi diastolic dan darah
tinggi gabungan terkait pada tipenya. Darah tinggi diastolik merupakan
titik berat darah atas yang berlangsung pada kanak- kanak serta remaja.
Ini dituturkan himpitan darah diastolik sebab terdapat kenaikan tekanan
darah diastolik tanpa kenaikan tekanan darah. Darah tinggi sistolik
merupakan kenaikan titik berat darah sistolik tanpa kenaikan titik berat
darah diastolik. Sebaliknya darah tinggi kombinasi merupakan kenaikan
titik berat darah diastolik serta sistolik (Sari, 2017).
Selain klasifikasi tersebut, jenis tekanan darah tinggi lainnya yang
harus Anda waspadai adalah hipertensi pulmonal dan tekanan darah tinggi
selama kehamilan. Hipertensi pulmonal adalah suatu kondisi di mana
tekanan darah di arteri pulmonalis meningkat selama latihan. Hipertensi
pulmonal didefinisikan sebagai hipertensi pulmonal bila tekanan darah
sistolik arteri pulmonalis 35 mmHg atau lebih, tekanan arteri pulmonalis

15
istirahat rata-rata 25 mmHg atau lebih, tekanan arteri pulmonalis rata-rata 30
mmHg atau lebih selama operasi, dan tidak ditemukan kelainan katup pada
sisi kiri. Kelainan jantung, paru-paru, penyakit jantung dan kardiomiopati
(Sari, 2017).
Hipertensi gestasional adalah tekanan darah tinggi yang terjadi pada
ibu hamil atau hamil. Tekanan darah tinggi selama kehamilan dapat dibagi
(Sari, 2017).
a. Preeklamsia - eklamsia, tekanan darah tinggi 140 mmHg atau lebih,
dengan kelainan urin / urin. Hal ini ditandai dengan adanya kurang dari
300 mg protein dalam urin (proteinuria) selama 24 jam setelah 20
minggu kehamilan.
b. Hipertensi kronis adalah tekanan darah tinggi yang dialami ibu sebelum
hamil. Pada hipertensi jenis ini, tekanan darah meningkat hingga 140/90
mmHg atau lebih tinggi sebelum kehamilan atau sebelum usia
kehamilan 20 minggu.
c. Preeklamsia pada hipertensi kronis merupakan kombinasi antara
preeklamsia dan hipertensi kronis. Pada hipertensi jenis ini, proteinuria
meningkat hingga 3 kali lipat, aspartat aminotransferase (AST) dan
alanine aminotransferase (ALT) meningkat, dan tekanan darah
meningkat dengan cepat dengan trombositopenia.
d. Hipertensi gestasional adalah tekanan darah tinggi pada wanita yang
belum pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelumnya, tetapi
selama kehamilan tekanan darahnya meningkat..
3. Etiologi Hipertensi
Hipertensi muncul sebagai tekanan darah tinggi karena peningkatan
denyut jantung, biasanya berhubungan dengan hipertiroidisme. Namun,
peningkatan tekanan di jantung biasanya dikompresi dengan penurunan
tekanan darah, yang tidak meningkatkan tekanan darah (Wijaya & Putri,
2018).
Peningkatan tekanan darah jangka panjang dapat terjadi jika terjadi
peningkatan plasma darah jangka panjang akibat gagal ginjal akibat garam
dan air atau kelebihan garam. Peningkatan sekresi renin atau aldosteron dan
berkurangnya aliran darah ke ginjal dapat mengubah keseimbangan air dan
garam ginjal. Peningkatan plasma darah meningkatkan volume diastolik

16
akhir, yang menyebabkan stroke dan hipertensi. Peningkatan preload sering
dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah sistolik (Wijaya & Putri, 2018)
Peningkatan TPR yang berkepanjangan dapat terjadi ketika ada
peningkatan tekanan darah atau tekanan pada pembuluh darah atau ketika
kerja pembuluh darah terlalu banyak untuk sensasi normal. Kedua penyebab
ini menyebabkan vasokonstriksi. Saat TPR meningkat, jantung harus bekerja
lebih keras dan dengan demikian menghasilkan lebih banyak kekuatan untuk
mendorong darah melalui arteri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
afterload jantung dan sering dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah
diastolik. Jika peningkatan berlanjut setelah waktu yang lama, ventrikel kiri
akan mulai melebar (membesar). Hipertrofi meningkatkan kebutuhan
ventrikel akan oksigen, menyebabkan ventrikel memompa darah lebih keras
untuk memenuhi kebutuhan ini. Pada kondisi hipertrofik, otot mulai
mengencang melebihi panjang normalnya, yang menyebabkan
berkurangnya kontraktilitas dan volume sekuncup (Wijaya & Putri, 2018).
Berdasarkan faktor penyebab, hipertensi dibagi menjadi 2 macam,
yaitu (Riyadi, 2017).
a. Hipertensi esensial/Hipertensi primer
Meskipun penyebab tekanan darah tinggi tidak diketahui, ada
riwayat keluarga tekanan darah tinggi, makan berlebihan, asupan kalori
tinggi, kurang aktivitas fisik, asupan alkohol berlebihan, kalium rendah
dan lingkungan berisiko.
b. Hipertensi sekunder
Beberapa penyebab tekanan darah tinggi termasuk penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi neovaskular, dan hipertensi terkait
kehamilan..
4. Patofisiologi Hipertensi
Fungsi jantung terutama ditentukan oleh curah jantung dan resistensi
perifer. Curah jantung pada orang dengan tekanan darah tinggi biasanya
normal. Secara khusus, ada perbedaan ketinggian resistensi perifer.
Peningkatan perifer ini disebabkan oleh vasokonstriksi arteriol akibat
peningkatan tonus otot pada arteri. Ketika tekanan darah tinggi dalam jangka
panjang, itu adalah bentuk penebalan dan penyebaran intima karena
perubahan pembuluh arteriol. Dengan hipertrofi dan hiperplasia, aliran darah

17
ke otot jantung tidak mencukupi, sehingga relatif anaerobik. Kondisi ini dapat
meningkatkan risiko aterosklerosis (Riyadi, 2017).

Umur, Jenis kelamin, Gaya hidup, Obesitas

Hipertensi

Jantung Otak Ginjal Retina Pembuluh


Darah

Kerja jantung Retensi Vasokontriksi Sparsme


meningkat pembuluh pembuluh arteriol Vasokontriksi
darah otak darah ginjal afterload
meningkat
Peningkatan Rangsang Diplopia
Risiko TIK Aldosteron
penurunan Cardiag
perfusi jaringan output
menurun
Retensi Na
Nyeri Kepala Risiko Injuri
Intoleransi
Aktivitas
Gangguan Odema
Rasa Nyeri

Gangguan
Keseimbangan Cairan

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi (Hariyanto & Sulistyowati, 2018)


5. Tanda dan Gejala Hipertensi
Biasanya tidak ada gejala khusus. Untuk hipertensi berat, gejala yang
dialami orang antara lain sakit kepala, mimisan, pusing, mual dan muntah,
perubahan penglihatan, kesemutan pada kaki dan tangan, sesak napas,
kejang atau koma, dan nyeri dada (Riyadi, 2017).
Sari (2017), menjelaskan bahwa tekanan darah tinggi tidak memiliki
gejala yang spesifik. Secara fisik, penderita hipertensi tidak memiliki
kelainan. Gejala tekanan darah tinggi seringkali mirip dengan gejala atau
kondisi kesehatan, sehingga menyebabkan sebagian orang tidak menyadari
bahwa dirinya memiliki tekanan darah tinggi. Gejala umum termasuk
palpitasi, penglihatan kabur, leher kaku dan kadang-kadang mual dan
muntah, tinitus, gelisah, nyeri dada, kelelahan, kemerahan dan mimisan.

18
Tekanan darah tinggi sering disertai dengan sejumlah gejala, termasuk
masalah mata, gangguan mental, penyakit jantung, gagal ginjal, dan
penyakit otak. Penyakit otak ini dapat menyebabkan kejang dan pendarahan
serebrovaskular, kelumpuhan, kehilangan kesadaran bahkan koma (Sari,
2017)
6. Pemeriksaan Hipertensi
a. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik dimulai dengan penilaian kondisi Anda. Artinya,
perhatian diberikan pada kasus-kasus khusus seperti perkembangan
tubuh bagian atas yang abnormal dibandingkan dengan yang ditemukan
pada penyakit Cushing, pheomasitoma, dan stenosis aorta. Pengukuran
tekanan darah pada lengan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri.
Pemeriksaan fundus menurut klasifikasi Keith-Wagener-Barker berguna
untuk evaluasi. Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk menilai
stenosis atau oklusi (Setiati et al., 2017).
Pemeriksaan kardiovaskular untuk menemukan ukuran jantung
yang besar HVK dan tanda-tanda gagal jantung. impuls apikal yang
penting. Denyut jantung S2 meningkat karena gaya oklusi katup aorta.
Bunyi S4 (galop atrium atau presistolik) dapat disebabkan oleh tekanan
atrium kiri. Bunyi S3 (galop ventrikel atau diastolik) terlihat ketika
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat setelah dilatasi ventrikel
kiri. Ketika S3 dan S4 ditemukan bersama, itu disebut kesatuan. Paru-
paru harus dipertimbangkan untuk suara napas tambahan seperti
berderak/mengi. Pemeriksaan abdomen terdiri dari mencari aneurisma,
pembesaran pembuluh darah, limpa, ginjal dan asites. Auskultasi
murmur (stenosis arteri ginjal) di sekitar sisi kiri dan kanan pergelangan
tangan. Arteri radialis, femoralis, dan dorsal juvenil harus dipalpasi.
Kadar glukosa darah harus diukur setidaknya sekali pada orang muda
(<30 tahun) dengan tekanan darah tinggi (Setiati et al., 2017).
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi (Setiati et al., 2017):
1) Urinalisis: protein, sel darah putih, sel darah merah dan silinder
2) Hemoglobin / Hematokrit
3) Elektrolit Darah: Kalium

19
4) Urea / Kreatinin
5) Diabetes puasa
6) Kolesterol total.
7) Elektrokardiografi menunjukkan HVK hingga 20-50% (kurang
sensitif) tetapi tetap merupakan pola standar.
Apabila biaya pemeriksaan tidak menjadi kendala bagi pasien,
maka diperlukan pula pemeriksaan meliputi (Setiati et al., 2017):
1) TSO
2) Sel darah putih
3) Trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL
4) Kalsium dan fosfor
5) Thorax
6) Ekokardiografi dilakukan karena dapat mendeteksi HVK lebih cepat
dan spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%).
7) Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk menilai fungsi
diastolik (gagal diastolik ventrikel kiri, pseudonormal atau terbatas).
7. Komplikasi Hipertensi
Menurut Murwani (2017), tekanan darah tinggi dapat menyebabkan
masalah pada organ tubuh lainnya. Hematuria dapat terjadi pada ginjal, urin
sedikit, pada otak dapat menyebabkan stroke dan papilitis, pada mata dapat
menyebabkan retinopati hipertensif, dan pada jantung, pembesaran ventrikel
kiri dengan atau tanpa gagal jantung dan serangan jantung (Murwani, 2017).
8. Faktor Pemicu Hipertensi
Pada hipertensi, faktor risiko pemicu hipertensi dibagi menjadi dua
yaitu (Sari, 2017):
a. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Umur
Secara umum, semakin tua, semakin tinggi risiko terkena tekanan
darah tinggi. Hal ini karena tekanan darah meningkat akibat
perubahan pembuluh darah, seperti penyempitan lumen,
pengerasan dinding pembuluh darah, dan berkurangnya elastisitas.
Pria di atas 45 tahun akan lebih rentan terhadap tekanan darah
tinggi dan wanita di atas 55 tahun akan memiliki tekanan darah
tinggi.

20
2) Gender
Pria memiliki lebih banyak hipertensi daripada wanita. Hal ini terjadi
karena anggapan bahwa laki-laki kurang sehat dibandingkan
perempuan. Namun, sebagian besar tekanan darah pada wanita
setelah menopause meningkat. Hal ini disebabkan oleh perubahan
hormonal yang dialami oleh wanita menopause.
3) Genetika
Orang yang memiliki orang tua dengan riwayat tekanan darah tinggi
lebih mungkin untuk mengembangkan tekanan darah tinggi.
Keturunan juga mungkin terlibat dalam pengaturan salinitas
membran sel (NaCl) dan metabolisme renin.
b. Faktor yang dapat diubah
1) Obesitas
Obesitas adalah penimbunan lemak di dalam tubuh. Obesitas dapat
didiagnosis dengan menghitung indeks massa tubuh Anda (BMI).
BMI adalah perbandingan berat badan (kg) dengan tinggi badan (m)
kuadrat. Jika perhitungan BMI Anda lebih besar dari 25 kg/m2,
Anda dianggap obesitas. Obesitas dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi karena suplai darah yang tidak mencukupi. Dalam hal
ini, orang gemuk seringkali memiliki lebih banyak lemak dalam
darah (hiperlipidemia), yang dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis). Stenosis disebabkan oleh
akumulasi plak ateromatosa yang berasal dari lemak. Penyempitan
ini memaksa jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah,
memungkinkan tubuh menemukan oksigen dan nutrisi lain yang
dibutuhkannya. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan darah.
2) Merokok
Merokok dapat meningkatkan detak jantung dan oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung dan oksigen yang dibutuhkan oleh otot.
Pada orang dengan arteriosklerosis atau timbunan lemak di arteri,
merokok dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan
penyakit lain, seperti stroke dan penyakit jantung. Secara umum,
rokok mengandung banyak bahan kimia berbahaya, termasuk
nikotin dan karbon monoksida. Zat-zat ini diserap dari rokok dan

21
masuk ke pembuluh darah, di mana mereka merusak lapisan
endotel pembuluh darah, menyebabkan perkembangan
aterosklerosis dan hipertensi arteri.
3) Minum terlalu banyak alkohol dan kafein
Alkohol juga dikenal sebagai faktor risiko tekanan darah tinggi. Hal
ini diduga karena peningkatan viskositas darah, yang menyebabkan
peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah
dan peningkatan tekanan darah. Kafein, di sisi lain, diketahui
membuat jantung Anda berdetak lebih cepat, memompa lebih
banyak darah setiap detik. Namun, dalam kasus ini, kafein bereaksi
berbeda pada orang yang berbeda.
4) Makan terlalu banyak garam
Garam (NaCl) mengandung natrium, yang dapat menahan cairan
dalam tubuh dengan menyerapnya dari sel dan mencegahnya
keluar. Ini meningkatkan volume dan tekanan darah.
5) Stres
Insiden tekanan darah tinggi lebih tinggi pada orang dengan
depresi. Situasi seperti stres, depresi, kemarahan, ketakutan dan
rasa bersalah dapat meningkatkan tekanan darah dengan
merangsang adrenalin dan membuat jantung berdetak lebih cepat.
6) Keseimbangan hormone
Keseimbangan hormon estrogen dan progesteron dapat
mempengaruhi tekanan darah. Dalam hal ini, wanita memiliki
estrogen, yang berfungsi untuk mencegah penggumpalan darah
dan menjaga dinding pembuluh darah. Inkonsistensi dapat
menyebabkan penyakit pembuluh darah. Penyakit ini terkait dengan
tekanan darah tinggi. Ketidakseimbangan hormon ini seringkali
dapat terjadi saat menggunakan kontrasepsi hormonal, seperti pil
KB.
7) Tidak ada permainan/olahraga
Aktivitas fisik adalah suatu gerakan tubuh yang dilakukan dengan
menggunakan energi otot dan tulang yang penggunaannya
membutuhkan energi. Seiring bertambahnya usia, kemampuan fisik

22
Anda menurun, sehingga semakin sulit bagi Anda untuk memenuhi
tuntutan hidup.
9. Pencegahan Hipertensi
a. Pencegahan Primer
Faktor risiko tekanan darah tinggi termasuk tekanan darah tinggi,
riwayat keluarga tekanan darah tinggi, ras, takikardia, obesitas, dan
asupan garam yang berlebihan. Oleh karena itu, disarankan untuk
melakukan hal berikut:
1) Sesuaikan diet untuk mengontrol berat badan dan mencegah
kolesterol tinggi dan diabetes.
2) Tidak merokok
3) Ubah kehidupan sehari-hari dengan diet rendah garam
4) Latihan untuk mengontrol berat badan (Riyadi, 2017)
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan bila pasien diketahui memiliki
tekanan darah tinggi karena alasan tertentu. Berikut beberapa tindakan
yang dapat dilakukan:
1) Pengobatan pasien dengan obat-obatan atau tindakan seperti
pencegahan primer.
2) Tekanan darah harus dikontrol agar dapat terkontrol secara normal
dan stabil.
3) Penyakit jantung iskemik lainnya harus ditangani.
4) Aktivitas terbatas (Riyadi, 2017)
10. Pengobatan Hipertensi
Saat mengobati tekanan darah tinggi, para ahli sering mengacu pada
pedoman yang ada. Salah satu pedoman terbaru untuk pengelolaan
hipertensi di Indonesia adalah dari Joint National Committee (JNC) VIII yang
diterbitkan pada tahun 2014. Rekomendasi JNC VIII didasarkan pada bukti
dari beberapa penelitian terkontrol secara acak. Dua perubahan utama pada
pedoman JNC VIII adalah modifikasi target tekanan darah sistolik menjadi
<150 mmHg untuk pasien berusia 60 tahun ke atas, dan modifikasi target
tekanan darah untuk orang dewasa dengan diabetes atau penyakit ginjal
pada <140/90. mmHg. Perubahan gaya hidup tidak ditentukan, tetapi juga
termasuk dalam algoritma JNC VIII (Muhadi, 2017).

23
Sementara itu, Kristanti (2013) juga menjelaskan bahwa pada
obesitas, pengobatan hipertensi yang tepat dimulai dengan tindakan
nonfarmakologis, antara lain penurunan berat badan, berhenti merokok, diet
terkontrol, olahraga teratur, manajemen stres dan tidak adanya suplemen.
Peningkatan tekanan darah. Untuk nutrisi, kurangi garam menjadi 5-6 g per
hari dan tingkatkan kandungan kalium (buah) (Kristanti, 2017).
Obat-obatan tradisional yang sering digunakan antara lain (Kristanti,
2017):
a. Darah kulit puli (Alstonia studalis L.) 1/4 inci + daun kumis kucing dan air
ponco lima tangan + 1/4 daun pegagan + 1/4 daun meniran tangan + 3
ibu jari tangan + 3 gelas air bersih Rebus hingga 2 cangkir semua bahan
dan minum 3 kali sehari.
b. Rebus 15g daun murbei (Morus alba L.) + 2 gelas air selama 15 menit
dan minum 2 kali sehari.
c. Cincang seledri (termasuk 3 batang, akar, batang dan daun) + kumis
kucing (3 batang beserta akar, batang dan daunnya) lalu rebus sisa 1
gelas dengan 3 gelas air. Gunakan dalam sehari untuk diminum.
lakukan 3 bulan.
Penggunaan obat tradisional umumnya dianggap lebih aman
dibandingkan dengan penggunaan obat modern. Memang obat tradisional
memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat modern (Sakinah
& Azhari, 2018)
Pendekatan non-farmakologis ini dapat membantu mengurangi dosis
pada beberapa pasien. Oleh karena itu, perubahan gaya hidup penting untuk
diingat karena memainkan peran penting dalam pengobatan tekanan darah
tinggi. Meningkatkan asupan kalium juga merupakan salah satu tindakan
nonfarmakologis untuk mengontrol tekanan darah tinggi, yang dicapai
dengan makan buah dan sayuran yang kaya kalium. Studi klinis
menunjukkan bahwa mengonsumsi suplemen kalium dengan makanan
dapat menurunkan tekanan darah sebesar 60 hingga 120 mmol per hari,
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 4,4 dan 2,5 mmHg
pada pasien hipertensi dan 1,8 dan 1,0 mmHg pada pasien hipertensi (Aziz,
2020).

24
2.1.3 Tinjauan tentang Aktivitas Fisik
1. Definisi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dilakukan oleh otot rangka
dan meningkat intensitasnya. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan
anggota badan yang dilakukan oleh otot rangka dan membutuhkan usaha.
Aktivitas fisik yang teratur memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, dan
kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko kematian di seluruh dunia
(Sholihah, 2019).
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan otot rangka dan
membutuhkan energi untuk melakukannya. Contoh kegiatan yang berbeda
termasuk olahraga, aktivitas fisik (olahraga) dan kegiatan lain seperti
olahraga, pekerjaan rumah tangga dan berkebun. Kurangnya latihan fisik
dapat menyebabkan obesitas, penyakit tidak menular dan penyakit pada
sistem muskuloskeletal. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan
setidaknya 60 menit aktivitas fisik sedang hingga berat. Lebih dari 60 menit
aktivitas fisik sehari baik untuk kesehatan Anda. Anda harus berpartisipasi
dalam penguatan otot dan tulang minimal 3 kali seminggu (WHO, 2017).
2. Manfaat Aktivitas Fisik
Menurut Syam (2017), manfaat dari aktifitas fisik adalah :
a. Membantu mengelola berat badan dan membuat pekerjaan sehari-hari
lebih mudah.
b. Anak-anak dan remaja yang aktif secara fisik menunjukkan gejala
depresi yang lebih sedikit daripada teman sebayanya.
c. Mengurangi risiko banyak penyakit, seperti penyakit jantung (PJK),
diabetes dan kanker.
d. Memperkuat jantung dan meningkatkan fungsi paru-paru.
e. memperkuat tulang dan otot
f. Meningkatkan kesehatan mental
g. Meningkatkan kinerja dalam pekerjaan sehari-hari dan mencegah jatuh
h. Tingkatkan peluang umur panjang Anda
Manfaat aktivitas fisik adalah sebagai berikut (Sholihah, 2019):
a. Jantung dan otot yang kuat
b. Meningkatkan fungsi dan kesehatan tulang

25
c. Mengurangi risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke,
diabetes, berbagai kanker (termasuk kanker payudara dan usus besar),
dan depresi.
d. Mengurangi risiko patah tulang
e. Keseimbangan energi dan kontrol berat badan
3. Jenis-Jenis Aktivitas Fisik
Mahadjani (2020) menjelaskan bahwa aktifitas fisik dapat
digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu :
a. Aktifitas Ringan
Membutuhkan energi yang rendah dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan pada pernapasan atau daya tahan tubuh,
seperti aktivitas (interaksi) dengan kelompok masyarakat, kerja pagi,
atau pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan tenaga. Pekerjaan
ringan seperti ini akan sebatas bermain-main di sekitar rumah. kinerja
rata-rata.
b. Aktifitas Sedang
Memerlukan latihan, aktivitas fisik, atau fleksibilitas yang kuat atau
kuat (misalnya, mengendarai sepeda, menaiki tangga atau berjalan
menanjak, merawat/menggendong anak/bayi).
c. Aktifitas Berat
Sering dikaitkan dengan olahraga dan kebutuhan energi untuk
membuat Anda berkeringat. Misalnya: Kegiatan senam dan hortikultura
seperti mencangkul, menanam, menyiangi, dll. Pekerjaan ini dilakukan
secara lembur atau sebagai pekerjaan.
Anda terlihat kuat dan kekar dengan melakukan aktivitas fisik yang
meningkatkan oksigen di jaringan tubuh Anda, yang terus-menerus bekerja
untuk mengubah hal-hal seperti meningkatkan sistem kardiovaskular dan
menjaga jantung tetap kuat di otot Anda. Selain itu, denyut nadi yang kuat
dan teratur meningkatkan elastisitas pembuluh darah karena relaksasi dan
vasodilatasi, mengurangi lemak dan meningkatkan tonus otot pada dinding
pembuluh darah (Mahadjani, 2020).
Menurut Sari (2017), aktivitas fisik termasuk olahraga sering
digunakan untuk mengatur dan meningkatkan metabolisme tubuh, termasuk
melancarkan peredaran darah dan menjaga kesehatan tubuh. Olahraga

26
teratur juga dapat mencegah obesitas karena kurangnya aktivitas fisik dan
makan berlebihan. Karena olahraga dapat menurunkan hormon kortisol yang
dapat menyebabkan stres, diperkirakan tidak hanya bermanfaat bagi tubuh,
tetapi juga membuat orang bahagia. Olahraga juga dapat melepaskan
endorfin, yang dapat membuat Anda bahagia dan rileks.
Aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan fungsi jantung dan
meningkatkan distribusi oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Banyaknya
manfaat olahraga yang baik bagi penderita tekanan darah tinggi. Untuk itu,
penderita tekanan darah tinggi disarankan untuk berolahraga secara teratur
sesuai dengan kemampuan fisiknya. Olahraga teratur, seperti jalan kaki,
jogging, bersepeda, atau aerobik selama 30 hingga 54 menit tiga hingga
empat kali seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Muhadi (2016)
menemukan dalam JNC 8: Evidence-Based Guidelines for the Management
of Hypertension in Adults bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah sebesar 4–9 mmHg.
4. Jenis Aktivitas Fisik pada Lansia
Aktivitas fisik yang efektif untuk orang dewasa harus memenuhi
standar FITT (Frequency Intensity Time Type). Frekuensi mengacu pada
seberapa sering Anda melakukan sesuatu dan berapa hari dalam seminggu
Anda melakukannya. Upaya mengacu pada tingkat kinerja suatu tindakan
dan biasanya dibagi dengan upaya yang dilakukan. Secara umum, mereka
dikategorikan ke dalam daya rendah, daya sedang, dan daya tinggi. Jumlah
aktivitas fisik yang disarankan untuk penderita tekanan darah tinggi adalah
30 hingga 60 menit aktivitas sedang setiap hari. Kalori membakar setidaknya
150 kalori sehari (Prabowo, 2017).
Aktivitas fisik untuk lansia terdiri dari (Prabowo, 2017):
a. Aktivitas sehari-hari yang dikerjakan
b. Olahraga
1) Berjalan
Berjalan 3 km dalam 30 menit dapat membakar 150 kalori.
2) Joging
Jogging adalah latihan aerobik yang bagus karena membakar kalori
dengan cepat dan dapat meningkatkan kinerja jantung, paru-paru,
dan otot Anda. Lari 2 km dalam 20 menit bisa membakar 150 kalori.

27
3) Bersepeda
Bersepeda harus dilakukan secara perlahan. Kecuali Anda
bersepeda di sepanjang jalan setapak, bersepeda tidak cukup untuk
menjaga kesehatan jantung dan jiwa Anda. Anda dapat membakar
hingga 150 kalori bersepeda 13 km dalam 30 menit.
4) Berenang
Berenang adalah olahraga yang bagus karena dapat meningkatkan
kesehatan jantung, paru-paru, dan semua otot Anda. Berenang
selama 20 menit dapat membakar hingga 150 kalori.
5. Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Melakukan Aktivitas Fisik
a. Jika lemak (plak) menumpuk dan dapat menyebabkan retensi natrium,
bicarakan dengan dokter Anda tentang kegiatan ini dan berapa lama
Anda dapat melakukannya. Tekanan darah meningkat karena
peningkatan volume plasma.
b. Berhenti merokok dapat membantu mengurangi risiko serangan jantung,
gagal jantung, atau stroke (Ernawati, 2019).
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik
Menurut Potter & Perry (2012), kesediaan dan kemampuan lansia
untuk melakukan tugas sehari-hari dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut::
a. Faktor-faktor dari dalam diri sendiri
1) Usia
Kemampuan orang tua untuk melakukan tugas sehari-hari
dipengaruhi oleh usia mereka. Usia seseorang menunjukkan
keinginan dan kemampuan, atau seseorang bereaksi terhadap
kurangnya kemampuan untuk bekerja setiap hari.
2) Jenis Kelamin
Pria dan wanita yang lebih tua dengan kebutuhan fisik yang
berbeda kurang aktif ketika orang tua masuk, dan sering duduk dan
beristirahat, menonton televisi atau membaca koran. Ini, tidak
seperti wanita, masih melakukan aktivitas fisik di rumah, seperti
memasak, menyiapkan makanan untuk keluarga dan menjahit,
bahkan setelah usia tua (Surti dkk., 2017).

28
3) Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisik seseorang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Misalnya, otak
mengumpulkan, mentransmisikan, dan memanipulasi informasi dari
lingkungan.
4) Fungsi kognitif/Pengetahuan
Fungsi kognitif adalah berpikir dan berpikir yang melibatkan proses
mengingat, menilai, mengarahkan, melihat, dan memperhatikan.
Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk melakukan tugas sehari-hari.
b. Faktor Dari Luar
1) Lingkungan keluarga
Keluarga adalah tempat favorit orang dewasa. Lansia adalah
sekelompok orang lanjut usia yang berdampak pada perekonomian,
masyarakat, budaya, kesehatan, dan kesehatan jiwa, sehingga
lansia memiliki kehidupan yang sehat, sejahtera, dan bermanfaat.
2) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja memiliki dampak positif pada pasien di tempat
kerja karena setiap kali Anda bekerja, Anda dapat mengakses detail
lingkungan tempat Anda bekerja.
5) Biologis Ritme
Ritme biologis mempengaruhi fungsi kehidupan manusia. Ritme
biologis membantu organisme mengatur lingkungan fisik mereka.
7. Aktivitas Fisik pada Lansia
Aktivitas fisik untuk lansia yang dianjurkan menurut Kemenkes RI
(2019) yaitu:
a. Minimal 150 menit aktivitas fisik per minggu atau 17 menit aktivitas
sedang.
b. Jika peserta mengetahui waktu yang disarankan, orang dewasa harus
berlatih 30 menit per minggu dengan intensitas sedang dan 150 menit
pada intensitas tinggi.
c. Kebanyakan orang dewasa memiliki masalah koordinasi dan
membutuhkan latihan keseimbangan setidaknya 3 kali seminggu dan
latihan kekuatan setidaknya 2 kali seminggu..

29
Anda dapat memilih dari berbagai jenis olahraga atau aktivitas fisik
yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan lansia. Untuk penggunaan
sedang, misalnya jalan-jalan pendek, membersihkan rumah, bersepeda,
menaiki tangga, berkebun. Selama ini, kegiatan yang dilakukan antara lain
berenang, yoga, jogging, jalan kaki, menggendong bayi, dan bermain tenis
(Kemenkes RI, 2019).
8. Aktivitas Fisik dan Hipertensi
Ada hubungan antara aktivitas fisik dan tekanan darah. Stabilisasi
tekanan darah dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Denyut jantung akan
lebih tinggi pada orang yang tidak aktif dibandingkan pada orang yang
berolahraga secara teratur. Semakin tinggi detak jantung Anda, semakin
keras otot jantung Anda bekerja dengan setiap kontraksi. Upaya yang lebih
besar dari otot jantung untuk memompa bunga cinta cinta cinta untuk
meningkatkan tekanan darah, lebih banyak tekanan darah diterapkan ke
dinding pembuluh darah, yang mengarah pada resistensi, yang mengarah ke
peningkatan tekanan darah (Triyanto, 2014).
Aktivitas fisik yang teratur dapat membuat perbedaan. Misalnya pada
jantung, otot akan menjadi kuat dan kapasitas akan meningkat, pola atau
denyut nadi akan kuat dan teratur, dan elastisitas pembuluh darah akibat
relaksasi dan vasodilatasi akan meningkat, sehingga mengurangi lemak dan
meningkatkan tekanan darah. , fakta bahwa kontraksi otot dinding pembuluh
darah (Karim, 2018).
Proses menua merupakan proses alami dan berkesinambungan
dimana tubuh mengalami perubahan anatomis, fisiologis dan biokimiawi.
Perubahan ini mempengaruhi kerja dan kapasitas seluruh tubuh. Ketika
aktivitas fisik menurun seiring bertambahnya usia, jumlah aktivitas fisik yang
dilakukan oleh orang tua berkurang. Penurunan berat badan dapat
meningkatkan risiko tekanan darah tinggi pada orang tua. Oleh karena itu,
tekanan darah tinggi sering ditemukan pada orang dewasa yang tidak aktif
secara fisik (Sumarta, 2020).

30
2.2 Penelitian Relevan
Tabel 2.3 Penelitian Relevan
No. Judul/Peneliti Metode Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Hubungan Aktivitas Penelitian ini merupakan Hasil uji chi-square 1. Variabel bebas 1. Populasi adalah
Fisik dengan penelitian eksploratif yang didapatkan nilai p = 0,000 aktivitas fisik, variabel lansia yang diambil
Kejadian Hipertensi menggunakan desain yang menunjukkan bahwa terikat kejadian dengan teknik
pada Pekerja di interseksional. Pasar Beringharjo terdapat hubungan positif hipertensi purposive sampling.
Pasar Beringharjo Yogyakarta memiliki 5.760 antara tubuh dengan 2. Pendekatan cross 2. Aktivitas fisik diukur
Yogyakarta karyawan. Teknik pengambilan tekanan darah. sectional dengan kuisioner
(Khoiriyah, 2019) sampel menggunakan sampel 3. Menggunakan uji chi International
acak sebanyak 198 responden. square Physical Activity
Alat pengumpulan data aktivitas Questionnaire
fisik menggunakan Beck (IPAQ)
Questionnaire yang diadopsi oleh 3. Pengukuran tekanan
Becke. Berdasarkan pengukuran darah menggunakan
tekanan darah menggunakan tensimeter digital
sfigmomanometer dan stetoskop

2. Hubungan Aktivitas Desain dan kompetisi sosial. Desa Didapatkan nilai Sig.= 1. Variabel bebas 2. Populasi adalah
Fisik Dengan Trogomas, Lowokwaru-gu, 0,005(α ≤0,05). Artinya ada aktivitas fisik, lansia yang diambil
Tekanan Darah Malangsi Jumlah penderita hubungan aktivitas fisik 2. Pendekatan cross dengan teknik
Pada Masyarakat hipertensi di wilayah Trogo adalah dengan tekanan darah pada sectional purposive sampling.
Penderita 104, dan sampel untuk sampel masyarakat penderita 3. Menggunakan uji chi 3. Aktivitas fisik diukur
Hipertensi Di tujuan adalah 51. Alat hipertensi di wilayah square dengan kuisioner
Wilayah Tlogosuryo pengumpulan data adalah Tlogosuryo, Kelurahan 4. Teknik sampel International
Kelurahan kuesioner dan baecke monitoring Tlogomas Kecamatan purposive sampel. Physical Activity
Tlogomas (pengukuran tekanan darah Lowokwaru Kota Malang. Questionnaire
Kecamatan menggunakansphygmomanometer (IPAQ)
Lowokwaru Kota avaskular) 4. Pengukuran tekanan
Malang (Hasanudin darah menggunakan
dkk., 2018) tensimeter digital

31
3. Hubungan Aktivitas Desain penelitian menggunakan erdasarkan hasil uji statistik 1. Variabel bebas d. Pada penelitian ini
Fisik Dengan studi observasional dengan chi-square didapatkan aktivitas fisik, populasi adalah
Derajat Hipertensi pendekatan cross sectional. hubungan antara aktivitas 2. Pendekatan cross lansia.
Pada Pasien Rawat Sampel sebanyak 40 responden fisik dengan tekanan darah sectional e. Aktivitas fisik diukur
Jalan Di Wilayah diambil sampelnya dengan sebesar 95% (∝≤ 0,05) dan 3. Menggunakan uji chi dengan kuisioner
Kerja Puskesmas menggunakan purposive diperoleh nilai pvalue 0,039. square International
Tagulandang sampling. Pengumpulan data dari Kesimpulannya adalah ada 4. Teknik sampel Physical Activity
Kabupaten Sitaro responden menggunakan hubungan antara aktivitas purposive sampel. Questionnaire
(Karim, 2018) kuesioner aktivitas fisik dan fisik dengan tekanan darah (IPAQ)
kuesioner tekanan darah tinggi pada pasien rawat
jalan yang bekerja di
Puskesmas Tagulandang
Kabupaten Shitaro..

32
2.3 Kerangka Teori

Lansia Kekakuan Pembuluh


darah

Aktivitas Fisik
Pencegahan Primer2): Lansia3)
1. Diet Berat Badan Hipertensi1) 1. Aktifitas sehari-
2. Berhenti merokok (>150/>90mmHg) hari
3. Konsumsi rendah 2. Berjalan kaki
garam 3. Jogging
4. Bersepeda
5. Berenang santai
Pencegahan
Sekunder2):
1. Pengelolaan obat-
obatan
2. Kontrol faktor risiko
penyakit jantung Klasifikasi4):
iskemik 1. Ringan
3. Kontrol berkala 2. Sedang
3. Berat
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.2. Kerangka Teori
Sumber: 1)Nareza (2020); 2)Riyadi (2014); 3)Prabowo (2017); 4)Ernawati (2019)
2.4 Kerangka Konsep

Aktivitas Fisik Hipertensi

Keterangan
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
: Hubungan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis Penelitian
Ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di LKS
Beringin.

33
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian merupakan kuantitatif menggunakan desain cross
sectional. Melalui penelitian ini, perluasan atau pengaruh perbedaan hasil yang
terkait dengan penyebab perbedaan perbedaan diselidiki. Dalam penelitian ini,
dilakukan untuk mengetahui kaitan terjadinya hipertensi ditinjau dari aktivitas fisik
pada lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di LKS Beringin Limboto Kabupaten
Gorontalo Provinsi Gorontalo.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2021 sampai dengan
27 Desember 2021.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Independen (Bebas)
Pada penelitian ini, variabel independen adalah aktivitas fisik.
3.3.2 Variabel Dependen
Variabel terikat pada penelitian ini adalah Kejadian Hipertensi.
3.4 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Operasional
Bebas
Aktivitas Kegiatan sehari- Recall Kuesioner Ordinal Aktivitas fisik
Fisik hari yang sering Kegiatan lansia aktivitas ringan: skor
dilakukan oleh yang dilakukan fisik <600MET
lansia yang setiap hari (IPAQ) menit/minggu
membutuhkan selama 7 <600 MET
tenaga untuk (tujuh) hari menit/minggu
melakukannya terakhir Aktivitas fisik
sedang: skor
600-3000 MET
menit/minggu
Aktivitas fisik
berat: skor
>3000 MET
menit/minggu

34
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Operasional
Terikat
Kejadian Tekanan darah Tekanan darah Lembar Ordinal Tidak Hipertensi:
Hipertensi yang dialami oleh sistolik dan observasi TD <150/<90
lansia dan diastolik dan mmHg
klasifikasinya Tensimet Hipertensi: TD
er digital >150 / >90 mmHg

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Penelitian ini mengambil populasi lansia yang tercatat di dalam serta diluar
LKS Beringin Kabupaten Gorontalo yaitu sebanyak 140 orang.
3.5.2 Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini mengadopsi teori dari Arikunto (2013)
yang menyatakan bahwa jika subjeknya kurang dari 100 orang sebaiknya diambil
semuanya, jika subjeknya besar atau lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15%
atau 20-30% atau lebih. Peneliti mengambil persentase 30% dari jumlah
populasi, maka jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30% x 140 orang =
42 orang.
Penelitian ini mengadopsi teknik pengambilan sampling dengan
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan peneliti. Alasan menggunakan teknik Purposive
Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai
dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih teknik Purposive
Sampling yang menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria
tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam
penelitian ini.
Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang memenuhi kriteria:
1. Inklusi
a. Terdaftar di LKS Beringin
b. Tidak mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran.
c. Tidak mengalami cacat fisik
2. Eksklusi
a. Mengalami sakit yang dapat menghambat proses interaksi dengan peneliti
b. Bersedia menjadi responden

35
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Data Primer
Data utama penelitian ini adalah data yang diperoleh dari instrumen survei
yang dibagikan kepada responden tentang aktivitas fisik dan hipertensi pada
lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo.
3.6.2 Data Sekunder
Data sekunder untuk penelitian ini adalah data dari LKS Beringin
Kabupaten Gorontalo dan data yang diperoleh dari bahan-bahan yang digunakan
untuk mendukung penelitian, seperti buku, manual, artikel, dan informasi lainnya.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa lembar kuesioner yang berisi variabel
penelitian yaitu meliputi aktivitas fisik dan hipertensi.
1. Aktivitas Fisik
Dalam penelitian ini, IPAQ (International Physical Activity
Questionnaire) digunakan untuk mengukur aktivitas fisik. IPAQ terdiri dari
pertanyaan yang mencakup jenis, durasi, dan frekuensi aktivitas selama
periode waktu tertentu (misalnya, selama 7 hari terakhir). Berbagai jenis
latihan fisik dibagi menjadi tiga tingkatan: olahraga sedang, olahraga
sedang, dan olahraga sedang. Pengukuran aktivitas fisik dapat dilakukan
dengan mengukur energi yang digunakan saat bermain dalam satu menit
(Ernawati, 2019). IPAQ memberikan skor aktivitas fisik menggunakan rumus
berikut: MET/minggu = tingkat MET (jenis aktivitas) X jumlah menit aktivitas
X jumlah hari/minggu, dengan perincian di bawah ini:
a. Aktivitas fisik ringan : 3,3 X waktu berjalan (dalam menit) X jumlah
hari
b. Aktivitas fisik sedang : 4,0 X waktu melakukan aktivitas fisik sedang
(dalam menit) X jumlah hari
c. Aktivitas fisik berat : 8,0 X waktu melakukan aktivitas fisik berat
(dalam menit) X jumlah hari
2. Hipertensi
Pada penelitian ini, tekanan darah dalam mmHg yang diukur dengan
tensimeter digital lansia diukur dengan memeriksa kertas yang berisi
tekanan darah sistolik dan diastolik untuk mengukur hipertensi.

36
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 Pengolahan Data
1. Pengolahan Data Secara Manual
a. Menyusun kode
Kode merupakan perangkat kolom untuk pencatatan hasil penellitian
secara tertulis. Lembaran ini berisi data-rata sampel dan daftar
pertanyaan.
b. Input Data
Artinya, tulislah pada baris atau kotak pada lembar kode atau kartu kode
sebagai jawaban dari setiap pertanyaan.
c. Tabulasi
Artinya, membuat tabel informasi sesuai dengan tujuan penelitian atau
kebutuhan peneliti (Notoatmodjo, 2012).
2. Pengolahan Data Dengan computer
a. Coding
Setelah mengoreksi atau mengoreksi semua pertanyaan, maka
dilanjudkan dengan memberi kode/“coding”, yang mengubah data dalam
bentuk bilangan nomor.
b. Memasukan Data (Data Entry) atau Processing
Tanggapan masing-masing responden dalam bentuk “kode” (angka atau
huruf) dicatat dalam suatu dokumen, misalnya program komputer atau
“perangkat lunak”. Ada banyak jenis perangkat lunak komputer, masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan (Notoatmodjo, 2012).
Perangkat lunak yang paling umum digunakan untuk "entri data" adalah
paket perangkat lunak SPSS untuk Windows.
3.8.2 Penyajian Data
Penyajian suatu informasi dari penelitian dalam berbagai bentuk. Secara
umum ada tiga jenis presentasi: presentasi tekstual (teks), presentasi tabular dan
presentasi grafis. Secara umum, penggunaan ketiga jenis presentasi ini berbeda.
Representasi umumnya digunakan untuk penelitian atau data kualitatif
sedangkan representasi data digunakan untuk klasifikasi dan data tabulasi.
Namun, jika Anda ingin menampilkan nilai atau membandingkan data, lebih baik
menampilkannya dalam gambar (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini,

37
penyajian data dilakukan setelah data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel
dan dinarasikan.
3.8.3 Analisa Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik variabel yang diteliti, dimana outpunya berupa frekuensi serta
persentase dari variabel tersebut (Notoatmodjo, 2012). Analisis univariate
dalam penelitian ini menggunakan tabel distribusi frekuensi
X
P= x 100%
n

Keterangan:
P : Persentase
X : Hasil objek yang diteliti
n : Jumlah seluruh objek yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel yang diduga berpengaruh
atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2012). Pengujian dilakukan menggunakan uji
Chi Square. Hal ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa hubungan
aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia, dengan nilai = 0,05.
Seluruh analisis dilakukan menggunakan program pengolah data statistika
yaitu SPSS.
3.9 Hipotesis Statistik
Pada penelitian ini digunakan hipotesis statistik :
H0 : Jika χ2 hitung < χ2 tabel dan nilai p > α (0,05), yang artinya tidak ada
korelasi variabel bebas terhadap variabel terikat.
H0 : Jika χ2 hitung > χ2 tabel dan nilai p < α (0,05), yang artinya ada korelasi
variabel bebas terhadap variabel terikat.

38
3.10 Etika Penelitian
Notoatmodjo (2012) menjelaskan prinsip dasar dan etika penelitian:
1. Menghormati martabat manusia.
Peneliti harus mempertimbangkan kebijakan subjek penelitian untuk
memperoleh informasi tentang tujuan peneliti dalam penelitian. Peneliti juga
memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau
tidak. Penyidik harus menyiapkan formulir persetujuan.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan penelitian (Privacy and Confidentiality)
Tidak diperkenankan membocorkan identitas subjek penelitian. Peneliti
hanya menggunakan koding atas nama klien.
3. Keadilan dan Berbagi/Keterbukaan (Respect for Justice, Solidarity)
Prinsip keterbukaan dan kejujuran harus dipatuhi oleh para ilmuwan
yang jujur, berpikiran terbuka, dan tidak memihak. Untuk itu, wilayah
penelitian harus disesuaikan dengan prinsip keterbukaan dengan
menjelaskan proses penelitian.
4. Mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang terjadi (keseimbangan
antara kerugian dan keuntungan)
Ilmu pengetahuan harus memberikan manfaat terbesar bagi orang-
orang pada umumnya, dan ilmu pengetahuan pada khususnya. Peneliti
harus melakukan upaya untuk mengurangi dampak negatif pada subjek.
Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian harus mencegah atau setidaknya
mengurangi penderitaan subjek, cedera, depresi, dan kematian.

39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Panti Sosial Tresna Werdha Beringin bermulah dari sebuah Panti
Jompo yang didirikan oleh Ibu A.K. Mahani (almarhumah) dan Bapak S. Mahani
(almarhum) dengan nama: PANTI WERDHA ILOPONU. Untuk memenuhi
kebutuhan kesejahteraan penghuni Panti Werdha Iloponu menjalin kerja sama
dengan pengurus PDP II Golkar Kabupaten Gorontalo dibawah pimpinan
Bapak Ir. Nasir A. Mooduto (Almarhum) yang kemudian Panti Werdha menjadi
Panti Binaan DPD II Golkar Kabupaten Gorontalo. Terakhir nama Panti Werdha
Beringin disesuaikan dan disempurnakan secara rasional menjadi: Lembaga
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS-LU) Beringin.
LKS-LU Beringin berdiri sejak 7 Maret 1976 dan terletak di Jl. Mujair 2
Kelurahan Hutuo Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo,
sekarang sudah berganti menjadi Jln. Prof DR. h. Sahmima Nur M. H.
Kelurahan Hutuo Kecamatan Limboto dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Telaga Biru
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Limboto Barat
3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Limboto
Sasaran pelayanan LKS-LU Beringin ditujukan kepada: lansia yang
terlantar, lansia dari keluarga dibawah kemisikinan, korban kekerasan dalam
rumah tangga, dan lansia yang dititipkan oleh keluarga. Jenis kegiatan yang
diselenggarakan di LKS-LU Beringin meliputi Pemenuhan kebutuhan fisik terdiri
dari: pemberian makan tiga kali sehari, pemberian kopi, teh dan air gula sesuai
kebiasaan setiap lansia dua kali sehari, pemberian pakaian, menyediakan
tempat tinggal, olahraga lansia, perawatan kesehatan melalui posyandu lansia
secara rutin sekali sebulan dan pemeriksaan kesehatan oleh dokter ahli dari
RSU M.M. Dunda Limboto bagi lansia yang memerlukan, Pemenuhan
kebutuhan rohani: pengajian, ceramah agama/majelis taklim, bimbingan sosial
dan Sholat 5 waktu dan Keterampilan: menganyam.

40
4.2 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan di LKS Beringin Limboto Kabupaten Gorontalo
Provinsi Gorontalo pada tanggal 24 Juni 2021 sampai dengan 27 Desember
2021. Variabel aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner International
Physical Activity Questionnaire (IPAQ), sedangkan variable hipertensi
menggunakan lembar observasi yang berisi batas atas tekanan darah dan batas
bawah tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg, diukur dengan tensimeter
digital.
4.2.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan, yang disajikan sebagai berikut:
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Sumber: Data Primer (2021)


Gambar 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada 42 orang
yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar berumur 66-74
tahun yaitu sebanyak 29 orang (69,0%), sedangkan responden yang
berumur 60-65 tahun sebanyak 13 orang (31,0%).

41
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Data Primer (2021)


Gambar 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada 42 orang
yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 28 orang (66,7%) dan yang berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 14 orang (33,3%).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Sumber: Data Primer (2021)


Gambar 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

42
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada 42 orang
yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar berpendidikan
sekolah dasar (SD) yaitu sebanyak 36 orang (85,7%), sedangkan yang
paling sedikit berpendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak 1 orang (2,4%).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Sumber: Data Primer (2021)


Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada 42 orang
yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar tidak bekerja
yaitu sebanyak 28 orang (66,7%) dan yang bekerja sebanyak 14 orang
(33,3%).
4.2.2 Analisis Univariat
1. Aktivitas Fisik pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo

Sumber: Data Primer (2021)

43
Gambar 4.5 Aktivitas Fisik pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada 42 orang
yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar melakukan
aktivitas fisik sedang yaitu sebanyak 23 orang (54,8%) sedangkan yang
melakukan aktivitas fisik ringan sebanyak 19 orang (45,2%).
2. Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo

Sumber: Data Primer (2021)


Gambar 4.6 Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada 42 orang
yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar responden tidak
mengalami hipertensi yaitu sebanyak 26 orang (61,9%) dan yang tidak
mengalami hipertensi sebanyak 16 orang (38,1%).
4.2.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
pada lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo. Hasil analisis sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS
Beringin Kabupaten Gorontalo
Kejadian Hipertensi
Tidak Jumlah X2 hitung
Aktivitas Fisik Hipertensi
Hipertensi ρ value
n % n % N %
Ringan 11 26,2 8 19,0 19 45,2 5,768
Sedang 5 11,9 18 42,9 23 54,8 0,016

44
Jumlah 16 38,1 26 61,9 42 100
Sumber: Data Primer (2021)
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada pada 42 orang
lansia di LKS Beringin yang menjadi responden pada penelitian ini terdapat 16
orang yang mengalami hipertensi. Dari jumlah tersebut, lansia yang melakukan
aktivitas fisik ringan sebanyak 11 orang (26,2%) dan aktivitas fisik sedang
sebanyak 5 orang (11,9%). Sementara itu, terdapat 26 orang yang tidak
mengalami hipertensi. Dari jumlah tersebut terdapat 8 orang (19,0%) lansia yang
melakukan aktivitas fisik ringan dan 18 orang (42,9%) lansia yang melakukan
aktivitas fisik sedang.
Hasil analisis menggunakan uji chi square didapatkan nilai X 2 hitung =
5,768 dan nilai ρ = 0,016. Dengan pemenuhan hipotesis nilai X2 hitung (5,768) >
X2 tabel (3,814) dan nilai ρ (0,000) < α (0,05), maka dinyatakan bahwa terdapat
hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di LKS Beringin
Kabupaten Gorontalo.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Karakteristik Responden
1. Umur
Hasil penelitian menunjukkan pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo sebagian besar berumur 66-74 tahun yaitu sebanyak 29 orang
(69,0%). Sedangkan responden berumur 60-65 tahun sebanyak 13 orang
(31,0%). Berdasarkan pengelompokkan umur yang ditetapkan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia bahwa seseorang pada umur 56-65 tahun
dikelompokkan sebagai masa lansia akhir dan setelah umur 65 tahun keatas
dikelompokkan sebagai masa manula (Al Amin & Djuniati, 2017).
Peneliti berasumsi, tekanan darah mengalami peningkatan seiring
dengan penuaan yang terjadi. Hal ini terjadi karena seiring bertambahnya
usia fungsi organ mengalami kemunduran, seperti produksi kolagen di media
pembuluh darah. Akibatnya, lumen pembuluh darah menyempit dan akhirnya
meningkatkan tekanan darah. Seiring bertambahnya usia alami seseorang,
penuaan tidak dapat dicegah, tetapi dapat dikendalikan melalui kebiasaan
makan yang sehat. Sebagian besar orang dengan tekanan darah tinggi
disebabkan oleh pola makan yang buruk yang meningkatkan risiko terkena
tekanan darah tinggi.

45
Secara umum, semakin tua, semakin tinggi risiko terkena tekanan
darah tinggi. Hal ini karena tekanan darah meningkat akibat perubahan
pembuluh darah, seperti penyempitan lumen, kekakuan dinding pembuluh
darah, dan berkurangnya elastisitas. Pria di atas 45 tahun akan memiliki
tekanan darah tinggi, sedangkan wanita di atas 55 tahun akan memiliki
tekanan darah tinggi (Sari, 2017).
Seiring bertambahnya usia, fungsi fisiologis dan daya tahan tubuh
yang disebabkan oleh proses penuaan berkurang sehingga menyebabkan
penyakit termasuk tekanan darah tinggi. Hal ini didasarkan pada teori bahwa
setelah usia 55 tahun, kolagen menumpuk di otot, yang membuat dinding
pembuluh darah lebih tebal dan pembuluh darah menyempit dan keras.
Seiring bertambahnya usia, tekanan darah meningkat karena banyak faktor
termasuk penurunan tekanan darah dan penurunan fungsi ginjal sebagai
beban untuk tekanan darah tinggi. Lansia memiliki risiko tinggi terkena
penyakit seperti hipertensi dan penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit
jantung koroner (PJK) (Tamamilang et al., 2019).
Peneliti menyimpulkan bahwa tekanan darah tinggi, atau tekanan
darah tinggi, biasanya terjadi pada usia tua. Dengan bertambahnya usia,
tekanan darah sistolik mencapai rata-rata 20 mm Hg dan dipertahankan
hingga usia 70 tahun. Peningkatan risiko terkait usia dijelaskan oleh
hipertensi sistolik terisolasi yang terkait dengan peningkatan resistensi
vaskular peribral arteri. Tekanan darah meningkat dengan bertambahnya
usia, ada perkembangan regurgitasi aorta, dan ada degeneratif vas
deferens, yang lebih sering terjadi pada orang tua.
Peneliti berasumsi bahwa fungsi tubuh manusia melemah dan menjadi
lebih rentan terhadap penyakit seiring bertambahnya usia. Meskipun sangat
sedikit orang muda yang memiliki tekanan darah tinggi, orang muda juga
dapat mengalami tekanan darah tinggi karena pola makan yang buruk,
termasuk pola makan yang buruk, genetika, obesitas, stres, dan kualitas
hidup yang buruk. Menyebabkan tekanan darah tinggi di usia muda.
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian dari Agustina et al.
(2016), yang mendapatkan hasil penelitian pada lansia di puskesmas
Pekanbaru bahwa berdasarkan usia mayoritas berusia 60-74 tahun yaitu 73
orang (83,9%). Sementara itu penelitian Novitaningtyas (2016) di Kabupaten

46
Sukoharjo, Kecamatan Kartasura, Desa Makamhaji mayoritas lansia adalah
lansia (lansia) sebesar 82,5%. Usia rata-rata orang dewasa dalam penelitian
ini adalah 67,60 ± 5,41 tahun, dan usia subjek minimum adalah 60 tahun dan
usia maksimum adalah 83 tahun.
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 28
orang (66,7%), sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 14 orang
(66,7%).
Peneliti berasumsi, wanita yang lebih tua lebih cenderung memiliki
tekanan darah tinggi daripada pria. Rata-rata, wanita berusia 45 tahun
berisiko mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) setelah menopause.
Wanita pra-menopause dilindungi oleh hormon estrogen, yang bertanggung
jawab untuk meningkatkan kadar high-density lipoprotein (HDL). Kolesterol
HDL yang rendah dan kadar kolesterol LDL (low density lipoprotein) yang
tinggi mempengaruhi perkembangan aterosklerosis.
Wanita yang lebih tua mempunyai menunjukkan salah satu ciri yang
menunjukkan risiko tekanan darah tinggi pada wanita lebih tinggi
dibandingkan pada pria. Wanita berisiko mengalami tekanan darah tinggi
setelah menopause, yaitu setelah usia 45 tahun. Wanita yang telah hamil
memiliki kadar estrogen yang lebih rendah. Estrogen ini bekerja untuk
meningkatkan high-density lipoprotein (HDL), yang berperan penting dalam
menjaga kesehatan arteri. Pada wanita pascamenopause, penurunan
estrogen juga menurunkan HDL jika tidak diikuti dengan gaya hidup sehat.
(Miftahul, 2019).
Sementara itu, Wahyuni & Susilowati (2018) menyatakan pria dan
wanita memiliki risiko yang sama terkena tekanan darah tinggi dibandingkan
dengan wanita di bawah 45, tetapi wanita di atas 65 memiliki risiko lebih
tinggi terkena tekanan darah tinggi Rotu (2021) menjelaskan bahwa ketika
wanita menderita diabetes, kejadian hipertensi, yang lebih tinggi pada wanita
paruh baya, dan jenis kelamin terkait. Menopause dikaitkan dengan tekanan
darah tinggi, yang terjadi karena wanita pascamenopause mengalami
penurunan estrogen, zat yang mencegah kerusakan pembuluh darah.

47
Peneliti menyimpulkan, Kebanyakan pria mengalami gejala tekanan
darah tinggi di usia akhir tiga puluhan, sementara kebanyakan wanita
mengalami tekanan darah tinggi setelah menopause. Tekanan darah pada
wanita, terutama tekanan darah sistolik, meningkat lebih cepat seiring
bertambahnya usia. Setelah usia 65 tahun, wanita memiliki risiko tinggi
terkena tekanan darah tinggi. Salah satu penyebab pola ini adalah
perbedaan hormonal antara pria dan wanita. Selama kehamilan, produksi
estrogen menurun dan wanita kehilangan manfaatnya, menyebabkan
tekanan darah tinggi. Peneliti berpendapat bahwa tingginya risiko tekanan
darah tinggi pada wanita disebabkan oleh banyak faktor, seperti pengaruh
hormon, yaitu penurunan estrogen pada wanita yang sudah lewat.
pergantian istri. Ini juga karena wanita lebih rentan terhadap pemeriksaan
kesehatan.
Hal ini sejalan dengan penelitian dari Novitaningtyas (2016), yang
mendapatkan bahwa sebagian besar subjek di Kelurahan Makamhaji
Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo berjenis kelamin perempuan
yaitu sebesar 80%. Demikian halnya penelitian dari Garwahusada &
Wirjatmadi (2020) pada pegawai kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah, didapatkan bahwa responden perempuan menjadi mayoritas yang
mengalami peningkatan tekanan darah (54,3%).
3. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo sebagian besar berpendidikan SD yaitu sebanyak 36 orang
(85,7%), sedangkan yang paling sedikit berpendidikan perguruan tinggi yaitu
sebanyak 1 orang (2,4%).
Peneliti berasumsi, Pendidikan diperoleh dengan pendidikan yang
diterima seseorang. Pengasuhan seseorang menciptakan pengalaman yang
membentuk perilaku mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin
tinggi pengetahuan tentang hipertensi dan risikonya, maka semakin tinggi
pula partisipasi dalam pengendalian tekanan darah. Namun tingkat
pendidikan saja tidak dapat sepenuhnya mengontrol tekanan darah tanpa
adanya kebiasaan mengetahui pentingnya mengontrol tekanan darah dan
melakukan aktivitas penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena jika Anda

48
hanya tahu dan tidak ingin mengubah kebiasaan sehari-hari Anda, maka
semuanya akan sia-sia dan tidak berguna.
Orang yang kurang berpendidikan lebih mungkin menderita tekanan
darah tinggi. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan seseorang terkait
pemahaman pencegahan tekanan darah tinggi dan pengetahuan seseorang
yang lebih tinggi tentang penyebab, penyebab, gejala dan tanda dalam hal
tekanan darah tinggi dan tekanan darah normal dan abnormal, banyak orang
menghindari sebisa mungkin. suka Merokok, minum kopi dan obesitas
menyebabkan tekanan darah tinggi. Risiko tekanan darah tinggi pada orang
berpendidikan rendah mungkin karena orang berpendidikan rendah kurang
pengetahuan kesehatan atau terlambat menerima informasi (komunikasi)
dari polisi, yang mempengaruhi perilaku/cara hidup mereka. seha (Taiso et
al., 2020).
Pendidikan membekali seseorang dengan keterampilan mental dan
emosional yang harus dikembangkan untuk mencapai tingkat kedewasaan
tertentu. Semakin tinggi pengetahuan, semakin banyak keterampilan
digunakan untuk memahami dan berpikir, dan menciptakan pemikiran baru
atau bahkan pengembangan dari pemikiran tersebut (Sutrisno et al., 2018).
Tingkat pendidikan secara langsung mempengaruhi tekanan darah.
Tingkat pendidikan Anda memengaruhi gaya hidup Anda: merokok, minum,
dan aktivitas fisik, seperti olahraga. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013,
tekanan darah tinggi (hipertensi) cenderung lebih tinggi dengan tingkat
pendidikan yang rendah dan lebih rendah dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi. Siswa kurang berisiko terkena tekanan darah tinggi karena
kurangnya pengetahuan kesehatan atau keterlambatan menerima informasi
(wawancara) dari polisi, yang mempengaruhi kebiasaan/pola hidup sehat
(Novitaningtyas, 2016).
Peneliti berkesimpulan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pengetahuannya tentang hipertensi, dan semakin tinggi
risikonya maka semakin besar pula keterlibatannya dalam pengendalian
tekanan darah. Namun tingkat pendidikan saja tidak dapat sepenuhnya
mengontrol tekanan darah tanpa adanya kebiasaan mengetahui pentingnya
mengontrol tekanan darah dan melakukan aktivitas penting dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu upaya untuk mengontrol tekanan darah tinggi adalah

49
dengan mengetahui gejala-gejala tekanan darah tinggi, dan semakin Anda
tahu tentang apa yang dapat Anda kendalikan, semakin berpendidikan Anda,
semakin banyak informasi yang Anda ketahui. Ketika orang dengan tekanan
darah tinggi tidak dapat mengontrol tekanan darah mereka, yang
menyebabkan tekanan darah tinggi, dapat meningkatkan risiko stroke.
Mayoritas masyarakat yang berpendidikan rendah terkena tekanan darah
tinggi, memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan tidak mengetahui atau
mengetahui cara hidup sehat. Di sisi lain, responden dengan pendidikan
tinggi lebih terinformasi dan karenanya tahu bagaimana mengelola
kesehatan mereka.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Novitaningtyas
(2016) di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo
yang mendapatkan sebagian besar yaitu kategori tingkat pendidikan dasar
yaitu sebanyak 87,5%. Rata-rata tingkat pendidikan dalam penelitian ini yaitu
6,75 ± 2,86 (kategori SD).
4. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo sebagian besar tidak bekerja yaitu sebanyak 28 orang (66,7%).
Peneliti berasumsi, kurangnya aktivitas (lack of activity/inactivity)
meningkatkan risiko tekanan darah tinggi karena meningkatkan risiko
obesitas. Orang yang tidak aktif secara fisik juga cenderung memiliki detak
jantung yang lebih tinggi, sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras di
setiap kontraksi. Semakin keras dan semakin sering otot jantung harus
memompa, semakin tinggi tekanan darah. Oleh karena itu, tekanan darah
dapat meningkat dan orang memiliki tekanan darah tinggii.
Hal ini lebih terlihat pada sifat pekerjaan, tempat kerja, kemungkinan
terpengaruh sesuai dengan karakteristik ekonomi pekerjaan tertentu, tingkat
atau derajat keterpaparan dan tingkat risiko. Jenis pekerjaan mempengaruhi
kebiasaan aktivitas fisik, aktivitas non fisik mempengaruhi tekanan darah,
dan pekerja yang dikombinasikan dengan aktivitas fisik dapat mencegah
tekanan darah tinggi (Taiso et al., 2020).
Bekerja dalam arti luas adalah aktivitas penting yang dilakukan oleh
orang-orang. Dalam arti sempit, kata kerja digunakan untuk tenaga kerja
atau tenaga kerja untuk mendapatkan uang. Dalam percakapan sehari-hari,

50
kata tersebut sering dianggap berhubungan dengan pekerjaan. Pekerja
sering terlibat dalam penggunaan energi fisik di tempat kerja. Kurangnya
latihan fisik dapat menjadi faktor risiko berkembangnya penyakit, terutama
penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi (Arda et al., 2018).
Peneliti berkesimpulan, jenis pekerjaan mempengaruhi kebiasaan
aktivitas fisik, aktivitas non fisik mempengaruhi tekanan darah, dan pekerja
yang dikombinasikan dengan aktivitas fisik dapat mencegah tekanan darah
tinggi. Orang yang berolahraga cenderung lebih bugar secara fisik daripada
mereka yang tidak. Aktivitas fisik mempengaruhi stabilitas tekanan darah.
Orang yang tidak aktif cenderung memiliki detak jantung yang lebih tinggi. Ini
memaksa otot jantung bekerja lebih keras setiap kali berkontraksi. Semakin
banyak otot jantung memompa darah, semakin tinggi tekanan darah pada
dinding arteri dan resistensi perifer terhadap tekanan darah. Kurangnya
aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko obesitas, yang dapat
meningkatkan risiko tekanan darah tingg.
Asumsi peneliti, aktivitas fisik memiliki efek pada tekanan darah.
Semakin pasif dalam beraktivitas, semakin rendah risiko terkena tekanan
darah tinggi. Orang yang melakukan olahraga ringan lebih mungkin
mengalami tekanan darah tinggi daripada mereka yang melakukan olahraga
sedang atau intens. Jumlah yang wajar dari aktivitas fisik secara teratur
dapat menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik dapat memperkuat jantung
sehingga dapat memompa darah lebih efisien tanpa terlalu banyak usaha.
Semakin mudah jantung bekerja, semakin rendah tekanan darah, yang
menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik yang dapat menurunkan tekanan
darah tergantung pada jenis, durasi dan frekuensi aktivitas. Aktivitas fisik
secara teratur dapat membantu mencegah tekanan darah tinggi dengan
melatih otot jantung dan resistensi perifer. Olahraga teratur meningkatkan
pelepasan endorfin, yang memiliki efek narkotika dan mengendurkan otot,
yang dapat membantu meningkatkan tekanan darah.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian sebelumnya oleh
Maulidina et al. (2019) di Puskesmas Jati Luhur Bekasi yang mendapatkan
bahwa sebagian besar tidak bekerja yaitu sebanyak 64 orang (55,2%).
Sementara itu, penelitian Arda et al. (2018) di wilayah kerja Puskesmas

51
Motoluhu Kabupaten Pohuwato mendapatkan bahwa sebagian besar
responden tidak bekerja (68,8%).

4.3.2 Analisis Univariat


1. Aktivitas Fisik pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo
Hasil penelitian menunjukkan pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo sebagian besar melakukan aktivitas fisik sedang yaitu sebanyak
23 orang (54,8%) sedangkan yang melakukan aktivitas fisik ringan sebanyak
19 orang (45,2%).
Aktivitas fisik yang sebagian besar sedang pada 23 orang responden
pada penelitian ini ditunjukkan dari hasil tabulasi kuesioner yang
menunjukkan sebanyak 13 orang (56,5%) melakukan aktivitas fisik yang
tergolong berat seperti membawa barang berat, berkebun, bersepeda cepat
dan lari dengan durasi berkisar 45 menit sampai 2 jam setiap 1-3 hari dalam
seminggu. Pada 23 orang tersebut melakukan aktivitas sedang seperti
menggosok lantai, mencuci mobil/motor, menanam tanaman, bersepeda
pergi pulang beraktivitas, berjalan sedang dan cepat, bermain tenis meja,
berenang, voli dengan durasi waktu 30 menit-2 jam setiap 2-5 hari dalam
seminggu. 23 orang tersebut juga melakukan aktivitas fisik ringan seperti
duduk, berdiri, mencuci piring, memasak, menyetrika, bermain musik,
menonton tv, mengemudikan kendaraan, berjalan perlahan dengan durasi 1-
2 jam setiap 1-6 hari dalam seminggu. 23 orang responden itu juga
menyatakan bahwa dalam seminggu mereka menggunakan waktu 1-2 jam
setiap harinya untuk duduk saja tanpa melakukan apapun.
Sementara itu, tabulasi kuesioner juga mendapatkan bahwa pada 19
orang lansia dengan aktivitas fisik ringan, yang melakukan kegiatan
tergolong berat sebanyak 8 orang (42,1%) dengan durasi waktu 10-30 menit
setiap 1 hari dalam seminggu. 19 orang tersebut melakukan aktivitas
tergolong sedang seperti menggosok lantai, mencuci mobil/motor, menanam
tanaman, bersepeda pergi pulang beraktivitas, berjalan sedang dan cepat,
bermain tenis meja, berenang, voli dengan durasi waktu 15 menit-1 jam
setiap 1-2 hari dalam seminggu. Tabulasi kuesioner juga menunjukkan 19

52
orang tersebut melakukan aktivitas fisik tergolong ringan seperti duduk,
berdiri, mencuci piring, memasak, menyetrika, bermain musik, menonton tv,
mengemudikan kendaraan, berjalan perlahan dengan durasi 15 menit
sampai 1 jam setiap 1-3 hari dalam seminggu. Pada 19 orang responden
tersebut juga menyatakan 1-2 jam setiap harinya hanya duduk tanpa
melakukan apapun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Lestari & Weta (2017) di wilayah kerja Puskesmas
Sukawati 1 Gianyar provinsi Bali, dimana sebagian besar lansia melakukan
aktivitas fisik yang sedang yaitu sebesar 56,9%.
Menurut Dewi (2018), aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap
aktivitas/gerakan fisik yang melibatkan pengerahan tenaga, seperti bekerja,
berbelanja, berkebun, atau berolahraga. Aktivitas fisik pada orang dewasa
oleh orang dewasa meliputi kegiatan rekreasi, transportasi (bersepeda, jalan
kaki), bekerja, olahraga, berolahraga atau bekerja di tempat kerja, baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan keluarga atau
masyarakat. Perbedaan antara istilah aktivitas fisik dan latihan fisik adalah
bahwa olahraga adalah aktivitas terus menerus, memungkinkan tubuh untuk
memenuhi nutrisi kesehatan atau kebutuhan olahraga.
Usia bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tubuh.
Aktivitas fisik menurun seiring bertambahnya usia seseorang, dan usia
seseorang mencerminkan kemampuan emosional dan kognitif, atau
bagaimana seseorang merespon ketidakmampuan untuk melakukan tugas
sehari-hari (Purnama & Suhada, 2019). Lestari & Weta (2017)
mengemukakan bahwa pekerjaan merupakan salah satu penyebab tingginya
jumlah aktivitas fisik lansia. Lansia tidak banyak melakukan aktivitas fisik
karena tidak lagi bekerja. Meski tidak berkreasi, nyatanya lansia tetap bisa
melakukan aktivitas lain untuk lansia, seperti bersih-bersih, bersih-bersih,
jalan-jalan atau senam.
Sejalan dengan teori Berman et al. (2016) yang mengatakan usia
dapat mempengaruhi kebebasan seseorang dalam aktivitas sehari-hari.
Faktor degeneratif memainkan peran penting dalam kemampuan Anda untuk
bekerja. Seiring bertambahnya usia seseorang, kemampuan mereka untuk
melakukan aktivitas sehari-hari semakin berkurang. Usia dianggap sebagai

53
faktor. Sauliyusta & Rekawati, (2016) mencatat hal yang sama dan
menemukan bahwa, terlepas dari pengetahuan tentang manfaatnya, orang
tua sering mengurangi aktivitas fisik mereka karena mereka percaya bahwa
aktivitas fisik, misalnya bermain, tidak bermanfaat, tidak sesuai dengan gaya
hidup mereka. Penurunan aktivitas fisik terbesar terjadi pada orang berusia
55 tahun ke ata.
Aktivitas fisik telah terbukti menjadi “obat” bagi orang dewasa. Aktivitas
fisik yang rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dan masalah
kesehatan pada orang berusia 65 tahun ke atas. Sebaliknya, aktivitas fisik
tingkat tinggi dapat menurunkan angka kematian pada lansia. Orang yang
melakukan 150 menit latihan fisik per minggu memiliki 30% pengurangan
kematian dibandingkan dengan mereka yang tidak berolahraga. Hasil terbaik
dari aktivitas fisik ini bisa didapatkan oleh orang yang berusia di atas 60
tahun. Tenaga kesehatan memainkan peran penting dalam membantu
pasien dan masyarakat menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan dan panjang umur (Dewi, 2018). Kurangnya
aktivitas fisik meningkatkan risiko tekanan darah tinggi. Orang yang lemah
akan memiliki detak jantung yang lebih tinggi karena mereka harus bekerja
lebih keras setiap kali otot jantung berkontraksi (Anggara & Prayitno, 2016).
Peneliti berasumsi, bahwa 19 orang lanjut usia yang aktif secara fisik
disebabkan oleh usia di mana mereka memasuki usia dewasa (68-74 tahun)
dan semuanya tidak aktif. Sebaliknya, dari 23 orang dewasa dengan
aktivitas fisik sedang, 63,9% dipengaruhi oleh pekerjaan, sementara orang
dewasa dengan aktivitas fisik rendah tetapi tidak bekerja (36,1%) diduga
terkait dengan kehidupan sehari-hari mereka. Orang dewasa yang menyukai
aktivitas seperti berkebun, bersepeda, bersih-bersih, berolahraga, jalan
cepat, dan senam. Itulah yang peneliti dapatkan dari wawancara mendalam
dengan orang dewasa ini.
Peneliti berpendapat, bahwa seiring bertambahnya usia, kemampuan
dan daya tahan, serta otot, persendian dan tulang, menurun, sehingga sulit
bagi lansia untuk melakukan aktivitas dan pekerjaan yang baik. Karena
orang tua cepat lelah dan lelah, mereka dapat bekerja dengan buruk
(menyakitkan) dan mereka sering mengalami rasa sakit bahkan ketika
melakukan pekerjaan yang berat dan sedang. Lansia dapat melakukan ini,

54
tetapi tidak setiap hari atau beberapa hari dalam seminggu. Selain itu, orang
yang tidak bekerja menunjukkan perubahan gaya hidup dan lebih memilih
untuk beristirahat, sehingga tubuhnya tidak kuat. Semakin banyak waktu
luang yang Anda miliki, semakin banyak waktu yang miliki untuk melakukan
kegiatan tanpa aktivitas apapun.
2. Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo
Hasil penelitian menunjukkan pada lansia di LKS Beringin Kabupaten
Gorontalo sebagian besar responden tidak mengalami hipertensi yaitu
sebanyak 26 orang (61,9%) dan yang mengalami hipertensi sebanyak 16
orang (38,1%).
Tabulasi kuesioner mendapatkan pada 16 orang yang mengalami
hipertensi, ditunjukkan dengan hasil pengukuran tekanan darah yang
tergolong pada kategori mengalami hipertensi sistolik dan diastolic yaitu 13
orang berkisar pada tekanan darah sistolik 150-199 mmHg dan tekanan
darah diastolic berkisar 90-100 mmHg. Sementara 3 orang lainnya
mengalami hipertensi berdasarkan tekanan diastolic yang ditunjukkan
dengan tekanan darah 120/90 mmHg, dan 140/90 mmHg. Pada lansia yang
dikategorikan menderita hipertensi bila mengalami tekanan darah >150/90
mmHg. Sementara itu, pada 26 orang lansia yang tidak mengalami
hipertensi ditunjukkan dengan hasil pengukuran tekanan darah yang
menghasilkan tekanan darah sistolik berkisar 120-149 mmHg dan tekanan
darah diastolic berkisar 60-88 mmHg.
Hal ini sesuai dengan teori Nareza (2020) menyatakan bahwa tekanan
darah normal pada orang tua (usia lanjut) cenderung lebih tinggi, dengan
tekanan darah diatas 150 mmHg dan tekanan darah diastolik diatas 90
mmHg. Hal ini karena pada orang tua, pembuluh darah menyempit,
sehingga jantung membutuhkan lebih banyak tekanan untuk memompa
darah ke seluruh tubuh. Jika tekanan darah terlalu rendah, orang tua
mungkin mengalami pusing dan hipotensi ortostatik, meningkatkan risiko
jatuh dan cedera.
Temuan penelitian ini serupa dengan hasil yang didapatkan pada
penelitian Laka dkk. (2018) dimana pada lansia di Posyandu Lansia Desa
Banjarejo Kecamatan Ngantang Malang sebagian besar mengalami
hipertensi stadium II yaitu 44,4%.

55
Tabulasi data mendapatkan antara umur dan kejadian hipertensi
bahwa seluruh lansia yang menjadi responden termasuk pada kategori
lansia, dikaitkan dengan kasus hipertensi yang terjadi, kejadian hipertensi
terjadi pada lansia yang berumur 66-74 tahun. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa usia berkaitan dengan kasus hipertensi dimana pada
masa lansia, berpotensi besar mengalami hipertensi seiring dengan
bertambahnya umur. Hal tersebut terkait dengan terjadinya kemunduran
kemampuan fungsi tubuh yaitu berkurangnya tingkat elastisitas pembuluh
darah, menjadikan pembuluh darah semakin mengecil sehingga tekanan
aliran darah mengalami peningkatan.
Temuan ini menegaskan teori bahwa semakin tua, semakin tinggi
risiko tekanan darah tinggi, yang terjadi karena arteri kehilangan
elastisitasnya dan menjadi lebih kaku, menyebabkan darah mengalir terus
melalui arteri yang lebih sempit, akan meningkatkan tekanan darah.
Hipertensi biasanya terjadi pada orang yang berusia di atas 40 tahun
(Hartanti, 2017). Hal tersebut diperkuat dengat yang dikemukakan oleh
Ningsih (2017) bahwa seiring bertambahnya usia seseorang elastisitas
pembuluh darah semakin berkurang yang mengurangi aliran darah ke tubuh
sehingga jantung harus bekerja keras untuk merespon aliran darah agar
efisien. terhadap tekanan darah tinggi.
Sementara itu, tabulasi jenis kelamin responden dengan kejadian
hipertensi, didapatkan bahwa pada 16 orang yang mengalami hipertensi,
sebagian besar yaitu 11 orang berjenis kelamin perempuan. Dengan
demikian peneliti menyimpulkan bahwa lansia berjenis kelamin perempuan
lebih besar kemungkinan untuk mengalami hipertensi dengan derajat yang
makin tinggi. Hal tersebut diasumsikan oleh peneliti berkaitan dengan
adanya hormon progesterone dan estrogen pada perempuan yang semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar High Density Lipoprotein (HDL) yang
mempengaruhi proses aterosklerosis dan meningkatkan tekanan darah.
Hal ini sesuai dengan Anggriani (2018) yang menyatakan bahwa baik
pria maupun wanita berisiko terkena tekanan darah tinggi. Di bawah usia 45,
pria memiliki tekanan darah tinggi lebih banyak daripada wanita. Risiko
hipertensi pada pria dan wanita setelah usia 45 tahun adalah sama. Wanita

56
di atas 55 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah tinggi
dibandingkan pria. Penurunan estrogen yang dialami oleh wanita lanjut usia
yang memasuki masa menopause meningkatkan risiko tekanan darah tinggi
dan tekanan darah tinggi. Saat wanita memasuki masa menopause, kadar
estrogen menurun. Hal ini dapat merusak sel-sel endotel yang menyebabkan
plak di arteri. Kehadiran plak di arteri dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi, yang dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Sedangkan
pada pria, penurunan hormon testosteron tidak mempengaruhi risiko
hipertensi kecuali dengan gaya hidup tidak sehat, obesitas dan merokok.
Tekanan darah tinggi, adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan darah di dinding pembuluh darah. Kondisi ini memaksa
jantung bekerja untuk menjaga sirkulasi darah di arteri-arteri tubuh. Hal ini
dapat mengganggu aliran darah, merusak pembuluh darah dan bahkan
menyebabkan kematian akibat penyakit degeneratif (Sari, 2017).
Peneliti berasumsi bahwa terjadinya hipertensi pada lansia disebabkan
karena faktor usia dimana seluruh responden berusia lansia yaitu usia >60
tahun. Semakin tua usia seseorang akan mengalami merosotnya
kemampuan tubuh, dalam hal ini, terjadi penurunan kapasitas tubuh,
termasuk sistem kardiovaskular, termasuk jantung dan pembuluh darah.
Arteri menyempit dan dinding arteri mengeras, menyebabkan tekanan darah
tinggi. Selain itu, menurut jenis kelamin, kejadian tekanan darah tinggi lebih
tinggi pada wanita. Hal ini terkait dengan terjadinya penurunan kadar
estrogen seiring bertambah tua usia. Kadar estrogen melindungi pembuluh
darah dari kerusakan, sehingga saat kadar estrogen menurun, maka
pembuluh darah lebih mudah mengalami kerusakan berupa kehilangan
elastisitas sehingga terjadi hipertensi.
4.3.3 Analisis Bivariat
Hasil penelitian menggunakan uji chi square didapatkan nilai X 2 hitung =
5,768 dan nilai ρ = 0,016. Dengan pemenuhan hipotesis nilai X2 hitung (5,768) >
X2 tabel (3,814) dan nilai ρ (0,000) < α (0,05), maka dinyatakan bahwa terdapat
hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di LKS Beringin
Kabupaten Gorontalo.
Hal tersebut diperkuat dari tabulasi data yang menunjukkan bahwa pada 16
orang (38,1%) lansia yang mengalami hipertensi sebagian besar yaitu 11 orang

57
(26,2%) hanya melakukan aktivitas fisik yang ringan, sedangkan pada 26 orang
(61,9%) lansia yang tidak mengalami hipertensi sebagian besar yaitu 18 orang
(42,9%) tidak mengalami hipertensi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hasanudin et
al. (2018) yang menemukan hasil bahwa Ada hubungan antara aktivitas fisik
dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di Desa Tlogomas Kecamatan
Tlogosuryo RT/RW 01/02 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Dengan
berpartisipasi dalam aktivitas fisik atau olahraga secara teratur untuk
menurunkan atau membuat stabil tekanan darah.
Hasil penelitian dari Iswahyuni (2017) yang menemukan hubungan positif
antara tingkat aktivitas fisik dan tekanan darah. Hal ini dinyatakan dalam bentuk
koefisien korelasi antara aktivitas fisik dan tekanan darah. Sistolik adalah nilai -
0,700, asymp sig(p) = 0,000. Di sisi lain, koefisien korelasi antara aktivitas fisik
dan tekanan darah: diastol adalah -0,038, dan nilai asymp sig (p) adalah 0,002.
Lebih banyak aktivitas fisik menormalkan tekanan darah pada hipertensi sistolik
dan diastolik, dan lebih sedikit aktivitas fisik menyebabkan tekanan darah bawah
dan atas mengalami peningkatan
Begitu juga hasil penelitian yang didapatkan oleh Karim (2018) kepada
pasien rawat jalan di wilayah kerja Kabupaten Sitaro Kabupaten Sitaro ditemukan
hubungan positif antara aktivitas fisik dengan stres pada pasien rawat jalan di
wilayah kerja Puskesmas Tagulandang Kabupaten Sitaro. Hasil uji chi-square
memberikan nilai p-value sebesar 0,039 (<0,05).
Teori menyatakan, aktivitas fisik memiliki efek positif pada stabilitas
tekanan darah. Orang yang tidak aktif cenderung memiliki detak jantung yang
lebih tinggi. Ini memaksa otot jantung bekerja lebih keras setiap kali berkontraksi.
Semakin sulit otot jantung memompa darah, semakin tinggi tekanan darah yang
diterapkan pada dinding arteri, yang menyebabkan tekanan darah meningkat
melalui resistensi perifer. Kurangnya latihan fisik juga dapat menimbulkan risiko
yang berlebihan, yang dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi (Triyanto,
2014).
Prasetyo et al. (2017) menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang tinggi atau
aktivitas fisik yang teratur dikaitkan dengan penurunan angka kematian dan risiko
kematian akibat penyakit kardiovaskular. Aktivitas fisik dapat mencegah atau
menunda timbulnya tekanan darah tinggi dan tekanan darah tinggi pada orang

58
dengan tekanan darah tinggi. Orang yang rutin bersepeda, jogging atau
melakukan aerobik dapat meningkatkan sirkulasi darah dan menurunkan tekanan
darah. Secara umum, orang yang kurang aktif dalam olahraga cenderung lebih
berat. Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas dan
mengurangi asupan garam dalam tubuh. Dengan keringat, garam meninggalkan
tubuh. Olahraga teratur (30 hingga 45 menit latihan aerobik per hari) dapat
membantu mencegah tekanan darah tinggi dengan mengurangi resistensi
perifer.
Penting untuk berolahraga dan menggerakkan tubuh sejak usia dini untuk
menjaga otot jantung tetap kuat. Jantung yang kuat adalah kemampuan untuk
memompa darah meskipun terjadi penyumbatan pada pembuluh darah. Jantung
yang telah dilatih oleh orang muda memiliki otot yang lebih tebal dan lebih kuat
daripada jantung yang tidak terlatih. Dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak
aktif secara fisik akan memiliki risiko tinggi terkena tekanan darah tinggi, dan
sebaliknya, seseorang yang melakukan aktivitas fisik akan lebih sedikit berisiko
terkena tekanan darah tinggi. Oleh karena itu, aktivitas fisik responden
mempengaruhi perkembangan tekanan darah tinggi (Karim, 2018).
Peneliti berasumsi, adanya hubungan tersebut dapat diartikan bahwa
semakin ringan aktivitas fisik sehari-sehari yang dilakukan oleh lansia, maka
dapat terjadi peningkatan derajat hipertensi yang dialami yang ditunjukkan
dengan terjadinya peningkatan tekanan darah. orang dengan energi rendah
memiliki nafsu makan yang tidak terkendali, yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan karena olahraga berlebihan, yang dapat menyebabkan penambahan
berat badan dan obesitas. Seiring bertambahnya berat badan seseorang, volume
darah juga meningkat, menyebabkan jantung memompa lebih keras saat
memompa darah. Ketika berat badan bertambah, jantung harus bekerja lebih
keras untuk memompa darah keluar dari tubuh, yang meningkatkan tekanan
untuk buang air kecil dan penyakit jantung, yang dapat menyebabkan tekanan
darah lebih tinggi. Orang dewasa yang melakukan aktivitas fisik atau olahraga
secara teratur dapat menjaga pikiran mereka tetap kuat dan aktif. Selain itu,
olahraga memperkuat elastisitas otot, serta pembuluh darah, sehingga darah
dapat bersirkulasi dengan baik ke seluruh tubuh.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat 5 orang responden yang
walaupun melakukan aktivitas fisik sedang namun mengalami hipertensi.

59
Terdapat pula 8 orang lansia yang aktivitas fisiknya hanya ringan namun tidak
mengalami hipertensi. Asumsi peneliti hal tersebut berkaitan dengan pola hidup
dari lansia tersebut. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara dan
observasi pada responden-responden tersebut yang didapatkan informasi bahwa
pada 2 orang lansia diantaranya merupakan perokok aktif dan 3 orang lainnya
mengalami obesitas. Sedangkan 8 orang lansia yang hanya aktivitas fisik ringan
namun mengalami hipertensi, ternyata bukan perokok dan berat badannya dalam
keadaan normal.
Peneliti berpendapat, seseorang yang perokok berat sangat berpeluang
mengalami hipertensi. Hal tersebut dikarenakan terjadi peningkatan denyut
jantung dan menganggu suplai oksigen ke otot jantung. Sebagaimana diketahui
bahwa rokok mengandung banyak bahan kimia berbahaya seperti nikotin dan
karbon monoksida. Zat-zat ini diserap dari rokok dan masuk ke pembuluh darah,
di mana mereka merusak lapisan endotel pembuluh darah, menyebabkan
perkembangan aterosklerosis dan hipertensi arteri. Di sisi lain, obesitas yang
dialami seseorang meningkatkan risiko mengalami tekanan darah tinggi. Hal ini
disebabkan oleh gangguan aliran darah yang meningkatkan tekanan darah di
arteri. Orang gemuk sering memiliki kelebihan lemak dalam darah
(hiperlipidemia), yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah
(aterosklerosis). Stenosis disebabkan oleh akumulasi plak ateromatosa yang
berasal dari lemak. Penyempitan ini memaksa jantung bekerja lebih keras untuk
memompa darah, memungkinkan tubuh menemukan oksigen dan nutrisi lain
yang dibutuhkannya. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Menurut teori, merokok menyebabkan banyak efek negatif, termasuk
tekanan darah tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh lamanya merokok, seperti yang
ditunjukkan dalam sebuah penelitian di Padang pada pria berusia 35 hingga 65
tahun, dan menyimpulkan bahwa ada hubungan antara merokok dengan
konsekuensi hipertensi. Rokok yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi
antara lain: Nikon, tar, dan karbon monoksida. Saat Nikon masuk ke dalam
tubuh, adrenalin dilepaskan, yang menyebabkan pembuluh darah menyempit,
yang meningkatkan tekanan darah. Tar dari rokok meningkatkan daya pompa
jantung, yang mempengaruhi tekanan darah, sedangkan karbon monoksida (CO)
mengikat hemoglobin dan mengentalkan darah, membutuhkan tekanan darah
tinggi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dalam tubuh. Perokok lama

60
memiliki risiko tinggi terkena tekanan darah tinggi. Hal ini terjadi karena karbon
monoksida CO atau karbon monoksida yang dihasilkan oleh asap melemahkan
pembuluh darah, yang meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan efek
Nocon, yang menyebabkan pembuluh darah menyempit. Ini akan membuat hati
Anda bergerak. Berat dan tekanan darah tinggi (Angga & Elon, 2021).
Obesitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi tekanan darah
dan perkembangan tekanan darah tinggi. Sekitar 46% pasien dengan indeks
massa tubuh 27 menderita tekanan darah tinggi. Obesitas terjadi ketika
kurangnya pengeluaran kalori dan kebutuhan energi disimpan sebagai lemak,
yang mengarah ke jaringan adiposa, menyebabkan jantung berdetak. Jika Anda
kelebihan berat badan, risiko tekanan darah tinggi meningkat karena lemak jenuh
dan lemak trans, yang terus masuk ke dalam tubuh, dapat menumpuk di arteri.
Akibatnya, arteri menyempit dan membutuhkan lebih banyak darah untuk
beredar ke seluruh tubuh. Denyut jantung dan volume darah pada pasien
obesitas lebih tinggi dibandingkan pasien dengan berat badan yang sesuai
(Asyfah et al., 2020).
4.4 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat keterbatasan dimana peneliti tidak mengkaji
korelasi secara statistika faktor karakteristik yang berkaitan dengan dengan
kejadian hipertensi pada lansia. Disamping itu peneliti tidak melakukan
pengkajian dan kontrol terhadap variabel konsumsi minum obat anti hipertensi
pada lansia, sehingga dapat mempengaruhi bias penelitian pada lansia yang
hipertensi.

61
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo, paling banyak berusia 60
sampai 74 tahun (69,0%), perempuan (66,7%), pendidikan sekolah dasar
(85,7%) dan tidak ada pekerjaan (66,7%).
2. Pada lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo paling banyak aktivitas
fisik sedang (54,8%).
3. Pada lansia di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo yang mengalami
hipertensi sebesar (38,1%).
4. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di LKS
Beringin Kabupaten Gorontalo (X2 hitung = 5,768 dan ρ = 0,016).
5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Dalam melakukan pengkajian pada pasien hipertensi, kiranya juga
dilakukan pengkajian mengenai aktivitas fisik dan menyarankan pada pasien
hipertensi untuk meningkatkan aktivitas fisik guna menjaga tekanan darah
dan menghindarkan dari kekambuhan penyakit hipertensi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Kiranya dapat menerima hasil penelitian ini dan dijadikan sebagai
salah satu referensi pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan mengenai
hipertensi dan aktivitas fisik bagi lansia
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Studi lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan faktor lain yang
mempengaruhi tekanan darah tinggi pada orang dewasa, seperti usia, jenis
kelamin, keturunan dan variabel lain seperti obesitas, merokok, konsumsi
kafein, asupan garam dan penggunaan kontrasepsi. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

62
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S., Sari, S.M. & Savita, R. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Hipertensi Pada Lansia di Atas Umur 65 Tahun. Jurnal Kesehatan
Komunitas, 2(04): 180–186.

Al-Bayan 2017. Shahih Bukhari Muslim. Bandung: Jabal.

Al Amin, M. & Djuniati, D. 2017. Klasifikasi Kelompok Umur Manusia berdasarkan


Analisis Dimensi Fraktal Box Counting dari Citra Wajah dengan Deteksi Tepi
Canny. Jurnal Ilmiah Matematika, 2(6).

Angga, Y. & Elon, Y. 2021. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Tekanan


Darah. Jurnal Kesehatan Komunitas, 7(1): 124–128. Tersedia di
http://jurnal.htp.ac.idj.

Anggara, F.H.D. & Prayitno, N. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat. Jurnal Ilmiah
Kesehatan2, 5(1): 20–25.

Anggriani, L.M. 2018. Deskripsi Kejadian Hipertensi Warga Rt 05 Rw 02 Tanah


Kali Kedinding Surabaya. Jurnal PROMKES, 4(2): 151.

Aprillia, A. 2016. Pengaruh Biskuit Mocaf Tempe Kurma terhadap Perubahan


Tekanan Darah Kelompok Pra Lansia Penderita Hipertensi di Kelurahan
Terpilih Kecamatan Parung Bogor. Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jakarta.

Arda, Z.A., Ali, R. & Mustapa, M. 2018. Hipertensi dan Faktor Risikonya di
Puskesmas Motolohu Kabupaten Pohuwato. Gorontalo Journal of Public
Health, 1(1): 032.

Arikunto, S. 2016. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).


Jakarta: Rineke Cipta.

Asyfah, A., Usraleli, U., Magdalena, M., Sakhnan, S. & Melly, M. 2020. Hubungan
Obesitas dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Sidomulyo Rawat Inap. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(2):
338.

Aziz, S.S. 2020. Pengaruh Pemberian Infused Water Kurma terhadap Perubahan
Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta dengan Prehipertensi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Azizah 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Pertama ed. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Berman, A., Shirl, S. & Frandsen, G. 2016. Kozier & Erbs’s Fundamental of
Nursing : Concepts, Process and Practice. Australia: Person Education.

Bope, E.. T. & Rick, D.K. 2017. Conn’s Current Therapy 2017. Philadelphia:
Elsevier Inc.

63
Dewi, S.K. 2018. Level Aktivitas Fisik dan Kualitas Hidup Warga Lanjut Usia.
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 14(3): 241.

Dinkes Kab. Gorontalo 2021. Profil Kesehatan Kabupaten Gorontalo Tahun


2021. Gorontalo: Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.

Dinkes Provinsi Gorontalo 2019. Laporan Riskesdas Provinsi Gorontalo Tahun


2018. Gorontalo: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LPB)
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.

Ernawati 2019. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Perubahan tekanan Darah pada
Lansia Hipertensi di Desa Paringan Kecamatan Jenengan. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.

Garwahusada, E. & Wirjatmadi, B. 2020. Hubungan Jenis Kelamin, Perilaku


Merokok, Aktivitas Fisik dengan Hipertensi Pada Pegawai Kantor. Media
Gizi Indonesia, 15(1): 60–65. Tersedia di
https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/view/12314/9068.

Hariyanto, A. & Sulistyowati, R. 2015. Keperawatan Medikal Bedah 1: Dengan


Diagnosis NANDA Internasional. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Hartanti, M. 2017. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Hipertensi Pada Petani Factors Correlated With Hypertension Among
Farmers. J. Kesehat. Masy. Indones, 10(1): 2015.

Hasanudin, Ardiyani, V.M. & Perwiraningtyas, P. 2018. Hubungan Aktivitas Fisik


Dengan Tekanan Darah Pada Masyarakat Penderita Hipertensi Di Wilayah
Tlogosuryo Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang.
Nursing News, 3(1): 787–799.

Hurlock, E.B. 2012. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang.


Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Iswahyuni, S. 2017. Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dan Hipertensi Pada Lansia.
Profesi (Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian, 14(2): 1.

Karim, N.A. 2018. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Derajat Hipertensi Pada
Pasien Rawat Jalan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tagulandang Kabupaten
Sitaro. Jurnal Keperawatan, 6(1): 1–6.

Kemenag RI 2017. Surat Al Qashash Ayat 26. Al-Quran dan Terjemahannya.


Jakarta: Adhi Aksara Abadi.

Kemenkes RI. 2019. Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat.

Kemenkes RI 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:


Kementarian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018. Jakarta.

Kemenkes RI 2019. Aktivitas Fisik untuk Lansia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

64
Kemenkes RI 2020. 13,2 Persen Pasien COVID-19 yang Meninggal Memiliki
Penyakit Hipertensi. Jakarta.

Khoiriyah, I. 2019. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada


Pekerja di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Universitas ’Aisiyah Yogyakarta.

Kristanti, H. 2013. Mencegah & Mengobati 11 Penyakit Kronis. Yogyakarta: Mitra


Setia.

Lestari, M.W. & Weta, I.W. 2017. Status Gizi Lansia Berdasarkan Pengetahuan
dan Aktivitas Fisik , di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawati 1, Gianyar, Bali.
Jkk, 4(2): 56–63.

Mahadjani, F. 2020. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi pada Lansia di


Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Timur Kabupaten Bone Bolango.
Universitas Negeri Gorontalo.

Maryam, S., Ekasari, M., Rosidawati, R., Jubaedi, A. & Batubara, B. 2012.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Maulidina, F., Harmani, N., Suraya, I., Studi, P., Masyarakat, K., Bekasi, P.J. &
Gizi, S. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Luhur Bekasi Tahun 2018 Factors
Associated with Hypertension in The Working Area Health Center of Jati
Luhur Bekasi 2018. 4(July): 149–155.

Miftahul, F. 2019. Hubungan Jenis Kelamin dengan Angka Kejadian Hipertensi


Pada Masyarakat Di Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya. Jurnal
Keperawatan & Kebidanan STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya, 3(1): 85–
94.

Muhadi 2016. JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, 43(1): 54–59.

Murwani, A. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta: Penerbit


Gosyen Publishing.

Nair, M. & Peate, I. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta: Bumi


Medika.

Nareza, M. 2020. Kenali Tekanan Darah Normal Berdasarkan Usia.

Ningsih, D.L.A. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Hipertensi Pada Pekerja Sektor Informal Di Pasar Beringharjo Kota
Yogyakarta. Universitas ’Aisyiyah.

Nonasri, F.G. 2021. Karakteristik dan Perilaku Mencari Pengobatan (Health


Seeking Behavior pada Penderita Hipertensi. Jurnal Medika Hutama,
02(02): 439–447.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineke


Cipta.

65
66
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, M.K., Setiyohadi, B. & Syam, A.F.
2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing.

Sevrita, I.E. 2019. Gambaran Faktor Penyebab Risiko Jatuh pada Lansia di Balai
Pelayanan Sosial Tresna Wreda Yogyakarta Unit Budi Luhur Kasongan
Bantul. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta.

Sholihah, N.W. 2019. Hubungan Kebiasaan Merokok dan Aktivitas Fisik dengan
tekanan Darah Tinggi pada Anggota Korem 074 Warastama Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sumarta, N.H. 2020. Hubungan Aktivitas Fisik Sehari-hari dengan Derajat


Hipertensi pada Lansia di Kota Batu. Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.

Surti, Candrawari, E. & Warsono 2017. Hubungan antara Karakteristik Lanjut


Usia dengan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Fisik Lansia di Kelurahan
Tlogomas Kota Malang. Journal Nursing News, 2(1): 103–111.

Sutrisno, S., Widayati, C.N. & Radate, R. 2018. Hubungan Tingkat Pendidikan
Dan Sikap Terhadap Perilaku Pengendalian Hipertensi Pada Lansia Di
Desa Jono Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. The Shine
Cahaya Dunia Ners, 3(2).

Syam, Y. 2017. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Anak
Usia Sekolah di SD Negeri Mangkura I Makassar. Universitas Hasanuddin
Makassar.

Taiso, S.N., Sudayasa, I.P. & Paddo, J. 2020. Analisis Hubungan


Sosiodemografis Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Lasalepa , Kabupaten Muna. Nursing Care and Health Technology, 1(2):
102–109.

Tamamilang, C.D., Kandou, G.D. & Nelwan, J.E. 2019. Hubungan Antara Umur
Dan Aktivitas Fisik Dengan Derajat Hipertensi Di Kota Bitung Sulawesi
Utara. Jurnal Kesmas, 7(5): 1–8.

Triyanto 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wahyuni, W. & Susilowati, T. 2018. Hubungan Pengetahuan, Pola Makan Dan


Jenis Kelamin Terhadap Kejadian Hipertensi Di Kalurahan Sambung Macan
Sragen. Gaster, 16(1): 73.

WHO 2017. Noncommunicable Diseases.

Wijaya, A.S. & Putri, Y.M. 2013. KMB 1: Keperawatan Medikal Bedah;
Keperawatan Dewasa, Teori dan Contoh ASKEP. Yogyakarta: Nuha
Medika.

67
Lampiran 1
RIWAYAT HIDUP

FIRAWATY ISHAK, dilahirkan di Telaga pada


Pas Photo tanggal 25 Mei 1999 , anak pertama dari 2 bersaudara dari
3x4 pasangan suami isteri Bapak Effendi Ishak dan
Ibu Sartin Husain. Peneliti mulai duduk di bangku Sekolah
Dasar di SDN 1 Luhu pada tahun 2005 dan Lulus pada tahun
2011, SMP di MTS Negeri Gorontalo pada tahun 2011 dan
Lulus tahun 2014, SMA di SMAN 1 Telaga Biru pada
tahun 2014 dan Lulus pada tahun 2017.
Setelah lulus SMA, peneliti melanjutkan pendidikan pada tahun 2017 di
Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi
Ilmu Keperawatan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam beberapa
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Penulis aktif kegiatan seminar baik
Seminar Nasional maupun Internasional dan telah menyelesaikan Ujian Skripsi
yang berjudul Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia
Di LKS Beringin Kabupaten Gorontalo.

68
Lampiran 2

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Bapal/Ibu Calon Responden
Di Tempat

Dengan hormat,
Saya yang bernama Firawaty Ishak NIM : C01417053 (Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Gorontalo Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi
Ilmu Keperawatan), akan melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan
Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin”. Hasil
penelitian ini akan digunakan secara efektif berdasarkan pengalaman dan
informasi dari peneliti, dan pengetahuan yang diperoleh akan digunakan.
Saya berharap Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
dengan menjawab dengan jujur dan jujur pertanyaan yang saya kirimkan.
Jawaban Anda tetap rahasia. Silakan menandatangani persetujuan yang ada.
Terima kasih atas minat dan dukungan Anda.

Gorontalo, Desember 2021


Peneliti

FIRAWATY ISHAK
NIM : C01417053

69
Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia turut


berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh Firawaty Ishak
NIM : C01417053 (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Gorontalo Fakultas
Ilmu Kesehatan, Program Studi Ilmu Keperawatan), yang berjudul “Hubungan
Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di LKS Beringin”. Tanda
tangan saya menunjukkan bahwa saya telah diberi informasi dan memutuskan
untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Gorontalo, Desember 2021

Responden

(………………………..)

70
Lampiran 4
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA
LANSIA DI LKS BERINGIN

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama : ………. (inisial)
2. Umur : ….. tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan
4. Pendidikan Terakhir : Tidak Sekolah/SD/SMP/SMA/
Perguruan Tinggi
5. Status Pekerjaan : a. Bekerja
b. Tidak bekerja
II. AKTIVITAS FISIK

71
III. KEJADIAN HIPERTENSI
Tekanan Darah Sistolik : ……. mmHg
Tekanan Darah Diastolik : ……. mmHg
Kriteria Hipertensi Lansia :
Tidak Hipertensi: TD <150/<90 mmHg
Hipertensi: TD >150 / >90 mmHg

72
Lampiran 5
MASTER TABEL PENELITIAN
Aktivitas Fisik   Hipertensi

Tidak
Berat Sedang   Ringan Melakukan Tekanan
Apapun Juml
Umur J Pendidika Darah
No Nama Pekerjaan ah
(Thn) K n Skor Kategori Kriteria
1 2 3 4 5 6 7
IPA
Skor Skor Skor Q Sistol Dias
M
Ha Ja IPAQ IPAQ IPAQ Meni ik tolik
en Hari Jam Menit Hari Jam Menit Jam
ri m t (mm (mm
it
Hg) Hg)
Tidak
1 HN 74 P SD bekerja 0 0 0 0 1 0 30 120 2 1 0 396 1 0 516 Ringan 120 60 Tidak Hipertensi
Tidak
2 SB 68 L SD bekerja 1 0 15 120 1 0 30 120 2 0 45 297 1 0 537 Ringan 130 80 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
3 HA 70 P SD bekerja 1 0 20 160 1 0 240 0 30 198 1 0 598 Ringan 140 90 Hipertensi
Tidak 291
4 5
4 SA 66 P SD bekerja 0 0 0 0 2 0 1920 1 0 990 1 0 0 Sedang 120 80 Tidak Hipertensi
131
3 3
5 MM 63 P SD Bekerja 0 0 0 0 1 0 720 1 0 594 1 0 4 Sedang 135 80 Tidak Hipertensi
Tidak
2 2
6 AH 68 L SMP bekerja 0 0 0 0 0 30 240 0 45 297 1 0 537 Ringan 139 70 Tidak Hipertensi
Tidak 223
2 4
7 RG 66 P SD bekerja 2 1 0 960 1 0 480 1 0 792 1 0 2 Sedang 140 70 Tidak Hipertensi
271
3 4
8 KA 65 L SD Bekerja 1 1 0 480 2 0 1440 1 0 792 1 0 2 Sedang 120 80 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
9 YN 70 L SD bekerja 1 0 30 240 0 30 120 0 30 198 1 0 558 Ringan 149 80 Tidak Hipertensi
Tidak 199
2 4
10 HM 67 P SD bekerja 1 1 0 480 1 30 720 1 0 792 1 0 2 Sedang 120 70 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
11 ZT 70 P SD bekerja 0 0 0 0 0 0 0 1 0 396 1 0 396 Ringan 149 80 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
12 KS 69 L SD bekerja 1 0 15 120 0 0 0 1 0 396 1 0 516 Ringan 140 60 Tidak Hipertensi
238
5 6
13 RK 61 P SD Bekerja 0 0 0 0 1 0 1200 1 0 1188 1 0 8 Sedang 120 80 Tidak Hipertensi

73
Tidak 565.
1 3
14 FI 68 P SD bekerja 0 0 0 0 0 30 120 0 45 445.5 1 0 5 Ringan 140 70 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
15 HY 70 P SD bekerja 1 0 15 120 1 0 240 0 30 198 1 0 558 Ringan 120 80 Tidak Hipertensi
Tidak 243
3 5
16 LB 67 P SD bekerja 0 0 0 0 2 0 1440 1 0 990 1 0 0 Sedang 145 70 Tidak Hipertensi
135
2 2
17 FG 60 P SD Bekerja 1 1 0 480 1 0 480 1 0 396 1 0 6 Sedang 135 60 Tidak Hipertensi
18 SN 65 L SMP Bekerja 0 0 0 0 2 1 0 480 2 1 5 429 2 0 909 Sedang 130 70 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
19 OP 68 P SD bekerja 0 0 0 0 0 45 180 1 0 396 1 0 576 Ringan 120 90 Hipertensi
Tidak 131
3 3
20 HA 67 P SD bekerja 0 0 0 0 1 0 720 1 0 594 1 0 4 Sedang 130 70 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
21 SP 70 P PT bekerja 0 0 0 0 0 45 180 1 0 396 1 0 576 Ringan 140 90 Hipertensi
190
2 3
22 RP 60 P SD Bekerja 0 0 0 0 1 30 720 2 0 1188 1 0 8 Sedang 145 80 Tidak Hipertensi
23 AM 68 L SMA Bekerja 1 0 45 360 2 0 30 240 2 1 0 396 1 0 996 Sedang 179 100 Hipertensi
203
3 3
24 SP 63 P SD Bekerja 0 0 0 0 2 0 1440 1 0 594 1 0 4 Sedang 148 86 Tidak Hipertensi
Tidak 155
2 3
25 AK 67 P SD bekerja 1 1 0 480 1 0 480 1 0 594 1 0 4 Sedang 187 100 Hipertensi
262
3 3
26 AM 63 L SD Bekerja 0 0 0 0 2 0 1440 2 0 1188 1 0 8 Sedang 145 84 Tidak Hipertensi
Tidak 271
3 2
27 OU 66 L SD bekerja 1 1 0 480 2 0 1440 2 0 792 1 0 2 Sedang 160 95 Hipertensi
Tidak 131
2 3
28 ST 67 P SD bekerja 0 0 0 0 1 30 720 1 0 594 1 0 4 Sedang 150 90 Hipertensi
Tidak
1 2
29 MM 70 P SD bekerja 0 0 0 0 1 0 240 0 40 264 1 0 504 Ringan 170 99 Hipertensi
223
2 2
30 DA 65 L SD Bekerja 2 1 0 960 1 0 480 2 0 792 1 0 2 Sedang 146 87 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
31 ZB 74 P SD bekerja 0 0 0 0 0 30 120 1 0 396 1 0 516 Ringan 193 100 Hipertensi
Tidak 567.
1 1
32 AK 72 L SD bekerja 1 0 10 80 1 0 240 1 15 247.5 1 0 5 Ringan 176 97 Hipertensi
271
2 2
33 TM 65 P SD Bekerja 2 1 0 960 2 0 960 2 0 792 1 0 2 Sedang 142 86 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
34 AJ 70 P SD bekerja 0 0 0 0 0 30 120 1 0 396 1 0 516 Ringan 199 93 Hipertensi

74
Tidak 279
3 2
35 MT 67 P SD bekerja 2 1 0 960 2 0 1440 1 0 396 1 0 6 Sedang 157 95 Hipertensi
Tidak
1 2
36 SA 68 P SD bekerja 1 0 15 120 0 15 60 1 0 396 2 0 576 Ringan 169 99 Hipertensi
Tidak
1 3
37 DJ 73 L SD bekerja 0 0 0 0 1 0 240 0 30 297 1 0 537 Ringan 190 90 Hipertensi
231
3 2
38 MA 65 P SD Bekerja 1 1 0 480 2 0 1440 1 0 396 1 0 6 Sedang 146 85 Tidak Hipertensi
259
4 1
39 TA 63 L SD Bekerja 3 1 0 1440 1 0 960 1 0 198 1 0 8 Sedang 148 83 Tidak Hipertensi
283
3 1
40 RA 62 P SD Bekerja 2 2 0 1920 1 0 720 1 0 198 1 0 8 Sedang 142 88 Tidak Hipertensi
Tidak
1 2
41 SN 70 P SMP bekerja 1 0 15 120 0 15 60 1 0 396 1 0 576 Ringan 155 94 Hipertensi
Tidak
1 3
42 IB 74 L SMA bekerja 0 0 0 0 0 30 120 0 30 297 0 30 417 Ringan 170 92 Hipertensi

75
Pemberian Kode

Pendidika Aktivitas
No Nama Umur JK Pekerjaan Hipertensi
n Fisik

1 HN 2 2 1 2 1 2
2 SB 2 1 1 2 1 2
3 HA 2 2 1 2 1 1
4 SA 2 2 1 2 2 2
5 MM 1 2 1 1 2 2
6 AH 2 1 2 2 1 2
7 RG 2 2 1 2 2 2
8 KA 1 1 1 1 2 2
9 YN 2 1 1 2 1 2
10 HM 2 2 1 2 2 2
11 ZT 2 2 1 2 1 2
12 KS 2 1 1 2 1 2
13 RK 1 2 1 1 2 2
14 FI 2 2 1 2 1 2
15 HY 2 2 1 2 1 2
16 LB 2 2 1 2 2 2
17 FG 1 2 1 1 2 2
18 SN 1 1 2 1 2 2
19 OP 2 2 1 2 1 1
20 HA 2 2 1 2 2 2
21 SP 2 2 4 2 1 1
22 RP 1 2 1 1 2 2
23 AM 2 1 3 1 2 1
24 SP 1 2 1 1 2 2
25 AK 2 2 1 2 2 1
26 AM 1 1 1 1 2 2
27 OU 2 1 1 2 2 1
28 ST 2 2 1 2 2 1
29 MM 2 2 1 2 1 1
30 DA 1 1 1 1 2 2
31 ZB 2 2 1 2 1 1
32 AK 2 1 1 2 1 1
33 TM 1 2 1 1 2 2
34 AJ 2 2 1 2 1 1
35 MT 2 2 1 2 2 1

76
36 SA 2 2 1 2 1 1
37 DJ 2 1 1 2 1 1
38 MA 1 2 1 1 2 2
39 TA 1 1 1 1 2 2
40 RA 1 2 1 1 2 2
41 SN 2 2 2 2 1 1
42 IB 2 1 3 2 1 1

77
Lampiran 6
HASIL ANALISIS SPSS

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 60-65 Tahun 13 31.0 31.0 31.0
66-74 Tahun 29 69.0 69.0 100.0
Total 42 100.0 100.0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 14 33.3 33.3 33.3
Perempuan 28 66.7 66.7 100.0
Total 42 100.0 100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 36 85.7 85.7 85.7
SMP 3 7.1 7.1 92.9
SMA 2 4.8 4.8 97.6
PT 1 2.4 2.4 100.0
Total 42 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 14 33.3 33.3 33.3
Tidak Bekerja 28 66.7 66.7 100.0
Total 42 100.0 100.0

Aktivitas Fisik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ringan 19 45.2 45.2 45.2
Sedang 23 54.8 54.8 100.0
Total 42 100.0 100.0

Kejadian Hipertensi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Hipertensi 16 38.1 38.1 38.1
Tidak Hipertensi 26 61.9 61.9 100.0
Total 42 100.0 100.0

78
Aktivitas Fisik * Kejadian Hipertensi Crosstabulation
Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak Hipertensi Total
Aktivitas Fisik Ringan Count 11 8 19
Expected Count 7.2 11.8 19.0
% within Aktivitas Fisik 57.9% 42.1% 100.0%
% within Kejadian Hipertensi 68.8% 30.8% 45.2%
% of Total 26.2% 19.0% 45.2%
Sedang Count 5 18 23
Expected Count 8.8 14.2 23.0
% within Aktivitas Fisik 21.7% 78.3% 100.0%
% within Kejadian Hipertensi 31.3% 69.2% 54.8%
% of Total 11.9% 42.9% 54.8%
Total Count 16 26 42
Expected Count 16.0 26.0 42.0
% within Aktivitas Fisik 38.1% 61.9% 100.0%
% within Kejadian Hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 38.1% 61.9% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.768a 1 .016
Continuity Correctionb 4.336 1 .037
Likelihood Ratio 5.871 1 .015
Fisher's Exact Test .026 .018
Linear-by-Linear Association 5.630 1 .018
N of Valid Cases 42
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.24.
b. Computed only for a 2x2 table

79
Lampiran 7
SURAT TUGAS PENELITIAN

80
Lampiran 8
SURAT REKOMENDASI KESBANGPOL

81
Lampiran 9
SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN

82
Lampiran 10
DOKUMENTASI PENELITIAN

1. Pengisian Kuesioner Tanggal 16 Desember 2021

83
2. Pengisian Kuesioner Tanggal 20 Desember 2021

84
85
3. Pengisian Kuesioner Tanggal 22 Desember 2021

86
4. Pengisian Kuesioner Tanggal 27 Desember 2021

87

Anda mungkin juga menyukai