Anda di halaman 1dari 94

HUBUNGAN PELAKSANAAN AKTIVITAS FISIK DAN POLA

MAKAN DALAM PROGRAM GERAKAN MASYARKAT


HIDUP SEHAT DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BUHU

SKRIPSI

JEISTIKA GIASI
NIM: C01417072

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2021
HUBUNGAN PELAKSANAAN AKTIVITAS FISIK DAN POLA
MAKAN DALAM PROGRAM GERAKAN MASYARKAT
HIDUP SEHAT DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BUHU

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat wajib dalam menyelesaikan jenjang


pendidikan sarjana

JEISTIKA GIASI
NIM: C01417072

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2021
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya menyatakan skripsi Hubungan Pelaksanaan Aktivitas Fisik dan Pola Makan
dalam Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Buhu adalah karya saya dibawah
arahan dari komisi pembimbing. Skripsi ini belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun dan bebas dari unsur plagiat. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka dengan jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan
buku pedoman penulisan skripsi Universitas Muhammadiyah Gorontalo. Apabila
dikemudian hari ditemukan unsur-unsur plagiat maka saya bersedia menerima
sanksi hukum dan akademik sesuai ketentuan yang berlaku.

Gorontalo, Desember 2021

Jeistika Giasi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada kemudahan, karena tu bila kau telah
selesai (mengerjakan yang lain) dan kepada Tuhan, berharaplah”
(Q.S. Al Insyirah: 6-8)

Intelligence plus character – that is the goal of true education


(Martin Luther King Jr)

Kamu tida bisa kembali dan mengubah masa lalu, maka dari itu tataplah masa
depan dan jangan buat kesalahan yang sama dua kali
(Jeistika Giasi)

PERSEMBAHAN
Ya Allah yang maha kuasa segala puji bagi-Mu, saya ucapkan rasa
syukur ini kepada-Mu atas apa yang telah diberikan kepada saya berupa
akal, rizki, ilmu yang bermanfaat, kesabaran dan selalu memberikan rasa
semangat untuk bangkit dari dari cobaan yang selalau datang.
Karya ini saya persembahkan kepada orang tua saya yang sangat
saya cintai, semoga kebahagianku saat ini dapat engkau rasakan Ayah dan
Ibuku (Foni Giasi dan Hillen Amara) serta kakak saya (Sri Yolanda Giasi)
yang sangat saya sayangi terima kasih saya ucapkan, karena dalam setiap
tetesan keringat dan doa yang selalu ayah, ibu, kakaku panjatkan untuk saya
bisa menyelesaikan skripsi ini, semoga karya ini menjadi hadiah teridah
untuk ayah ibu dan kaka yang selalu mencintai saya.
Terima kasih juga kepada keluarga dan teman-teman terdekat saya
kelas E keperawatan yang saya tidak bisa sebutkan satu persatu terima kasih
untuk semangat dan doa, support yang selama ini kalian berikan. Tetap
semangat buat kalian teruslah mengejar mimpi kalian.
Almamaterku tercinta tempat saya menimba ilmu,
Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi dengan judul “Hubungan Pelaksanaan Aktivitas Fisik dan Pola Makan
dalam Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Buhu”.
Harus diakui bahwa banyak hal yang masih membutuhkan sentuhan-
sentuhan perbaikan dalam upaya penyempurnaan skripsi ini. Olehnya penulis
tiada henti-hentinya berucap syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kecerahan pemikiran dan umur yang panjang hingga penulis dapat mengenyam
pendidikan Program Studi S1 di Universitas Muhammadiyah Gorontalo. Terima
kasih kepada mereka yang telah membimbing dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terimakasih dihaturkan pula kepada mereka yang berperan serta
hingga penelitian dapat terlaksana, terutama kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo Prof. Dr. Abd. Kadjim
Masaong.,M.Pd
2. Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Gorontalo
Prof. Dr. Hj. Moon Otoluwa, M.Hum
3. Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, Keuangan, Perencanaan dan
Sumber Daya Universitas Muhammadiyah Gorontalo Dr. Salahudin
Pakaya, MH
4. Wakil Rektor III dalam Bidang Al-Islam Kemuhammadiyaan dan
Kemahasiswaan Universitas Muhammadiyah Gorontalo Apris Ara Tilome,
S.Ag., M.Si
5. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
Ns, Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM, M.Kep
6. Kepala Jurusan Ilmu Keperawatan Ns. Andi Akifa Sudirman, M.Kep
7. Ketua Program Studi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
Ns. Harismayanti, S.Kep, M.Kep
8. Pembimbing I yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan,
serta masukan dalam menyelesaikan penelitian ini, Andi Nur Aina
Sudirman, S.Kep,Ns,M.Kes,M.Kep

i
9. Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan,
serta masukan dalam menyelesaikan penelitian ini, Ns. Sabirin B. Syukur,
M.Kep
10. Penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan dalam
menyelesaikan penelitian ini, Zuriyati Mohamad, S.KM, M.Kes
11. Staf penunjang akademik khususnya Program Studi S1 Keperawatan
yang telah membantu penulis selama perkuliahan.
12. Seluruh staf pegawai administrasi di lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan
yang lebih khusus lagi pada Jurusan Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Gorontalo yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian studi.
13. Kedua orang tuaku yang sangat saya sayangi dan cintai Foni Giasi dan
Hillen Amara yang selalu mendoakan saya dan mendorong saya sera
termotivasi yang telah membimbing dengan kasuh sayang dan
pengorbananya hingga saya menyelesaikan studi
14. Kepada saudara kandung saya Sri Yolanda Giasi yang selalu
memberikan semangat dan membantu dalam menyelesaikan skipsi ini
15. Kepada teman-teman grub tim ambyar 5k Listiyawati Harun dan Sri
Rahayu Rabi yang telah membantu dan saling meberikan semangat
dalam menyelesaikan skripsi
16. Teman seperjuangan S1 Keperawatan Angkatan 2017 dengan penuh
keikhlasan membantu penulis, kebersamaan kita selama menempuh hari-
hari perkuliahan semoga tetap berjalan indah sebagai kenangan abadi
selamanya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan, wawasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu,
penulis sangat menghargai masukan guna penyempurnaan dalam penulisan
skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pengambilan keputusan.

Gorontalo, Desember 2021

Penulis

ii
ABSTRAK
Jeistika Giasi. Hubungan Pelaksanaan Aktivitas Fisik dan Pola Makan dalam
Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Buhu. Pembimbing I oleh Andi Nur Aina
Sudirman dan Pembimbing II Sabirin B. Syukur.

Hipertensi adalah penyakit yang umum terjadi, terutama pada lansia. Semakin
bertambah usia, tekanan darah cenderung semakin meningkat. Tujuan penelitian
adalah untuk diketahuinya hubungan pelaksanaan aktivitas fisik dan pola makan
dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilyah kerja Puskesmas Buhu
Kabupaten Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis
dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian
sebanyak 41 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling sehingga jumlah sampel sebanyak 37 responden. Hasil
penelitian didapatkan ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
pada lansia dengan nilai p-value = 0,0001 dan juga ada hubungan pola makan
dengan kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai p-value = 0,0001. Maka
disimpulkan ada hubungan pelaksanaan aktivitas fisik dan pola makan dalam
program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan kejadian hipertensi pada
lansia di wilyah kerja Puskesmas Buhu. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam
menjalankan tugas memberikan pelayanan kepada penduduk lansia.

Kata kunci: Lansia, Hipertensi, Aktivitas Fisik, Pola Makan

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERSYARATAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i
ABSTRAK ………………………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... iv
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. .. v
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. . vi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….….. .. vii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………...…... 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
1.2 Identifikasi Masalah ………………………………………………………. 4
1.3 Rumusan Masalah ………………………………………...……………… 5
1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………………………. 5
1.4.1 Tujuan Umum ………………………………………………………. 5
1.4.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………… 5
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………...……………… 5
1.5.1 Manfaat Teoritis ……………………………………………………. 5
1.5.2 Manfaat Praktis …………………………………………………….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………….…………………... 7
2.1 Konsep Teori..………………………….……………………………………. 7
2.1.1 Konsep Lansia …………………………………………………… 7
2.1.2 Konsep Perubahan Tekanan Darah …………………………… 15
2.1.3 Aktivitas Fisik pada Lansia ..................................................... 20
2.1.4 Pola Makan ............................................................................ 24
2.1.5 Konsep GERMAS …………………………………………….…. 28
2.2 Penelitian Relevan …………………………………………….……….…. 35
2.3 Kerangka Teori ………………………………………………..….……….. 36
2.4 Kerangka Konsep ……………………………………………..………….. 37
2.5 Hipotesis …………………………………………………………………… 37
BAB III METODE PENELITIAN ……………………..………………………… 38
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………….………… 38
3.1.1 Tempat Penelitian ………………………………….…………….. 38
3.1.2 Waktu Penelitian ……………………………………….…………. 38
3.2 Desain Penelitian ………………………………………………………….. 38
3.3 Populasi dan Sampel ……………………………………………..………. 38
3.3.1 Populasi …………………………………………..……………….. 38
3.3.2 Sampel ……………………………………………………………. 38
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ……………………………………. 38
3.4 Variabel Penelitian ……………………………………………...………… 39
3.4.1 Variabel Independen ……………………………………………… 39
3.4.2 Variabel Dependen ……………………………………………….. 39
3.5 Definisi Operasional ………………………………..……………………. .. 40
3.6 Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….………. 41

iv
3.6.1 Data Primer ………………………………………………………. .. 41
3.6.2 Data Sekunder …………………………………………………….. 41
3.7 Instrument Penelitian ……………………………………………………… 41
3.8 Teknik Pengolaan Data ……………………………………………….…... 42
3.9 Teknik Analisis Data …………………………………………………..…. .. 43
3.9.1 Analisa Univariat ………………………………………..……….. .. 43
3.9.2 Analisa Bivariat …………………………………………..…….….. 44
3.10 Etika Penelitian ……………………………………………….…………..... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………..… 46
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian …………………………………... 46
4.2 Hasil Penelitian ………………………………………………………….. 46
4.2.1 Karakteristik Responden ………………………………………. 46
4.2.2 Analisis Univariat ……………………………………………….. 48
4.2.3 Analisis Bivariat …………………………………………………. 48
4.3 Pembahasan …………………………………………………………….. 49
4.3.1 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada
Lansia …………………………………………………………….. 49
4.3.2 Hubungan Pola Makan dengan Tekanan Darah pada
Lansia …………………………………………………………….. 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 55
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………….. 55
5.2 Saran ……………………………………………………………………… 55
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….………...… 36
LAMPIRAN ………………………………………………………………...……. 39

v
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Jenis Tekanan Darah ………………………………………………….. 16


Tabel 2. Penelitian Relevan …………………………………………...………… 35
Tabel 3. Definisi Operasional ……………………………..…………...…..……. 40
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis … 46
Tabel 5. Kelamin, Umur, Pendidikan dan Pekerjaan …………………………. 47
Tabel 6. Frekuensi Aktivitas Fisik ………………………………………………. 48
Tabel 7. Frekuensi Pola Makan …………………………………………………. 48
Tabel 8. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah Lansia …………. 49
Tabel 9. HubunganPola Makan dengan Tekanan Darah pada Lansia ……… 49

vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori ……………………………………….………..……. 36
Gambar 2. Kerangka Konsep …………………………………….……………... 37

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Riwayat Hidup …………………………………………………… 59
Lampiran 2. Surat Permohonan Untuk Menjadi Responden ………….…… 60
Lampiran 3. Karakteristik Responden …………………………………….….. 61
Lampiran 4. Kuesioner …………………………………………...………….… 62
Lampiran 5. Lembar Check List ………………………………………..…….. 64
Lampiran 6. Surat Pengambilan Data Awal (KESBANGPOL) …….………. 65
Lampiran 7. Surat Pengambilan Data Awal (Puskesmas) ………………… 66
Lampiran 8. Surat Permohonan Melakukan Penelitian (KESBANGPOL)… 67
Lampiran 9. Surat Permohonan Melakukan Penelitian (Puskesmas)….…. 68
Lampiran 10. Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian ………………..….. 70
Lampiran 11. Master Tabel 1 …………………………………………………… 71
Lampiran 12. Master Tabel 2 ………………………………………...……….… 73
Lampiran 13. Hasil Uji SPSS ……………………………………...………….… 74
Lampiran 14. Dokumentasi …………………………………………..…………. 76

viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) lansia merupakan tanda
keberhasilan pembangunan, terutama pembangunan kesehatan. Lansia
merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko (population at risk) yang
semakin meningkat jumlahnya, dari segi aspek kesehatan, lansia menjadi
kelompok yang rentan mengalami penurunan derajatkesehatan, baik secara
alami maupun akibat proses penyakit. Penting untuk meningkatkan dan
merencanakan berbagai program kesehatan yang ditujukan pada kelompok
lansia (Pinasih, 2018).
Makin bertambah usia, makin besar kemungkinan seseorang mengalami
permasalahan fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Salah satu permasalahan
yang sangat mendasar pada lanjut usia adalah masalah kesehatan akibat proses
degeneratif, hal ini ditunjukkan oleh data pola penyakit pada lanjut usia.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2018), penyakit terbanyak pada lanjut usia
terutama adalah penyakit tidak menular antara lain hipertensi, osteo artritis,
masalah gigi-mulut, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Diabetes Mellitus
(DM) dan hipertensi.
Jumlah kejadian hipertensi menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2018 mencapai 1 milyar penderita di dunia. Hipertensi terbanyak ada di
negara ekonomi berkembang mencapai 40% dan di negara maju hanya 35%.
Menurut American Hearth Association (AHA) di Amerika 59% penderita
hipertensi dan hanya 34% yang terkendali. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar atau (Riskesdas, 2018), menunjukkan prevalensi penderita hipertensi
pada lansia di Indonesia yang di dapatkan hasil melalui pengukuran tekanan
darah sebesar 54%. Prevalensi penyakit hipertensi di Provinsi Gorontalo
meningkat dari 26,2% pada tahun 2017 menjadi 38,9%pada tahun 2018.
Sementara itu berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo 2018,
dari 11 jenis penyakit tidak menular, hipertensi merupakan penyakit terbanyak
yang diderita masyarakat Gorontalo dengan proporsi sebesar 47% dengan rata-
rata tidak terkontrolnya tekanan darahnya(Riskesdas Gorontalo, 2018).

1
Data dari Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2018 estimasi
penderita yang mengalami hipertensi di Provinsi Gorontalo sebanyak 629.010
dan hanya 9% yang mendapatkan pelayanan atau memanfaatkan pelayanan
kesehatan sesusai standar, dari prevalensi lansia hipertensi sebesar 47%
diketahui bahwa sebesar 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum
obat. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penderita hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Berdasarkan data terlihat kelompok lansia usia 60-85 tahun memiliki prevalensi
hipertensi tertinggi(Riskesdas, 2018).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit yang umum terjadi,
terutama pada kalangan lanjut usia atau lansia. Semakin bertambah usia,
tekanan darah cenderung semakin meningkat. Seiring pertambahan usia, risiko
mengalami hipertensi pun semakin tinggi, baik dalam kondisi tekanan darah
tinggi maupun normal, tekanan darah sistolik akan meningkat secara signifikan
hingga memasuki usia 70 atau 80 tahun. Sementara itu, tekanan diastolik akan
terus mengalami peningkatan hingga usia 50 atau 60 tahun. Tekanan darah
tinggi akan meningkatkan risiko lansia terserang stroke pada kemudian hari.
Kondisi ini juga meningkatkan peluang untuk mengalami komplikasi hipertensi
lainnya, seperti kerusakan ginjal, serangan jantung, gagal jantung, dan banyak
masalah kesehatan serius lainnya apabila tidak bisa mengelola tekanan darah
dengan baik. Tekanan darah tinggi juga bisa berisiko memengaruhi kemampuan
untuk berpikir dan mengingat. Salah satu hal yang mungkin terjadi pada kondisi
ini, yaitu demensia(Pramody, 2019).
Aktivitas fisik/ bergerak adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan
pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori).Aktivitas fisik adalah
pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat
penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan
kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjanghari.Tetap aktif, artinya
diharapkan lansia hidup sederhana, santai, aktif dalam berorganisasi, aktif dalam
kegiatan sosial, berkarya, selalu mengembangkan hobi dan berolahraga, dalam
melaksanakan aktivtas harus disesuaikan dengan kemampuan, serta bergerak
secara teratur.
Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat dalam mengatur berat badan dan
menguatkansistem jantung dan pembuluh darah. Kurangnya aktifitas fisik dapat

2
mengakibatkan seseorang terkena hipertensi. Secara teori aktivitas fisik sangat
memengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan
kegiatan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi.
Haltersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula
tekanan darah yang membebankan pada dinding arteti sehingga tahanan perifer
yang menyebabkan kenanikan tekanan darah. Kurang nya aktivitas fisik juga
dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebkanrisiko
hipertensi meningkat (Triyanto, 2014).Berdasarkan teori tersebut makan peneliti
memilih pelaksanaan aktivitas fisik yang merupakan salah satu kegiatan dalam
GERMAS untuk dijadikan variabel penelitian ini.
Semakin banyak asupan makan atau tidak teraturnya pola makan akan
mempengaruhi tekanan darah pada lansia. Penelitian yang dilakukan oleh
Sargowo (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komposisi
asupan makan terhadap hipertensi. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa semakin banyak asupan makan maka hipertensi semakin meningkat.
Komposisi makanan yang dimaksud adalah asupan karbohidrat, lemak dan total
kalori. Komponen yang diukur adalah berat badan (BB), tinggi badan (TB), indeks
massa tubuh (IMT), lingkar perut (LP), Tekanan darah sistol, Tekanan darah
diastol, total kolesterol, trigliserida, LDL (Low DensityLipoprotein), HDL, GDP
(Gula Darah Puasa), Apo B100, FABP (Fatty Acid Binding Protein) dan
Adiponektin. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada indikator tersebut, total
kolesterol mempunyai nilai tertinggi. Indikator komposisi asupan makanan yang
mempunyai nilai paling tinggi adalah total kalori diikuti lemak dan karbohidrat.
Berdasarkan teori tersebut makan peneliti memilih pola makan untuk dijadikan
variabel penelitian ini.
Puskesmas Buhu merupakan salah satu psukesmas yang telah ikut
mendukung pelaksanaan program GERMAS. Berdasarkan data yang didapatkan
dari puskesmas Buhu, bahwa pelaksanaan aktifitas fisik dan pemeriksaan
kesehatan berkala sudah dilakukan sebagai salah satu kegiatan dari GERMAS.
Aktifitas fisik yang rutin dilakukan yaitu senam dan jalan sehat di pagi hari.
Pemeriksaan kesehatan secara berkala/rutin dalam Germas, yaitu: pemeriksaan
kesehatan rutin meliputi cek tekanan darah, cek kadar gula darah, cek kolesterol
darah. Khusus perempuan lakukan tes IVA (Inpeksi Visual Asam Cuka) untuk

3
deteksi dini kanker leher rahim; pemeriksaan rutin setiap 6 bulan sekali di
Puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya, serta Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) terdekat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan di Puskesmas, Posyandu,
Posbindu secara gratis dengan menggunakan BPJS.
Jumlah warga lansia di Kabupaten Gorontalo yang terdaftar pada bulan
Mei 2021 sebanyak 5.820 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 451 jiwa lansia
diketahui terdaftar di Desa Iloponu Kabupaten Gorontalo. Jumlah lansia
menderita hipertensi di Desa Iloponu sebanyak 41 jiwa dan memiliki angka
kesakitan lansia tertinggi di Kabupaten Gorontalo (Riskesdas Gorontalo,
2018).Tingginya angka kesakitan di Desa Iloponu disebabkan karena pola hidup
lansia yang tidak sehat yang mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh
terhadap penyakit. Tingginya jumlah penduduk lanjut usia tidak dipengaruhi oleh
satu faktor saja, faktor-faktor tersebut meliputi faktor predisposing yang
mencakup pengetahuan dan sikap dari lansia, tingkat pendidikan dari lansia,
pekerjaan lansia, serta tingkat pendapatan, faktor pemungkin yang mancakup
akses terhadap pelayanan kesehatan bagi lansia serta faktor penguat yaitu
meliputi faktor dukungan dari keluarga, dukungan dari petugas atau kader
posyandu dan dukungan tokoh masyarakat (Yarmaliza & Zakiyuddin, 2019).
Beberapa masalah ini timbul dikarenakan kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang maksud dan tujuan dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS), kurangnya informasi dari petugas kesehatan yang mengakibatkan
masyarakat tidak secara jelas mengetahui cara melakukan hidup sehat secara
baik dan benar. Selain itu kurangnya reaksi positif dari masyarakat dalam
mencari tahu informasi tentang melakukan gerakan masyarakat hidup sehat.
Berdasarkan data-data serta permasalahan seperti yang telah diuraikan
diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan
Pelaksanaan Aktivitas Fisik dan Pola Makan dalam Program GERMAS
denganKejadian Hipertensi pada Lansia di wilyah Kerja Puskesmas Buhu Desa
Iloponu”.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Jumlah kejadian hipertensi menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2018 mencapai 1 milyar penderita di dunia.

4
2. Prevalensi penyakit hipertensi di Provinsi Gorontalo meningkat dari 26,2%
pada tahun 2017 menjadi 38,9% pada tahun 2018.
3. Jumlah lansia menderita hipertensi di Desa Iloponu sebanyak 41 jiwa dan
memiliki angka kesakitan lansia tertinggi di Kabupaten Gorontalo.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan pelaksanaan aktivitas
fisik dan pola makan dalam program GERMAS dengankejadian hipertensi pada
lansia di wilyah kerja Puskesmas Buhu Desa Iloponu.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan aktivitas fisik dan pola makan
dalam program GERMAS dengankejadian hipertensi pada lansia di wilyah kerja
Puskesmas Buhu Desa Iloponu.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik responden
2. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
pada lansia
3. Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi
pada lansia

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang sangat
berharga pada perkembangan ilmu kesehatan, terutama pada
penerapan aktivitas fisik dan pola makan yang baik bagi lansia
hipertensi.

5
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
dan pengalaman bagi peneliti dalam menjalankan tugas dalam
memberikan pelayanan kepada penduduk lansia.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai sumber dasar/referensi bagi peneliti lain untuk melanjutkan
penelitian hubungan aktivitas fisik dan pola makan dengan hipertensi
pada lansia.

1.5.2 Manfaat Praktis


a. Bagi masyarakat/lansia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ketaatan
masyarakat/lansia dalam melakukan pola hidup sehat dan benar dan
rutin mengikuti pelaksanaan kegiatan GERMAS.
b. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
informasi perkembangan secara nyata dilapangan sesuai teori yang
ada mengenai hubungan GERMAS pada perubahan tekanan darah
pada lansia.
c. Bagi Institusi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan
aktivitas fisik dan pola makan dalam mencegah penyakit
degeneratifseperti hipertensi pada lansia melalui program GERMAS.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Konsep Lansia
Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 1992, lansia adalah seseorang yang
karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, dan sosial. Batasan usia
lanjut menurut WHO, yaitu usia lanjut (elderly) ialah kelompok usia 60-74 tahun,
usia lanjut tua (old) ialah kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very
old) ialah kelompok usia di atas 90 tahun. Sedangkan batasan usia lanjut
menurut Subhankandir yaitu Young old ialah usia 70-75 tahun, Old ialah usia 75-
80 tahun, Very old ialah usia lebih dari 80 tahun. Menurut Malik, tahapan usia
lanjut dibagi menjadi tiga subtahap yaitu tahap awal tua ialah usia 53 –63 tahun,
tahap pertengahan ialah usia 64 –70 tahun, dan tahap tua akhir ialah usia 70
tahun ke atas (Ju et al., 2020).
Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu
suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauhdari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.Usia
60 tahun biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia
lanjut.Manusia yang mulai menjadi tua secara alamiah akan mengalami berbagai
perubahan, baik yang menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya(Mediatrix &
Victoria, 2019).
Terdapat tiga aspek yang perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu
batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis
penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara
terus menerus, yakni ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ. Jika ditinjau secara ekonomi, penduduk lanjut usia
lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumberdaya. Banyak orang
beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak
manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua,

7
seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat(BKKBN, 2018).
1. Batasan lanjut usia
Batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi,
sosial, dan usia atau batasan usia, yaitu (UTAMA et al., 2020):
a. Aspek Biologi Penduduk lansia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk
yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan
fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan
berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
seiring meningkatnya usia, sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Proses penuaan berbeda dengan
‘pikun’ (senile dementia) yaitu perilaku aneh atau sifat pelupa dari
seseorang diusia tua. Pikun merupakan akibat dari tidak berfungsinya
beberapa organ otak, yang dikenal dengan penyakit Alzheimer.
b. Aspek Ekonomi. Aspek ekonomi menjelaskan bahwa penduduk lansia
dipandang lebih sebagai beban daripada potensi sumber daya bagi
pembangunan. Warga tua dianggap sebagai warga yang tidak produktif
dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi
penduduk lansia yang masih memasuki lapangan pekerjaan,
produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah
dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi, tidak semua penduduk
yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki kualitas dan
produktivitas rendah.
c. Aspek Sosial. Aspek sosial dari sudut pandang sosial, penduduk lansia
merupakan kelompok social tersendiri. Di negara Barat, penduduk lansia
menduduki strata sosial dibawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di
Asia, penduduk lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus
dihormati oleh masyarakat.
d. Aspek Umur. Dari ketiga aspek di atas, pendekatan umur adalah yang
paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk usia lanjut. Batasan
usia lanjut didasarkan atas Undang-Undang No.13 Tahun 1998 adalah 60
tahun. Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagaiberikut:
1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-54 tahun
2) Lansia (elderly) yaitu kelompok usia 55-65 tahun

8
3) Lansia muda (young old) yaitu kelompok usia 66-74 tahun
4) Lansia tua (old) yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
2. Tipe Lanjut usia
Beberapa tipe pada lansia pada karakter, pengalaman hidup, lingkungn,
kondisi fsiik, mental, sosial, dan ekonominya (Mustayah et al., 2017). Tipe
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri,
dengan perubahan nyaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
b. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin, menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak penuntut.
d. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, mider,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Tani et al., 2017).
3. Hak dan Kewajiban Lanjut Usia
Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bemasyarakat,
berbangsa,dan bernegara. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada
lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi :
a. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual
b. Pelayanan kesehatan
c. Pelayanan kesempatan kerja
d. Pelayanan pendidikan dan pelatihan
e. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum
f. Kemudahan dalam layanan dan bantuan hokum
g. Perlindungan social
h. Bantuan sosial.
Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan
bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain kewajiban sebagaimana

9
dimaksud, sesuai dengan peran dan fungsinya, lanjut usia juga berkewajiban
untuk:
a. Membimbing dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya, terutama di lingkungan keluarganya
dalam rangka menjaga martabat dan meningkatkan kesejahteraannya
b. Mengamalkan dan mentransfonnasikan ilmu pengetahuan, keahlian,
keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya kepada
generasi penerus
c. Memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada generasi
penerus.
4. Teori Biologi Mengenai Penuaan
Proses penuaan dapat dibagi menjadi lima teoribiologi mengenai penuaan
yaitu:
a. Teori-teori Mikrobiologi
Teori-teori mikrobiologi mengenai penuaan adalah teori yang melihat ke
dalam sel-sel tubuh untuk menjelaskan penuaan. Label mikro digunakan
karena sel merupakan unit analisis yang sangat kecil.
b. Teori-teori Makrobiologi
Teori-teori makrobiologi mengenai penuaan mempelajari kehidupan pada
tingkat analisis yang lebih global dibandingkan sel. Makro mengarah pada
sesuatu yang besar dan tingkat analisis yang lebih global (Setiyorini et al.,
2018).
5. Fisik pada Lanjut Usia
Usia lanjut membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan
periode-periode usia sebelumnya. Lansia akan mencatat rentetan perubahan-
perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan
penekanan pentingnya perkembangan-perkembangan baru dalam penelitian
proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan-laha menurun
dan hilangnya fungsi kadangkala dapat diperbaiki (Prabhakara, 2010).
a. Otak dan Sistem Syaraf
Lansia kehilangan sejumlah neuron, unit-unit sel dasar dari sistem
syaraf. Beberapa peneliti memperkirakan kehilangan itu mungkin sampai
50% selama tahun-tahun dewasa, walaupun peneliti lain percaya bahwa
kehilangan itu lebih sedikit dan bahwa penyelidikan yang tepat terhadap

10
hilangnya neuron belum dibuat di otak manusia. Aspek yang signifikan dari
proses penuaan adalah bahwa neuron-neuron itu tidak mengganti dirinya
sendiri. Otak dapat cepat sembuh dan memperbaiki kemampuannya, hanya
kehilangan sebagian kecil dari kemampuannya untuk berfungsi di masa
dewasa akhir atau lansia.
b. Perkembangan Sensori
Perubahan sensori fisik pada masa dewasa akhir atau lansia
melibatkan indera penglihatan, indera pendengaran, indera perasa, indera
pembau, dan indera peraba. Masa lansia, penurunan indera penglihatan,
yang bagi sebagian besar dari lansia dimulai pada awal masa dewasa
tengah, menjadi lebih jelas. Adaptasi terhadap gelap menjadi lebih lambat,
yang berarti bahwa orang-orang lansia membutuhkan waktu yang lama
untuk memulihkan kembali penglihatan mereka ketika keluar dari ruang-
ruang yang agak gelap. Daerah medan visual menjadisangat kecil, yang
menunjukkan bahwa intensitas stimulus di sekeliling medan visual butuh
ditingkatkan jika stimulus ingin terlihat. Peristiwa-peristiwa yang jauh dari
pusat medan visual tidak dapat dideteksi.
Penurunan penglihatan ini biasanya dapat dirunut dari pengurangan
dalam kualitas dan intensitas cahaya yang mencapai retina. Puncak usia
tua, perubahan ini mungkin disertai oleh perubahan-perubahan
kemunduran dalam retina, menyebabkan beberapa kesulitan dalam
penglihatan. Kerusakan pendengaran dapatmulai terjadi pada masa
dewasa tengah, hal ini biasanya tidak menimbulkan banyak kesulitan
sampai masa dewasa akhir atau lansia. Permasalahan pendengaran
mungkin diperbaiki dengan alat-alat bantu pendengaran. Lansia hanya 19%
dari orang-orang yang berusiaantara 45-54 tahun mengalami berbagai jenis
permasalahan pendengaran, tetapi dari usia 75-79 tahun, gambarannya
telah mencapai 75%. Sudah dapat diperkirakan bahwa 15% dari populasi di
atas usia 65 tahun sebenarnya tuli, biasanya disebabkan oleh
kemunduranselaput telinga (cochlea), syaraf penerima utama untuk
pendengaran di dalam telinga. Memakai 2 alat bantu pendengaran yang
seimbang untuk memperbaiki setiap pasang telinga seringkali dapat
membantu gangguan pendengaran pada orang-orang lansia.

11
Lansia tidak hanya mengalami penurunan dalam penglihatan dan
pendengaran sebagai orang lansia, tetapi lansia juga menjadi kurang peka
terhadap rasa dan bau. Kepekaan terhadap rasa pahit dan masam
bertahan lebih lama dibandingkan kepekaan terhadap rasa manis dan asin.
Bagaimanpun, orag-orang dewasa lansia yang sehat, terjadi lebih sedikit
penurunan dalam kepekaan terhadap rasa dan bau dibandingkan pada
mereka yang tidak sehat. Kehilangan sebuah kepekaan inderawi saat usia
lanjut mungkin menguntungkan. Orang-orag dewasa lanjut kurang peka
terhadap rasa sakit dan kurang mengalami penderitaan jika dibandingkan
dengan rang-orang dewasa muda. Tentu saja, walaupun penurunan
kepekaan terhadap rasa sakit dapat membantu orang lansia untuk
mengatasi penyakit dan luka, hal ini dapat menjadi berbahaya jika
menyembunyika luka-luka dan penyakit yang membutuhkan suatu
perawatan.
c. Sistem Peredaran Darah
Tidak lama berselang ada kepercayaan bahwa keluaran dari jantung
(jumlah darah yang dipompa jantung) menurun seiring dengan
bertambahnya usia sekalipun pada orang-orang dewasa yang sehat.
Bagaimanapun, lansia sekarag mengetahui bahwa ketika sakit jantung
tidak muncul, jumlah darah yang dipompa sama tanpa mempertimbangkan
usia-usia orang dewasa. Kenyataannya, beberapa ahli penuaan
berpendapat bahwa jantung yang sehat dapat mejadi lebih kuat selama
lansia menua melewati masa-masa dewasa dengan kapasitas yang
menigkat, bukan menurun.
d. Sistem Pernafasan
Kapasitas paru-paru menurun antara usia 20 sampai 80 tahun,
seklaipun tanpa penyakit. Paru-paru kehilangan elastisitasnya, dada
menyusut, dan diafragma melemah. Meskipun begitu, berita baiknya adalah
bahwa orang-orang lansia dapat memperbaiki fungsi paru-paru dengan
latihan-latihan memperkuat diafragma
e. Seksualitas
Penuaan menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan
seksualitas manusia, lebih banyak pada laki-laki dari pada wanita. Orgasme
menjadi lebih jarang pada laki-laki, terjadi setiap 2 sampai 3 kali hubungan

12
seksual bukan setiap kali. Rangsangan yang lebih langsung biasanya
dibutuhkan untuk ereksi. Sekalipun hubungan seksual te8rganggu oleh
kelemahan, relasi lainnya harus bertahan, diantaranya kedekatan,
sensualitas, dan dinilai sebagai seorang laki-laki atau seorang wanita.terapi
untuk orang-orang lansia yang mengeluhkan kesulitan-kesulitan seksual
ternyata efektif. Di dalam suatu penelitian, pendidikan seks yang sebagian
berisi informasi sederhana mengenai seks dapat meningkatkan perhatian,
pengetahuan, dan aktivitas seksual pada orang lansia.
6. Masalah Lanjut Usia
Mudah jatuh merupakan masalah yang sering terjadi pada
lansia.Penyebabnya multi-faktor. Banyak yang berperan di dalamnya, baik faktor
intrinsik misalnya gangguan gaya berjalan, kelemahanotot ektremitas bawah,
kekakuan sendi dan pusing. Untuk faktor ekstrinsik, misalnya lantai yang licin,
tersandung benda, penglihatan yang kurang karena cahaya yang kurang terang
dan sebagainya (Prabhakara, 2010).
Gangguan pendengaran adalah salah satu masalah kesehatan yang
umum dijumpai pada lansia Hilangnya pendengaran dapat menyebabkan
terjadinya isolasi sosial, depresi dan menarik diri dari aktivitas hidup.Gangguan
pendengaran individu meliputi tuli, kehilangan pendengaran berat ataupun
kehilangan pendengaran parsial yang semuanya dapat menyebabkan sulitnya
berkomunikasi, walaupun beberapa fungsi pendengaran masih baik. Beberapa
orang dengan gangguan pendengaran dapat mengalami keterbatasan dalam
kebebasannya dan menderita penurunan kualitas hidup.
Masalah yang dihadapi para lansia dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandangan dan dari berbagai aspek kehidupan. Terutama masalah yang lebih
banyak menyangkut kesejahteraan hidup lansia. Faktor-faktor yang banyak
mempengaruhi masalah lansia antara lainialah faktor pemerintah, swasta, sosial-
budaya, industrialisasi, ekonomi, dan keuangan. Masalah yang dihadapi oleh
lansia adalah proses penuaan. Proses penuaan akan terjadidan dialami oleh
setiap manusia. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infekdi . Ini merupakan proses yang terus-menerus berkelanjutan secara alami.

13
Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup
(Prabhakara, 2010).
7. Pesan Gizi Untuk Lanjut Usia
Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan. Secara umum sayur dan
buah merupakan sumber berbagai vitamin, mineral, dan serat pangan. Sebagian
vitamin, mineral yang terkandung dalam sayur dan buah berperan sebagai
antioksidan atau penangkal senyawa jahat dalam tubuh. Berbeda dengan sayur,
buah juga menyediakan karbohidrat terutama berupa fruktosa dan glukosa.
Sayur tertentu juga menyediakan karbohidrat, seperti wortel dan kentang sayur.
Sementara buah tertentu juga menyediakan lemak tidak jenuh seperti buah
alpokat dan buah merah. Oleh karena itu konsumsi sayuran dan buah-buahan
salah satu bagian penting dalam mewujudkan gizi seimbang(Pusdatin Kemenkes
RI, 2019).
Berbagai kajian menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah yang cukup
turut berperan dalam menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula dan
kolesterol darah juga dapat mengendalikan tekanan darah. Konsumsi sayur dan
buah yang cukup juga menurunkan risiko sulit buang air besar (BAB/Sembelit)
dan kegemukan. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan buah-
buahan yang cukup turut berperan dalam pencegahan penyakit tidak menular
kronik. Konsumsi sayur dan buah yang cukup merupakan salah satu indikator
sederhana gizi seimbang. Semakin matang buah yang mengandung karbohidrat
semakin tinggi kandungan fruktosa dan glukosanya, yang dicirikan oleh rasa
yang semakin manis. Dalam budaya makan masyarakat perkotaaan Indonesia
saat ini, semakin dikenal minuman jus bergula. Dalam segelas jus buah bergula
mengandung 150-300 Kalori yang sekitar separohnya dari gula yang
ditambahkan.Selain itu beberapa jenis buah juga meningkatkan risiko kembung
dan asam urat. Oleh karena itu konsumsi buah matang dan minuman jus bergula
perlu dibatasi agar turut mengendaalikan kadar gula darah(BKKBN, 2018).

2.1.2 Konsep Perubahan Tekanan Darah


Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat
darah dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh. Tekanan darah adalah
tenaga yang terdapat pada dinding arteri saat darah dialirkan. Tenaga ini
mempertahankan aliran darah dalam arteri agar tetap lancar. Rata-rata tekanan

14
darah normal biasanya 120/80 dan diukur dalam satuan milimeter air raksa
(mmHg) (Mulyadi et al., 2019).Menurut (Haryati & Lucia, 2020), tekanan darah
timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh
darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa
muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh
darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara
itu (Mulyadi et al., 2019) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan
milimeter air raksa (mmHg).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan
darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat
dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi
(sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi
(diastolik). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan
diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh.
Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai
140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau
keduanya(Pusdatin Kemenkes RI, 2019).
Tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik. Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik
masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah,tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan
tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastic (WHO, 2018).
1. Jenis Tekanan Darah
Terdapat dua pengukuran penting dalam tekanan darah, yaitu tekanan
sistolik dan tekanan diastolik.Tekanan sistolik (Systolic Pressure)adalah tekanan
darah saat jantung berdetak dan memompakan darah.Tekanan diastolik
(Diastolic)adalah tekanan darah saat jantung beristirahat diantara detakan.

15
Tabel 1. Jenis Tekanan Darah

Kategori Tekanan Sistolik, mmHg Tekanan Diastolik, mmHg

Hipotensi < 90 < 60


Normal 90 –119 60 –79
Prehipertensi 120 –139 80 –89
Hipertensi Tingkat 1 140 –159 90 –99
Hipertensi Tingkat 2 160 –179 100 –109
Hipertensi Tingkat Darurat ≥180 ≥ 110
Sumber: William Wilkins (2014)
2. Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan darah yang normal adalah berkisar antara 90mmHg sampai
119mmHg untuk tekanan sistolik sedangkan untuk tekanan diastolik adalah
sekitar 60mmHg sampai 79mmHg. Tekanan darah dibawah 90/60 mmHg
dikategorikan sebagai hipotensi (Hypotension) atau tekanan darah rendah,
sedangkan diatas 140/90mmHg sudah dikategorikan sebagai tekanan darah
tinggi atau hipertensi (Hypertension)(World Health Organisation, 2020).
3 Teknik Mengukur TekananDarah
Tehnik pengambilan darah dapat dilakukan dengan langkah-langkah
seperti di bawah ini:
a. Pasien duduk santai dengan lengan rileks di atas meja, telapak tangan
menghadap ke atas, dan otot lengan tindak boleh memegang.
b. Letakan perangkat tensimeter didekat lengan yang diperiksa dengan
skala menghadap ke pemeriksa. Pemeriksa bisa duduk atau berdiri
dihadapan periksa.
c. Pasang kain pembalut (cuff) tensimeter di lengan atas dengan bagian
bawah pembalutnya berada sekitar 3 cm diatas lipat siku. Ketepatan
posisi pemasangan ini mempengaruhi hasil, bebatan hendaknya tidak
terlampau ketat tidak juga longgar.
d. Letakan ujung stetoskop pada lipat siku tempat denyut nadi paling keras
teraba dengan tangan kiri. Pasangkan stetoskop ujung satunya dikedua
liang telinga.
e. Pegang bola karet tensimeter dengan tangan kanan. Putar katup di
pangkal bola pemompa dengan jempol dan telunjuk jarum jam untuk
menutup selang. Sambil stetoskop ditangan kiri tetap menekan, lalu

16
pompakan bola karetnya sehingga air raksa tampak berangsur naik
sehingga bunyi detak jantung masih terdengar di telinga. Stop memompa
setelah bunyi detak jantung menghilang. Naikan pemompaan 30
milimeter air raksa diatas sejak bunyi detak jantung menghilang.
f. Perlahan-lahan putar balik pemutar katup kebalikan arah jarum jam
dengan jempol dan telunjuk tangan kanan setelah selesai memompa.
Atur pengendoran katup pemutar, agar laju turunnya air raksa sekitar 3
milimeter per detik.
g. Perhatikan turunnya air raksa pada skala saat pertama kali bunyi detak
jantung mulai terdengar . Saat itulah ditetapkan sebagai nilai tekanan atas
atau sistolik. Sementara itu air raksa tetap turun. Perhatikan pulaskala air
raksa saat bunyi jantung sudah hilang. Saat itulah ditetapkansebagai nilai
diastolik.
h. Apabila gagal mendengar bunyi degup pertama, ulangi sekali lagi akan
tetapi pastikan dulu skala air raksa sudah menunjukan ketinggian
dibawah angka nol sebelum kembali mulai memompa ulang(Rizky et al.,
2020).
4 Faktor-Faktor Fisiologis Yang Dapat Mempengaruhi Tekanan Darah
Faktor-faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi tekanan darah dapat
dijelaskan seperti dibawah ini:
a. Pengembalian darah melalui vena/jumlah darah yang kembali ke jantung
melalui vena. Jika darah yang kembali menurun, otot jantung tidak akan
terdistensi, kekuatan ventrikular pada fase sistolik akan menurun dan
tekanan darah akan menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh perdarahan
berat. Pada keadaan tidur atau berbaring dimana tubuh dalam keadaan
posisi horizontal, pengembalian darah ke jantung melalui vena bisa
dipertahankan dengan mudah. Tapi, ketika berdiri aliran darah vena
kembali ke jantung mengalami tahanan lain, yaitu gravitasi. Terdapat tiga
mekanisme membantu pengembalian darah melalui vena, yakni konstriksi
vena, pompa otot rangka, dan pompa respirasi.
b. Frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Secara umum, apabila
frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung meningkat, tekanan darah ikut
meningkat. Inilah yang terjadi saat exercise. Akan tetapi, apabila jantung

17
berdetak terlalu kencang, ventrikel tidak akan terisi sepenuhnya diantara
detakan, sehingga curah jantung dan tekanan darah akan menurun.
c. Resistensi perifer yaitu resistensi dari pembuluh darah bagi aliran darah.
Arteri dan vena biasanya sedikit terkonstriksi, sehingga tekanan darah
diastol normal.
d. Elastisitas arteri besar. Saat ventrikel kanan berkontraksi, darah yang
memasuki arteri besar akan membuat dinding arteri berdistensi. Dinding
arteri bersifat elastis dan dapat menyerap sebagian gaya yang dihasilkan
aliran darah. Elastisitas ini menyebabkan tekanan diastol yang meningkat
dan sistol yang menurun. Saat ventrikel kiri berelaksasi, dinding arteri
juga akan kembali ke ukuran awal, sehingga tekanan diastol tetap berada
di batas normal.
e. Viskositas darah. Viskositas darah normal bergantung pada keberadaan
sel darah merah dan protein plasma, terutama albumin. Kadar sel darah
merah yang terlalu tinggi pada seseorang, sehingga menyebabkan
peningkatan viskositas darah dan tekanan darah, sangatlah jarang, akan
tetapi masih dapatterjadi pada kondisi polisitemia vena dan perokok
berat. Kekurangan sel darah merah, seperti pada kondisi anemia, akan
menyebabkan kondisi berbalik dari sebelumnya. Pada saatkekurangan,
mekanisme penjaga tekanan darah seperti vasokonstriksi akan terjadi
untuk mempertahankan tekanan darah normal.
f. Kehilangan darah. Kehilangan darah dalam jumlah kecil, seperti saat
donor darah, akan menyebabkan penurunan tekanan darah sementara,
yang akan langsung dikompensasi dengan peningkatan tekanan darah
dan peningkatanvasokonstriksi. Akan tetapi, setelah perdarahan berat,
mekanisme kompensasi ini takkan cukup untuk mempertahankan tekanan
darah normal dan aliran darah ke otak. Walaupun seseorang dapat
selamat dari kehilangan 50% dari total darah tubuh, kemungkinan
terjadinya cedera otak meningkat karena banyaknya darah yang hilang
dan tidak dapat diganti segera.
g. Hormon. Beberapa hormon memiliki efek terhadap tekanan darah.
Contohnya, pada saat stress, medula kelenjar adrenal akan
menyekresikan norepinefrin dan epinefrin,yang keduanya akan
menyebabkan vasokonstriksi sehingga meningkatkan tekanan darah.

18
Selain dari vasokonstriksi, epinefrin juga berfungsi meningkatkan heart
ratedan gaya kontraksi. Hormon lain yang berperan adalah ADH yang
disekresikan oleh kelenjar hipofisis posterior saat tubuh mengalami
kekurangan cairan. ADH akan meningkatkan reabsorpsi cairan pada
ginjal sehingga tekanan darah tidak akan semakin turun. Hormon lain,
aldosteron, memiliki efek serupa pada ginjal, dimana aldosteron akan
mempromosikan reabsorpsi Na+, lalu air akan mengikuti ion Na+ke darah.
5 Pengendalian Tekanan Darah
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga
mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung
dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanyadan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut,
dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.
Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga
meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan
darah akan menurun.Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalandengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun
dan tekanan diastolik terus meningkatsampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

19
2.1.3 Konsep Aktivitas Fisik pada Lansia
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan energi.Penurunan aktivitas fisik merupakn salah satu
faktor resiko independent untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan
diperkirakan menyebabkan kematian secara global.Aktivitas fisik yaitu
pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat
penting untuk pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan
kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.Jadi, aktivitas fisik
adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang sangat penting bagi
pemeliharaan kesehatan fisik dan mental (Fatmah, 2014).
1. Manfaat Aktivitas Fisik
Menurut Pusat Promosi Kesehatan DapertemenKesehatan Republik
Indonesia (2018), aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang
menguntungkan terhadap kesehatan yaitu:
a. Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker,
tekanan darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain.
b. Berat badan terkendali
c. Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
d. Bentuk tubuh lebih ideal dan proporsional
e. Lebih percaya diri
f. Lebih bertenaga dan bugar
g. Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik
h. Dapat mempengaruhi kesehatan otak dan fungsi kognitif.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik Pada Lansia
Menurut Perry(2015), kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan
aktivitas sehari-hari pada lansia dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Faktor-faktor dari dalam diri sendiri
1) Umur. Kemampuan aktivitas sehari-hari pada lanjut usia
dipengaruhi dengan umur lanjut usia itu sendiri. Umur seseorang
menunjukan tanda kemaun dan kemampuan, ataupun bagaimana
seseorang bereaksi terhadap ketidak mampuan melaksanakan
aktivitas sehari-hari.

20
2) Kesehatan fisiologis. Kesehatan fisiologis seseorang dapat
mempengaruhi kemampuan partisipasi dalam aktivitas sehari-hari,
sebagai contoh system nervous mengumpulkan dan
menghantarkan, serta mengelola informasi dari lingkungan.
3) Fungsi kognitif. Fungsi kognitif yaituberfikir dan member rasional,
termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, prsepsi dan
memperhatikan (keliat 2009). Tingkat fungsi kognitif dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
b. Faktor dari luar
1) Lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat berlindung
yang paling disukai dengan lansia. Lanjut usia merupakan
kelompok lansia yang rentan masalah, baik masalah ekonomi,
social, budaya, kesehatan maupun psikologis, oleh karenanya
lansia tetap sehat, sejahtera dan bermanfaat.
2) Lingkungan kerja. Lingkungan kerja sangat mempengaruhi
keadaan diri dalam mereka bekerja, karena setiap kali seseorang
bekerja maka dapat memasuki situasi lingkungan tempat yang ia
kerjakan.
3) Rime biologi. Waktu rime biologi dikenal sebagai irama biologi,
yang mempengaruhi fungsi hidup manusia. Irama biologi
membantu mahluk hidup mengatur lingkungan fisik disekitarnya.
3. Jenis-jenis Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk lanjut usia sebaiknya memenuhi
kriteria FITT (frequency intensity time type). Frekuensi adalah seberapa
sering aktivitas dilakukan dan berapa hari dalam seminggu.Intensitas merujuk
pada seberapa keras aktivitas dilakukan, umumnya dibagi seberapa keras
suatu aktivitas dilakukan.Biasanya diklasifikasikan menjadi intensitas rendah,
sedang, serta tinggi (Ambardini, 2019). Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi
penderita hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari.
Kalori yang terbakar sedikitnya 150 kalori perhari. Salah satu aktivitas yang
dapat dilihat adalah senam aerobic. Suatu aktivitas, baik itu kegiatan sehari-
hari ataupun olahraga, dikatakan aerobic jika dapat meningkatkan
kemampuan kerja jantung, paru-paru dan otot. Aktivitas fisik ini terdiri dari:

21
a. Aktivitas sehari-hari yang dikerjakan
b. Olahraga. Olahraga yang dapat dikategorikan sebagi aktivitas aerobic
menurut National Institute health dalam Clinical Guidelines On the
Identification 2012, antara lain:
1) Berjalan kaki. Berjalan kaki sejauh 3 kilometer selama 30 menit
dapat membakar kalori sebesar 150 kalori.
2) Jogging. Joging merupakan olahraga aerobic yang sangat efektif
karena dapat membakar kalori secara cepat dan dapat
meningkatkan kemampuan jantung, paru-paru, dan otot. Jogging
sejauh 2 kilometer selama 20 menit saja dapat membakar 150
kalori.
3) Bersepeda. Bersepeda sebaiknya dilakukan secara
bertahap.Kegiatan bersepeda ini tidak cukup dalam meningkatkan
kerja jantung dan paru-paru kecuali jika bersepeda melalui jalan
yang mendaki. Menggayuh sepeda sejauh 8 kilometer selama 30
menit dapat membakar kaloro kurang lebih 150.
4) Senam. Senam 20 menit dapat membakar kalori kurang lebih
150.
4. Halyang perlu diperhatikan saat melakukan aktivitas fisik
a. Konsulatasi dengan dokter aktivitas olahraga seperti apa dan
seberapa lama olahraga yang dapat dilakukan jika penumpukan
lemak (plak) dan dapat memicu dilepaskannya natrium yang bersifat
menahan air. Volume plasma meningkat sehingga tekanan darah
naik.
b. Berhenti merokok dapat membantu menurunkan resiko terkena
serangan jantung, gagal jantung atau stroke (Dedi Subardja, 2012).
5. Manfaat Aktivitas Fisik Menurut Adi Sapoetra, 2012.
Aktivitas fisik sangatlah penting bagi kesehatan kita, khususnya lansia.
Aktivitas yang menggunakan lengan dan otot paha, atau disebut aerobic,
akan membuat kerja jantung lebih efisien, baik disaat olahraga maupun saat
istirahat. Aktivitas seperti jalan cepat, lompat tali, jogging, bersepeda, gerak
jalan (hiking), atau dansa adalah contoh aktivitas aerobic yang bermanfaat
untuk meningkatkan daya tahan fisik. Berikut dijelaskan manfaat lain
melakukan aktivitas fisik:

22
a. Manfaat fisik/biologis
1) Menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal
2) Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
3) Menjaga berat badan ideal
4) Meningkatkan tulang dan otot
5) Meningkatkan kelenturan tubuh
6) Meningkatkan kebugaran tubuh
b. Manfaat psikis/mental
1) Mengurangi stress.
2) Meningkatkan rasa percaya diri.
3) Membagun rasa sportifitas.
4) Memupuk tanggung jawab.
5) Membangun kesetian kawanan social.
6. Komponen Dari Latihan Aktivitas Fisik
a. Priode pemanasan
Pemanasan akan membantu tubuh menyiapkan diri dari kondisi siap
latihan. Latihan pemanasaan akan mengurangi ketegangan otot dan
secara perlahan meningkatkan frekuensi pernapasan, sirkulasi (detak
jantung), dan temperatur tubuh. Latihan ini juga akan membantu
meningkatkan kelenturan dan mengurangi resiko terjadinya cidera.
Latihan pernapasan yang terbaik adalah berjalan, mengayuh sepeda
perlahan dimana intensitasnya diringankan secara perlahan-lahan
(Kusmana, 2013)
2. Priode latihan
Latihan kardiovaskuler merupakan salah satu latihan yang dapat
meningkatkan detak jantung dan membuat berkeringat.Minimal pelatihan
kardiovaskuler dilakukan selama 20 menit sebanyak 3-4x/minggu.Latihan
kardiovaskuler yang ideal adalah latihan yang dimulai selama 5-10 menit
pemansaan sehingga secara perlahan meningkatkan detak jantung.
Seseorang dapat melakukan pengukuran nadi di 2 tempat yaitu pada
pergelangan tangan bagian dalam sisi luar atau sejajar dengan ibu jari,
dan yang bagian kedua adalah pada sisi leher (arteri karotis), hitunglah
frekuensi nadi selama 10 detik dan kalikan 6, maka didapat detak jantung
selama 1 menit (Kusmana, 2013).

23
3. Priode pendingin
Pendingin merupakan salah satu tahap akhir dari olahraga atau
aktivitas fisik yang telah dilakukan.Latihan ini dapat membuat tubuh
secara perlahan menurunkan metabolisme akibat latihan utama yang
dilakukan.Pendingin bukan berarti duduk atau berbaring (Kusmana,
2013).

2.1.4 Pola Makan


1. Pengertian Pola makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh
satu orang dan merupakan ciri khas suatu kelompok masyarakat tertentu
(Sulistyoningsih, 2012). Pola makan adalah cara atau usaha dalam
pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit. Pola makan yangsehat selalu mengacu kepada gizi
yang seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan
(Depkes RI, 2014). Pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yaitu jenis,
frekuensi dan jumlah makan.
a. Jenis Makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari
terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah
yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber makanan
utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau
sekelompok masyarakat terdiri dari beras, jangung, sagu, umbi-umbian
dan tepung (Sulistyoningsih, 2012).
b. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam sehari meliputi
makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes
RI, 2014). Frekuensi makan adalah jumlah makan sehari-hari baik
kualitatif dan kuanitatif, secara alamiah makanan diolah dalam tubuh
melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama
makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan, jika rata-
rata lambung kosong antara 3-4 jam, jadwal makanpun menyesuaikan

24
dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011). Pola makan yang baik dan
benar mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Pola
makan 3 kali sehari yaitu makan pagi, selingan siang, makan siang,
selingan sore, makan malam dan sebelum tidur. Makanan selingan
sangat diperlukan, terutama jika porsi makanan utama yang dikonsumsi
saat makanpagi, makan siang dan makan malam belum mencukupi.
Makan selingan tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan nafsu
makan saat menyantap makanan utama berkurang akibat kekenyangan
makanan selingan (Sari, 2012).
c. Jumlah Makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan setiap
orang atau setiap individu dalam kelompok. Jumlah dan jenis makanan
sehari-harimerupakan cara makan seorang individu atau sekelompok
orang dengan mengkonsumsi makanan mengandung karbohidrat,
protein, sayuran dan buah. Frekuensi tiga kali sehari dengan makan
selingan pagi dan siang mencapai gizi tubuh yang cukup, pola makan
yang berlebihan dapat mengakibatkan kegemukan atau obesitas pada
tubuh (Willy, dkk., 2011).
2. Pola Makan Seimbang
Pola makan seimbang adalah cara pengaturan jumlah dan jenis makan
dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi,
terdiri dari enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air
dan keaneka ragam makanan. Pola makan seimbang adalah susunan jumlah
makanan yang dikonsumsi mengandung gizi seimbang dalam tubuh dan
mengandung dua zat yaitu zat pembagun dan zat pengatur. Makan seimbang
ialah makanan yang memiliki banyak kandungan gizi dan asupan gizi yang
terdapat pada makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah
(Depkes RI, 2014). Menu seimbang adalah makanan beraneka ragam yang
memenuhi kebutuhan zat gizi dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS). Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan
nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu sedangkan dari hewani adalah
telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan seperti keju. Zat
pembangun berperan untuk perkembangan kualitas tingkat kecerdasan
seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah semuasayur dan buah

25
banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan
fungsi organ tubuh (Depkes RI, 2014).
3. Konsumsi Makan
Konsumsi makan adalah susunan makanan yang merupakan kebiasaan
yang dimakan seseorang dalam jenis dan jumlah bahan makanan setiap
orang dalam hari yang dikonsumsi atau dimakan dengan jangka waktu
tertentu. Pengukuran survey konsumsi makanan merupakan metode yang
dapat digunakan untuk menentukan status gizi perorangan atau kelompok.
Tujuan survey konsumsi makanan adalahuntuk pengukuran jumlah makanan
yang dikonsumsi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan
sehingga diketahui kebiasaan makan dan dapat dinilai kecukupan makanan
yang dikonsumsi seseorang (Harahap VY, 2012).
4. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan ialah kebiasaan individu, keluarga maupun masyarakat
yang mempunyai cara makan dalam bentuk jenis makan, jumlah makan dan
frekuensi makan meliputi karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan
buah yang dikonsumsi setiap hari (PGS, 2018). Kebiasaan sarapan pagi
salah satu dasar dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Kebiasaan
sarapan pagi adalah cara makan seorang individu atau sekelompok
masyarakat yang baik karena sarapan pagi menambah energi yang cukup
dan beraktivitas untuk meningkatkan produktifitas (Depkes RI, 2014).
5. Makan Sehat
Makan sehat adalah makanan seimbang dengan beraneka ragam zat gizi
diperlukan tubuh dalam jumlah yang cukup. Hubungan makanan dan
kesehatan ialah salah satu jenis makanan yang banyak mengandung zat
yang dibutuhkan oleh tubuh. Makanan merupakan kebutuhan utama di
indonesia yang dikonsumsi sebagai makanan pokok yang mengandung zat
gizi seperti lemak, protein,mineral, vitamin dan air (Harahap VY, 2012).
6 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
Pola makan membentuk gambaran kebiasaan makan seseorang, secara
umum faktor yang mempengaruhi pola makan adalah faktor ekonomi, sosial
budaya, agama, pendidikan dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2012).

26
a. Faktor Ekonomi
Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya
beli pangan dengan kuantitas dan kualitas. Pendapatan yang tinggi dapat
mencakup kurangnya daya beli, mempengaruhi pola makan masysrakat
sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan dalam
pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi dan kecenderungan untuk
mengkonsumsi makanan impor (Sulistyoningsih, 2012).
b. Faktor Sosial Budaya
Pantangan mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi faktor
budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi
kebiasaan atau adat. Kebudayaan masyarakat memiliki pola makan
dengan cara sendiri. Budaya mempunyai bentuk macam pola makan
seperti dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan penyajian
(Sulistyoningsih, 2012).
c. Faktor Agama
Pola makan dalam agama suatu cara makan dengan diawali berdoa
sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan kanan.
Pantangan yang didasari agama khususnya islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram
sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan di kosumsi
(Depkes RI, 2014).
d. Faktor Pendidikan
Pola makan dalam pendidikan pengetahuan yang dipelajari
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan
kebutuhan gizi. Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan
pengetahuan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan
pemenuhan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2012).
e. Faktor Lingkungan
Pola makan dalam lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan
perilaku makan berupa lingkungan keluarga, promosi media elektroni dan
media cetak (Sulistyoningsih, 2012).
f. Faktor Kebisaan
Makan Kebiasaan makan ialah cara seseorang yang mempunyai
kebiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan

27
jenis makanan yang dimakan (Depkes RI, 2014). Kebiasaan makan tiga
kali sehari adalah kebiasaan makan setiap waktu (Willy, dkk., 2011).
7. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi
Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan umur, pekerjaan dan
jenis kelamin (Sulistyoningsih, 2012).

2.1.5 Konsep Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)


Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) adalah suatu tindakan
sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh
komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku
sehat untuk meningkatkan kualitas hidup(Rahmawaty et al., 2019). Pelaksanaan
GERMASharus dimulai dari keluarga, karena keluarga adalah bagian terkecil dari
masyarakat yang membentuk kepribadian. GERMASdapat dilakukan dengan
cara: melakukan aktivitas fisik, mengonsumsi sayur dan buah, tidak merokok,
tidak mengonsumsi alkohol, memeriksakesehatan secara rutin, membersihkan
lingkungan, dan menggunakan jamban. Pada tahap awal, GERMASsecara
nasional dimulai dengan berfokus pada tiga kegiatan, yaitu: melakukan aktivitas
fisik 30 menit per hari, mengonsumsi buah dan sayur dan memeriksakan
kesehatan secara rutin. Tiga kegiatan tersebut dapat dimulai dari diri sendiri dan
keluarga, dilakukan saat ini juga, dan tidak membutuhkan biaya yang besar(RI,
2018).
GERMASmerupakan gerakan nasional yang diprakarsai oleh Presiden RI
yang mengedepankan upaya promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan
upaya kuratif-rehabilitatif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam
memasyarakatkan paradigma sehat. Untuk menyukseskan GERMAS, tidak bisa
hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja. Peran Kementerian dan
Lembaga di sektor lainnya juga turut menentukan, dan ditunjang peran serta
seluruh lapisanmasyarakat. Mulai dari individu, keluarga, dan masyarakat dalam
mempraktekkan pola hidup sehat, akademisi, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan organisasi profesi dalam menggerakkan anggotanya untuk
berperilaku sehat; serta pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam
menyiapkan sarana dan prasarana pendukung, memantau dan mengevaluasi
pelaksanaannya (RI, 2018).

28
GERMASmengajak masyarakat untuk membudayakan hidup sehat, agar
mampu mengubah kebiasaan-kebiasaan atau perilaku tidak sehat. Secara
khusus, GERMASdiharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan peran serta
masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas masyarakat, dan
mengurangi beban biaya kesehatan (RI, 2018).
1. Tujuan GERMAS
a. Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
berperilaku sehat dalam upaya meningkatkan kualitas hidup(Rahmawaty et
al., 2019).
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup
sehat.
2) Meningkatkan produktivitas masyarakat.
3) Mengurangi beban biaya kesehatan.
2. Ruang Lingkup GERMAS
Kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka GERMASpada tahun 2016
adalah peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat,
penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan
pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan dan
peningkatan edukasi hidup sehat. Fokus kegiatan GERMASpada tahun 2017 ada
tiga yaitu:
a. Peningkatan Aktivitas Fisik
Tubuh manusia diciptakan Tuhan untuk bergerak, agar manusia dapat
melakukan aktivitas. Aktivitas fisik yang teratur dan menjadi satu kebiasaan
akan meningkatkan ketahanan fisik. Aktivitas fisik dapat ditingkatkan menjadi
latihan fisik bila dilakukan secara baik, benar, teratur dan terukur.Latihan fisik
dapat meningkatkan ketahanan fisik, kesehatan dan kebugaran. Latihan fisik
yang dilakukan dengan mengikuti aturan tertentu dan ditujukan untuk prestasi
menjadi kegiatan olahraga. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan
ketahanan fisik,kesehatan dan kebugaran masyarakat. Selain itu sasaran
kegiatan adalah seluruh masyarakat terutama anak sekolah, ibu hamil,
pekerja dan lansia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

29
Dibawah ini merupakan aktivitas fiisk dengan kategori ringan, sedang, dan
berat beserta contoh penenerapannya dalam kehupan sehari-hari:
1) Aktivitas Fisik pada Anak Sekolah
Kegiatan aktivitas fisik pada anak sekolah bertujuan untuk
mewujudkanpeserta didik yang sehat, bugar, berprestasi melalui
Pendidikan dan pembudayaanaktivitas fisik, latihan fisik serta aktivitas
fisikyang baik, benar, terukur dan teraturdi sekolah.Adapun bentuk
kegiatan di sekolah:
a) Gerak Barisan. Gerakan yang dapat dilakukan sebelum peserta didik
memasukikelas, disertai lagu.
b) Gerak Kapiten. Gerakan yang dapat dilaksanakan pada saat
pergantian pelajarandisertai lagu yang gembira untuk menghilangkan
rasa jenuh ataungantuk.
c) Bermain Waktu Istirahat
d) Senam Anak BangsaLatihan awal pada saat peserta didik aktivitas
fisik,yang dipanduoleh guru olahraga.
2) Aktivitas Fisik pada Orang Dewasa dan Usia Produktif di Tempat Kerja
Aktivitas fisik merupakan bagian dari kehidupan setiap orang dewasa
maupun pekerja. Untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran perlu
dilakukanlatihan fisik teratur, yang dapat dilakukan secara perorangan
atau berkelompok. Dalam melakukan aktivitas fisik sebaiknya
memperhatikan:
a) Latihan fisik sebaiknya dilakukan 150 menit per minggu dengan
interval 3-5 kali per minggu.
b) Latihan diawali dengan pemanasan latihan inti dan pendinginan.
c) Menggunakan sarana dan prasarana yang aman dan nyaman
termasuk pakaian olahraga dan alas kaki.
3) Aktivitas Fisik pada Lansia. Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk
kesehatan lansia sebaiknya memenuhi kriteria FITT (frequency, intensity,
time, type). Frekuensi adalah seberapa keras suatu aktivitas dilakukan.
Biasanya diklasifikasikan menjadi insentitas rendah, sedang, tinggi.
Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama suatu aktivitas fisik yang
dilakukan. Melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), berarti
juga membantu Lansia untuk meningkatkan aktivitas fisik, meningkatkan

30
perilaku hidup sehat, adanya penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit,
peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan edukasi hidup sehat.
Pada lansia, aktivitas fisik yang ringan dan bercocok tanam
berbagai macam sayuran organik dapat menjadi terapi memberikan
kesempatan bagi lansia untuk melatih dan menjaga kemampuan motorik,
seperti koordinasi mata dan tangan, melatih otot-otot serta memberikan
latihan ringan. Program ini juga akan membantu lansia untuk
meningkatkan kepercayaan diri serta memunculkan rasa puas ketika
tanaman yang mereka tanam dapat tumbuh. Dengan begitu, lansia akan
diajak untuk lebih mampu mengontrol hidupnya serta memberikan tujuan
dalam kegiatan sehari-hari (J et al., 2020).
b. Penyediaan Pangan Sehat dan Percepatan Perbaikan Gizi
Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin, mineral,
dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung dalam sayuran
dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat
dalam tubuh serta mencegah kerusakan sel. Serat berfungsi untuk
memperlancar pencernaan dan dapat menghambat perkembangan sel kanker
usus besar. Berbagai kajian menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan buah-
buahan yang cukup turut berperan dalam menjaga kenormalan tekanan darah,
kadar gula dan kolesterol darah. Setiap orang dianjurkan konsumsi sayuran dan
buah-buahan 300-400 gram perorang perhari bagi anak balita dan anak usia
sekolah, dan 400-600 gram perorang perhari bagi remaja dan orang dewasa.
Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan
tersebut adalah porsi sayur. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran
berperilaku hidup sehat melalui mengkonsumsi buah dan sayur bagi seluruh
lapisan masyarakat. Adapun sasaran kegiatan ini adalah seluruh kalangan
masyarakat(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Dirjen Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati mengungkapkan konsumsi
masyarakat Indonesia terhadap produk hortikultura khususnya buah dan sayuran
masih di bawah standar konsumsi yang direkomendasikan (Food and Agriculture
Organization). Data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization)
menyebutkan bahwa konsumsi buah dan sayur penduduk Indonesia 2,5 porsi per
hari dan dalam setahun hanya mencampai 34,55kg/kapita/tahun. (Food

31
Agriculture Organization) menyatakan konsumsi buah dan sayur harus
mencampai 73 kg/kapita/tahun dan standar kecukupan sehat 91,25
kg/kapita/setahun. Selain faktor budaya, rendahnya konsumsi sayuran
dikarenakan belum munculnya kesadaran yang masif di masyarakat untuk
megkonsumsi sayuran agar menyehatkan tubuh. Menu utama penduduk
indonesia masih didominasi nasi.
c. Peningkatan Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit
Pemeriksaan/skrining kesehatan secara rutin merupakan upaya promotif
preventif yang diamanatkan untuk dilaksanakan oleh bupati/walikota sesuai
Permendagri No 18/tahun 2016 dengan tujuan untuk: mendorong masyarakat
mengenali faktor risiko PTM terkait perilaku dan melakukan upaya pengendalian
segera ditingkat individu, keluarga dan masyarakat; mendorong penemuan faktor
risiko fisiologis berpotensi PTM yaitu kelebihan berat badan dan obesitas, tensi
darah tinggi, gula darah tinggi, gangguan indera dan gangguan mental;
mendorong percepatan rujukan kasus berpotensi keFKTP (Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama) dan sistem rujukan lanjut(Pinasih, 2018). Tujuan kegiatan ini
adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan mendeteksi faktor
risik bersama yang menjadi penyebab terjadinya penyakit tidak menular
terutama jantung, kanker, diabetes dan penyakit paru kronis yaitu diet tidak
sehat (kurang mengonsumsi sayur dan buah, mengonsumsi makanan
tinggi garam, gula, lemak dan diet gizi tidak seimbang), kurang beraktifitas
fisik 30 menit setiap hari, menggunakan tembakau/rokok serta
mengonsumsi alkohol.
2) Mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk melakukan modifikasi
perilaku berisiko tersebut diatas menjadi perilaku hidup sehat mulai dari
individu, keluarga dan masyarakat sebagai upaya pencegahan PTM.
3) Mendeteksi masyarakat yang mempunyai risiko hipertensi dan diabetes
melitus serta mendorong rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama
untuk ditatalaksana lebih lanjut sesuai standar.
4) Mengurangi terjadinya komplikasi, kecacatan dan kematian prematur akibat
penyakit tidak menular karena ketidaktahuan/keterlambatan untuk
mendeteksi PTM utamanya hipertensi dan diabetes melitus pada tahap
dini.

32
5) Mendorong dan menggerakkan masyarakat khususnya para ibu untuk
memeriksakan diri agar terhindar dari kanker leher rahim dan kanker
payudara dengan deteksi dini tes IVA/SADANIS. Sasaran kegiatan ini
adalah setiap individu/penduduk usia >15 tahun dan seluruh
Desa/Kelurahan di setiap Kabupaten/Kota. Selain itu, kegiatan
pemeriksaan/skrining kesehatan secara rutin sebagai upaya pencegahan
yang harus dilakukan oleh setiap penduduk usia >15 tahun keatas untuk
mendeteksi secara dini adanya faktor risiko perilaku yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit jantung, kanker, diabetes dan penyakit
paru kronis, ganguan indera serta gangguan mental.Bentuk pernyataan
dengan pilihan jawaban disajikan dalam kalimat pernyataan (kalimat
deklaratif) mengenai atribut yang diukur atau kalimat pernyataan mengenai
situasi yang mengandung indikasi perilaku tertentu:
a. GERMASkategori Baik jika nilainya >50%.
b. GERMAS kategori Kurang Baikjika nilainya ≤55%.
3. Faktor yang Berhubungan dengan GERMAS
Faktor yang selalu berkaitan dengan masalah kesehatan adalah perilaku
individu itu sendiri. L. Green dalam Notoatmodjo, menjelaskan bahwa yang
berhubungan dengan prilaku individu dalam mengambil keputusan untuk
meningkatkan derajat kesehatannya yaitu dengan menganalisis perilaku manusia
dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar
perilaku (non behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai -nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban, jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan
sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, efek samping

33
pengobatan, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Rahmawaty et al., 2019).

2.2 Penelitian Relevan


Tabel 2. Penelitian Relevan
No Nama Judul Variabel Variabel Hasil
Peneliti Bebas Terikat
1 Amalia Praktik GERMAS Praktik Lansia Hasil penelitian
Pinasih (Gerakan GERMAS menunjukkan
(2018) Masyarakat Hidup (Gerakan praktik GERMAS di
Sehat) 2017 Pada Masyarakat Kecamatan
Lansia Hidup Sehat) Jenggawah masih
belum optimal
dilaksanakan.

2 Rosmin Pelaksanaan Pelaksanaan Lansia Keterangan lansia


Ilham GERMAS GERMAS dengan yang melakukan
(2019) (Gerakan Hidup (Gerakan Penyakit aktivitas fisik di
Sehat) Pada Hidup Sehat) Degeneratif Desa Luwoo dari
Lansia dengan 108 responden, 88
Penyakit responden (81,5%)
Degeneratif termasuk dalam
kategori baik dan 20
responden (18,5%)
berada dalam
kategori yang lebih
sedikit.

3 Ade Faktor yang Faktor yang Gerakan Ada hubungan


Darma Berhubungan Berhubungan Masyarakat informasi kesehatan
Laksmi dengan Gerakan Hidup (p-value = 0,000 <
(2019) Masyarakat Hidup Sehat nilai –α = 0,05)
Sehat (GERMAS) (GERMAS) dengan GERMAS di
Kelurahan Semulaja
di Kecamatan Datuk
Bandar Kota
Tanjungbalai tahun
2019.

34
2.3 Kerangka Teori
Penyakit Degeneratif:
1. Diabetes Mellitus (DM)
2. Osteoartitis
3. Osteoporosis
Lansia 4. Hipertensi
5. Penyakit Jantung
Koroner (PJK)
6. Asam Urat
7. Stroke
8. Hiperlipidemia (Kolesterol
dan Lemak Tinggi)

Mengatur pola makan Melakukan kegiatan aktivitas


fisik dalam GERMAS

Konsumsi sayur dan buah yang Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi lanjut
cukup turut berperan dalam usia adalah aktivitas sedang selama 30-60
menjaga kenormalan tekanan menit setiap hari.
darah

Aktivitas fisik sehari-hari yang dikerjakan

Olahraga 1.Berjalan kaki


2.Jogging
3.Bersepeda
4.Senam

Perubahan Tekanan Darah pada Lansia

Keterangan :
= Diteliti
= Tidak Diteliti

Gambar 1. Kerangka Teori


(Pinasih, 2018)

35
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Hubungan Pelaksanaan Aktivitas Fisik dan Pola Makan dalam Porgram
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Buhu.

Aktivitas fisik

Pola Makan Hipertensi pada Lansia

Keterangan :

= = Variabel bebas

= Variabel terikat

Gambar 1. Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis
Dari kerangka konsep tersebut diatas, dapat ditarik hipotesis yakni:
Terdapat hubungan pelaksanaan aktivitas fisik dan pola makan dalam
program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengankejadian hipertensi pada
lansia di wilayah kerja Puskesmas Buhu.

36
BAB III
METODE PENELITIAN

c.1 Tempat dan Waktu Penelitian


c.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Buhu.
c.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2021

c.2 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional study untuk
mencari hubungan antara variabel independen yaitu pelaksanaan aktivitas fisik
dan pola makan dalam program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan
variabel dependen yaitu kejadian hipertensi pada lansia dengan melakukan
pengukuran sesaat (Sugiyono, 2019).

c.3 Populasi dan Sampel


c.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi berupa sumber atau objek yang akan
diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan, atau dengan kata lain, populasi
adalah totalitas dari seluruh objek peneliti (Ishaq, 2017). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh lansia di wilayah kerja Puskesmas Buhu berjumlah
41 orang.
c.3.2 Sampel
Sampel adalah objek pengamatan yang dipilih dari populasi, sehingga
sampel merupakan bagian dari populasi dan mencerminkan karakteristik
populasinya (Ishaq, 2017).
c.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada kelompok kasus yaitu menggunakan
Purposive Sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel
diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, dengan berdasarkan
kriteria pengambilan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia di
wilayah kerja Puskesmas Buhu berjumlah 37 orang.Rumus slovin:

37
N
n¿
1+ N ( e )2

Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran Populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolelir atau diinginkan 5%.
Rumus slovin:
n = N
1+N(e)2
n = 41
1+41(0,05)2
n = 41
1,10
n = 37,2 dibulatkan menjadi 37
Dengan berdasarkan kriteria pengambilan sampel, yaitu :
1. Kriteria Inklusi
a. Lansia yang terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Buhu.
b. Lansia yang aktif mengikuti kegiatan prolanis 3 bulan terakhir
c. Lansia yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
a. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden

c.4 Variabel Penelitian


c.4.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel bebas atau variabel yang
mempengaruhi (Sugiyono, 2017). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah pelaksanaan aktivitas fisik dan pola makan dalam program Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat.
c.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel terikat atau variabel akibat / yang
dipengaruhi (Sugiyono, 2017). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kejadian hipertensi pada lansia.

38
39
c.5 Definisi Operasional
Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Hasil


Parameter Alat Ukur
Penelitian Operasional Ukur Ukur
Variabel
Independen

Pelaksanaan Setiap gerakan a. Lari/jalan setiap Kuesioner Ordinal 1 = Level


Aktivitas tubuh pagi aktivitas fisik
Fisik yangdihasilkan b. Bersepeda tinggi (MET
oleh c. Kegiatan sehari- menit per
otot rangka yang hari dirumah minggu
membutuhkan >3000)
pengeluaran 2 = Level
energi dan aktivitas fisik
dilakukan sedang
paling sedikit (MET menit
per minggu
>600)
3 = Level
aktivitas fisik
rendah
(MET menit
per minggu
<600)

Pola Makan Mengkonsumsi a. Buah-buahan Kuesioner Nominal 1= Baik (jika


makanan yang seperti pisang, nilai > 5)
bergizi seperti kiwi, melon, 2= Kurang
buah dan sayur- alpukat atau baik (jika
sayuran buah lainnya. nilai < 5)
b. Sayur-sayuran
seperti tomat,
bayam, wortel.

Variabel
Dependen

Kejadian Peningkatan 1. Tidak hipertensi Tensimeter Nominal 1= Tidak


Hipertensi tekanan darah yaitu130/80 mmHg Hipertensi
sistolik lebih dari hingga 140/90 2=
140mmhg dan mmHg hipertensi
atau tekanan 2. Hipertensi yaitu
darah diastolic 150/100 mmHg
lebih dari 90mmhg dikategorikan
pada dua kali hipertensi
pengukuran
selang waktu lima
menit dalam
keadaan cukup
istirahat / tenang

40
c.6 Teknik Pengumpulan Data
c.6.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian
dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung pada
subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Salim, 2019). Data primer dalam
penelitian ini diperoleh secara langsung pada sumber data yaitu informan atau
responden. Data tersebut diperoleh dengan cara wawancara dan pemberian
kuesioner yang akan diisi oleh responden.
c.6.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya (Salim, 2019). Data sekunder
yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini, adalah data yang
diperoleh peneliti melalui data dari Puskesmas Buhu sebagai data penunjang
penelitian yaitu data jumlah lansia.

c.7 Instrument Penelitian


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument penelitian
sesuai dengan masing-masing variabel, yaitu:
1. Variabel Independent
Variabel aktivitas fisik menggunakan instrument kuesioner yaitu kuesioner
GPAQ (Global Physical Activity Questionnaire). Aktivitas fisik
dikategorikan tinggi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: Jika
(P2 + P11) ≥ 3 hari dan total aktivitas fisik MET menit per minggu adalah
≥1500 atau jika (P2 + P5 + P8 + P11 + P14) ≥ 7 hari dan total aktivitas
fisik MET menit per minggu adalah ≥ 3000. Aktivitas fisik dikategorikan
sedang apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: Jika (P2 + P11) ≥
3 hari dan ((P2 x P3) + (P11 x P12)) ≥ 60 menit atau jika (P5 + P8 + P14)
≥ 5 hari dan ((P5 x P6) + (P8 x P9) + (P14 x P15) ≥150 menit atau jika
(P2 + P5 + P8 + P11 + P14) ≥ 5 hari dan total aktivitas fisik MET menit
per minggu ≥ 600 sampai < 3000. Aktivitas fisik dikategorikan rendah
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: Jika nilai MET <600 atau
jika nilai MET tidak mencapai kriteria untuk aktivitas fisik tingkat sedang
atau tinggi.

41
Variabel pola makan menggunakan instrument kuesioner. Kuesioner
terdiri dari 10 pertanyaan dan terdiri dari pertanyaan positif (favorable)
dan pertanyaan negatif (unfavorable). Untuk pertanyaan positif (favorable)
jawaban “Ya” diberi skor 1 dan jawaban “Tidak” diberi skor 0, sedangkan
untuk pertanyaan negatif (unfavorable) jawaban “Ya” diberi skor 0 dan
jawaban “Tidak” diberi skor 1. Pertanyaan nomor 1,2,3,4,5,6,10 bersifat
unfavorable dan pertanyaan nomor 7,8,9 bersifat favorable.
2. Variabel Dependent Kejadian Hipertensi pada Lansia dengan mengukur
tekanan darah responden menggunakan tensimeter digital atau
tensimeter jarum (aneroid).
3. Uji Validasi dan Rehabilitas Instrument Penelitian
Instrument penelitan untuk variabel pelaksanaan aktivitas fisik dan pola
makan dalam program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat merupakan alat
ukur yang diadopsi dari penelitian Supriati (2018) dalam penelitan yang
berjudul hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia di
Desa Natai Kabupaten Sukamara, yang telah di uji rehabilitas dengan nilai
0,928 yang menunjukkan bahwa hasil rhitung lebih besar dari nilai rtabel 0,632,
sehingga instrumen penelitian dinyatakan reliabel (handal).

c.8 Teknik Pengolahan Data


Teknik pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan
peneliti setelah pengumpulan data. Metode penelitian ini juga merupakan cara
kerja untuk memahami dan mendalami objek yang menjadi sasaran (Sugiyono,
2015).
1. Editing
Peneliti memeriksa kelengkapan data dari kuesioner, kesinambungan data,
dan keseragaman data apakah data sudah sesuai yang di harapkan atau
tidak. Hal ini dimaksud untuk kejelasan data yang di peroleh dari responden
agar seluruh data yang diterima dapat diolah dan dianalisa dengan baik.
2. Coding
Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variablel-
variabel yang di teliti, misalnya nama responden di rubah menjadi nomor
1,2,3 dan seterusnya. Pada penelitian ini untuk karakteristik umur
responden diberi kode: 1= 53-63 tahun, 2= 65-70 tahun, 3= >70 tahun.

42
Untuk karakteristik jenis kelamin responden diberi kode: 1= laki-laki, 2=
perempuan. Untuk karakteristik pekerjaan responden diberi kode: 1= tidak
bekerja, 2= petani, 3= pedagang, 4= pensiunan PNS/ABRI. untuk
karakteristik pendidikan responden diberi kode: 1= SD, 2= SMP, 3= SMA,
4= Diploma/S1. Untuk variable independen aktivitas fisik diberi kode: 1=
aktivitas fisik tinggi, 2= aktivitas fisik sedang, 3= aktivitas fisik rendah. Untuk
variable independen pola makan diberi kode: 1= baik, 2= kurang baik.
Untuk variable dependen diberi kode: 1= hipertensi, 2= tidak hipertensi.
3. Entri
Data entri, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
masih dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) di masukkan ke dalam
programkomputer yang di gunakan peneliti yaitu SPSS.
4. Scoring
Scoring yaitu penelitian data dengan memberikan skor pada pertanyaan
yang berkaitan dengan pengetahuan responden. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan bobot pada masing-masing jawaban, sehingga mempermudah
perhitungan. Skor yang diberikan pada variable independen aktivitas fisik:
1= Level aktivitas fisik tinggi (MET menit per minggu >3000), 2= Level
aktivitas fisik sedang (MET menit per minggu >600), 3= Level aktivitas fisik
rendah (MET menit per minggu <600). Skor yang diberikan pada variable
independen pola makan: 1= Baik (jika nilai > 5), 2= Kurang baik (jika nilai <
5)
5. Tabulating
Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi SPSS akan di olah
sesuai dengan kebutuhan dari peneliti.

c.9 Teknik Analisa Data


c.9.1 Analisa Univariat
Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini
hanya distribusi dan persentasi tiap variabel yaitu aktivitasa fisik dan pola makan.
Dengan rumus:

43
Keterangan:
p : Proporsi
f : Frekuensi kategori
N : Jumlah sampel

c.9.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat menggunakan uji chi square (Notoatmodjo, 2018a).
Untuk melihat hubungan antara variabel independen pelakasanaan aktivitas fisik
dan pola makan dalam program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan
variabel dependen yaitu kejadian hipertensi pada lansia. Analisis bivariat
dilakukan untuk melihat hubungan dengan variabel terikat analisa yang
digunakan adalah tabulasi silang menggunakan analisis sebagai berikut :

2
K( f 0 −f h )
χ = ∑i=1
2
fh

Dimana:
X2 : Chi Kuadrat
f0 : Frekuensi observasi
fh : Frekuensi harapan
Untuk hasil akhir digunakan uji statistik Chi square (X2) dengan singkat
kemaknaan α = 0,05 dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Terlebih dahulu membuat rumusan hipotesis penelitian (H0) maupun
hipotesis alternatif (Ha).
2. Menguji nilai X2 yang diperoleh dengan menggunakan harga kritis (critical
value X2 tabel) yang disesuaikan dengan tingkat kemaknaan yang
ditentukan (deviasi = 0,05).

3. Derajat kebebasan (dk) dihitung berdasarkan rumus: n=(c−1)(r−1) ,


dimana:
n : Derajat kemaknaan (dk).
c : Banyaknya kolom.
r : Banyaknya baris.

44
4. Menarik kesimpulan terhadap pengujian X2 yaitu H0 diterima jika X2 hitung <
X2 tabel, H0 ditolak jika X2 hitung > X2 tabel atau X2 hitung = X2 tabel, dan
Ha diterima jika X2 hitung > X2 tabel.

c.10 Etika Penelitian


Menurut (Notoatmodjo, 2018), etika dalam penelitian kesehatan merupakan
masalah yang sangat penting, mengingat penelitian kesehatan berhubungan
langsung dengan manusia. Maka segi etika penelitian harus diperhatikan.
Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian.
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain:
1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden, terlebih dahulu
peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Calon
responden yang bersedia diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan tersebut, tetapi jika menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
2. Tanpa Nama (Anonymity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner
yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi kode tertentu atau nama
diisi dengan inisal nama saja.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,
seperti nama lengkap responden tidak akan dicantumkan melainkan hanya
inisialnya saja, untuk dokumentasi, wajah responden akan ditutup, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan di dalam hasil penelitian.

45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Puskesmas Buhu adalah unit pelayanan kesehatan yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya dan
merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Puskesmas berperan
menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat
kesehatan yang optimal, dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
keluarga dan masyarakat, serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Letak geografis Puskesmas Buhu yaitu berada di Kecamatan Tibawa
Kabupaten Gorontalo, memiliki 16 desa , dimana 11 desa diantaranya menjadi
wilayah kerja dari Puskesmas Global Tibawa dan 5 desa lainnya menjadi
wilayah kerja Puskesmas Buhu. Puskesmas Buhu membawahi, 5 desa yaitu
desa Buhu, Iloponu, Labanu, Motilango, dan Ulobua. Batas wilayah Kerja
adalah sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pulubala,
sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat,
sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Tibawa dan
sebelah Utara berbatasan dengan Gorontalo Utara.Wilayah Puskesmas Buhu
secara geografi mempunyai luas wilayah 25,107 km² dengan karateristik
wilayah pegunungan dan daerah aliran sungai (DAS).
Pada tahun 2021, jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Buhu
yangberada di instansi pemerintah seluruhnya sebanyak 50 orang.Di Wilayah
Puskesmas Buhu memiliki 1 buah Puskesmas Induk, 1 Puskesmas pembantu,
2 Puskesmas Keliling (Pusling),5 Poskesdes, 16 Posyandu.
Puskesmas Buhu memiliki program Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan
Usila. Hampir semua Desa di wilayah kerja Puskesmas Buhu sudah
mengadakan posbindu atau posyandu, dengan adanya posyandu lansia ini
maka pelayanan kesehatan lansia akan dapat lebih mudah dijangkau oleh
lansia, serta kesadaran lansia untuk memanfaatkan sarana kesehatan semakin

46
baik sehingga gangguan kesehatan yang terjadi pada lansia akan lebih cepat
ditangani.

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Karakteristik Responden
Salah satu tujuan karakteristik responden adalah memberikan gambaran
responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang dikelompokkan
menurut jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan. Dari hasil pengumpulan
data melalui lembar kuesioner yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2021
dengan sampel penelitian sebanyak 37 responden, dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
1. Karakteristik Responden
Diagram 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin, Umur, Pendidikan dan Pekerjaan

Karakteristik Responden
35
30
25
20
15
10 n (Jumlah)
5 Presentasi (%)
0
r I
in an hun hun sa as an tan
i
BR
l am pu t a t a a At jr a A
Ke re
m 5 0 D
ke Pe /
is e 5-6 5-9 Pe N S
en P 5 7 P
J
nan
iu
ens
P

Sumber: Data Primer (2021)


Berdasarkan Diagram 1 diatas dari 37 responden, jumlah responden
mayoritas jenis kelamin perempuan yaitu 30 responden (81,1%), kelompok umur
55-65 tahun yaitu 23 responden (62,2%), kelompok pendidikan sebagian besar
yang berpendidikan dasar yaitu sebanyak 14 responden (37,8%), dan kelompok
yang tidak bekerja yaitu sebanyak 16 responden (43,2%).

47
4.2.2 Analisis Univariat
Diagram 2. Frekuensi Aktivitas Fisik

Aktivitas Fisik
16
14
12
10
n
8
Presentase (%)
6
4
2
0
Aktivitas -       Rendah -       Sedang -       Tinggi
Fisik

Sumber: Data Primer (2021)


Berdasarkan Diagram 2 diatas diketahui dari jumlah 37 responden,
jumlah responden yang melakukan aktivitas fisik sedang dan tinggi sebanyak
masing-masing 14 responden (37,8%).
Diagram 3. Frekuensi Makan

Pola Makan
20
18
16
14
12
n
10
Presentase (%)
8
6
4
2
0
Pola Makan -       Baik -       Kurang
baik

Sumber: Data Primer (2021)

48
Berdasarkan Diagram 3 diatas diketahui dari jumlah 37 responden,
jumlah responden yang pola makannya kurang baik sebanyak 18 responden
(48,6%).

4.2.3 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan aktivitas fisik dan pola makan dengan perubahan tekanan darah pada
lansia.
1. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Perubahan Tekanan Darah Lansia
Berdasarkan Tabel 4 di bawah diketahui jumlah responden sebanyak 37
responden yang melakukan aktivitas fisik rendah dengan tekanan darah normal
sebanyak 8 responden (21,6%), yang melakukan aktivitas fisik rendah dengan
tekanan darah tinggi sebanyak 1 responden (2,7%). Responden yang
melakukan aktivitas fisik sedang dengan tekanan darah normal sebanyak 11
responden (29,8%), yang melakukan aktivitas fisik sedang dengan tekanan
darah tinggi sebnayak 3 responden (8,1%). Responden yang melakukan
aktivitas fisik tinggi dengan tekanan darah normal sebanyak 1 responden (2,7%)
dan yeng melakukan aktivitas fisik tinggi dengan tekanan darah tinggi sebanyak
(35,1%). Berdasarkan hasil uji analisis chi-square didapatkan nilai p-value =
0,000< dari nilai α 0,05 yang artinya ada hubungan aktivitas fisik dengan
tekanan darah pada lansia.
Tabel 4. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah Lansia
Kejadian Hipertensi
Tidak P-value
Aktivitas Fisik Hipertensi Total
Hipertensi
n % n % n %
Aktivitas Fisik Rendah 8 21,6% 1 2,7% 9 24,2% 0,0001
Aktivitas Fisik Sedang 11 29,8% 3 8,1% 14 37,9%
Aktivitas Fisik Tinggi 1 2,7% 13 35,1% 14 37,9%
Sumber : Olahan data primer (2021)
2. Hubungan Pola Makan dengan Tekanan Darah pada Lansia
Berdasarkan Tabel 5 di bawah diketahui jumlah responden sebanyak 37
responden yang pola makannya baik dengan tekanan darah normal sebanyak 17
responden (46%) dan yang pola makannya baik dengan tekanan darah tinggi
sebanyak 2 responden (5,4%). Responden yang pola makannya kurang baik
dengan tekanan darah normal sebanyak 3 responden (8,1%) dan yang pola

49
makannya kurang baik dengan tekanan darah tinggi sebanyak 15 responden
(40,5%). Berdasarkan hasil uji analisis chi-square didapatkan nilai p-value =
0,000< dari nilai α 0,05 yang artinya ada hubungan pola makan denga tekanan
darah pada lansia.
Tabel 5. HubunganPola Makan dengan Tekanan Darah pada Lansia
Kejadian Hipertensi
P-value
Pola Makan Tidak Hipertensi Hipertensi Total
n % n % n %
Baik 17 46% 2 5,4% 19 51% 0,0001
Kurang baik 3 8,1% 15 40,5% 18 49%
Sumber : Olahan data primer (2021)

4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada Lansia
Hasil uji analisis chi- square didapatkan nilai p-value = 0,000< dari nilai α
0,05 yang artinya ada hubungan aktivitas fisik dengan tekanan darah pada
lansia. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia
Pinasih (2018) yang berjudul praktik GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat) pada Lansia, didapatkan hasil ada hubungan aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai p-value = 0,000.
Responden yang aktivitas fisiknya rendah namun mengalami hipertensi,
hal itu disebabkan oleh pola makan pasien yang diketahui kurang baik dan sering
mengkonsumsi makanan bernatrium. Natrium dalam garam adalah kontributor
utama untuk tekanan darah tinggi. Responden yang aktifitas fisik sedang namun
memiliki hipertensi, aktifitas fisik dapat mengendalikan tekanan darah, sehingga
mungkin tidak diperlukan lagi peengobatan farmakologis. Olahraga secara teratur
idealnya 3-5 kali dalam seminggu dan minimal setengah jam setiap sesi dengan
instensitas sedang. Olahraga yang dianjurkan bagi penderita hipertensi seperti
jalan kaki, joging, bersepeda. Responden yang aktivitas fisiknya tinggi namun
mengalami hipertensi, hal itu disebabkan oleh faktor lain seperti riwayat penyakit
responden yang rata-rata memang memiliki riwayat hipertensi. Beberapa
responden juga ada yang mengalami obesitas dapat berisiko mengalami
penyakit jantung, karena berat badan yang berlebih bisa menyebabkan tekanan
darah naik. Sedangkan responden yang aktivitas fisiknya tinggi namun tidak

50
hipertensi, bisa disebabkan oleh pola makan yang baik dan juga rutin melakukan
pemeriksaan kesehatan.
Aktivitas fisik yang teratur membantu meningkatkan efisiennsi jantung
secara keseluruhan. Mereka yang secara fisik aktif umumnya mempunyai
tekanan darah yang normal, dan yang sering melakukan aktivitas fisik yang berat
juga bisa mempunyai tekanan darah yang tinggi juga. Kegiatan fisik yang
dilakukan secara teratur atau sedang menyebabkan perubahan-perubahan
misalnya jantung akan bertambah kuat pada otot polosnya sehingga daya
tampung besar dan konstruksi atau denyutnya kuat dan teratur, selain elastisitas
pembuluh darah akan bertambah karena adanya rileksasi dan vasodilitasi
sehingga timbunan lemak akan berkurang dan meningkatkan kontraksi otot
dinding pembuluh darah tersebut (Anies, 2016). Kondisi tekanan darah yang
tinggi menambah beban jantung dan arteri. Jantung harus bekerja lebih keras
dari normal yang ditentukannya. Pembuluh darah juga begitu, menerima aliran
darah yang bertekanan lebih tinggi dari biasanya. Jika kondisi ini terus menerus
dialami, jantung dan pembuluh darah yang sudah melewati ambang batas
kompensasi menjadi rusak. Rusaknya jantung atau pembuluh darah bisa
mengakibatkan tugas mereka terganggu (Erik Tapan, 2017).
Keadaan aliran darah yang kurang lancar juga bagian dari masalah
kesehatan rata-rata orang modern, orang-orang yang cenderung aktivitas
fisiknya rendah. Aktivitas fisik yang kurang menjadikan daya pompa jantung
kurang optimal sehingga aliran darah dalam tubuh tidak deras, tidak pula lancar.
Itu berarti sirkulasi darah yang berukuran mikro tidak terisi penuh. Peredaran
darah mikrosirkulasi yang sering kali menjadi masalah gangguan tubuh. Bila
mikrosirkulasi bermasalah, tidak semua sel tubuh mendapat pasokan darah yang
cukup. Bila aliran darah tubuh melemah, berarti sel-sel tubuh terutama di bagian
ujung-ujung tubuh sudah kurang penuh terpasok darah. Aliran darah akan
bertambah lemah lagi kalau tenaga jantung memompa sudah mengendur. Ini
terjadi kalau tenaga jantung membengkak akibat hipertensi yang berlangsung
dalam waktu yang cukup lama (Handrawan, 2017).
Berdasarkan teori dan penelitian diatas, peneliti berpendapat bahwa
responden yang mempunyai aktivitas fisik ringan cenderung mempunyai tekanan
darah yang lebih normal sedangkan responden yang memiliki aktivitas fisik tinggi
dominan memiliki hipertensi. Aktivitas fisik dalam penelitian ini dikategorikan

51
menjadi tiga kategori yaitu aktivitas ringan, sedang, dan berat. Aktivitas fisik yang
teratur dan dengan olahraga yang rutin membantu meningkatkan efisiensi
jantung secara keseluruhan. Mereka yang secara fisik aktif umumnya
mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi. Aktivitas fisik diartikan sebagai
gerakan tubuh yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan
pengeluaran energi. Bagi yang mempunyai satu atau lebih faktor resiko
hipertensi, aktivitas fisik dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosmin Ilham (2019)
dengan judul Pelaksanaan GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) pada
Lansia dengan Penyakit Hipertensi. Dari pembahasan di atas dan masalah yang
terjadi maka peneliti menyimpulkan bahwa ada hubungan aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi.

4.3.2 Hubungan Pola Makan dengan Tekanan Darah pada Lansia


Hasil uji analisis chi-square didapatkan nilai p-value = 0,000< dari nilai α
0,05 yang artinya ada hubungan pola makan dengan perubahan tekanan darah
pada lansia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ade Darma (2019),
tentang faktor yang berhubungan dengan GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat), didapatkan bahwa ada hubungan program GERMAS pola makan dengan
kejadian hipertensi lansia dengan nilai p-value = 0,000.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh KEMENKES RI (2013) bahwa
salah satu hal yang harus dilakukan untuk penerapan perilaku hidup sehat yaitu
dengan menjaga pola makan dan mengkonsumsi buahdan sayur. Pola makan
adalah cara bagaimana kita mengatur asupan gizi yang seimbang serta yang
dibutuhkan oleh tubuh. Mengatur pola makan adalah salah satu cara untuk
mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang serius, karena metode
pengendaliannya yanglebih alami, jika dibandingkandengan obat penurun
tekanan darah yang dapat membuat pasiennya menjadi tergantung seterusnya
pada obat tersebut (Sustrani, 2016).
Lansia harus tetap memperhatikan asupan gizinya meskipun lansia tidak
mengalami perkembangan dan pertumbuhan lagi.Lansia sangat membutuhkan
asupan gizi zat yang essensial untuk menganti sel-sel yang sudah rusak serta
menjaga kestabilan daya tahan tubuhnya. Pada prinsipnya kecukupan gizi
dibutuhkan oleh lansia berbeda dengan usia muda karena sangat dipengaruhi

52
oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, dll. Konsumsi makanan yang dan seimbang
bermaanfaat bagi lansia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan
penyakit degeneratif serta kemungkinan kurang gizi (Meryana dan Bambang,
2012).
Berdasarkan hal ini maka menurut analisa peneliti terhadap penelitian ini
adalah ditemukan bahwa cukup banyak lansia yang mempunyai pola makan
kurang baik. Padahal pada usia lansia pola makan ini sangat perlu diperhatikan
karena kebutuhan lansia sangat berbeda dengan kebutuhan usia muda karena
aktifitas fisik yang sudah mulai berkurang. Dalam hal ini perlu adanya
pengontrolan pola makan lansia menjadi pola makan yang baik meliputi
sesuainya jumlah makanan, jadwal makan dan jenis makanan dengan kebutuhan
lansia. Dalam hal ini perlu adanya perhatian dari pihak keluarga lansia dalam
menyediakan pola makan yang baik terhadap lansia.
Terbukti bahwa pola makanan akan mempengaruhi terhadap kejadian
hipertensi. Dimana pola makan yang kurang baik akan dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan aliran darah sehingga dapat meningkatan volume dan
tekanan darah. Sesuai dengan pendapat Sutanto (2014) bahwa pola makanan
merupakanfaktor penting yang menentukan tekanan darah pada lansia. Pada
umumnya orang menyukai jenis makanan yang asin dan gurih, yang
mengandung kolesterol tinggi, seperti makanan masakan balado, rendang,
santan, jeroan, dan berbagai olahan daging yang memicu kolestorol tinggi, serta
makanan cepat saji yang mengandung lemak jenuh dan garam dengan kadar
tinggi. Mereka yang senang makan makanan asin, berlemak dan gurih
berpeluang besar terkena hipertensi. Kandungan Na (Natrium) dalam garam
yang berlebihan dapat menahan air (retensi) sehingga meningkatkan jumlah
volume darah. Akibat nya jantung harus bekerja keras memompa darah dan
tekanan darah menjadi naik inilah menyebkan hipertensi.
Karyadi (2012) menambahkan bahwa pola makan yang biasanya
menyebabkan hipertensi yaitu: kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat
mempersempit arteri, bahkan dapat menyumbat peredaran darah dan juga
meningkatkan resiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah, saat kadar kolesterol tertama low density lipoprotein (LDL) meningkat
maka akan terjadi perubahan bentuk plak yang mengakibatkan penyempitan
arteri ini, mengakibatkan aliran darah menjadi lambat sehingga memaksa jantung

53
bekerja lebih keras untuk memompakan darah yang berujung pada hipertensi.
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral dan buah
yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menujrunkan
tekanan darah sedangkan garam menyebabkan penumpukan cairan dalam
tubuh, karena menarikcairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan
meningkatkan volume dantekanan darah (Dikutip dari Journal Of MNM, Putri
Dafriani, 2013).
Berdasarkan teori dan penelitian diatas, maka menurut analisa peneliti
ditemukan bahwa adanya hubungan pola makan dengan perubahan tekanan
darah pada lansia. Jika pola makan kurang baik maka akan dapat menyebabkan
terjadi penyumbatan terhadap aliran darah sehingga beresiko terjadinya
hipertensi. Dengan demikian agar kejadian hipertensi dapat diminimalisir maka
perlu adanya pengontrolan pola makan yang baik pada lansia dengan
memperhatikan jenis makanan, jumlah makanan dan jadwal makanan. Dalam hal
ini perlu adanya peran petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan
tentang upaya pencegahan kejadian hipertensi dengan salah satunya
mengontrol pola makan.
Salah satu cara untuk mengurangi terjadinya penyakit hipertensi adalah
dengan menjaga pola makan dengan baik yaitu mengurangi asupan banyak
lemak dan asupan garam disamping itu perlu meningkatkan makan buah dan
sayur. Penjelasan di atas dan berdasarkan pengisian kuesioner diketahui bahwa
responden mempunyai tingkat konsumsi makanan mengandung tinggi natrium
dan juga lemak, dimana natrium yang sifatnya menahan air sehingga menambah
beban darah masuk ke jantung dan berakibat pada kenaikan tekanan darah.
Sementara lemak dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi tebal atau
menjadi endapan keras yang tidak normal pada dinding arteri sehingga
pembuluh darah mendapat pukulan paling berat, jika tekanan darah terus
menerus tinggi dan tidak berubah sehingga saluran darah tersebut menjadi
sempit dan aliran darah menjadi tidak lancar dan dapat menyebabkan penyakit
arteosklorosis.
Berdasarkan pembahasan di atas dan berdasarkan masalah yang terjadi
pada responden hasil pengisian kuesioner diketahui kurangnya pengetahuan dan
informasi tentang pola makan adalah salah satu penyebab terjadinya hipertensi.
Maka peneliti menyimpulkan bahwa pola makan berhubungan dengan penyebab

54
terjadinya hipertensi pada lansia. Pada tabel 8 terdapat responden yang pola
makannya baik namun mengalami hipertensi, menurut peneliti hal tersebut
disebabkan adanya faktor pencetus lain terjadinya hipertensi. Faktor tersebut
adalah faktor usia yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada
usia lansia, kemampuan tubuh mengalami kemunduran fungsi serta rentan
mengalami penyakit. Sedangkan pada responden yang pola makannya kurang
baik namun tidak hipertensi, hal tersebut dikarenakan banyak faktor lain yang
berkaitan dengan hipertensi, tidak hanya pola makan. Kepatuhan dalam minum
obat juga merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya
hipertensi.

55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “hubungan aktivitas fisik dan
pola makan dengan perubahan tekanan darah pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Buhu” dengan jumlah 37 responden didapatkan kesimpulan:
1. Karakteristik dari 37 responden yaitupada kelompok jenis kelamin lebih
banyak yang berjenis kelamin perempuan yaitu 30 responden (81,1%).
Jumlah responden pada kelompok umur lebih banyak yang umur 53-63
tahun yaitu 23 responden (62,2%). Jumlah responden pada kelompok
pendidikan lebih banyak yang berpendidikan SD atau tidak tamat SD yaitu
sebanyak 14 responden (37,8%). Jumlah responden pada kelompok
pekerjaan lebih banyak yang tidak bekerja yaitu sebanyak 16 responden
(43,2%).
2. Ada hubungan aktivitas fisik dengan perubahan tekanan darah pada
lansia dengan nilai p-value = 0,000.
3. Ada hubungan pola makan dengan perubahan tekanan darah pada lansia
dengan nilai p-value = 0,000.

5.2 Saran
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat terutama lansia tentang
pentingnya aktivitas fisik dan menjaga pola makan serta rutin untuk ikut
serta dalam kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
2. Bagi Perawat
Penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi terhadap pengembangan
ilmu keperawatan serta merupakan masukan informasi yang berharga bagi
profesi perawat dalam menyusun program Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat seperti menjaga pola makan lansia hipertensi.

56
3. Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai penilaian dan pemikiran terhadap
pelayanan yang telah diberikan terutama dalam pemberian asuhan
keperawatan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan perbandingan serta dapat
dijadikan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian
lanjutan.

57
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. (2018). Laporan SDKI Tahun 2017. In BKKBN BPS Kemenkes RI.

Cahyani, D. I., Kartasurya, M. I., & Rahfiludin, M. Z. (2020). Gerakan Masyarakat


Hidup Sehat dalam Perspektif Implementasi Kebijakan (Studi Kualitatif).
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(1).
https://doi.org/10.26714/jkmi.15.1.2020.10-18

Haryati, S., & Lucia, ani kristanti. (2020). PENGARUH SENAM ERGONOMIK
TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI DI DESA GUNUNGSARI KECAMATAN MADIUN
KABUPATEN MADIUN. Journal of Nursing Care & Biomolecular, 5(1).

Ishaq. (2017). Metode Penelitian Hukum Dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta
Disertasi. In ALFABETA, cv.

J, H., Andri, J., Payana, T. D., Andrianto, M. B., & Sartika, A. (2020). Kualitas
Tidur Berhubungan dengan Perubahan Tekanan Darah pada Lansia. Jurnal
Kesmas Asclepius, 2(1), 1–11. https://doi.org/10.31539/jka.v2i1.1146

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Kemenkes RI. Profil


Kesehatan Indonesia 2017. Data dan Informasi. Kementrian Keseahtan RI;
2018. In Jurnal Ilmu Kesehatan.

Mediatrix, L., & Victoria, G. (2019). Pengetahuan dan Pelaksanaan Germas di


Desa Negeri Lama Wilayah Kerja Puskesmas Passo. Tunas-Tunas Riset
Kesehatan, 9(4).

Mulyadi, A., Sepdianto, T. C., & Hernanto, D. (2019). Gambaran Perubahan


Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi Yang Melakukan Senam Lansia.
Journal of Borneo Holistic Health,2(2).

Mustayah, M., Retnowati, L., & Sartika, D. (2017). Konsep Diri Lansia
Andropause Di Posyandu Lansia. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia
(JIKI), 3(1). https://doi.org/10.31290/jiki.v(3)i(1)y(2017).page:54-59

Noor, J. (2017). Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. In
Kencana.

Notoatmodjo. (2018a). Metode Penelitian. Kemampuan Koneksi Matematis


(Tinjauan Terhadap Pendekatan Pembelajaran Savi), 53(9).

Notoatmodjo. (2018b). Metode Penelitian Statistika. Angewandte Chemie


International Edition, 6(11), 951–952.

Permatasari, P., & Agustina, A. (2020). Budaya Gerakan Masyarakat Hidup


Sehat (GERMAS) sebagai Upaya Promosi Kesehatan pada Masyarakat di
Kecamatan Cipayung, Kota Depok. JURNAL PENGABDIAN PADA
MASYARAKAT, 5(3).

Pinasih, A. (2018). Praktik GERMAS pada Lansia. In Repository Universitas

58
Jember.

Prabhakara, G. (2010). Health Statistics (Health Information System). In Short


Textbook of Preventive and Social Medicine.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11257_5

Pramody, R. (2019). Aplikasi Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit


Degeneratif Pada Lansia Berbasis Web. JATI (Jurnal Mahasiswa Teknik
Informatika), 3(1), 269–276.

Pusdatin Kemenkes RI. (2019). Hipertensi Si Pembunuh Senyap. In Kementrian


Kesehatan RI.

Rahmawaty, E., Handayani, S., Sari, M. H. N., & Rahmawati, I. (2019).


SOSIALISASI DAN HARMONISASI GERAKAN MASYARAKAT HIDUP
SEHAT (GERMAS) DAN PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN
PENDEKATAN KELUARGA (PIS-PK) DI KOTA SUKABUMI. LINK, 15(1).
https://doi.org/10.31983/link.v15i1.4385

RI, K. (2018). profil Kemenkes RI. In Kementerian Kesehatan RI.

Riskesdas Gorontalo. (2018). Laporan Provinsi Gorontalo RISKESDAS 2018.


Lembaga Penerbit Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 1–
640.

Rizky, S., Dame, E., Nurmala, M. :, Institutkesehatan, S., Husada, D., & Tua, D.
(2020). Analysis of Community Movement in Lans Who Suffering With
Diabetes Mellitus Disease At Puskesmas Gunting Saga Labuhan North
Stone in 2020. Jurnal Inovasi Kesehatan Masyarakat, 2(1), 111–120.
http://ejournal.delihusada.ac.id/index.php/JIKM

Salim, H. (2019). Penelitian Pendidikan : Metode, Pendekatan, dan Jenis. In


Jakarta: Kencana.

Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Sari, Y. kArtika. (2018). Upaya untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia Melalui Perlahat (Persatuan Lansia
Ingin Hidup Sehat) di Desa Jatidowo Kecamatan Rejotangan Kabupaten
Tulungagung. Journal Unusa, 2(2), 354-.
http://journal2.unusa.ac.id/index.php/CDJ/article/view/652/553

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan Pendekatan Kualitatif,


Kuantitatif, dan R&D. Metode Penelitian Dan Pengembangan Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, Dan R&D.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kauntitatif,


Kualitatif, R&D. In Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D.

Sugiyono. (2019). METODE PENELITIAN PENDIDIKAN. In Bandung:Alfabeta.

Tani, V., Siwu, J., & Rompas, S. (2017). HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN
PERAWATAN DIRI PADA LANSIA DI BPLU SENJA CERAH PROPINSI
SULAWESI UTARA. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 5(2).

59
Tedi, T., Fadly, F., & R, R. (2018). Hubungan Program Germas Terhadap
Kebiasaan Hidup Masyarakat Yang Telah dan Belum Mendapatkan
Sosialisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sukarame Palembang.
JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang), 13(1).
https://doi.org/10.36086/jpp.v13i1.77

UTAMA, T. A., HIMALAYA, D., & RAHMAWATI, S. (2020). Evaluasi Penerapan


Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Di Kota Bengkulu.
Journal of Nursing and Public Health, 8(2), 91–99.
https://doi.org/10.37676/jnph.v8i2.1204

WHO. (2018). Noncommunicable Disease Country Profiles 2018. In WHO.


https://doi.org/10.1002/9781119097136.part5

World Health Organisation. (2020). Situation Report-78 HIGHLIGHTS. In WHO


(Vol. 158, Issue 5).

Yarmaliza, Y., & Zakiyuddin, Z. (2019). PENCEGAHAN DINI TERHADAP


PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) MELALUI GERMAS. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Multidisiplin, 2(3).
https://doi.org/10.36341/jpm.v2i3.794

60
Lampiran 1. Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP
Penulis memiliki nama lengkap Jeistika Giasi, di
lahirkan di Gorontalo pada tanggal 21 Maret 1999 dari
Ayah Foni Giasi dan Ibu Hillen Amara. Penulis
beragama Islam dan merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal
di SDN 1 Buhu dan tamat pada tahun 2011, di tahun
yang sama melanjutkan sekolahya di SMPN 2 Tibawa
dan tamat pada tahun 2014 kemudian melanjutkan
pendidikan di SMAN 2 Limboto dan berhasil menamatkan pendidikan di tahun
2017. Pada tahun 2017 penulis di terima di perguruan tinggi Swasta, Universitas
Muhammadiyah Gorontalo, Fakultas Ilmu Kesehatan dan memilih program studi
S1 Keperawatan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan
kurikuler maupun ekstrakurikuler. Penulis aktif dalam kegiatan seminar baik
seminar nasional maupun internasional dan telah menyelesaikan ujian skripsi
yang berjudul Hubungan Pelaksanaan Aktivitas Fisik dan Pola Makan dalam
Program GERMAS dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Buhu Desa Iloponu.

61
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
Lampiran 1. LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
GORONTALO
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Inisial Responden :
Umur :
Dengan ini menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Jeistika Giasi dengan Judul “Hubungan
Pelaksanaan Aktivitas Fisik dan Pola Makan dalam Program GERMAS dengan
Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Buhu Desa
Iloponu”. Demikian pernyataan ini saya buat dengan benar.

Gorontalo, September 2021


Responden

(……………………………)

62
Lampiran 3. Karakteristik Responden

KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk pengisian:
Berilah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan jawaban responden.
Data demografi :
1. Inisial responden :
2. Umur : ........... tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan
4. Pekerjaan : Petani
Pedagang
Tidak bekerja
Pensiunan PNS/ABRI
5. Pendidikan : Tidak tamat SD / SD
SMA
SMP
Diploma / S1
6. Riwayat Penyakit : ……………………
7. Tekanan darah sebelumnya : ............ mmHg

63
Lampiran 4. Kuesioner

KUESIONER AKTIVITAS FISIK


GLOBAL PHYSICAL ACTIVITY QUESTIONNAIRE (GPAQ)
Isilah dengan memberi tanda (X) dan mengisi pada jawaban yang sesuai
dengandiri Anda.
1. Apakah aktivitas sehari-hari Anda termasuk aktivitas berat?
a. Ya, seperti:
a) Membawa karung berat
b) Berkebun
c) Bersepeda
d) Sepak Bola
e) Berlari
f) Pekerjaan konstruksi
b. Tidak (Lanjut ke nomor 4)
2. Berapa hari dalam seminggu Anda melakukan aktivitas berat? ..... hari
3. Berapa lama dalam sehari biasanya Anda melakukan aktivitas berat? .... jam
..... menit
4. Apakah aktivitas sehari-hari Anda termasuk aktivitas sedang
(yangmenyebabkan peningkatan nafas dan denyut nadi)?
a. Ya, seperti:
a) Mengangkat beban ringan
b) Berjalan sedang (minimal 10 menit secara kontinyu)
b. Tidak (Lanjut ke nomor 7)
5. Berapa hari dalam seminggu Anda melakukan aktivitas sedang? ..... hari
6. Berapa lama dalam sehari biasanya Anda melakukan aktivitas
sedang? ....jam
.... menit
7. Apakah Anda berjalan kaki atau bersepeda untuk pergi ke suatu tempat
minimal 10 menit kontinyu?
a. Ya
b. Tidak (Lanjut ke nomor 10)
8. Berapa hari dalam seminggu Anda berjalan kaki atau bersepeda untuk pergi
ke suatu tempat? .... hari
9. Berapa lama dalam sehari biasanya Anda berjalan kaki atau bersepeda untuk

pergi ke suatu tempat? .... jam .... menit


10. Apakah Anda melakukan aktivitas yang mengakibatkan peningkatan
nafasdan denyut nadi secara besar (minimal dalam 10 menit secara
kontinyu)?
a. Ya, seperti:
a) Lari

64
b) Sepak bola
c) Lain-lain (selama minimal 10 menit), yaitu ...
b. Tidak
11. Berapa hari dalam seminggu biasanya Anda melakukan olahraga berat? ....
hari
12. Berapa lama dalam sehari biasanya Anda melakukan olahraga berat? .... jam

.... menit
13. Apakah Anda melakukan aktivitas yang mengakibatkan peningkatan
nafasdan denyut nadi (minimal 10 menit secara kontinyu)?
a. Ya, seperti:
a) Berjalan cepat
b) Bersepeda
c) Voli
d) Berenang
b. Tidak (Lanjut ke nomor 16)
14. Berapa hari dalam seminggu biasanya Anda melakukan aktivitas tersebut
(nomor 13)? ..... hari
15. Berapa lama dalam sehari biasanya Anda melakukan aktivitas tersebut
(nomor 13)? .... jam .... menit
16. Berapa lama Anda duduk atau berbaring dalam sehari (kecuali tidur)? .... jam
.... menit

KUESIONER POLA MAKAN


Petunjuk: pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (√) pada
pertanyaan di bawah ini.
No. Pertanyaan Ya Tidak
Apakah Anda suka makan makanan asin (ikan asin, udang asin,
1
cumi asin, telur asin) ≤ 3 kali dalam seminggu?
Apakah anda makan makanan berlemak tinggi (misalnya: jeroan)
2
< 3 kali dalam seminggu ?
Apakah Anda suka makan makanan berlemak tinggi (bersantan)
3
≤ 3 kali dalam seminggu?
Apakah Anda suka makan daging sapi/kambing ≤ 3 kali dalam
4
seminggu?
Apakah Anda suka makan mie instant lebih dari 3 kali dalam
5
seminggu?
Apakah Anda suka makan makanan gorengan ≤ 3 kali dalam
6
seminggu?
7 Apakah anda mengkonsumsi sayur-sayuran setiap hari?
8 Apakah anda mengkonsumsi buah-buahan setiap hari?
9 Apakah anda mengalami sembelit atau susah BAB?
10 Apakah anda sering minum kopi setiap hari?
Sumber: Supriati (2018)

65
66
Lampiran 5. Lembar Check List

Hipertensi pada Lansia


Tekanan
No. Responden
Darah
Rendah Normal Tinggi

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

67
Lampiran 6. Surat Pengambilan Data Awal (KESBANGPOL)

68
Lampiran 7. Surat Pengambilan Data Awal (Puskesmas)

69
Lampiran 8. Surat Permohonan Melakukan Penelitian (KESBANGPOL)

70
Lampiran 9. Surat Permohonan Melakukan Penelitian (Puskesmas)

71
Lampiran 10. Surat Telah Selesai Melaukan Penelitian

72
Lampiran 11. Master Tabel 1

No Kod Kod Kod Kod


Nama Umur JK Pekerjaan Pendidikan Kode Riwayat Penyakit TD Sekarang
. e e e e
1 Ny.M.H 62 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SD 1 Asma 130/80 mmHg 1
2 Ny. T.G 58 tahun 1 P 2 Pedagang 3 SMA 3 Hipertensi 100/80 mmHg 1
Pensiunan
3 Ny. S.M 70 tahun 2 P 2 4 SMA 3 Penyempitan Saraf 140/90 mmHg 1
PNS/ABRI
4 Tn. D.K 73 tahun 2 L 1 Tidak bekerja 1 SMA 3 X 150/100 mmHg 2
5 Ny. R.T 59 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SMP 2 Asma 120/80 mmHg 1
6 Ny. S.R 65 tahun 1 P 2 Petani 2 SD 1 Hipertensi 150/90 mmHg 2
7 Ny. R.H 68 tahun 2 P 2 Pedagang 3 SMP 2 Hipertensi 160/90 mmHg 2
8 Tn. S.L 65 tahun 1 L 1 Petani 2 SD 1 Hipertensi 140/90 mmHg 1
9 Ny. M.L 64 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SMP 2 Hipertensi 140/90 mmHg 1
10 Tn. I.D 70 tahun 2 L 1 Tidak bekerja 1 SD 1 Hipertensi 110/80 mmHg 1
11 Tn. Y.H 74 tahun 2 L 1 Petani 2 SMP 2 Asma 110/80 mmHg 1
Pensiunan
12 Ny. H.A 60 tahun 1 P 2 4 SMA 3 Kolestrol 170/100 mmHg 2
PNS/ABRI
13 Ny. F.Y 60 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SMP 2 Hipertensi 150/100 mmHg 2
Pensiunan
14 Ny. Y.B 65 tahun 1 P 2 4 Diploma/S1 4 X 120/80 mmHg 1
PNS/ABRI
15 TN. A.P 105 tahun 3 L 1 Tidak bekerja 1 SD 1 Hipertensi 160/100 mmHg 2
16 Ny. J.M 63 tahun 1 P 2 Pedagang 3 SMP 2 Maag 150/100 mmHg 2
17 Ny. L.S 61 tahun 1 P 2 Petani 2 SMP 2 Hipertensi 140/80 mmHg 1
18 Ny. A.M 82 tahun 3 P 2 Pedagang 3 SD 1 Hipertensi 130/80 mmHg 1
19 Ny. U.P 60 tahun 1 P 2 Pedagang 3 SMA 3 Hipertensi 160/110 mmHg 2
20 Ny. R.U 80 tahun 3 P 2 Tidak bekerja 1 SD 1 X 150/100 mmHg 2
21 Ny. S.Y 62 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SD 1 Hipertensi 120/80 mmHg 1

69
22 Ny. H.S 65 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SMP 2 Hipertensi 190/110 mmHg 2
23 Ny. E.P 61 tahun 1 P 2 Pedagang 3 SMP 2 Hipertensi 160/100 mmHg 2
24 Ny. S.M 60 tahun 1 P 2 Petani 2 SMA 3 Hipertensi 160/100 mmHg 2
25 Ny. S.P 58 tahun 1 P 2 Pedagang 3 SMA 3 Maag 100/80 mmHg 1
Pensiunan
26 Ny. I.D 74 tahun 2 P 2 4 SMA 3 Asam Urat 140/80 mmHg 1
PNS/ABRI
27 Ny. S.H 60 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SMP 2 Maag 130/80 mmHg 1
28 Ny. R.A 64 tahun 1 P 2 Petani 2 SD 1 Hipertensi 160/100 mmHg 2
29 Tn. I.H 87 tahun 3 L 1 Tidak bekerja 1 SMP 2 Hipertensi 160/100 mmHg 2
30 Ny. R.A 74 tahun 2 P 2 Tidak bekerja 1 SD 1 Maag 150/100 mmHg 2
31 Ny. A.M 62 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SD 1 Hipertensi 150/100 mmHg 2
32 Ny. L.A 70 tahun 2 P 2 Tidak bekerja 1 SMP 2 X 110/80 mmHg 1
Pensiunan
33 Ny. H.A 63 tahun 1 P 2 4 SMA 3 Asam Urat 100/80 mmHg 1
PNS/ABRI
34 Ny. S.A 64 tahun 1 P 2 Pedagang 3 SD 1 Asam Urat 100/70 mmHg 1
Pensiunan
35 Ny. R.M 66 tahun 2 P 2 4 Diploma/S1 4 Hipertensi 150/100 mmHg 2
PNS/ABRI
36 Ny. W.H 59 tahun 1 P 2 Tidak bekerja 1 SD 1 Asam Lambung 130/90 mmHg 1
37 Tn. S.K 68 tahun 2 L 1 Petani 2 SD 1 Hipertensi 140/90 mmHg 1

70
Lampiran 12. Master Tabel 2

MET Keterangan Kuesioner Pola Makan


No menit / Kod
Nama Aktivitas 1 Keterangan Kode
. minggu e 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Fisik 0
Aktivitas Fisik:
1 Ny. M.H 380 Rendah 2 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 Baik 1  Aktivitas fisik rendah jika nilai
2 Ny. T.G 465 Rendah 2 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 Baik 1 MET <600 atau jika nilai MET
3 Ny. S.M 782 Sedang 3 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 Baik 1 tidak mencapai kriteria untuk
aktivitas fisik tingkat sedang
4 Tn. D.K 856 Sedang 3 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 kurang baik 2
atau tinggi
5 Ny. R.T 479 Rendah 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 baik 1  Aktivitas fisik sedang jika (P2
6 Ny. S.R 3105 Tinggi 2 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 kurang baik 2 + P11) ≥ 3 hari dan ((P2 x P3)
7 Ny. R.H 567 Rendah 3 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 Baik 2 + (P11 x P12)) ≥ 60 menit
atau jika (P5 + P8 + P14) ≥ 5
8 Tn. S.L 3087 Tinggi 3 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 kurang baik 1 hari
9 Ny. M.L 450 Rendah 2 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 kurang baik 1  Aktivitas fisik tinggi jika (P2 +
10 Tn. I.D 531 Rendah 3 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 baik 1 P11) ≥ 3 hari dan total
aktivitas fisik MET menit per
11 Tn. Y.H 366 Rendah 3 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 kurang baik 1 minggu adalah ≥1500 atau
12 Ny. H.A 2875 Sedang 3 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 kurang baik 2 jika (P2 + P5 + P8 + P11 +
P14) ≥ 7 hari
13 Ny. F.Y 3324 Tinggi 2 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 kurang baik 2
14 Ny. Y.B 446 Rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 Baik 1 Pola Makan:
15 TN. A.P 3056 Tinggi 2 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 kurang baik 2  Pola makan baik jika nilai > 5
16 Ny. J.M 565 Rendah 3 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 Baik 2  Pola makan kurang baik jika
nilai < 5
17 Ny. L.S 3002 Tinggi 3 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 kurang baik 1
18 Ny. A.M 574 Rendah 3 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 Baik 2
19 Ny. U.P 1550 Sedang 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 kurang baik 2
20 Ny. R.U 450 Rendah 2 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 Baik 2
21 Ny. S.Y 455 Rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 Baik 1

71
22 Ny. H.S 574 Rendah 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 Baik 2
23 Ny. E.P 3120 Tinggi 3 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 Baik 2
24 Ny. S.M 2500 Sedang 2 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 kurang baik 2
25 Ny. S.P 500 Rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 Baik 1
26 Ny. I.D 3100 Tinggi 3 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 kurang baik 2
27 Ny. S.H 540 Rendah 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 Baik 1
28 Ny. R.A 3250 Tinggi 3 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 Baik 2
29 Tn. I.H 580 Rendah 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 kurang baik 1
30 Ny. R.A 3010 Tinggi 3 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 kurang baik 2
31 Ny. A.M 3054 Tinggi 3 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 kurang baik 2
32 Ny. L.A 533 Rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 Baik 1
33 Ny. H.A 590 Rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 Baik 2
34 Ny. S.A 875 Sedang 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 Baik 1
35 Ny. R.M 432 Rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 Baik 1
36 Ny. W.H 400 Rendah 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 Baik 1
37 Tn. S.K 950 Sedang 2 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 Baik 1

72
Lampiran 13. Hasil Uji SPSS

1. FREKUENSI KARAKTERISTIK RESPONDEN

Statistics
Jenis_Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan
N Valid 37 37 37 37
Missing 0 0 0 0

Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 7 18.9 18.9 18.9
Perempuan 30 81.1 81.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 55-65 tahun 23 62.2 62.2 62.2
66-74 tahun 10 27.0 27.0 89.2
75-90 tahun 4 10.8 10.8 100.0
Total 37 100.0 100.0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak tamat SD / SD 14 37.8 37.8 37.8
SMP 12 32.4 32.4 70.3
SMA 9 24.3 24.3 94.6
Diploma / S1 2 5.4 5.4 100.0
Total 37 100.0 100.0

73
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak bekerja 16 43.2 43.2 43.2
Petani 7 18.9 18.9 62.2
Pedagang 8 21.6 21.6 83.8
Pensiunan PNS/ABRI 6 16.2 16.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

2. ANALISIS UNIVARIAT

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Aktivitas Fisik * Tekanan


37 100.0% 0 0.0% 37 100.0%
Darah

Aktivitas Fisik * Tekanan Darah Crosstabulation


Count

Tekanan Darah

Tekanan Darah Tekanan Darah


Normal Tinggi Total

Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik Rendah 8 1 9

Aktivitas Fisik Sedang 11 3 14

Aktivitas Fisik Tinggi 1 13 14


Total 20 17 37

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pola Makan * Tekanan


37 100.0% 0 0.0% 37 100.0%
Darah

74
Pola Makan * Tekanan Darah Crosstabulation
Count

Tekanan Darah

Tekanan Darah Tekanan Darah


Normal Tinggi Total

Pola Makan Baik 17 2 19

Kurang baik 3 15 18
Total 20 17 37

3. ANALISIS BIVARIAT

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 20.191 a


2 .000
Likelihood Ratio 23.017 2 .000
Linear-by-Linear Association 16.521 1 .000
N of Valid Cases 37

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 4.14.

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 19.729 a


1 .000
Continuity Correction b
16.906 1 .000
Likelihood Ratio 22.042 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 19.195 1 .000
N of Valid Cases 37

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.27.
b. Computed only for a 2x2 table

75
Lampiran 14. Dokumentasi

Pemberian lembar persetujuan

76
Pemeriksaan Tekanan Darah

77

Anda mungkin juga menyukai