Anda di halaman 1dari 39

Studi Kasus

Asuhan Keperawatan Kritis


Penerapan Spiritual Deep Breathing Exercise Terhadap Nilai
Tekanan Darah Pasien Stroke Non- Hemoragik

ARIO SUGANDA

22221015

PENDIDIKAN PROFESI NERS


IKEST MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2022
Studi Kasus

Asuhan Keperawatan Kritis


Penerapan Spiritual Deep Breathing Exercise Terhadap Nilai
Tekanan Darah Pasien Stroke Non- Hemoragik

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

ARIO SUGANDA

22221015

PENDIDIKAN PROFESI NERS


IKEST MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2022
HALAMAN PERSETUJUAN

Studi kasus ini diajukan oleh :

Nama : Ario Suganda


NIM : 22221015
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Penerapan Spiritual Deep Breathing Exercise Terhadap Nilai
Tekanan Darah Pasien Stroke Non- Hemoragik.

Telah Diperiksa, Disetujui Dan Dipertahankan Didepan Tim Penguji Studi Kasus.

Palembang,

Pembimbing I Pembimbing II

Miranti Florencia, S.Kep., Ns., M.Kep Imardiani, S.Kep., Ns., M..Kep


NBM. 1112117 NBM. 1206363

Disetujui
Ka.Prodi Ilmu Keperawatan

Yudi Abdul Majid S.Kep., Ns., M.Kep


NBM. 1056216
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ario Suganda


NIM : 21117018
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Penerapan Spiritual Deep Breathing Exercise Terhadap Nilai
Tekanan Darah Pasien Stroke Non- Hemoragik.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
pada Program Studi Profesi Ners Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Miranti Florencia, S.Kep., Ns., M.Kep ( )

Pembimbing : Imardiani, S.Kep., Ns, M.Kep ( )

Penguji : ( )

Ditetapkan di : Palembang
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Maya Fadlilah, S.kep., Ns, M.Kes


NBM. 999587
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Studi kasus ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ario Suganda

NIM : 22221015

Tanda Tangan :

Tanggal :
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PENULIS
Nama : Ario Suganda
NIM : 21117018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ Tgl Lahir : Cempaka/29 Maret 2000
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Nama Orang Tua
Ayah : Adham
Ibu : Lena
No Telpon : 083177153257
Alamat Email : ariosugada2017@gmail.com
Alamat : Desa Cempaka Kecamatan Cempaka Kabupaten
OKU Timur

II. RIWAYAT PENDIDIKAN


Tahun 2005 -2011 : SD Negeri 1 Cempaka
Tahun 2011 - 2014 : SMP Negeri 1 Cempaka
Tahun2014 - 2017 : SMA Negeri 1 Cempaka
Tahun 2017-2021 : S1 Keperawatan IkesT Muhammadiyah
Palembang
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik IKesT Muhammadiyah Palembang, saya yang bertanda


tangan di bawah ini:
Nama : Ario Suganda
NIM : 22221015
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Studi Kasus

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


IkesT Muhammadiyah Palembang Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-
exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Penerapan
Spiritual Deep Breathing Exercise Terhadap Nilai Tekanan Darah Pasien Stroke
Non- Hemoragik.. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak
Bebas Royalti Non Eksklusif ini IkesT Muhammadiyah Palembang berhak
menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di : Palembang
Pada
Yang Menyatakan

Materai 1000

(Ario Suganda)
NIM. 22221015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan Studi kaus ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners di
Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan studi kasus ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan studi kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Heri Shatriadi CP, M.Kes selaku Rektor IKesT Muhammadiyah
Palembang.
2. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Ibu Maya Fadlilah, S.Kep., Ns., M.Kep.
3. Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Bapak Yudi Abdul Majid, S.Kep.,
Ns., M.Kep.
4. Dosen pembimbing I Ibu Septi Ardianty, S.Kep., Ns., M.Kep
5. Dosen Pembimbing 11 Ibu Miranti Florensia, S.Kep., Ns., M.Kep
6. Dosen Program Studi dan IKesT Muhammadiyah Palembang yang
senantiasa memberikan ilmunya dalam proses belajar mengajar.
7. Orang tua ku tercinta ayah (Adham) dan ibu (lena) terimakasih telah
membesarkan dan mendidik saya serta selalu mendoakan dan mendukung
untuk terus maju menjadi orang yang sukses.
Akhir kata, saya berharap ALLAH SWT, berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Palembang,

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah
tempat. Aktivitas pergerakan normal sangat dibutuhkan dalam menunjang
aktivitas sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter
maupun involunter. Gangguan gerak pada manusia dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, dimana salah satunya adalah stroke.Stroke merupakan
gangguan serebrovaskular utama dan penyebab kecacatan serius menetap
nomor satu di seluruh dunia. Meskipun upaya pencegahan telah membawa
penurunan dalam angka kejadian selama beberapa tahun terakhir, stroke
masih merupakan penyebab kematian utama setelah jantung dan kanker
(solihudin, 2016).
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark
miokard dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia.
Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh
keluarga dan masyarakat disekitarnya (Nur Wakhidah, 2015).
Stroke adalah suatu sindrom yang mempunyai serangan yang
mendadak, non konvulsif yang disebabkan karena gangguan suplai darah
ke bagaian dari otak. Sroke merupakan sindrom klinis timbulnya
mendadak, progresif cepat, serta berupa defisit neurologis local dan atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih. Selain itu,juga bias langsung
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatic (Tyas,2017).
Menurut World Health Organization (2019) angka kejadian
kematian di Dunia yang disebabkan oleh Stroke termasuk tinggi,
pravelensi yang terjadi karena stroke setiap tahunnya mencapai 15 juta
jiwa, dari jumlah tersebut 5 juta jiwa meninggal dan 5 juta jiwa lainnya
menjadi cacat permanen, dan salah satu penyebabnya adalah tekanan darah
tinggi (Hipertensi) (WHO, 2019). Menurut Riskesdas tahun 2018, pada
tahun 2013 angka penderita stroke di Indonesia mencapai 7% permil dan
meningkat menjadi 10,9% permil di tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan hasil rekapitulasi data kasus baru penyakit tidak menular pada
tahun 2018 adalah 2.412.297 kasus. Adapun kasus stroke sebanyak 3,09%
dari 2.412.297 kasus penyakit tidak menular di Provinsi Jawa Tengah
(Dinkes Jateng, 2018).
Data WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit
stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal
dunia. Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke
yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta
kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke
mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh stroke
non hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya
mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat
sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan (Nur Wakhidah, 2015).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur 2013, penderita stroke
terjadi sebanyak 302.987 jiwa. Berdasarkan data studi pendahuluan
tanggal 6 Maret 2019 di RSUD Bangil Pasuruan di Ruang Krissan, pada
tahun 2018 terdapat 571 penderita stroke non hemoragik dan pada bulan
Februari 2019 terdapat 65 penderita stroke non hemoragik (RSUD Bagil,
2019).
Stroke mempunyai tanda dan gejala antara lain wajah akan
melemah pada satu sisi, gangguan gerak pada kaki atau tangan, gangguan
dalam berbicara, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran (Goldszmidt &
louis, 2015). Masalah keperawatan yang muncul pada pasien stroke non
hemoragik adalah penurunan kesadaran. Pada pasien Stroke Non
Hemoragik dapat terjadi penurunan kesadaran apabila terdapat sumbatan
atau penyempitan di pembuluh darah karotis pada cabang menuju otak
bagian tengah dan cabang otak bagian depan, oleh karena itu diperlukan
pemantauan dan penanganan yang tepat untuk memperbaiki tingkat
kesadaran pada pasien Stroke Non Hemoragik. (Susilo, 2019).

Stroke non hemoragik dapat didahului oleh banyak faktor pencetus


dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan
masalah penyakit vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes,
obesitas, kolesterol, merokok, dan stress (Nur Wakhidah, 2015). Faktor
risiko yang dapat diubah antara lain hipertensi, diabetes melitus, dan
dislipidemia. Hipertensi diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan
darah seseorang melebihi batas tekanan darah normal. Hipertensi
merupakan faktor risiko yang potensial pada kejadian stroke karena
hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak atau
menyebabkan penyempitan pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh
darah otak akan mengakibatkan perdarahan otak, sedangkan jika terjadi
penyempitan pembuluh darah otak akan mengganggu aliran darah ke otak
yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel-sel otak (Agreayu C, el
at,2016).
Pada fase akut stroke pasien mengalami kelemahan pada anggota
tubuh dan juga mengalami penurunan kesadaran. Pada fase ini perawat
memiliki peran untuk memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif guna memonitor perubahan fisiologis pasien stroke dan
salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah stroke ialah dengan
membuat system yang dapat mendiagnosa penyakit stroke (Jones, 2007
dalam Alan, 2018).

Penanganan stroke harus dilakukan dengan segera karena jika tidak


segera ditangani maka dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
Masalah kesehatan yang muncul akibat stroke sangat bervasiasi, tegantung
luas daerah otak yang mengalami infark atau kematian jaringan atau lokasi
yang terkena (Maria, 2018).

Spritual deep breathing exercise merupakan terapi yang


memadukan intervensi DBE dan mendengarkan murrotal yaitu ayat Al
Quran yang mampu meningkatkan tekanan darah pada pasien stroke non
hemoragik.

Tindakan deep breathing exercise dikolaborasi dengan terapi murottal


yaitu ayat Al Quran. Spiritual deep breathing exercise dengan tindakan ini
dapat mengalihkan perhatian pasien sehingga terfokus pada stimulasi
(Asmadi,2008.,Tamsuri, 2012). Deep breathing exercise merupakan cara
yang efektif untuk peningkatan nilai tekanan darah pada pasien stroke non
hemoragik (Smeltzer & Bare, 2013).

Spiritual deep breathing exercise dengan menggunakan murottal


merupakan teknik distraksi berupa mendengarkan suara alunan ayat suci
yang memiliki pengaruh yang positif dalam menurunkan ketegangan saraf
yang membuat urat saraf menjadi rilek (Widayarti, 2011). Saat seseorang
mendapat stimulus berupa alunan murottal Al-Qur’an yang konstan,
teratur serta tidak memiliki perubahan irama, sehingga menghasilkan
persepsi yang positif dan menjadi releks (Alkahel, 2011).

Al qur’an merupakan sarana pengobatan untuk mengembalikan


keseimbangan sel yang rusak,sedangkan ayat suci alquran yang sering
didengarkan sebagai terapi murottal yaitu, surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-
Falaq, An-Naas, ayat Qursy, surat Yaasin, dan Ar-Rahman (Ramadhani,
2007)

Penelitian tentang efektivitas spiritual deep breating exercise


dengan menggunakan murottal pada stroke non hemoragik belum banyak
dilakukan di Indonesia yang sebagai negara berpenduduk muslim terbesar
didunia. Menurut penelitian Faradisi (2012) di Jawa Tengah menyatakan
bahwa terapi murottal sangat efektif dibandingkan terapi dengan
menggunakan musik untuk meningkatkan nilai tekanan darah. Begitu juga
dengan penelitian Nurliana (2011) pada penelitiannya di Medan
menyatakan tentang terapi murottal memiliki pengaruh untuk
peningkatkan tekanan darah pada pasien yang terpasang ventilator
mekanik di ruang ICU.

Dari fenomena diatas terkait penanganan pasien dengan stroke non


hemoragik di ruang ICU, peneliti tertarik untuk melakukan Penerapan
Spiritual Deep Breathing Exercise Terhadap Nilai Tekanan Darah Pasien
Stroke Non- Hemoragik

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka timbul beberapa
perumusan masalah sebagai berikut :
Penerapan Spiritual Deep Breathing Exercise Terhadap Nilai Tekanan
Darah Pasien Stroke Non- Hemoragik?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.
a) Tujuan Umum
Agar penulis mendapatkan Penerapan Spiritual Deep Breathing
Exercise Terhadap Nilai Tekanan Darah Pasien Stroke Non-
Hemoragik
b) Tujuan Khusus
1. Dalam penyusunan studi kasus pada pasien diharapkan penulis
2. Mampu Melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke non
hemoragik
3. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik
4. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik
5. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan stroke
non hemoragik
6. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik
7. Melakukan discharge planning pada pasien dengan stroke non
hemoragik
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pendidikan Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat
meningkatkan dan mengembangkan keilmuan serta pengetahuan
sehingga dapat terus dilakukan pembaharuan meliputi pengkajian,
intervensi dan implementasi dengan diagnosa stroke non hemoragik.
2. Bagi Rumah Sakit Diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi
untuk perencanaan Penerapan Spiritual Deep Breathing Exercise
Terhadap Nilai Tekanan Darah Pasien Stroke Non- Hemoragik.
3.Bagi penulis Hasil Penerapan Spiritual Deep Breathing Exercise
Terhadap Nilai Tekanan Darah Pasien Stroke Non- Hemoragik ini dapat
digunakan sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh
selama mengikuti Profesi Ners di Institut Ilmu Kesehatan dan
Teknologi Muhammadiyah Palembang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Definisi
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang di sebebkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang
terganggu (Bustan, 2007 dalam Dewangga, 2016).
Stroke merupakan suatu penyakit menurunnya fungsi syaraf secara akut
yang di sebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, terjadi secara
mendadak dan cepat yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai dengan
daerah otak yang terganggu (Dinkes Jateng, 2011 dalam Dewangga,
2016). Stroke atau penyakit serebrovaskuler adalah penyakit yang
menunjukkan adanya kematian jaringan menyebabkan kelainan
patologis didalam otak yang berlangsung selama 24 jam atau lebih,
dapat memicu terjadinya pecah pembuluh darah sehingga suplai darah
ke otak menjadi berkurang dan menyebabkan otak mengalami kelainan
fungsi akibat kurangnya suplai oksigen (Wijaya dan Mariza, 2013
dalam Santoso, L.E, 2018).
2. Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan menjadi 2 golongan sesuai dengan gejala
klinisnya menurut (Wijaya dan Mariza, 2013:31 dalam Santoso, L.E,
2018: 4-5) yaitu :
a. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah jenis stroke yang
terjadi akibat adanya perdarahan pada otak serebral atau subarknoid,
sehingga terjadi pecah pembuluh darah pada otak. Biasanya terjadi
pada saat melakukan aktivitas aktif ataupun saat sedang beristirahat.
Pada umumnya stroke hemoragik akan menyebabkan kesadaran
pasien menurun (Wijaya dan Mariza, 2013:31 dalam Santoso, L.E,
2018: 4).
b. Stroke Non Hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi
akibat adanya emboli dan trombosis sereberal, pada stroke non
hemoragik tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia sehingga
dapat menimbulkan hipoksia yang dapat memicu edema sekunder
tetapi kesadaran umum pasien tidak mengalami penurunan atau bisa
dikatakan baik (Wijaya dan Mariza, 2013:31 dalam Santoso, L.E,
2018: 4-5).
3. Etiologi Stroke
Penyebab stroke digolongkan menjadi empat, yaitu
1. Trombosis serebri (bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau
leher).
2. Emboli serebri (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh lain ).
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak )
4. Hemoragi (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahn
ke jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah
penghentian/penyumbatan suplai aliran darah ke otak yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berfikir, memori, bicara atau sensasi (Wijaya dan Mariza,
2013:32 dalam Santoso, L.E, 2018)
4. Manifestasi klinis
Gejala yang timbul dari stroke non hemoragik tergantung dari
serangan pada otak hemisfer kanan atau kiri. Bila terjadi serangan
pada otak hemisfer kanan, maka pasien akan mengalami kelumpuhan
sebelah kiri tubuh dan penurunan terhadap objek menurun.
Sebaliknya, bila terjadi serangan pada otak hemisfer kiri maka
terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh, perilaku lambat dan sangat
hati-hati, gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan, kesulitan
menelan, sulit bicara, mudah tersinggung dan mudah frustasi
(Hariyanto & Sulistyowati, 2015).
Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan
adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke Iskemik, gejala klinis
meliputi: Menurut
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik
dikorteksbagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral
artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka
kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan
kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat
melakukan ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggotabadan.
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf
otonom dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau
koma), terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian
menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik otak
akibathipoksia.
d. Afasia (kesulitan dalam bicara).Afasia adalah defisit kemampuan
komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan
memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada
area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan
biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle
sebelah kiri.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo) Merupakan kesulitan bicara
terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas.
Namun demikian, pasien dapat memahami pembicaraan, menulis,
mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena
kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot
bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam
mengunyah dan menelan

5. Patofisiologi
Otak adalah organ dari tubuh yang tidak dapat memproduksi oksigen
sendiri. Kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang dapat
menyebabkan kematian sel dan jaringan. Stroke akan sangat meluas
saat serangan pertama terjadi ini dapat memicu terjadinya peningkatan
tekanan intra kranial (TIA) selain itu ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan serangan stroke menjadi parah yaitu faktor hipertensi.
(Wijaya dan Mariza, 2013 dalam Santoso, L.E, 2018: 6).
1. Stroke non hemoragik Penggolongan stroke non hemoragik atau
infark menurut Wijaya dan Mariza, (2013:32) dalam Santoso, L.E,
(2018: 8) diklasifikasikan sebagai berikut:
a. TIA (Transient Ischemic Attack) Gangguan neurologis setempat
yang terjadi dalam waktu 24 jam, dimana gejala ini akan hilang dan
timbul dengan spontan
b. Stroke komplit Gejala neurologis fokal terus berkembang. Terlihat
semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis
yang timbul berlangsung secara bertahap hingga menjadi berat.
2. Stroke hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan
darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang
menimbulkan perubahan komponen intrakranial yang seharusnya
konstan. Akibat adanya perubahan komponen intrakranial yang tidak
dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak
sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang mengalir ke
ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh
darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran
darah berkurang atau tidak ada sehingga dapat terjadi nekrosis
jaringan otak (Ningtiyas, I.F,2017).
6. Patway
Penyakit yang mendasari stroke

(alkohol, hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi , kegemukan)

Arterosklerosis Kepekatan darah meningkat Pembentukan trombus


(elastisitas pembuluh
darah menurun)

Obstruksi trombus
diotak

Arteri vertebra Sirkulasi serebral


basilaris terganggu

Kehilangan fokus
tonus otak facial Kerusakan Penurunan darah Resiko perfusi
neuroserebro spinal dan O2 ke otak serebral tidak efektif
VII, IX, XII

Hambatan
komunitas verbal
Hipoksia serebral

Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada


motorik di lobus frontalis nervus V,VII, IX, X
hemisphare/hemiplagia

Gangguan
persepsi sensori
Gangguan Mobilitas
mobilitas fisik menurun

Defisit Tirah
perawatan baring
diri
Sumber : (Arief Multtaqin, 2019)
7. Komplikasi
1. Berhubungan dengan imobilisasi
a. Infeksi pernafasan
b. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan
c. Konstipasi
d. Tromboflebitis
2. Berhubungan dengan mobilisasi
a. Nyeri daerah punggun
b. Dislokasi sendi
3. Berhubungan dengan kerusakan otak
a. Epilepsy
b. Sakit kepala
c. Kraniotomi
Hidrosefalus (Andra & Yessie, 2013)
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Angiografi serebral
b. Elektro encefalography
c. Sinar x tengkorak
d. Ultrasonography Doppler
e. CT- Scan dan MRI
f. Pemeriksaan foto thorax
g. Pemeriksaan laboratorium (Wijaya dan Mariza, 2013:37 dalam
Santoso, L.E, 2018).
9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan
stroke menurut (Wijaya dan Mariza, 2013:38 dalam Santoso, L.E,
2018: 6), yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis
1. Trombolitik (streptokinase)
2. Antikoagulan (heparin)
3. Hemorragik (pentoxyfilin)
4. Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
5. Antagonis kalsium (nomodipin, piracetam)
b. Penatalaksanaan Khusus/Komplikasi
1. Atasi kejang (anti konvulsan)
2. Atasi dekompresi (kraniotomi)
3. Untuk penatalaksanaan fakto resiko
a) Atasi hiper uresemia
b) Atasi hipertensi
c) Atasi hiperglikemia
B. Latihan Nafas Dalam (Deep Breating Exercise)
1. Pengertian
Penggunaan istilah latihan nafas (deep breating exercise) berkaitan
dengan pola nafas (menahan nafas, sesak nafas, bernafas panjang),
frekuensi nafas, nafas dalam (volume), tempat bernafas (dada,
diafragma), koordinasi nafas, tahapan dan keseimbangan
(berhubungan dengan aspek gelombang nafas), resistensi nafas
(hidung dan mulut) dan aktivitas otot kolateral untuk regulasi bernafas
(White, 2007).
Deep breating exercise merupakan latihan pernafasan dengan
teknik bernafas secara perlahan dan dalam, menggunakan oot
diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan
dada mengembang penuh (Smeltzer, et al. 2008).
Nafas dalam (deep breating) adalah suatu teknik bernafas yang
berhubungan dengan perubahan fisiologis yang bisa memberikan
respon relaksasi. Nafas dalam adalah suatu keterampilan, nafas dalam
adalah tipe bernafas yang dilakukan secaraalami saat masih bayi atau
saat tidur dan bernyanyi. Nafas dalam adalah suatu keterampilan
dimana membutuhkan waktu dan komitmen untuk dipraktekkan
( Reyes & Wall 2004).
2. Tujuan dan manfaat deep breathing exercise
Tujuan deep breating exercise yaitu:
1. Untuk mencapai ventilasi yang terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja pernapasan
2. Memelihara pertukaran gas, mencapai atelaktasi paru
3. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan
menghilangkan ansietas.
4. Mencegah pola aktivitas otot pernafasan yang tidak berguna,
melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja nafas.
5. Mengurangi sterss fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan ( Smeltzer, et al,
2008).
Latihan pernafasan dengan teknik deep breathing
membantu meningkatkan compliance paru untuk melatih kembali
otot pernapasan berfungsi dengan baik secara mencegah distress
pernapasan (Ignatavicius & Workman 2006).
Deep breathting exercise dapat mencegah atelaktasis dan
meningkatkan fungsi ventilator paru padaklien post ekstubasi.
Pemulihan kemampuan otot pernafasan akan meningkat
compliance paru sehingga mambantu ventilasi lebih adequat
sehingga menunjuk oksigenasi jaringan (Westerdahl, et al, 2005).
3. Pengkajian tanda-tanda vital (assessment of vital sign)
Penilaian umum (atau general survey) adalah penilaian terhadap
pasien secara utuh dan cepat, mencakup fisik pasien, sikap, mobilitas
dan beberapa parameter fisik (misal tinggi, berat badan dan tanda-
tanda vital). Penilaian umum memberikan gambaran/kesan mengenai
status kesehatan pasien. Parameter fisik yang diukur membantu
evaluasi pasien karena menyangkut beberapa sistem organ tubu.
Pengukuran tanda-tanda vital memberikan informasi yang berharga
terutama mengenai status kesehatan pasien secara umum. Tanda –
tanda vital meliputi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Pengkajian
menurut Mulyanti (2017), pengkajian dilakukan untuk mendapatkan
data subjektif dan data objektif yang dilakukan dengan wawancara
dan pemeriksaan fisik, data tersebut kemudian diolah, dianalisa yang
kemudian akan menghasilkan suatu diagnosa keperawatan yang
membutuhkan perencanaan untuk mengatasi masalah yang timbul dan
muncul. Tujuan utama pegkajian adalah memberikan gambaran secara
terus menerus mengenai keadaan pasien yang memungkinkan pasien
yang memungkinkan perawat merencanakan asuhan keperawatan
kepada klien dengan mudah.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua 40 -70
tahun (Smeltzer & Bare 2013). Jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Kekeliruhan, perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakata

g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhankeluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
metris, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.

4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakankontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuhh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuronmotor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuhh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar padatingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Sistem Motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik
atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuhh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuhh adalah
tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon.
Individu, keluarga, kelompok atau komunitas terhadap proses
kehidupan/masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk
memecahkan masalah tersebut (NANDA, 2018-2020). Masalah
keperawatan yang muncul pada pasien stroke, yaitu:
a. Resiko Perfusi Serebral tidak efektif
b. Gangguan komunikasi verbal
c. Defisit perawatan diri
d. Gangguan Mobilitas Fisik
e. Gangguan persepsi sensori
3. Perencanaan (Intervensi)
Intervensi keperawatan adalah sebagai landasan untuk melakukan
tindakan perawatan berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan
yang dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan hasil
klien/pasien (Nanda,2018).
Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


keperawatan
(SDKI)
1. Resiko Perfusi Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan
Serebral tidak ekspektasi meningkat Tekanan Intrakranial Observasi
efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab
keperawatan selama 3 x24 peningkatan TIK (mis.Lesi,
jam, diharapkan Perfusi gangguan metabolisme, edema
Serebral meningkat dengan serebral).
Kriteria Hasil : 2. Monitor tanda dan gejala
1. Tingkat kesadaran peningkatan TIK (mis.tekanan
meningkat darah meningkat, tekanan nadi
2. Kognitif Meningkat melebar, bradikardia, pola
3. Tekanan Intra nafas ireguler, kesadaran
kranial menurun).
menurun 3. Monitor MAP (Mean
4. Sakit kepala ArterialPressure)
menurun 4. Monitor CVP (Centeral
5. Gelisah menurun Venous Pressure), jika perlu.
6. Kecemasan menurun 5. Monitor PAWP (Pulmonary
7. Agitasi Menurun capillary wedge pressure), jika
8. Demam Menurun perlu
9. Nilai rata-rata 6. Monitor PAP (pulmonary
Tekanan darah artery pressure), jika perlu
membaik 7. Monitor ICP (Intra cranial
10. Tekanan darah pressure), Jika tersedia)
sistolik 8. Monitor CPP (cerebral
membaik Perfusion Pressure)
11. Refleks saraf membaik 9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernafasan
11. Monotor intake dan output
cairan
12. Monitor cairan serebro-
spinalis (mis.warna,
konsistensi)
Terapieutik
1. Minimalisir stimulasi dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. B erikan po si si s emi fowl er
3. Hindari maneuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari penggunaan cairan IV
hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu

3. Kolaborasi pemberian pelunak


tinja, jika perlu.
2. Gangguan Komunikasi verbal Promosi Komunikasi : defisit
komunikasi verbal Ekspektasi meningkat
Setelah dilakukan Tindakan Bicara
keperawatan selama 3 x24 Observasi
jam, diharapkan komunikasi
verbal meningkat dengan 1. Monitor Kecepatan, tekanan,
Kriteria hasil: kuantitas, volume dan diksi
1. Kemampuan bicara
berbicara Meningkat 2. Monitor proses kognitif,
2. Kemampuan anatomis dan fisiologis yang
mendengar berkaitan dengan bicara
Meningkat (mis.memori, pendengaran
3. Kesesuaian ekspresi dan bahasa)
wajah/tubuh 3. Monitor frustrasi, marah,
Meningkat defresi atau hal lain yang
4. K mengganggu bicara
ontak 4. Identifikasi perilaku
emosional dan fisik sebagai
Mata bentuk komunikasi
Meningkat Terapeutik
5. Afasia 1. Gunakan metode komunikasi
Menurun Alternatif (mis.menulis, mata
6. Disfasia berkedip, papan komunikasi
Menurun dengan gambar dan huruf,
7. Disatria isyarat tangan dan Computer)
Menurun 2. Sesuaikan gaya komunikasi
8. Afonia dengan kebutuhan(mis.berdiri
Menurun di depan pasien, dengarkan
9. Dislalia dengan seksama, tunjukan
Menurun satu gagasan atau pemikiran
10. Pelo sekaligus, bicara dengan
Menurun perlahan sambil menghindari
11. Gagap teriakan, gunakan komunikasi
Menurun tertulis, atau meminta bantuan
12. Respons kelurgauntuk memahami
perilaku ucapan pasien)
Membaik 3. Modifikasi lingkungan untuk
13. Pemahaman meminimalkan bantuan
Komunikasi 4. Ulangi apa yang disampaikan
Membaik pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika,
perlu
Edukasi
1. Anjurkan pembicaraan
perlahan
2. Ajarkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi

1. Rujuk ke ahli patologi bicara


atau terapis
3. Defisit perawatan Perawatan diri dengan Dukungan perawatan diri
diri Ekspektasi meningkat Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
keperawatan selama 3 x 24 perawatan diri sesuai usia
jam, diharapkan Perawatan 2. Monitor tingkat kemandiriaan
diri meningkat dengan 3. Identifikasi kebutuhan alat
Kriteria Hasil : bantu kebersihan diri,
1. Kemampuan mandi berpakaian, berhias dan makan
Meningkat Terapeutik
2. Kemampuan Mengenakan 1. Sediakan lingkungan yang
pakaian Meningkat terapeutik (mis.suasana
3. Kemampuan makan hangat,rileks,privasi)
Meningkat 2. Siapkan keperluan pribadi
4. Kemampuan ke toilet (mis.parfum, sikat gigi dan
(BAB/BAK) meningkat sabun mandi)
5. Verbalisasi keinginan 3. Dampingi dalam melakukan
melakukan perawatan diri perawatan diri sampai mandiri
Meningkat 4. Fasilitasi untuk menerima
6. Mempertahankan keadaan ketergantungan
Kebersihan diri
Meningkat 5. Fasilitasi kemandiriaan, bantu
7. Mempertahankan jika tidak mampu melakukan
kebersihan mulut perawatan Diri
Meningkat
6. Jadwalkan rutinitasperawatan
diri
Edukasi

1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
4. Gangguan Mobilitas fisik Ekspektasi Dukungan mobilisasi
Mobilitas Fisik meningkat Setelah Observasi
dilakukan tindakan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
perawatan selama 3 x 24 keluhan fisik lainnya
jam, diharapkan Mobilitas 2. Identifikasi toleransi fisik
fisik meningkat dengan melakukan pergerakan
Kriteria hasil : 3. Monitor frekuensi jantung
1. Per dan
gerakan ekstremitas tekanan darah sebelum memulai
Meningkat
2. K mobilisasi
ekuatan otot 4. Monitor Kondisi umum
Meningkat selama melakukan mobilisasi
3. Re Terapeutik
ntang gerak (ROM) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
Meningkat dengan alat bantu (mis.Pagar
4. Nyeri Menurun tempat tidur)
5. Kec 2. Fasilitasi melakukan
emasan Menurun pergerakan, jka perlu
6. Ka 3. Libatkan keluarga untuk
ku Sendi Menurun membantu pasien dalam
7. Ger meningkatkan pergerakan
akan tidak Edukasi
terkoordinasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
Menurun Mobilisasi
8. Gerakan terbatas 2. Anjurkan mobilisasi dini
Menurun 3. Ajarkan mobilisasi sederhana
9. Kelemahan fisik yang harus dilakukan
(mis.duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke
kursi)

5. Gangguan persepsi Persepsi sensori Minimalisasi rangsangan


sensori Ekspektasi membaik Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa status mental, status
perawatan selama 3 x 24 sensori, dan tingkat
jam, diharapkan Persepsi kenyamanan
sensori membaik dengan: Terapeutik
Kriteria Hasil : 1. Batasi stimulus lingkungan
1. Distorsi sensori 2. Jadwalkan aktivitas harian dan
Menurun waktu istirahat
2. Menarik
3. Kombinasikan
diri Menurun prosedur/tindakan dalam satu
3. Melamun Menurun waktu, sesuai kebutuhan
4. Konsentrasi Edukasi
1. Ajarkan cara meminimalisasi
Membaik stimulus
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi
stimulus
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketikan perawatan menerapkan/
melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Nursalam,2016).
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi. Pada tahap ini perawat menggunakan semua
kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap pasien baik secara umum maupun secara
khusus pada pasien diabetes melitus pada pelaksanaan ini perawat
melakukan berbagai jenis implementasi keperawatan (Tarwoto
&Wartonah, 2011).
a. Jenis-Jenis Implementasi Keperawatan Menurut Tarwoto &
Wartonah (2011) dalam melakukan implementasi keperawatan
terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, yaitu :
1) Independent implementations adalah suatu tindakan yang
dilakukan secara mandiri oleh perawat tanpa petunjuk dari
tenaga kesehatan lainnya.
2) Interdependent/collaborative implementations adalah
tindakan perawat yang dilakukan berdasarkan kerjasama
dengan tim kesehatan yang lain
3) Dependen implementations adalah pelaksanaan rencana
tindakan medis/instruksi dari tenaga medis seperti ahli gizi,
psikolog, psikoterapi,dan lain-lain dalam hal pemberian
nutrisi kepada klien sesuai dengan diet yang telah dibuat oleh
ahli gizi dan latihan fisik
b. Tahap-Tahap Implementasi Keperawatan
Menurut Purwaningsih & Karlina ada 4 tahap operasional yang
harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi
keperawatan, yaitu sebagai berikut
1) Tahap Prainterkasi
2) Tahap perkenalan
3) Tahap Kerja
4) Tahap Terminasi
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini
terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai
dari respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan
evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai
evaluasi hasil (Nursalam,2016).
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasilyang dibuat pada
tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui
sejauhmana perawatan dapat dicapai dan memberikan umpa balik
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto &
Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi
sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan
cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
S : Subjek adalah informasi yang berupa ungkapan yang di dapat dari
pasien setelah tindakan dilakukan.
O: Objek adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan,penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat
setelah dilakukan tindakan
A : Analisa adalah membandingkan antara insormasi subjektif dan
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi,masalah
teratasi sebagian, muncul masalah baru.
P: Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa,baik itu rencana diteruskan,dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai)

4. Discharge
Planning Discharge Planning adalah perencanaan yang dilakukan
untuk pasien dan keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit
dengan tujuan agar pasien dapat mencapai kesehatan yang optimal dan
mengurangi lama rawat inap serta biaya rumah sakit. Sebelum
pemulangan pasiendan keluarga harus memahami dan mengetahui
cara menajemen pemberian perawatan yang dapat dilakukan di rumah
seperti perawatan pasien yang berkelanjutan, sehingga dapat
mengurangi komplikasi. Komplikasi atau kegagalan dalam
memberikan discharge planning akan beresiko terhadap beratnya
penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik, selain dari pada itu
pasien yang tidak mendapatkan discharge planning sebelum pulang
terutama pada pasien yang memerlukan perawatan di rumah seperti
konseling kesehatan atau penyuluhan dan pelayanan komunitas. Oleh
karena itu pasien perlu dipersiapkan dalam menghadapi pemulangan
(Proborini, 2019).

C. Telaah Jurnal
Pada asuhan keperawtaan pada pasien dengan stroke non hemorogik,
didapatkan beberapa artikel penelitian yang dianalisis dalam penulisan
studi

Anda mungkin juga menyukai