Anda di halaman 1dari 20

CASE STUDY

KEPERAWATAN KRITIS
“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS GAGAL JANTUNG”

Dosen Pengajar: Ifa Hafifah, S.Kep., Ns., M.kep

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Ajrina Nurwidya Sari 1810913220004


Anissa 1810913220006
Asprila Fernando 1810913210025
Indrya Anggita Sari 1810913220007
Muhammad Khairul Fikri 1810913210020
Nur Khalisah Hayati 1810913220011
Nurahmasari 1810913220001
Nuriyah Suastika 1810913220002
Seliza Usnul Dewipa 1810913220003

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
BANJARBARU
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ifa Hafifah, S.Kep., Ns., M.kep

Kelompok : 3 (tiga)

Anggota : Ajrina Nurwidya Sari 1810913220004


Anissa 1810913220006
Asprila Fernando 1810913210025
Indrya Anggita Sari 1810913220007
Muhammad Khairul Fikri 1810913210020
Nur Khalisah Hayati 1810913220011
Nurahmasari 1810913220001
Nuriyah Suastika 1810913220002
Seliza Usnul Dewipa 1810913220003

Banjarbaru, 28 Agustus 2021

Ifa Hafifah, S.Kep., Ns., M.kep

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karuniaya-Nya kami dapat menyelesaikan makalah case study
untuk mata kuliah keperawatan kritis. Makalah ini dibuat dengan tujuan
sebagai media pembelajaran dalam perkuliahan, semoga makalah ini dapat
menjadi referensi bagi pembaca.

Tim penyusun menyadari adanya keterbatasan dalam penyusunan


makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Banjarbaru, 28 Agustus 2021

Kelompok 3

iii
DAFTAR ISI

Cover....................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Gagal Jantung ........................................................................... 3
2.2 Manifestasi Klinis Gagal Jantung ......................................................... 3
2.3 Klasifikasi Gagal Jantung ...................................................................... 4
2.4 Patofisologi Gagal Jantung .................................................................... 4
2.5 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 5
2.6 Penatalaksaan ......................................................................................... 7
BAB III PATHWAY
3.1 Pathway Gagal Jantung ......................................................................... 9
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian............................................................................................. 10
4.2 Diagnosis................................................................................................ 11
4.3 Perencanaan .......................................................................................... 11
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung
dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien
jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di
rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam
setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian
gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin
bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan
infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan
penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah dikenali secara klinis,
karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit
tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini
memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta
perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas
hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit
dan meningkatkan kelangsungan hidup (Mariyono & Santoso, 2007).
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan utama di seluruh
dunia. Prevalensi gagal jantung di Asia Tenggara mencapai 3 kali lipat jika
dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika yaitu sebesar 4.5–6.7% :
0.5–2%. Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2013 menunjukkan prevalensi gagal jantung sebesar 0,3% atau
diperkirakan sekitar 530.068 orang. Meskipun manajemen farmakologis
dan medis sudah meningkat dengan pesat, namun angka kematian akibat
gagal jantung tetap tinggi yaitu mencapai 50% dalam 5 tahun sejak
diagnosa ditegakkan. Di Indonesia, angka mortalitas gagal jantung di
Rumah Sakit berkisar antara 6%-12%. Selain itu, gagal jantung merupakan
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit
(Prihatiningsih & Sudyasih, 2018).

1
Salah satu manajemen utama pada pasien gagal jantung adalah
dengan melakukan perawatan secara mandiri. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hasil perawatan pada pasien gagal jantung lebih baik
pada pasien yang terlibat dalam perawatan diri secara konsisten.
Perawatan diri (Self-Care) pada pasien gagal jantung antara lain meliputi
meminum obat secara teratur, menurunkan konsumsi garam dalam diet,
olah raga secara rutin, dan melakukan monitoring gejala secara rutin.
Program perawatan diri pada pasien dengan gagal jantung telah teruji
dapat menurunkan angka rawat ulang di Rumah Sakit, meningkatkan
kualitas hidup dan juga menurunkan kekambuhan gejala gagal jantung
(Prihatiningsih & Sudyasih, 2018).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi gagal jantung.
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal jantung.
3. Untuk mengetahui klasifikasi gagal jantung.
4. Untuk mengetahui patofisiologi gagal jantung.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang gagal jantung.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan gagal jantung.
7. Untuk mengetahui konsep asuhan gagal jantung.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung merupakan keadaan dimana jantung tidak lagi
mampu memompa darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh (forward failure) atau kemampuan
tersebut hanya dapat terjadi dengan pengisian jantung yang tinggi
(backward failure) atau dapat pula keduanya (Nukhalis dan Adista, 2020).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi-defini lain menyatakan
bahwa gagal jantug bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu
sistem organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang
ditandai dengan suatu bntuk respon hemodinamik, renal, neural, dan
hormonal serta suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
yang menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan atau hanya dapat memenuhinya dengan meningkatkan
tekanan pengisian (Muttaqin, 2012).
2.2 Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Manifestasi gagal jantung dapat diperhatikan secara relative dari derajat
latihan fisik yang diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap
latihan fisik akan semakin menurun dan gejala gagal jantung muncul lebih
awal dengan aktivitas ringan. Gejala awal yang umumnya terjadi pada
penderita gagal jantung yakni dyspnea (sesak nafas), mudah lelah dan
adanya retensi cairan. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu kondisi
mendadak bangun karena dyspnea yang dipicu oleh timbulnya edema paru
interstisial. PND merupakan salah manifestasi klinis yang spesifik dari
gagal jantung kiri.
Backward failure pada sisi kanan jantung dapat meningkatkan tekanan
vena jugularis. Penimbunan cairan dalam ruang interstisial dapat
menyebabkan edema dan jika berlanjut akan menimbulkan edema

3
anaskarsa. Forward failure pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
berkurangnya perkusi ke oragan tubuh seperti kulit pucat dan kelemahan
otot kerangka. Makin menurunnya curah jantung dapat disertai insomnia,
kegelisahan, dan kebingungan. Bahkan pada gagal jantung kronis yang
berat, dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif (Nukhalis dan
Adista, 2020).
2.3 Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya
seperti klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA). Adapun
klasifikasi gagal jantung sebagai berikut (Muttaqin, 2012):
1. Disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik
Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan aktivitas fisik.
2. Gagal jantung ringan
Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan
aktivitas fisik.
3. Gagal jantung sedang
Klien dengan kelainanjantung yang menyebabkan banyak pembatasan
aktivitas fisik.
4. Gagal jantung berat
Klien dengan kelainan jantung yang segala bentuk aktivitas fisiknya
akan menyebabkan keluhan.
2.4 Patofisiologi Gagal Jantung
Bila cadangan jantung untuk berespon terhadap stress tidak
adekuat dalam mmenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal
untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah gagal
jantung. Juga pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa dapat
mengakibatkan kegagalan. Jika cadangan jantung normal mengalami
payah dan kegagalan respons fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh
untuk mempertahankan perfusi organ vital normal. Sebagai respons
terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respons primer (Muttaqin,
2012):

4
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis.
2. Meningkatnya beban awal akibat akibat aktivasi neurohormon.
3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respons ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hamper normal
pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Akan tetapi, kelainan
pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada
keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif (Muttaqin, 2012).
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung
penegakan diagnosis gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead,
ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuclide, angiografi,
dan tes fungsi paru (jika perlu).
a. Pemeriksaan foto dada
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya pembesaran siluet
jantung (cardio thoaxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena
pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena
pulmonal lebiih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada
fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila
tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwng pada
lapangan paru yang menunjukkan adanya edema paru bermakna. Dapat
pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
b. Elektrokardiografi (EKG) 12 lead
Pada hasil pemeriksaan EKG 12 lead didapatkan gambaran
abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung,
meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.
Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan
fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya

5
menunjukkan gambaran normal, kemungkinan gagal jantung penyebab
utamanya adalah dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
c. Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran objektif mengenai
struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung susah
bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan
dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi
ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau
artitmia). Ekokardiografi dapat mengindentifikasi gangguan fungsi
sistolik, fungsi diastolic, mengetahui adanya gangguan katup,
sertamengetahui risiko emboli.
d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dilakukan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar
serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya
kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia
menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum
kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan
ginjal juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan serum kretinin setelah pemberian angiotensin converting
enzyme inhibitor dan diuretic dosis tinggi. Pada gagal jantung berat
dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian
diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring.
Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan
fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium
sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST
dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan
profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung
dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah
300 pg/ml

6
e. Pemeriksaan radionuclide
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat
mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan
diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.
f. Angiografi
Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal
jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi
yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik,
sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan
sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis)
serta pulmonary artery capillary wedge pressure.
2.6 Penatalaksanaan
a. Non Farmakologis
Terapi non-farmakologi pada penderita gagal jantung berbentuk
manajemen perawatan mandiri. Manajemen perawatan mandiri
diartikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk
kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
Manajemen perawatan diri berupa ketaatan berobat, pemantauan
berat badan, pembatasan asupan cairan, pengurangan berat badan
(stadium C), pemantauan asupan nutrisi, dan latihan fisik. Terapi
non-farmakologis juga dapat dilakukan dengan restriksi garam,
penurunan berat badan, diet rendah garam dan rendah kolesterol,
tidak merokok, dan dengan melakukan olahraga.
Pemantauan berat badan harus dilakukan oleh pasien
maupun keluarga secara rutin setiap hari untuk mengetahui jika
terdapat penambahan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, maka dokter
akan menaikan dosis diuretic untuk pasien. Pada pasien yang
obesitas juga menjadi perhatian khusus karena dapat memperburuk
gagal jantung, menambah gejala, dan mengurangi kualitas hidup
pasien. Oleh karena itu, pada kasus pasien gagal jantung dengan
obesitas direkomendasikan untuk latihan fisik ringan dan sedang.

7
b. Farmakologis
Terapi farmakologis bertujuan untuk mengatasi gejala
akibat gagal jantung dan memperlambat perburukan kondisi
jantung serta mengatasi terjadinya kejadian akut akibat respon
kompensasi jantung. Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal
jantung kronis antara lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin
converting enzyme inhibitors, blocker (carvedilol, bisoprolol,
metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine
/nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropic.
Urutan terapi pada pasien gagal jantung biasanya diawali
dengan diuretic untuk meredakan gejala kelebihan volume.
Kemudian, ditambahkan Angiotensin Receptor Blocker atau ARB
jika ACE-inhibitor tidak ditoleransi. Dosis diatur secara berathap
hingga dihasilkan curah jantung oprimal. Beta blockers dberikan
setelah pasien stabil dengan ACE-inhibitor.
c. Penanganan invasive
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon
intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter
defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta
ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai
regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan
pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan
mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan
pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok
atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device
bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang
mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi
terutama inotropik.

8
BAB III

PATHWAY

3.1 Pathway Gagal Jantung

Gagal Jantung

Kelainan multisistem

Gangguan ventrikel Gangguan Ventrikel


kiri kanan

Disfungsi sistolik Hambatan daya Ketidakmampuan


pompaa jantung kanan

Penurunan cardiac
output Sekuncup ventrikel Penimbunan darah
kanan menurun

Aktivasi system RAA hepatomegali


Volume akhir diastole
meningkat
Aliran darah Nyeri akut
Kembali ke
vaskulator pulmonal Kenaikan tekanan
atrium kanan

Kenaikan tekanan
atrium kiri Hambatan masuknya
aliran darah
Aliran darah
terhambat
Bendungan vena
sistemik
inisiasi edema

Fungsi pernapasan

Ketidakefektifan
pola nafas 9
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

DIAGNOSIS
ANALISIS DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DO:
• -

DS:
Pukul 08:00
o P: Tn.Y mengeluh
nyeri dada dan
sesak napas sejak
SMRS
o Q: seperti
menembus ke
punggung
o R: nyeri dada
sebelah kiri
menjalar ke
lengan
o S: Skala nyeri 8
o T: terasa nyeri
lebih dari 20 Agen cedera biologis Nyeri Akut
menit disertai ada
rasa mual, muntah
dan berkeringat
dingin
• Pasien mengatakan
sesak mulai
berkurang

Pukul 11.00
o P: Tn.Y
mengeluh nyeri
dada dan sesak
napas
o Q: nyeri dirasa
seperti menembus
kebelakang
o R: pada dada
sebelah kiri

10
o S: Skala 6
o T: dirasa hilanng
timbul

DO:
• Didiagnosis STEMI
• RR 28x/m (saat
istirahat)
• RR saat beraktivitas
36x/menit
• ada retraksi dinding
dada
• napas cuping hidung Ketidakefektifan pola
positif Hiperventilasi
nafas
• saat ini pasien
terpasang oksigen
dengan nasal kanul 5
lpm
• glukosa darah
sewaktu 261 mg/D1
• CKMB 41 u/1

DS: -

4.2 Diagnosis
1) Nyeri Akut (00132)
2) Ketidakefektifan pola nafas (00032)

4.3 Perencanaan

Diagnosis NOC NIC

Manajemen Nyeri
Nyeri Akut (00132) Tingkat Nyeri (2102)
Setelah dilakukan tindakan (1400)
keperawatan selama 3 x 24 • Lakukan
jam diharapkan tingkat nyeri pengkajian nyeri

menurun dengan kriteria komprehensif yang

hasil: meliputi lokasi,


karakteristik,
• Nyeri yang

11
dilaporkan dari skala onset/durasi,
1 (berat) menjadi frekuensi, kualitas,
skala 5 (tidak ada) intensitas atau
• Ekspresi nyeri wajah beratnya nyeri dan
dari skala 1 (berat) faktor pencetus.
menjadi skala 5 • Observasi adanya
(tidak ada) petunjuk nonverbal
• Pasien tidak bisa mengenai
beristirahat karena ketidaknyamanan.
nyeri dari skala 1 • Gali pengetahuan
(berat) menjadi skala pasien mengenai
5 (tidak ada) nyeri
• Gali bersama
pasien faktor-
Kontrol Nyeri (1605) faktor yang dapat
• Mampu mengenali menurunkan atau
kapan nyeri terjadi memperberat
dari skala 3 (kadang nyeri.
– kadang • Ajarkan
menunjukkan) penggunaan teknik
menjadi skala 5 non farmakologi
(secara konsisten (relaksasi).
menunjukkan)
• Mampu Pemberian Analgesik
menggunakan • Tentukan lokasi,
tindakan pencegahan karakteristik,
dari skala 2 (jarang kualitas, dan
menunjukkan) keparahan nyeri
menjadi skala 5 sebelum mengobati
(secara konsisten pasien.
menunjukkan) • Cek perrintah
• Mampu melaporkan pengobatan

12
perubahan terhadap meliputi obat,
gejala nyeri pada dosis, dan frekueni
profesional obat analgesik
kesehatan dari skala yang diresepkan.
3 (kadang – kadang • Berikan kebutuhan
menunjukkan) kenyamanan dan
menjadi skala 5 aktivitas lain yang
(secara konsisten daoat membantu
menunjukkan) relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
• Dokumentasikan
respon terhadap
analgesic dan
adanya efek
samping.
Monitor Pernafasan
Ketidakefektifan Pola Status Pernafasan (0415)
Nafas (00032) Setelah dilakukan tindakan (3350)
keperawatan selama 3 x 24 • Monitor kecepatan
jam diharapkan status irama, kedalaman,

pernafasan efektif atau tidak dan kesulitan

terganggu dengan kriteria bernafas

hasil: • Catat pergerakan

• Frekuensi pernafasan dada, catat

dari skala 1 (deviasi ketidaksimetrisan,

berat dari kisaran penggunaan otot

normal) menjadi bantu nafas, dan

skala 5 (tidak ada retraksi pada otot

deviasi dari kisaran supraclaviculas

normal) dan interkosta.

• Kepatenan jalan • Monitor pola nafas


• Monitor saturasi

13
nafas dari skala 1 oksigen pada
(deviasi berat dari pasien.
kisaran normal) • Monitor keluhan
menjadi skala 5 sesak nafas pasien,
(tidak ada deviasi termasuk kegiatan
dari kisaran normal) yang
• Kedalaman inspirasi meningkatkan atau
dari skala 1 (deviasi memperburuk
berat dari kisaran sesak nafas
normal) menjadi
skala 5 (tidak ada Bantuan Ventilasi
deviasi dari kisaran (3390)
normal) • Pertahankan
• Irama pernapasan kepatenan jalan
dari skala 1 (deviasi nafas
berat dari kisaran • Posisikan untuk
normal) menjadi meminimalkan
skala 5 (tidak ada usaha bernafas
deviasi dari kisaran • Monitor
normal) pernafasan dan
• Pernafasan cuping saturasi oksigen.
hidung dari skala 1 • Monitor efek-efek
(sangat berat) perubahan posisi
menjadi 5 (tidak ada) pada oksigenasi

14
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Gagal jantung merupakan keadaan dimana jantung tidak lagi
mampu memompa darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh (forward failure) atau kemampuan
tersebut hanya dapat terjadi dengan pengisian jantung yang tinggi
(backward failure) atau dapat pula keduanya (Nukhalis dan Adista, 2020).
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya
seperti klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA). Adapun
klasifikasi gagal jantung sebagai berikut (Muttaqin, 2012):
5. Disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik
Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan aktivitas fisik.
6. Gagal jantung ringan
Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan
aktivitas fisik.
7. Gagal jantung sedang
Klien dengan kelainanjantung yang menyebabkan banyak pembatasan
aktivitas fisik.
8. Gagal jantung berat
Klien dengan kelainan jantung yang segala bentuk aktivitas
fisiknya akan menyebabkan keluhan

15
DAFTAR PUSTAKA

Mariyono, H. H., & Santoso, A. (2007). Gagal jantung. J Peny


Dalam, 8(3), 85-94.
Prihatiningsih, D., & Sudyasih, T. (2018). Perawatan Diri Pada
Pasien Gagal Jantung. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 4(2),
140-151.
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Makassar: Salemba
Medika.
Nukhalis dan Adista, Rangga Juliar. 2020. Manifestasi Klinis dan
Tatalaksana Gagal Jantung. Volume 3 No. 3.
Saroinsong, L., Jim, E. L., & Rampengan, S. H. (2021). Diagnosis
dan Tatalaksana Terkini Gagal Jantung Akut. e-CliniC, 9(1).

Hersunarti, Nani., dkk. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal


Jantung: Edisi 2. PP PERKI.
Nurkhalis, N., & Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan
Tatalaksana Gagal Jantung. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 3(3),
36-46.

16

Anda mungkin juga menyukai