Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL & PALIATIF


“Patofisiologi Asuhan Keperawatan Dan Perawatan Paliatif Berdasarkan
Jurnal Pada Pasien Dengan Gagal Jantung Kongestif”
Dosen Pengampu: Ns. Jaka Pradika, M.Kep., WOC(ET)N

Disusun Oleh:
Kelompok 4
ALISSA SRI AULIYA (SR19213015)
DIVA SUHERIYANA (SR19213017)
FITRIANI (SR19213021)
LARASFIKA QORI AMALIA (SR19213019)
SYEVA AMALIA (SR19213025)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH-SWT, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah Keperawatan
Menjelang Ajal & Paliatif ini yang berjudul “Patofisiologi Asuhan
Keperawatan dan Perawatan Paliatif Berdasarkan Jurnal Pada Pasien
Dengan Gagal Jantung Kongestif ” ini dengan baik tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak
kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan
kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan karya makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah
yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan.
Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi
tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar
makalah ini bisa memberikan banyak manfaat buat para teman-teman.

Pontianak, 05 Oktober 2021

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
a. Tujuan Umum............................................................................................2
b. Tujuan Khusus...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Konsep Teori Keperawatan Paliatif................................................................3
B. Konsep Teori Gagal Jantung Kongestif..........................................................7
C. Konsep Asuhan Keperawatan.......................................................................16
BAB III KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL
JANTUNG KONGESTIF........................................................................22
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................37
A. Kesimpulan...................................................................................................37
B. Saran.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................38

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip
piramid dan dibungkus perikardium terletak di mediastinum pars media.
Jantung mendapat darah dari arteri koroner kanan dan kiri yang berasal dari
aorta ascendens tepat di atas katup aorta. Arteri koroner kanan berasal dari
sinus anterior aorta, sedangkan arteri koroner kiri berasal dari sinus posterior
kiri (Snell, 2011). Heart failure atau gagal jantung adalah kondisi saat pompa
jantung melemah, sehingga tidak mampu mengalirkan darah yang cukup ke
seluruh tubuh. Gagal jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, diabetes, infeksi atau radang pada
jantung, penyakit jantung bawaan, penyakit sistemik seperti sarkoidosis atau
amyloidosis, beberapa penyebab lain yang belum diketahui (idiopatik). Gagal
jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala
gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan, terjadi di dada karena
peningkatan kebutuhan oksigen (Mansjoer, 2009).
Menurut data WHO menunjukkan bahwa sebanyak 17,3 juta orang di
dunia meninggal karena penyakit kardiovaskuler dan diperkirakan akan
mencapai 23,3 juta penderita yang meninggal tahun 2020, dan lebih dari 23
juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kardiovaskuler.
Indonesia menempati nomor empat Negara dengan jumlah kematian akibat
penyakit kardiovaskuler. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
(2013), provinsi dengan prevalensi penyakit jantung koroner pada umur ≥ 15
tahun menurut diagnosis dokter ialah Provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%).
Kemudian disusul oleh Sulawesi Tengah (3,8%) dan Sulawesi Selatan (2,9%).
Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Riau (0,3%), Lampung
(0,4%), Jambi (0,5%), dan Banten (0,2%).

1
Adapun dampak yang akan terjadi bila gagal jantung tidak ditangani
dengan baik yakni fungsi jantung tentu akan makin memburuk, pompa jantung
dapat semakin berkurang dengan gejala dan tanda pembengkakan kaki dan
perut yang makin berat serta keluhan sesak yang dapat dirasakan saat istirahat.
Selain itu dapat membuat berat badan makin turun, komplikasi ke ginjal dan
liver. Pada beberapa kasus dapat terjadi stroke atau sumbatan di tempat lain
seperti kaki akibat terbentuk gumpalan darah di dalam jantung. Gangguan
irama jantung yang berakibat fatal juga dapat terjadi.
Sebagai petugas kesehatan yang berada paling lama bersama dengan
pasien, dukungan perawat sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan
perawatan paliatif. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melihat bagaimana
dukungan perawat dalam memberikan pelayanan perawatan paliatif dari
berbagai literatur.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah patofisiologi asuhan keperawatan dan perawatan paliatif
berdasarkan jurnal pada pasien dengan gagal jantung kongestif?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah melakukan perkuliahan keperawatan menjelang ajal dan paliatif
ini diharapkan mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan secara paliatif
pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
b. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan Definisi Palliative Care
2. Menjelaskan Prinsip Palliative Care
3. Menjelaskan Peran dan Fungsi Perawat Dalam Pelaksanaan Proses
Keperawatan Palitatif
4. Menjelaskan Tempat-tempat Pelayanan Paliatif
5. Menjelaskan Langkah-langkah Pelayanan Paliatif
6. Menjelaskan Definisi CHF

2
7. Menjelaskan Etiologi CHF
8. Menjelaskan Patofisiologi CHF
9. Menjelaskan Klasifikasi CHF
10. Menjelaskan Manifestasi Klinis CHF
11. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang CHF
12. Menjelaskan Perawatan Pada Pasien CHF
13. Menjelaskan Perawatan Secara Paliatif Pada Pasien CHF

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori Keperawatan Paliatif
1. Definisi Palliative Care
Menurut WHO palliative care merupakan pendekatan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah yang berkaitan dengan masalah yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan menghentikan penderitaan dengan identifikasi dan
penilaian dini, penanganan nyeri dan masalah lainnya, seperti fisik,
psikologis, sosial dan spiritual (WHO, 2017). Palliative care merupakan
sebuah pendekatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup orang-orang
dengan penyakit yang mengancam jiwa dan keluarga mereka dalam
menghadapi masalah tersebut, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial
maupun spiritual.
2. Prinsip Palliative Care
Palliative care secara umum merupakan sebuah hal penting dan bagian
yang tidak terpisahkan dari praktek klinis dengan mengikuti prinsip:
a) Fokus perawatan terhadap kualitas hidup, termasuk kontrol gejala yang
tepat.
b) Pendekatan personal, termasuk pengalaman masa lalu dan kondisi
sekarang.
c) Peduli terhadap sesorang dengan penyakit lanjut termasuk keluarga atau
orang terdekatnya.
d) Peduli terhadap autonomy pasien dan pilihan untuk mendapat rencana
perawatan lanjut, eksplorasi harapan dan keinginan pasien.
e) Menerapkan komunikasi terbuka terhadap pasien atau keluarga kepada
profesional kesehatan (Cohen and Deliens, 2012).

4
3. Peran dan Fungsi Perawat Dalam Penatalaksanaan Proses Keperawatan
Paliatif
Dalam menjalankan peran dan fungsi perawat dalam palliative care,
perawat harus menghargai hak-hak pasien dalam menentukan pilihan,
memberikan kenyamanan pasien dan pasien merasa bermartabat yang sudah
tercermin didalam rencana asuhan keperawatan. Perawat memiliki tanggung
jawab mendasar untuk mengontrol gejala dengan mengurangi penderitaan
dan support yang efektif sesuai kebutuhan pasien. Peran perawat sebagai
pemberi layanan palliative care harus didasarkan pada kompetensi perawat
yang sesuai kode etik keperawatan (Combs, et al.,2014). Perawat yang
terintegrasi harus mampu berkomuniasi dengan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya mengenai perawatan pasien dan ikut berperan serta dalam
penyediaan perawatan tersebut dengan berkolaborasi dalam membuat
rencana yang berfokus pada hasil dan keputusan yang berhubungan dengan
perawatan dan pelayanan, mengindikasikan komunikasi dengan pasien,
keluarga dan yang lainnya.
Menurut Matzo dan Sherman (2006) dalam Ningsih (2011) peran
perawat paliatif meliputi :
a) Praktik di Klinik
Perawat memanfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan
mengevaluasi keluhan serta nyeri. Perawat dan anggota tim berbagai
keilmuan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana
perawatan secara menyeluruh. Perawat mengidentifikasikan
pendekatan baru untuk mengatasi nyeri yang dikembangkan
berdasarkan standar perawatan di rumah sakit untuk melaksanakan
tindakan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan keperawatan, maka
keluhan sindroma nyeri yang komplek dapat perawat praktikkan dengan
melakukan pengukuran tingkat kenyamanan disertai dengan
memanfaatkan inovasi, etik dan berdasarkan keilmuannya.

5
b) Pendidik
Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek, etik dan diskusi
tentang penatalaksanaan keperawatan di klinik, mengkaji pasien dan
keluarganya serta semua anggota tim menerima hasil yang positif.
Perawat memperlihatkan dasar keilmuan/pendidikannya yang meliputi
mengatasi nyeri neuropatik, berperan mengatasi konflik profesi,
mencegah dukacita, dan resiko kehilangan. Perawat pendidik dengan tim
lainnya seperti komite dan ahli farmasi, berdasarkan pedoman dari tim
perawatan paliatif maka memberikan perawatan yang berbeda dan
khusus dalam menggunakan obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri
neuropatik yang tidak mudah diatasi.
c) Peneliti
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan-
pertanyaan penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditunjukan
pada pertanyaan-pertanyaan penelitian. Perawat dapat meneliti dan
terintegrasi pada penelitian perawatan paliatif.
d) Bekerjasama (Collaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota/staff dalam mengkaji bio-psiko-
sosial-spiritual dan penatalaksanaannya. Perawat membangun dan
mempertahankan hubungan kolaborasi dan mengidentifikasi sumber dan
kesempatan bekerja dengan tim perawatan paliatif, perawat memfasilitasi
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan anggota dalam
pelayanan, kolaborasi perawat/dokter dan komite penasihat. Perawat
memperlihatkan nilai-nilai kolaborasi dengan pasien dan keluarganya
dengan tim antar disiplin ilmu, dan tim kesehatan lainnya dalam
memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
e) Penasihat (Consultant)
Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan
paliatif dan komite untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam
pertemuan/rapat tentang kebutuhan-kebutuhan pasien dan keluarganya.
Dalam memahami peran perawat dalam proses penatalaksanaan

6
perawatan paliatif sangat penting untuk mengetahui proses asuhan
keperawatan dalam perawatan paliatif.
4. Tempat-tempat Pelayanan Paliatif
Berdasarkan Permenkes Nomor 812/ Menkes/SK/VII/2007 dijelaskan
tempat untuk layanan paliatif meliputi:
a) Rumah Sakit : untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang
memerlukan pengawawasan ketat, tindakan khusus atau perawalatan
khusus.
b) Puskesmas : untuk pasien yang memerlukan perawatan rawat jalan.
c) Rumah singgah / panti (hospice) : untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khsus tetapi belum
dapat dirawat dirumah karena memerlukan pengawasan.
d) Rumah pasien : untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat
tindakan khsusus atau peralatan khusus atau keterampilan perawatan
yang tidak mungkin dilakukan oleh keluarga (PERMENKES, 2007).
5. Langkah-langkah Dalam Pelayanan Paliatif
a) Menentekun tujuan perawatan dan harapan pasien
b) Membantu pasien dalam membuat advance care planning
c) Pengobatan penyakit penyerta dari aspek sosial yang muncul
d) Tata laksana gejala
e) Dukungan psikologis, kultural dan sosial
f) Respon pada fase terminal : memberikan tindakan sesuai wasiat atau
keputusan keluarga bila wasiat belum dibuat
g) Pelayanan terhadap pasien dan keluarga termasuk persiapan duka cita.
(KEMENKES, 2013).

7
B. Konsep Teori Gagal Jantung Kongestif
1. Definisi Congestive Heart Failure (CHF)
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah sindrom
klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak nafas (saat
istirahat atau saat aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung (Marulam M, 2014). Smeltzer & Bare (2013) menyatakan
gagal jantung adalah ketidakmampuan jaringan untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
jaringan. Sedangkan menurut LeMone (2012) gagal jantung merupakan
suatu sindrom kompleks yang terjadi akibat gangguan jantung yang merusak
kemampuan ventrikel untuk mengisi dan memompa darah secara efektif.
2. Etiologi
Menurut Black & Hawks (2014) penyebab CHF terbagi menjadi dua,
yaitu: faktor intrinsik yang diakibatkan oleh penyakit Arteri Koroner (PAK).
PAK mengurangi aliran darah melalui arteri sehingga mengurangi
penghantaran oksigen ke miokardium. Penyebab lain yang cukup sering
adalah infark miokardium. Selama infark miokardium, miokardium
kekurangan darah dan jaringan mengalami kematian sehingga tidak dapat
berkontraksi, miokardium yang tersisa harus melakukan kompensasi untuk
kehilangan jaringan tersebut. Penyebab lainnya adalah penyakit katup,
kardiomiopati, dan distritmia. Sedangkan, pada faktor ekstrinsik disebabkan
oleh peningkatan afterload (misalnya hipertensi), peningkatan volume
sekuncup jantung dan hypovolemia atau peningkatan preload, dan
peningkatan kebutuhan tubuh (kegagalan keluaran yang tinggi, misalnya
tiritoksitosis, kematian).
3. Patofisiologi Gagal Jantung
Menurut Price (2005) beban pengisian preload dan beban tahanan
afterload pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi
memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat
sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar
meningkatkan simpati sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat

8
dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung.
Pembebanan jantung yang berlebihan dapat meningkatkan curah jantung
menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na)
melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan
tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga
meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung.
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam
memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme
kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan
sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi maka terjadilah keadaan
gagal jantung.
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal
jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah
oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat
tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam
ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam
kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat
terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam
atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka
bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya
edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan
dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan
hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk
sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus
bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan
kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas
kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi
gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri-
kanan.

9
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan
pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel
kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi
sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastol ventrikel kanan
akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya
mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat terjadinya
kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang
meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena
kafa superior dan inferior kedalam jantung sehingga mengakibatkan
kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut
(bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila
keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat
dengan akibat timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites.
4. Klasifikasi Gagal Jantung
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas meliputi :
1) Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
2) Kelas II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau
aktivitas sehari – hari
3) Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan
4) Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
5. Manifestasi Klinis Gagal Jantung
1) Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan) kongesti jaringan
2) Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh
batuk dan sesak nafas.
3) peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema
perifer umum dan penambahan berat badan.

10
4) penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental,
keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan
oliguria (Jayanthi Niken,2010)

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
1) Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikule r, penyimpangan aksis,
iskemia,disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
2) Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
3) Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.
4) Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi
5) Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.
6) Enzim hepar
Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.
7) Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
8) Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.

11
9) Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

10) Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin


Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
11) Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung.
7. Tahapan Perawatan Pada Pasien Gagal Jantung
1) Fase manajemen penyakit kronis (NYHA III-IV)
Tujuan perawatan termasuk pemantauan aktif, terapi yang efektif
untuk memperpanjang kelangsungan hidup, control gejala, pendidikan
pasien dan pengasuh, dan didukung manajemen diri pasien diberi
penjelasan yang jelas tentang kondisi mereka termasuk nama, etiologi,
pengobatan, dan prognosisnya. Pemantauan regular dan peninjauan yang
tepat sesuai dengan pedoman nasional dan protocol local.
2) Fase perawatan suportif dan paliatif (NYHA III-IV)
Penerimaan ke rumah sakit dapat menandai fase ini seorang
professional kunci identifikasi di masyarakat untuk mengkoordinasikan
perawatan dan bekerja sama dengan spesialis gagal jantung, perawatan
paliatif, dan layanan lainnya tujuan perawatan bergeser untuk
mempertahankan control gejala dan kualitas hidup yang optimal sebuah
penilaian holistic dan multidsipliner terhadap kebutuhan pasien dan
perawat dilakukan kesempatan untuk mendiskusikan prognosis dan
kemungkinan penyakit yang dideritanya secara lebih rinci disediakan
oleh para professional, termasuk rekomendasi untuk menyelesaikan
rencana perawatan lanjutan layanan diluar jam kerja didokumentasikan
dalam rencana perawatan jika terjadi kerusakan akut.

12
13
3) Fase perawatan terminal
Indicator klinis termasuk, meskipun pengobatan maksimal,
gangguan ginjal, hipotensi, edema persisten, kelelahan, anoreksia
pengobatan gagal jantung untuk montrol gejala dilanjutkan dan status
resusitasi diklarifikasi, didokumentasikan, dan di komunikasikan kepada
semua penyedia perawatan jalur perawatan terpadu untuk orang sekarat
dapat diperkenalkan untuk menyusun perencanaan perawatan
peningkatan dukungan praktis dan emosional untuk pengasuh disediakan,
terus mendukung berkabung penyediaan dan akses ke tingkat yang sama
perawatan generalis dan spesialis untuk pasien di semua pengaturan
perawatan sesuai dengan kebutuhan mereka (Jaarsma,2009).
8. Perawatan Secara Paliatif Pada Pasien Dengan Gagal Jantung
1) Home Based Exercise Training (HBET)
Selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan untuk
bed restyang bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah
fase akut terlewati, pasien berada pada fase recovery. Pada fase ini,
bedrest menjadi suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu
menurunnya level toleransi aktivitas dan memperberat gejala gagal
jantung seperti sesak disertai batuk. Semua otot perlu dilatih untuk
mempertahankan kekuatannya termasuk dalam hal ini adalah otot jantung
(Suharsono, 2013). Pasien gagal jantung biasanya berpikiran bahwa
melakukan aktivitas termasuk latihan fisik akan menyebabkan pasien
dengan gagal jantung sesak dan timbul kelelahan, sehingga mereka
lebih memilih untuk bedrest pada fase pemulihan. Oleh karena itu, pasien
perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan
toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Kondisi yang menyebabkan
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari akan mengganggu
rutinitas pasien. Akibatnya, pasien kehilangan kemampuan
fungsional. Pada pasien gagal jantung, kapasitas fungsional sangat
berkaitan erat dengan kualitas hidup pasien. Kapasitas fungsional
dapat ditingkatkan, salah satunya dengan melakukan latihan fisik.

14
Latihan ini meliputi: tipe, intensitas, durasi, dan frekuensi tertentu sesuai
dengan kondisi pasien (Suharsono, 2013). Aktivitas dilakukan dengan
melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas, dan kelelahan.
Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantung sehingga gejala gagal
jantung semakin minimal. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara
informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik
yang terstruktur (Nicholson, 2007).
Aktivitas latihan fisik pada pasien dengan gagal jantung bertujuan
untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan
kepada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu
pasien untuk dapat kembali beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami
gangguan jantung (Arovah, 2010).
Home-Based Exercise Training (HBET) dapat menjadi salah satu
pilihan latihan fisik dan alternatif solusi rendahnya partisipasi pasien
mengikuti latihan fisik. Pasien yang stabil dan dirawat dengan baik dapat
memulai program homebased exercise training setelah mengikuti tes
latihan dasar dengan bimbingan dan instruksi. Tindak lanjut yang sering
dilakukan dapat membantu menilai manfaat program latihan di rumah,
menentukan masalah yang tidak terduga, dan akan memungkinkan pasien
untuk maju ke tingkat pengerahan yang lebih tinggi jika tingkat kerja
yang lebih rendah dapat ditoleransi dengan baik (Piepolli, 2011).
Menurut Suharsono (2013), intervensi yang dilakukan berupa home
based exercise training berupa jalan kaki selama 30 menit, 3 kali dalam
seminggu selama 4 minggu dengan intensitas 40-60% heart rate reserve,
dan peningkatan kapasitas fungsional dilakukan dengan Six Minute
Walk Test (6MWT).
2) Terapi Penyekat Beta Sebagai Anti-Remodelling
Gagal jantung merupakan sindrom kompleks yang
ditunjukkan dengan gejala seperti sesak napas saat beraktivitas dan
membaik saat beristirahat, tanda retensi cairan berupa kongesti pulmoner,
edema ekstremitas, serta abnormalitas struktur dan fungsi jantung.

15
Keadaan tersebut berhubungan dengan penurunan fungsi pompa jantung.
Penurunan fungsi pompa jantung dapat terjadi akibat infark miokard,
hipertensi kronis, dan kardiomiopati. Dalam hal ini, jantung mengalami
remodelling sel melalui berbagai mekanisme biokimiawi yang kompleks
dan akhirnya menurunkan fungsi jantung. Metroprolol merupakan salah
satu jenis ß-blocker yang berfungsi meningkatkan fungsi jantung dengan
menghambat remodelling pada jantung. Metoprolol secara
signifikan meningkatkan fungsi ventrikel dosis tinggi 200 mg (n=48)
sebagai terapi anti-remodelling, terbukti dengan penurunan LVESV 14
mL/m2 dan peningkatan EF sebanyak 6% (Amin, 2015).
Berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung oleh (Siswanto dkk,
2015) bahwa penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.
b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA).
c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak
ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat).
Kontraindikasi pemberian penyekat β yaitu:
a. Asma
b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
(tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit).
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung yaitu:
a. Inisiasi pemberian penyekat β.
b. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada
pasien dekompensasi secara hati-hati.
c. Naikan dosis secara titrasi.

16
d. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi
simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit).
e. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai
dosistarget atau dosis maksimal yang dapat di toleransi.
Efek tidak menguntungkan yang dapat timbul akibat pemberian
penyekat β adalah:
a. Hipotensi simtomatik
b. Perburukan gagal jantung
c. Bradikardia
3) Pengaruh Latihan Nafas Dalam Terhadap Sensitivitas Barofleks Arteri
Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan
yang berdampak pada kualitas hidup klien. Salah satu kerusakan yang
terjadi adalah kerusakan pada baroreflek arteri. Baroreflek arteri
merupakan mekanisme dasar yang terlibat dalam pengaturan tekanan
darah. Hasil penerapan evidance based nursing, latihan nafas dalam dapat
memberikan pengaruh terhadap sensitivitas barorefleks. Hasil setelah
diberikan intervensi selama seminggu terdapat peningkatan tekanan
darah sistolik dari 80 mmHg menjadi 100 mmHg, nilai denyut nadi
mengalami penurunan dari 88 kali/menit menjadi 80kali/menit dan pada
frekuensi pernafasan terjadi penurunan dari 24 kali/menit menjadi 18
kali/menit.
Sensitivitas baroreflek dapat ditingkatkan secara signifikan dengan
bernapas lambat. Hal ini menunjukkan adanya hubungan peningkatan
aktivitas vagal dan penurunan simpatis yang dapat menurunkan denyut
nadi dan tekanan darah. Penurunan tekanan darah dan reflek kemoresptor
juga dapat teramati selama menghirup nafas secara lambat dan dalam.
Metode latihan relaksasi nafas dalam adalah dalam sistem saraf manusia
terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf
pusat adalah mengendalikan gerakan yang dikehendaki, misalnya
gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom berfungsi

17
mengendalikan gerakan yang otomatis misalnya fungsi digestif dan
kardiovaskuler. Sistem saraf otonom terdiri dari dua sistem yang
kerjanya saling berlawanan yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Saraf simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-
organ tubuh meningkatkan denyut jantung dan pernapasan serta
menimbulkan penyempitan pembuluh darah perifer dan pembesaran
pembuluh pusat. Saraf parasimpatis bekerja menstimulasi naiknya semua
fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Pada waktu orang
mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf
simpati ssehingga denyut jantung, tekanan darah, jumlah pernafasan,
aliran darah keotot sering meningkat (Balady, 2007).

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
b. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas.
c. Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
secara PQRST
d. Riwayat penyakit dahulu
Pernah dialami & pengobatan
Dirawat & lamanya
Alergi, Status Imunisasi
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :
1) Situasi tempat kerja dan lingkungannya
2) Kebiasaan dalam pola hidup pasien
3) Kebiasaan merokok

18
g. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :
1) Aktivitas/istirahat
Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan
terusmenerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada pada saat
beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat.
2) Sirkulasi
Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut,
episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki,
abdomen.
3) Integritas Ego
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang
berhubungan dengan penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya
perawatan medis)
4) Eliminasi
Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna
gelap, suka berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi.
5) Makanan/cairan
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu
mual/muntah, bertambahnya berat badan secara signifikan.
6) Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien
yaitu selama aktivitas perawatan diri.
7) Neurosensori
Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan
terkadang mengalami pingsan.
8) Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas dan sakit pada otot

19
9) Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
10) Masalah Psikososial
Pasien terlihat cemas terhadap masalah penyakit yang dideritanya
11) Masalah Spiritual
Pasien biasanya kehilangan semangat untuk menjalankan ibadahnya.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien dengan gagal jantung
biasanya didapatkan kesadaran yang baik atau compos mentis dan
akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat
2) B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronchi
basah halus secara umum terdengar pada posterior paru.
3) B2 (Bleeding)
Inspeksi : Terdapat distensi vena jugularis, edema, pitting edema.
Palpasi : Perubahan nadi yang cepat dan lemah, pulsus alternans.
Auskultasi : Terdengar suara crackles pada paru-paru.
Perkusi : Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).
4) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien :
wajah meringis, merintih, menangis, gelisah.
5) B4 (Bladder)

20
Pemantauan adanya oliguria sebagai tanda awal syok kardiogenik.
Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang
parah.
6) B5 (Bowel)
Klien biasanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta
penurunan berat badan.
7) B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian ini
adalah kulit klien terasa dingin dan mudah lelah.
2. Diagnosa
a. Nyeri dada akut berhubungan dengan penurunan suplai darah ke
miokardium
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pada paru
(perubahan membran kapiler-alveolar)
c. Ansietas berhubungan dengan penyakit terminal
3. Intervensi
Adapun intervensi keperawatan pada klien dengan gagal jantung
kongestif menurut NANDA (2013), adalah sebagai berikut :
a. Nyeri dada akut berhubungan dengan penurunan suplai darah ke
miokardium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
nyeri klien teratasi dengan kriteria hasil :
1) Penurunan rasa nyeri dada (nyeri dada berkurang)
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Wajah rileks
4) Tidak terjadi penurunan perfusi perifer
Intervensi :
a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.

21
Rasional : untuk mendapatkan data mengenai nyeri dan untuk
menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri yang dialami
oleh klien.
c) Minta klien untuk melaporkan nyeri (skala 0-10) atau
ketidaknyamanan dengan segera.
Rasional : Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak.
d) Bantu klien untuk mengatur posisi fisiologis
Rasional : posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan
yang mengalami iskemia
e) Istirahatkan klien
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema pada paru
(perubahan membran kapiler-alveolar)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
gangguan pertukaran gas pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Sesak napas berkurang
3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas
4) Analisa gas darah dalam batas normal
Intervensi
a) Kaji suara paru, frekuensi napas, kedalaman dan usaha napas.
Rasional : mengetahui keefektifan dari pertukaran gas pada klien
b) Pantau saturasi O2 dan pantau analisa gas darah klien
Rasional : saturasi O2 digunakan untuk mengetahui tingkat oksigenasi
pada jaringan dan analisa gas darah digunakan untuk mengetahui
perburukan pernapasan, misalnya kadar PaO2 yang rendah dan
PaCO2 yang tinggi.
c) Pantau kadar elektrolit

22
Rasional : mencegah trjadinya asidosis yang dapat memperberat
keadaan
d) Pantau status mental (misalnya, tingkat kesadaran, gelisah dan
konfusi)
Rasional : penurunan perfusi oksigen ke otak dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
e) Meninggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional : memaksimalkan potensial ventilasi
c. Ansietas berhubungan dengan penyakit
Tujuan : Tidak mengalami kecemasan
Kriteria hasil : Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan
gangguan, menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal,
tanggung jawab, peran dan gaya hidup
Intervensi :
1) Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya, dengan cara :
a) Berikan kepastian dan kenyamanan
b) Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan
c) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan
yang berhubungan dengan pengobatannya
d) Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif
2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya
rendah atau sedang
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan
ketakutanketakutan mereka
4) Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif
4. Evaluasi
a. Nyeri dada teratasi
b. Sesak nafas pasien teratasi
c. Ansietas berkurang

23
BAB III
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL
JANTUNG KONGESTIF
Tn. S berumur 50 tahun dirawat di Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan
diagnosa medis Gagal Jantung dan sudah dirawat di RS selama 1 minggu. Klien
belum pernah di rawat di RS. Dari hasil pengkajian klien mengatakan nyeri dada
sebelah kiri menjalar sampai punggung sejak 3 hari yang lalu. Klien merasa
sangat cemas terhadap kondisinya sekarang karena penyakit yang bertambah
parah dan kondisinya semakin lemah. Klien mengatakan ada anggota keluarganya
yang menderita penyakit keturunan yaitu hipertensi.
A. Pengkajian
1. Biodata
Identitas Klien
1) Nama : Tn. S
2) Umur : 50 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
6) Kawin/Belum : kawin
7) Pendidikan : Tamat SMK
8) Pekerjaan : Buruh
9) Alamat : Sidomukti
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri menjalar ke punggung sejak 3
hari yang lalu. Nyeri bertambah apabila dibuat aktivitas dan berkurang bila
saat istirahat.
P : Nyeri karena penyakit
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dada sebelah sebelah kiri tembus sampai punggung
S : Skala 7
T : Nyeri bertambah apabila sedang beraktivitas

24
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS pada tanggal 17 september 2016 dengan keluhan dada
nyeri sebelah kiri menjalar punggung, pusing, keringat dingin menyebabkan
pasien dan keluarga khawatir dengan kondisi pasien saat ini. Pasien sangat
cemas dengan kondisinya saat ini yang tak kunjung sembuh. Dan sekarang
pasien dirawat di RS MARGONO SOEKARJO dengan diagnosa Gagal
Jantung .
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien pernah menderita penyakit Hipertensi 1 tahun yang lalu dan belum
pernah di rawat di Rumah Sakit. Pasien tidak punya riwayat alergi terhadap
obat ataupun makanan dan pasien sudah diimunisasi lengkap. Pasien
mengkonsumsi obat-obatan : cefotaxime 2x1 gr, ranitidin 2x1 ampul (iv),
furosemid 2x2 tablet, ketorolak 2x1 ampul (iv)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan dari orang tua ada yang menderita penyakit hipertensi
yaitu dari Bapak. Pasien memiliki empat orang anak, satu laki-laki dan tiga
perempuan.
6. Riwayat Psikososial
a. Bahasa yang digunakan
Pasien menggunakan bahasa indonesia dan jawa
b. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya karena tidak kunjung
sembuh dan semakin parah
c. Konsep diri :
1) Body image
Pasien menerima kondisinya saat ini dan bersyukur kepada Tuhan
karena telah diberi umur panjang.
2) Ideal diri
Pasien berkeinginan agar anak-anaknya menjadi orang yang sukses
dan memiliki pekerjaan yang mapan.
3) Harga diri

25
Pasien merasa dihargai dan dihormati oleh keluarganya.
4) Peran diri
Pasien berperan sebagai seorang Bapak
5) Personal identity
Pasien adalah seorang Laki-laki sekaligus Bapak yang memiliki 4
orang anak
d. Keadaan emosi
Keadaan emosi pasien labil, pasien kadang merasa cemas karena
kondisinya.
e. Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara
Pasien merespon lawan bicaranya
f. Hubungan dengan keluarga
Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik, pasien selalu
menceritakan setiap kejadian kepada keluarganya
g. Hubungan dengan saudara
Hubungan pasien dengan saudara baik-baik saja
h. Kegemaran / hobby
Pasien memiliki hobi membaca koran
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
Kebiasaan
a) Pola makan : Nasi, lauk, sayur-sayuran
b) Frekuensi makan : 3 x sehari
c) Nafsu makan : Baik
d) Makanan pantang : tinggi garam
e) Minuman dalam sehari : 8 gelas/hari

26
Selama di rumah sakit
a) Pola makan : pemberian makanan tambahan yang
banyak mengandung kalium
b) Frekuensi makan : 3 x sehari
c) Makanan pantang : tinggi garam
d) Minuman dalam sehari : 5-6 gelas/hari
b. Eliminasi
1) Buang Air Kecil
Kebiasaan
a) Frekwensi : 5 – 6 x/hari
b) Warna : Kuning
c) Bau : Pesing
Perubahan selama di RS
a) Frekwensi 4-5 kali/hari, BAK sering dimalam hari
b) Karasteristik warna urine klien gelap bau khas
2) Buang Air Besar
Kebiasaan
a) Frekwensi : 1 x/sehari
b) Warna : Kuning
c) Konsistensi : Keras
Perubahan selama di RS
a) Frekwensi : 1 x dalam 3 hari
b) Konsistensi : Lembek
c. Olahraga dan Aktivitas
1) Klien tidak suka olah raga
2) Klien tidak mampu melakukan aktifitas dan merasa nyeri pada bagian
dada

27
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat √
tidur
Berpindah √
Ambulasi √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dibantu Sebagian
2 : Dibantu Orang Lain
3 : Dibantu Orang Lain dan Alat
4 : Ketergantungan Total
d. Istirahat dan Tidur
Kebiasaan :
1) Tidur malam jam 21.00 bangun jam 05.00
2) Tidur siang jam 14.00 bangun jam 15.00
3) Klien tidak mudah terbangun.
Perubahan selama di rumah sakit :
1) Tidur malam kadang-kadang jam 23.00 bangun jam 05.00
2) Klien sulit tidur karena cemas dan takut
e. Personal Hygiene
Kebiasaan :
1) Mandi 2 x sehari.
2) Menyikat gigi 2 x sehari
3) Mencuci rambut 2 x seminggu memakai shampoo
Selama di rumah sakit
1) mandi 2 kali sehari diseka ditempat tidur, ganti baju di bantu kelu
arga/perawat

28
8. Pemeriksaan Fisik
a. BB : 60Kg, TB : 175cm
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda vital
TD : 150/100 mmHg S : 37 0 C
N : 105 x/menit P : 28 x/menit
d. Kepala
Inspeksi :
1) Kulit kepala : Nampak bersih
2) Warna rambut : hitam sedikit beruban
3) Distribusi rambut : Merata
Palpasi :
1) Tidak ada rasa nyeri tekan pada kepala
2) Tidak ada massa atau benjolan
3) Rambut mudah rontok
e. Muka
Inspeksi :
1) Muka nampak simetris kiri dan kanan
2) Tidak nampak benjolan pada dahi
3) Warna kulit sama sekitarnya
Palpasi :
1) Tidak ada massa atau benjolan pada dahi.
2) Tidak ada nyeri tekan
f. Mata
Inspeksi :
1) Palpebra : Tidak nampak ada oedem
2) Sclera : Tidak icterus
3) Conjungtiva : merah muda
4) Pupil : Isokor
5) Bola mata : Dapat bergerak ke segala arah

29
Palpasi :
1) Tidak ada nyeri tekan pada bola mata
2) Tidak ada peningkatan tekanan intra okuler
g. Hidung
Inspeksi :
1) Lubang hidung simetris kiri dan kanan
2) Tidak nampak adanya deviasi pada septum
3) Tidak ada peradangan atau lesi
4) Mukosa hidung tampak lembab
Palpasi :
1) Tidak ada rasa nyeri tekan pada sinus maxillaris, etmoidalis, frontalis.
2) Tidak teraba adanya massa atau benjolan.
h. Telinga
Inspeksi :
1) Tidak ada pengeluaran cairan pada lubang telinga
2) Tidak tampak adanya serumen
3) Tidak ada peradangan atau lesi
4) Nampak simetris kiri dan kanan
5) Klien tidak memakai alat bantu pendengaran
Palpasi :
1) Tidak ada nyeri tekan pada tragus dan pinna
2) Tidak ada nyeri tekan pada mastoid
i. Rongga mulut
Inspeksi :
1) Gusi :
a) Berwarna merah
b) Tidak ada peradangan
2) Lidah : nampak agak kotor
3) Bibir : membran mukosa bibir kering, pucat

30
j. Leher
Inspeksi :
1) Tidak nampak adanya pembesaran pada kelenjar limfe
2) Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Tidak tampak adanya bendungan pada vena jugularis
4) Tidak ada peradangan atau lesi.
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar lymfe.
2) Tidak teraba adanya pembesaran pada kelenjar tyroid
3) Tidak teraba adanya bendungan pada vena jugularis
4) Tidak teraba adanya kelenjar atau massa.
k. Thoraks dan paru
Inspeksi :
1) Bentuk dada normal chest/simetris kiri dan kanan
2) Pergerakan dada mengikuti irama pernafasan
3) Irama pernafasan teratur
4) Frekuensi pernafasan 22 x/menit
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya massa atau benjolan
2) Ada nyeri tekan pada dada
Auskultasi :
1) Bunyi pernafasan Sonor/timpani pda lapang kanan dan kiri
2) Tidak ada bunyi tambahan
l. Jantung
Inspeksi :
1) Konjungtiva tidak anemis, bibir dan kuku tidak ada sianosis. Tidak
nampak ictus cordis, tidak nampak dextro cordia
Perkusi :
1) Terjadi pembesaran jantung (ketika di perkusi bunyi dullnes ada
siantar ICS 2-7).

31
Auskultasi :
1) Bunyi gallop tidak ditemukan, bunyi jantung murmur, bunyi S1 dan
S2 melemah
m. Abdomen
Inspeksi :
1) Tidak nampak adanya massa atau benjolan
2) Tidak ada bekas luka di perut
3) Nampak simetris kiri dan kanan
Auskultasi :
1) Peristaltik usus 6 x/menit
2) Bunyi bising usus tidak terdengar
Perkusi :
1) Bunyi tympani : Pada kwadran kiri atas, bawah, sisi kanan atas bunyi
pekak.
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya massa/benjolan
2) Hati dan lympa tidak teraba
3) Tidak ada nyeri tekan pada abdomen
n. Ekstremitas
1) Ekstrimitas atas
Inspeksi :
a) Nampak simetris kiri dan kanan
b) Tidak ada atrofi atau oedema
c) Nampak fleksi pada sendi kiri dan kanan
d) Kuku nampak agak kotor
Palpasi :
a) Tidak teraba adanya benjolan
b) Tidak ada nyeri tekan
c) Tidak ada bunyi krepitasi

32
2) Ekstrimitas bawah
Inspeksi :
a) Nampak simetris kiri dan kanan
b) Tidak ada oedema atau pembengkakan
Palpasi
a) Tidak teraba adanya massa atau benjolan
b) Tidak ada nyeri tekan
c) Tidak ada bunyi krepitasi
9. Harapan klien/ keluarga sehubungan dengan penyakit
Keluarga dan klien berharap bahwa klien akan mendapatkan pelayanan yang
baik dan akan segera sembuh.
B. Analisis Data
N DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
O
1 DS Nyeri Akut Agen Injury
1. Pasien mengatakan nyeri pada Biologis
dada sebelah kiri
P : Nyeri karena Gagal Jantung
Q : Seperti ditusuktusuk
R : nyeri dada sebelah sebelah kiri
tembus sampai punggung
S : Skala 7
T : Nyeri bertambah apabila
sedang
beraktivitas

DO
1. Pasien kelihat menyeringai
kesakitan, keluar keringat
dingin dan terlihat pucat.
2 DS Cemas Kondisi yang
1. Pasien mengatakan merasa tidak dapat
khawatir karena kondisi diperkirakan
penyakitnya yang semakin
memburuk.
DO
1. Pasien nampak cemas,
mengeluarkan kringet dingin
TD : 160/100 mmHg
R : 22x/menit

33
N : 96x/menit
3 DS Gangguan Kecemasan
1. Pasin mengeluh tidak dapat Pola Tidur
tidur karena rasa cemas terhapat
kondisinya dan menyatakan
tidak fresh sesudah tidur
DO
1. Pasien nampak lemas, lesu dan
terdapat lingkaran hitam
disekitar mata.

C. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuty biologis
2. Cemas berhubungan dengan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut
akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan

D. Intervensi
N NOC NIC
O
1 NOC Pain Manajement
Pain Level 1. Lakukan pengkajian
Pain Control nyeri secara
Comfort Level komprehensif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Jelaskan pada pasien
1x24 jam diharapkan nyeri akut berkurang penyebab nyeri.
dengan kriteria hasil : 3. Kolaborasi dokter
1. Klien mampu mengontrol nyeri pemberian obat anti
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang analgetik
3. Mampu mengenali nyeri 4. Lakukan teknik
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri nonfarmakoligis
berkurang (relaksasi,nafas dalam)
5. Tingkatkan istirahat
2 NOC Anxiety Reduction

34
Anxity Self-Control (Penurunan
Anxiety Level Coping Kecemasan)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan
1x24 jam diharapkan kecemasan teratasi yang menyenangkan
dengan kriteria hasil : 2. Nyatakan dengan jelas
1. Klien mampu mengidentifikasi dan harapan terhadap
mengungkapkan gejala cemas perilaku pasien
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan, 3. Jelaskan semua
dan menynjukan tekhnikuntuk prosedur dan apa yang
mengontrol cemas dirasakan selama
3. TTV dalam batas normal prosedur
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 4. Temani pasien untuk
tubuh, dan tingkat aktivitas memberikan
menunjukan berkurangnya kecemasan keamanan dan
mengurangi ketakutan
5. Libatkan keluarga
untuk mendampingi
klien
6. Identifikasi tingkat
kecemasan bantu
pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
3 Noc Sleep Enhancemen
Anxiety Reduction 1. Jelaskan pentingnya
Comfort Level tidur yang adekuat
Pain Level 2. Fasilitasi untuk
Rest : Extent and Pattern mempertahankan
Sleep : Extent and Pattent aktivitas sebelum tidur
Setalah dilakukan tindakan keperawatan ( membaca)

35
1x24 jam diharapkan pola tidur pasien 3. Ciptakan lingkungan
teratasi dengan kriteria hasil : 1. Jumlah yang nyaman
jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari 4. Kolaborasi dokter
2. Pola tidur, kualitas dalam batas normal pemerian obat tidur
3. Perasaan fres sesudah tidur/istirahat 4.
Mampu mengidentifikasi hal-hal yang
meningkatkan tidur

E. Implementasi
N IMPLEMENTASI RESPON
O
1 Monitor TTV S : 37 °C
N : 22x/menit
R : 96x/menit
TD :160/100mmHg
2 Mengajarkan teknik guide Pasien kooperatif ketika sedang
imaginary dilakukan teknik guide imaginary
3 Menciptakan lingkungan yang Suasana mulai tenang
nyaman
4 Mengobservasi kecemasan Pasien mengatakan cemas dengan
pasien kondisinya yang semakin memburuk
5 Memberi support mental pada
pasien
6 Kolaborasi dengan dokter Obat masuk
pemberian obat analgetik

F. Evaluasi
Dx Catatan Perkembangan
I S : Pasien mengatakan masih nyeri dada
P : Nyeri karena penyakit
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dada sebelah kiri menjalar sampai punggung
S : Skala 6
T : Nyeri bertambah apabila sedang beraktivitas

O : Pasien terlihat menahan nyeri dan terlihat pucat


A : Masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan tekhnik nonfarmakoligis (relaksasi,masase punggung)

II S : Pasien mengatakan rasa cemas sedikit berkurang

36
O : Pasien nampak tenang, N 84x/menit, S 36,6°C, TD 140/90 mmHg
A : Tujuan tecapai sebagian
P : Lanjutkan intrvensi
1. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
ketakutan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
III S : Pasien mengatakan belum bisa tidur nyenyak
O : Pasien terlihat kurang fresh, lemas dan lesu
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
(membaca)

37
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan
kegagalan jantung dalam memompa pasokan darah yang dibutuhkan tubuh. Hal
ini dikarenakan terjadi kelainan pada otot-otot jantung sehingga jantung tidak
bisa bekerja secara normal.
Jantung memiliki empat ruang yang memiliki tugas masing-masing, yaitu
serambi kanan dan kiri yang berada di bagian atas, serta bilik kanan dan kiri
yang ada di bagian bawah. Berdasarkan letak ruang jantung tersebut, gagal
jantung kongestif bisa dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu sebelah kiri, kanan,
dan campuran. Terdapat tiga aspek penting dalam menanggulangi gagal
jantung yaitu pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan
faktor pencetus.
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa keperawatan seharusnya lebih mengembangkan
pengetahuan tentang bagaimana perawatan secara paliatif pada klien dengan
gagal jantung. Sedangkan sebagai perawat, kita perlu melakukan asuhan
keperawatan yang teroganisir untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
memberikan hasil yang berdampak terhadap pasien.
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Jantung
dengan tepat sehingga dapat mencegah terjadinya kegawatdaruratan dan
komplikasi yang tidak diinginkan.

38
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H. Z., & Hasan, I. (2015). Penyekat Beta sebagai Terapi Anti-Remodeling
pada Gagal Jantung. eJournal Kedokteran Indonesia.
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari -
Desember 2006. Semarang: UNDIP
Arovah, N. I. (2010). Program latihan fisik rehabilitatif pada penderita penyakit
jantung. Medikora, (1).
Black, J.M & Hawks J. H (2014). Keperawatan medikal bedah:
managemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8 Jilid 1.
Singapura: Elsevier.
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih


Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Figueroa, Michael, S,. Peters, Jay, I . (2006). Congestive Heart Failure: Diagnosis
Pathophysiology Therapy and Implications for Respiratory Care.
Respiratory Care. 51 (4). 403-412
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantungkongestif/
(diakses pada 6 Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes Ri
Mansjoer, A. dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Edisi 3. Jakarta:
Media Asculapias, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
Mansjoer, Arif., 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK

UI press.pp78-88.
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
MenKes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 377/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Perekam
Medis
dan Informasi Kesehatan. Jakarta
NANDA, NIC NOC. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional : Edisi Revisi Jilid 1 dan Jilid 2. Mediaction publishing.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U.,
Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, D. A.,Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer & Bare. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 12. Jakarta: EGC.

39
Smeltzer, Suzane C. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth :
Edisi 8. Alih Bahasa Agung Waluyo. (et al) ; editor edisi bahasa Indonesia

Monica Ester. (et al). Jakarta : EGC


Suharsono, T. (2013). Dampak home based exercise training terhadap kapasitas
fungsional pasien gagal jantung. Jurnal Keperawatan, 4(1).
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

40

Anda mungkin juga menyukai