Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PRILAKU


PENCEGAHAN DIABETES MILETUS DI JAKARTA TIMUR

Dosen Pembimbing :

Titi Indriyati, SKM.,M.Epid

Kelompok :

Alvian Fauzhan (1032161008)

Arif Efendi (10321610

Ary Rachmat Kusuma (1032161047)

Ombun Fajar M Lubis (10321610

Nurkholis Wadud (1032161045)

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI SERJANA


KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMAD HUSNI THAMRIN
JAKATRA TIMUR TAHUN 1440 H /2019 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur penulis
ucapkan karena akhirnya penyusunan proposal ini dapat diselesaikan. Solawat dan salam
penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang penuh ilmu pengetahuan. Dengan penuh kesadaran penulis
yakin bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam penyusunan proposal yang berjudul
“ Hubungan Pengetahuan Individu dengan Prilaku Pencegahan Terhadap Diabetes
Miletus Di Jakarta Timur ”

Penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan mengenai
penyakit diabetes baik bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mohon maaf
apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan baik disengaja
maupun tidak disengaja.

Jakarta, 15 April 2019

Penulis

2|UNIVERSITAS MH THAMARIN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang

Rumusan masalah

BAB II TINJAUAN TEORI

3|UNIVERSITAS MH THAMARIN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari
orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya berkembang lambat. Ada
empat jenis utama penyakit tidak menular adalah penyakit kardiovaskular (seperti serangan
jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit paru obstruktif
kronis dan asma) dan diabetes melitus (DM). PTM merupakan penyebab utama kematian di
semua daerah kecuali Afrika, tapi proyeksi saat ini menunjukkan bahwa pada tahun 2020
peningkatan terbesar dalam kematian PTM akan terjadi di Afrika. Di negara Afrika kematian
karena PTM diproyeksikan melebihi kematian dari penyakit menular, gizi dan kematian ibu
dan perinatal sebagai penyebab paling umum kematian pada tahun 2030 (WHO, 2013).
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan
dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu
bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam
pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan
di Indonesia (Kemenkes, 2011).

Diabetes Melitus (DM) merupakan sekumpulan gejala yang muncul pada seseorang yang
disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa darah akibat dari penurunan sekresi insulin yang
progresif (ADA, 2015). Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2008). Berdasarkan Perkeni tahun 2011
Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan
karakteristik hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang
tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan
gangren.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 menunjukan jumlah penderita
diabetes militus di Dunia sekitar 200 juta jiwa dan diprediksikan akan meningkat dua kali
lipat mencapai 366 juta jiwa tahun 2030 (WHO, 2011). Di Asia Tenggara terdapat 12,3 juta

4|UNIVERSITAS MH THAMARIN
jiwa pada tahun 2011 diperkirakan meningkat menjadi hingga 19,4 juta jiwa pada tahun 2020
(WHO, 2011). Di asia tenggara terdapat 46 juta dan di perkirakan meningkat 119 juta jiwa.
Di indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 di perkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030
(WHO, 2008)

Berdasarkan problem data Internasional Diabetes Federation (IDF) tingkat prevelensi global
penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia dan mengalami
peningkatan 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah
insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55 % (592 juta) diantara usia penderita
DM 40-59 tahun (IDF , 2013). Menurut Internasional of Diabetic Federation (IDF) (2015)
tingkat prevalensi global penderita diabetes melitus di Asia Tenggara pada tahun 2014 adalah
sebesar 8,3%. Kematian akibat diabetes melitus pada penderita yang berusia 60 tahun adalah
53,8%. Diprediksi pada tahun 2035 prevalensi DM di Asia Tenggara meningkat menjadi
10,1%. Berdasarkan IDF Atlas pada tahun 2015, indonesia menempati pringkat ke 7 dunia, di
dunia untuk prevelensi penderita diabetes tertinggi di dunia bersama dengan china, india,
amerika serikat, brazil, rusia dan meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes
sebesar 10 juta.

Menurut Kemenkes (2013) Diabetes sendiri merupakan penyakit yang disebakan oleh
tingginya kadar gula darah akibat gangguan pada pankreas dan insulin. Di Indonesia, data
Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi Diabetes di Indonesia dari
5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data
International Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang
Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta. Seperti kondisi di dunia, Diabetes kini
menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Data Sample Registration
Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab kematian terbesar
nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah Stroke (21,1%) dan penyakit
Jantung Koroner (12,9%). Bila tak ditanggulangi, Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan
produktivitas, disabilitias, dan kematian dini (Kemenkes.2016). Meningkatnya jumlah
penderita DM juga terjadi di Indonesia, menurut data profil kesehatan Indonesia tahun 2012
menunjukkan bahwa penyakit DM menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyakit utama di
rumah sakit di seluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Pada tahun 2013, proporsi penduduk
Indonesia yang berusia > 15 tahun dengan DM adalah 6,9 persen. Prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta 2,6%, DKI jakarta 2,5%, Sulawesi
Utara 2,4%, dan Kalimantan timur 2,3%. Prevelensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau

5|UNIVERSITAS MH THAMARIN
berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi utara 3,6%,
Sulawesi Selatan 3,4%, dan Nusa Tenggara Timur 3,3% (Kemenkes, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Nina Rahmadiliyani dan Abi Muhlisin (2010) mengenai
pengetahuan tentang penyakit dan komplikasi DM di Puskesmas Gatak Sukoharjo
menunjukan tingkat pengetahuan pasien DM tentang penyakit DM masih cukup banyak yang
kurang, dimana yang memiliki pengetahuan yang baik 9,5%, pengetahuan sedang 47,6%, dan
tingkat pengetahuan kurang 42,9% dan pasien dengan kad ar glukosa darah terkendali baik
terdapat 7,1%, terkendali sedang 52,4 %, dan terkendali kurang 40,5%. Didapatkan mayoritas
responden memiliki tingkat pengetahuan Baik dengan Perilaku yang Baik yaitu sebanyak 25
orang (30,12%) dengan p-value 0,000 (<0,05) yang artinya terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan dan perilaku pencegahan terjadinya luka kaki diabetik. Sedangkan 30 orang
(36,14%) yang dinyatakan memiliki sikap positif namun perilaku kurang dengan p-value
0,000 (<0,05) yang artinya terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan
terjadinya luka kaki diabetik.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa DKI Jakarta kini menempati
peringkat pertama sebagai kota dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi di Indonesia.
Dibandingkan dengan data tahun 2013, persentase prevalensi diabetes melitus di Jakarta
meningkat sebesar 0,9 persen dalam kurun waktu lima tahun dari 2,5 persen menjadi 3,4
persen. Catur Laswanto, Asisten Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
mengatakan bahwa saat ini kesadaran penduduk Jakarta untuk datang ke Posbindu (Pos
Pembinaan Terpadu) masih rendah. Di sisi lain, gaya hidup masyarakat Jakarta termasuk
berisiko tinggi terkena diabetes. Terbukti 60 persen penderita diabetes di Jakarta dilaporkan
memiliki obesitas sentral. "Orang Jakarta banyak yang mengalami kegemukan. Ada
kecenderungan, orang daerah yang datang ke Jakarta akan bertambah gemuk. Kita pernah
membandingkan orang Kupang yang ke Jakarta, ternyata mengalami penambahan lingkar
perut setengah sentimeter setiap tahun," papar. Catur. Pemerintah Jakarta, menurut Catur,
tengah gencar menghidupkan budaya olahraga. Misalnya melalui banyak perlombaan di
tingkat kelurahan dan kecamatan, yang tidak sekadar mengejar prestasi namun lebih untuk
menggerakan masyarakat.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui masalah diabetes
militus dengan topik “Hubungan Pengetahuan Individu Dengan Prilaku Pencegahan
Terhadap Diabetes Militus Di Jakarta Timur Tahun 2019”.

6|UNIVERSITAS MH THAMARIN
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan di atas diketahui bahwa jumlah penyandang diabetes di Indonesia


sangat besar dan merupakan beban yang yang harus ditangani, mengingat diabetes
merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup penyandangnya, dan pentingnya pengetahuan tentang diabetes
militus untuk menurunkan angka penderita diabetes di Indonesia oleh karena itu penulis ingin
mengetahui mengenai “Hubungan Pengetahuan Individu Dengan Prilaku Pencegahan
Terhadap Diabetes Miletus Di Jakarta Timur Tahun 2019 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Individu Dengan
Prilaku Pencegahan Terhadap Diabetes Miletus Di Jakarta Timur Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memberikan informasi tentang diabetes militus dan cara pencegahannya di jakarta


timur.
2. Melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan masyarakat di jakarta timur
dengan penyakit diabetes militus.
3. Mencegah penigkatan penyakit diabetus militus di kawasan kecamatan ciracas jakarta
timur.
4. Diketahuinya hubungan pengetahuan masyarakat tentang diabetes militus di jakarta
timur tahun 2019

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi instansi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan informasi dan referensi kepustakaan
untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Hubungan Pengetahuan Individu Dengan Prilaku
Pencegahan Terhadap Diabetes Miletus Di Jakarta Timur.

1.4.2 Bagi masyarakat

7|UNIVERSITAS MH THAMARIN
Memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan masyarakat dan instansi terkait khususnya
di jakarta timur mengenai Hubungan pengetahuan individu dengan prilaku pencegahan
terhadap diabetes miletus.

1.4.3 Bagi Peneliti

Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk memperluas pengetahuan dan wawasan secara
langsung, melaksanakan penelitian, dan menyusun laporan hasil penelitian. Penelitian ini
juga diharapkan mampu menambah dan memperkaya ilmu dalam keperawatan, serta dapat
digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan yaitu mengenai hubungan pengetahuan individu dengan prilaku
pencegahan terhadap diabetes militus di jakarta timur Tahun 2019. Penelitian ini dilakukan
dengan desain penelitian cross sectional. Metode pengambilan data yang digunakan adalah
data primer dengan melakukan wawancara langsung kepada sasaran dan sekunder dengan
memberikan quesioner tentang diabetes militus.

8|UNIVERSITAS MH THAMARIN
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi

Diabetes melitus berasal dari kata diabete yang artinya penerusan atau pipa untuk
menyalurkan air atau mengalir terus dan melitus artinya manis, sehingga penyakit ini sering
disebut kencing manis. Penyakit DM merupakan penyakit gangguan metabolik terutama
metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau ketiadaan hormoninsulin
dari sel beta pankreas, atau akibat gangguan fungsi insulin atau keduanya.

Diabetes Melitus merupakan penyakit menahun degeneratif yang ditandai dengan adanya
kenaikan kadar gula di dalam darah yang disebabkan oleh kerusakan kelenjar pankreas
sebagai penghasil hormon insulin sehingga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang dapat menimbulkan berbagai keluhan serta komplikasi.

2.1.2 Klasifikasi

2.1.2.1 Diabetes Melitus Tipe I

DM tipe I juga disebut insulin dependen diabetes melitus (IDDM) atau DM dengan
ketergantungan insulin karena pankreas sejak awal tidak menghasilkan insulin. Dm tipe I
cenderung diturunkan , tidak ditularkan, terjadi pada usia dini yaitu anak atau remaja (11-13
tahun) biasanya ada riwayat orang tua atau keluarga yang menderita DM. Kaum pria sebagai
penderita sesungguhnya dan perempuan sebagai pihak pembawa gen atau keturunan.

Dilaporkan ada kasus DM tipe I pada bayi beberapa hari setelah lahir dan balita, tetapi
kasusnya sangat jarang.

Sering mengalami infeksi karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa

2.1.2.2 Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes Melitus Tipe II atau Non insulin dependen diabetes melitus (NIDDM) atau DM
tanpa ketergantungan insulin. Penyakit terjadi karena produk insulin dari pankreas berkurang
diikuti berkurangnya kepekaan jaringan tubuh terhadap insulin dan terjadi pada usia dewasa.

2.1.2.3 Diabetes Melitus Gestational

9|UNIVERSITAS MH THAMARIN
Diabetes Melitus Gestational yaitu penyakit diabetes melitus yang terjadi pada kehamilan;
sebenarnya kehamilannya sendiri normal, tetapi terjadi kegagalan dalam mempertahankan
kadar gula darah normal.

2.1.3 Etiologi

Menurut American Diabetes Association, 2010 adalah sebagai berikut:

2.1.3.1 Diabetes tipe I (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):

1. Autoimun
2. Idiopatik

Pada Diabetes tipe I (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering ternyata pada usia remaja.
Lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara
permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat
diproduksikan. Hanya sekitar 10% dari semua penderita Diabetes Melitus menderita tipe
I. Diabetes tipe I kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa
faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi dapat menyebabkan penghancuran
sel penghasil insulin di pankreas. (Merck, 2008).

2.1.3.2 Diabetes tipe II (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai
defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek skresi insulin disertai resistensi insulin).

Diabetes tipe II (Diabetes Non Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya
dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari
normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa
yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia.
Obesitas adalah faktor resiko utama pada diabetes tipe II. Dengan persentasi 80% sampai
dengan 90% dari penderita diabetes tipe II mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan
sesitivitas insulin menurun maka dari itu orang yang mengalami obesitas memerlukan insulin
yang berjumlah sangat besar untuk menormalkan kadar gula dalam darah.

2.1.3.3 Diabetes Melitus Gestasional

1. Idiopatik

10 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
Kondisi ini diduga terkait dengan perubahan hormon dalam masa kehamilan. Plasenta
akan memproduksi hormon estrogen, HPL (Human Placental Lactogen), termasuk
hormon yang membuat tubuh kebal terhadap insulin.

2.1.4 Patofisiologi

2.1.4.1 Patofisiologi DM tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang memproduksi
insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang
ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO,
2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun
2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet
pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi
selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat
terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin.
Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin
yang menggunakan obat oral.

2.1.4.2 Patofisiologi DM tipe 2

Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh
tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai
dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014).
Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga
menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel
(CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk
merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat
menjadi alternatif.

2.1.4.3 Patofisiologi Diabetes Gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan saat
kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang
terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA,
2014).

2.1.5 Tanda dan Gejala Penyakit Diabetes Melitus

11 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
2.1.5.1 Diabetes Melitus Tipe I

1. Serangan cepat karena tidak ada produksi insulin.


2. Terjadinya polyphagia karena sel-sel dalam tubuh kekurangan energi.
3. Terjadinya polydipsia karena usaha tubuh untuk membuang glukosa.
4. Terjadinya polyuria karena usaha tubuh untuk membuang glukosa.
5. Terjadinya penurunan berat badan karena glukosa tidak bisa masuk dalam sel.

2.1.5.2 Diabetes Melitus Tipe II

1. Serangan lambat karena masih terproduksinya insulin meski hanya sedikit.


2. Terjadinya polydipsia karena usaha tubuh untuk membuang glukosa.
3. Terjadinya polyuria karena usaha tubuh untuk membuang glukosa.
4. Infeksi kandida karena bakteri dapat bertahan hidup lebih lama akibat kelebihan
glukosa.

2.1.5.3 Diabetes Melitus Gestasional

1. Asimtomatik.
2. Beberapa pasien mungkin mengalami polydipsia karena tubuh berusaha membuang
glukosa.

2.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi yang di sebabkan dari penyakit diabetes melitus adalah dehidrasi, nafas berbau,
mual, muntah, nafas dalam dan semakin cepat, keadaaan yang sangat lemah, penyakit arteri
koroner, nefrofati, neuropati dan retinopati.

Diabetes Melitus dapat menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia, melalui dari kulit
sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi itu diantaranya :

1. Sistem kardiovaskular : hipertensi, infark miokart dan insufiensi koroner.


2. Mata : retinopati diabetika dan katarak.
3. Saraf : neropati dianbetika.
4. Paru-Paru : TBC.
5. Ginjal : pielonefritis dan glomeluruskelrosis.
6. Hati : sirosis hepatitis.
7. Kulit : gangren dan furunkel.

12 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
2.1.7 Discharge Planning

1. lakukan olahraga secara brutin dan pertahankan berat badan ideal secara rutin.
2. kurangi mengkonsumsi makanan yang bbanyal mengandung gula dan karbohidrat.
3. jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena hal ini dapat
menyebabkan ketidakstabilan kadar gula ddarah.
4. pelajari mencegah infeksi: kebersihan kaki, hindari perlukaan.
5. perbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung serat.
6. hindari minuman yang mengandung beralkohol dan kurangi konsumsi garam.
7. hindari konsumsi makan yang tinggi lemak dan yang banyak mengandung kolesterol.

2.2 Strategi Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe II

Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum yang meliputi:
pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat pertama (primary
prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat
kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosa dini serta pengobatan yang tepat,
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya
cacat dan rehabilitasi (Noor, 2002).

2.2.1 Pencegahan Tingkat Dasar

Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah terjadinya resiko
atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara
umum. Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau
perilaku hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah resiko terhadap
penyakit dengan melestarikan perilaku atau kebutuhan hidup sehat yang dapat mencegah atau
mengurangi tingkat resiko terhadap suatu penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit
secara umum. Umpamanya memelihara cara masyarakat pedesaan yang kurang mengonsumsi
lemak hewani dan banyak mengonsumsi sayuran, kebiasaan berolahraga dan kebiasaan
lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat resiko yang rendah terhadap penyakit (Noor,
2002). Bentuk lain dari pencegahan ini adalah usaha mencegah timbulnya kebiasaan baru
dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang bertumbuh untuk tidak meniru atau
melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap beberapa penyakit.

13 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama pada kelompok masyarakat berusia muda dan
remaja dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula (Noor, 2002).

2.2.2 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah agar tidak timbul
penyakit diabetes mellitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes adalah faktor
keturunan, faktor kegiatan jasmani yang kurang, faktor kegemukan, faktor nutrisi berlebih,
faktor hormon, dan faktor lain seperti obat-obatan. Faktor keturunan jelas berpengaruh pada
terjadinya diabetes mellitus. Keturunan orang yang mengidap diabetes (apalagi kalau kedua
orangtuanya mengidap diabetes, jelas lebih besar kemungkinannya untuk mengidap diabetes
daripada orang normal). Demikian pula saudara kembar identik pengidap diabetes hampir
100% dapat dipastikan akan juga mengidap diabetes pada nantinya (Sidartawan, 2001).
Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi faktor lingkungan
(kegemukan, kegiatan jasmani kurang, nutrisi berlebih) merupakan faktor yang dapat diubah
dan diperbaiki. Usaha pencegahan ini dilakukan menyeluruh pada masyarakat tapi
diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang beresiko
tinggi untuk kemudian mengidap diabetes. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk
mengidap diabetes adalah orang-orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya, yang
mengalami perubahan perilaku/gaya hidup ke arah kegiatan jasmani yang kurang, yang juga
mengidap penyakit yang sering timbul bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan darah
tinggi dan kegemukan. Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi
penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara
memberikan pedoman : 1) Mempertahankan perilaku makan seharihari yang sehat dan
seimbang dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi
lemak dan karbohidrat sederhana. 2) Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan
umur dan tinggi badan. 3) Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan
kemampuan.

2.2.3 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary prevention)

Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan menderita
penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan
tepat.Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adanya penemuan penderita secara aktif
pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala, penyaringan (screening) yakni
pencarian penderita dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak pada penduduk

14 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
secara umum pada kelompok resiko tinggi dan pemeriksaan kesehatan atau keterangan sehat
(Noor, 2002). Upaya pencegahan tingkat kedua pada penyakit diabetes adalah dimulai
dengan mendeteksi dini pengidap diabetes. Karena itu dianjurkan untuk pada setiap
kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan
penyaringan glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang memiliki resiko tinggi diabetes
dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai diabetes akan dapat
ditindaklanjuti, sampai diyakinkan benar mereka mengidap diabetes. Bagi mereka dapat
ditegakkan diagnosis dini diabetes kemudian dapat dikelola dengan baik, guna mencegah
penyulit lebih lanjut (Sidartawan, 2001).

2.2.4 Pencegahan Tingkat Ketiga

Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan dengan sasaran


utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya
penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utama adalah
mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti perawatan dan pengobatan khusus pada
penderita diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, gangguan saraf serta mencegah terjadinya
cacat maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitas (Noor, 2002).

Upaya ini dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah
terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penyulit diabetes ada beberapa macam, yaitu:

1. Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.


2. Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.
3. Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan cuci darah.
4. Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah. Untuk mencegah
terjadinya kecacatan, tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini penyulit diabetes,
agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah (Sidartawan, 2001).

Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi beberapa jenis
pemeriksaan, yaitu:

1. Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.


2. Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan batuk
kronik.
3. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.

15 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
4. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan kaki
yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan
kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.

2.3 Konsep Pengetahuan

2.3 Konsep Dasar Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,dan sebagainya). Dengan sendirinya,
pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata
(Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia (2011), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses
pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan
faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. Pengetahuan
adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang (Agus, 2013).

Hubungan pengehuan dgn DM: cari artikel

2.3.2 Proses Terjadinya Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011) pengetahuan mengungkapkan bahwa sebelum orang


mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai berikut :

1. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui


terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek).

16 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
2. Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap obyek
mulai timbul.
3. Menimbang - nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya stimulasi tersebut
bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki.
5. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.

2.3.3 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai
6 tingkatan yaitu:

2.3.3.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, pada
tingkatan ini reccal (mengingat kembali) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsang yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan ini adalah yang paling
rendah.

2.3.3.2 Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar tentang
objek yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh dan lain-lain.

2.3.3.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontak atau situasi
yang lain.

2.3.3.4 Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-
komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu

17 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

2.3.3.5 Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan


bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini
suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap
suatu teori atau rumusan yang telah ada.

2.3.3.6 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuksan penilaian terhadap suatu materi
atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Dari teori tingkat pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahauan memiliki 6
tingkatan pengetahuan dimana tingkat pengetahuan tersebut diantaranya tingkat pertama tahu
setelah mendapatkan pengetahuan, tingkat kedua memahami pengetahuan yang didapatkan,
tingkat ketiga dapat mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, tingkat
keempat mampu menjabarkan suatu materi atau menganalisis, tingkat kelima dapat
mensintesis atau menunjukan kemampuan untuk meringkas suatu materi, dan tingkat
pengetahuan yang keenam seseorang mempunyai kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi.

2.3.4 Jenis Pengetahuan

Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka


ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan.

Jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut:

2.3.4.1 Pengetahuan Implisit

Pengetahuan implisit adalan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman
seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi,
persfektif, dan prinsip. Biasanya pengalaman seseorang sulit untuk ditransfer ke orang lain
baik secara tertulis ataupun lisan.

18 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
Contoh seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun ternyata ia
merokok.

2.3.4.2 Pengetahuan Eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau tersimpan


dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan
dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh seseorang yang telah
mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan dan ia tidak merokok (Agus, 2013).

2.3.5 Cara Memperoleh Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai
macam sumber, misalnya: media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan,
media poster, kerabat dekat dan sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (2012) dari berbagai macam cara yang telah di gunakan untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua
yakni:

2.3.5.1 Cara Tradisional atau Non Ilmiah

Cara tradisional terdiri dari empat cara yaitu :

1. Trial and Error


Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya
peradaban. Pada waktu itu bila seseorang menghadapi persoalan atau masalah, upaya
yang dilakukan hanya dengan mencoba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan
dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil maka di coba kemungkinan yang lain sampai
berhasil. Oleh karena itu cara ini disebut dengan metode Trial (coba) dan Error (gagal
atau salah atau metode coba salah adalah coba-coba).
2. Kekuasaaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan tradisi yang
dilakukan oleh orang, penalaran, dan tradisi-tradisi yang dilakukan itu baik atau tidak.
Kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga
terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dari

19 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
sumbernya berbagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan ini dapat berupa
pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama,
pemegang pemerintahan dan sebagainya.
3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Adapun pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru terbaik”. Pepatah ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
4. Jalan Pikiran
Sejalan perkembangan kebudayaan umat kebudayaan umat manusia cara berpikir
umat manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan manusia telah menjalankan jalan pikirannya, baik melalui
induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya adalah cara melahirkan
pemikiran secara tidak langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan.

2.3.5.2 Cara Modern atau Cara Ilmiah

Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah yang
disebut metode ilmiah. Kemudian metode berfikir induktif bahwa dalam memperoleh
kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, membuat catatan terhadap
semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati (Notoatmodjo, 2012).

2.3.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sebagai berikut:

2.3.6.1 Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam
dan diluar sekolah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan
adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidian seseorang semakin mudah orang
tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan semakin
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat
mengenai kesehatan. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal,

20 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang
suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek
inilah akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak
aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap makin positif
terhadap objek tersebut.

Buat artikel tentang pendidikan

2.3.6.2 Informasi/Media Massa

Informasi adalah adalah suatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan
informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu, informasi juga dapat didefinisikan sebagai
suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,
mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu (Undang-
Undang Teknologi Informasi). Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan
menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sehingga sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru
bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

2.3.6.3 Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih baik, terhadap berbagai
informasi, termasuk kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

2.3.6.4 Sosial, Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan orang-orang tidak melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya

21 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya
suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

2.3.6.5 Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.

2.3.6.6 Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manisfestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang
kerja.

2.3.6.7 Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan
semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya
upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan
kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap
tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut :

1. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai semakin
banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan.
2. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena telah
mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan IQ akan
menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan

22 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
yang lain, seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat
ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia
(Agus, 2013).

2.3.7 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang
isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuan
harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan (Agus, 2013).

Skala ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk angka-angka yang menggunakan
alternatif jawaban serta menggunakan peningkatan yaitu kolom menunjukkan letak ini maka
sebagai konsekuensinya setiap centangan pada kolom jawaban menunjukkan nilai tertentu.
Dengan demikian analisa data dilakukan dengan mencermati banyaknya centangan dalam
setiap kolom yang berbeda nilainya lalu mengalihkan frekuensi pada masing-masing kolom
yang bersangkutan. Disini peneliti hanya menggunakan 2 pilihan yaitu: “Benar” (B) dan
“Salah” (S).

23 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
Kerangka Teori

Teori lawrence green

1. Faktor predisposisi

 Pengetahuan individu
 Sikap
 Kepercayaan
 Tradisi
 Norma sosial
Teori Prilaku
2. Faktor pendukung

 Sarana dan prasarana


pelayanan kesehatan
 Fasilitas umum

3. Faktor pendorong

 Sikap dan prilaku


petugas kesehatan

Kerangka Konsep

Prilaku Pencegahan
Pengetahuan
Diabetes Militus

24 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
DAFTAR PUSTAKA

Sutedjo. 2010. 5 Strategi Penderita Diabetes Melitus Berusia Panjang. Yogyakarta :


Kanisius

Irwan. 2016. Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : Deepublish

American Diabetes Association (2010). Diagnosis And Clasification Of Diabetes, Diabetes


Care 1 Januari 2014 Vol : 27

Hasnah. 2009. Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II. Media Gizi Pangan, Vol. Vii, Edisi 1,
Januari – Juni 2009

Nanda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa Medis.Yogyakarta:


Mediakson

Canadian Diabetes Association.(CDA) (2013). Definition, Classification and diagnosis of


Diabetes, Prediabetes and metabolic syndrome, Canadian Journal of Diabetes, Vol 37: S8-
S11

National Institute for Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). (2014). Cause
of diabetes. NIH Publication.

Perdana, Asriany Ananda, Dkk.2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit DM


Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Padda Pasien DM Tipe 2 Di RSU PKU
Muhammadiah Surakarta.Biomedik. 5(2):17-18.

Ratag,T Budi.2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Militus


Tipe 2 Di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado.2-3.

Arda, Darmi. 2016. Pengetahuan Perawat Tentang Penggunaan Insulin Pada Pasien
Diabetes Militus Di RS Islam Faisal Makasar.Jkshsk.2:922-929.

Khairani. 2012. Pengetahuan Diabetes Militus Dan Upaya Pencegahan Pada Lansia Di Lam
Bheu Aceh Besar. Idea Nursing Jurnal.3(3):57-58.

Lathifah, Lailathul Nur. 2017. Hubungan Durasi Penyakit Dengan Kadar Gula Darahdengan
Keluhan Subyektif Penderita Daiabetes Militus.Jurnal Berkala Epidemiologi.5(2):231-239.

25 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N
Sutikno, Ekawati.2016. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Diabetes Militus
Dan Gaya Hidup Dengan Tipe Diabetus Militus Di Puskesmas Wonodadi Kabupaten
Blitar.1(1):14-15.

Samorda, L Yoseph.2013. Prevelensi Penyakit Tidak Menular Tahun 2012-2013 Di


Kecamatan Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara Sulawesi Utara..7-9.

http://www.depkes.go.id/article/print/16040700002/menkes-mari-kita-cegah-diabetes-dengan-
cerdik.html (diakses tanggal 6-april-2019 pukul 16:44)

http://www.depkes.go.id/article/print/1637/penyakit-tidak-menular-ptm-penyebab-kematian-
terbanyak-di-indonesia.html (diakses tanggal 6-april-2019 pukul 16:51)

http://scholar.unand.ac.id/37723/2/BAB%20I.pdf (diakses pada 6-april-2019 pukul 16:35)

26 | U N I V E R S I T A S M H T H A M A R I N

Anda mungkin juga menyukai