Dosen pembimbing:
Di susun oleh:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Keperawatan Gerontik
tentang “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PPOM” Makalah ini kami membuat
semaksimal mungkin. Maksud dan tujuan kami menyelesaikan tugas makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu dari tugas kelompok yang di berikan pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik serta tanggung jawab kami pada tugas yang di berikan.
Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan di mana kami sadar bahwasanya kami pun
hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanyalah milik Allah ‘Azza Wa Jalla hingga dalam pembuatannya masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan senantiasa kami terima dan
evaluasi diri.
Kami hanya bisa berharap, bahwa di balik ketidaksempurnaan pembuatan tugas makalah ini
ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat bahkan hikmah bagi kami, pembaca dan
bagi seluruh mahasiswa Universitas Mohammad Husni Thamrin.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
D. Evaluasi ........................................................................................................................... 40
BAB IV .................................................................................................................................... 41
PENUTUP................................................................................................................................ 41
A. Kesimpulan...................................................................................................................... 41
B. Saran ................................................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 42
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) merupakan salah satu kelompok penyakit
tidak menular yang menjadi masalah di bidang kesehatan baik di Indonesia maupun di
dunia. PPOM adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran napas dan paru yang ditandai
oleh adanya hambatan aliran udara yang bersifat persisten dan progresif sebagai respon
terhadap partikel atau gas berbahaya. Karakteristik hambatan aliran udara PPOM biasanya
disebabkan oleh obstruksi saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan kerusakan saluran
parenkim (emfisema) yang bervariasi antara setiap individu (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2011).
Penyebab utama PPOM adalah tembakau (pengguna maupun perokok pasif). WHO
memperkirakan bahwa kematian akibat penggunaan tembakau akan meningkat menjadi
8,4 juta kematian per tahun pada tahun 2030. Penyebab PPOM lainnya adalah paparan
polusi udara di dalam ruangan seperti penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak
dan memanaskan. Hampir 3 miliar orang di dunia menggunakan biomassa dan batubara
sebagai sumber energi untuk memasak, memanaskan dan untuk kebutuhan rumah tangga
lainnya, dalam hal ini polusi udara dalam ruangan dapat meyebabkan PPOM (WHO,
2015). Di tahun 2012 lebih dari 3 juta orang meninggal disebabkan karena PPOM, yaitu
sebesar 6% dari semua kematian di seluruh dunia. Lebih dari 90% kematian akibat PPOM
terjadi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2015).
1
sekitar 7,9 %, berdasarkan pekerjaan prevalensi tertinggi terjadi pada buruh yaitu sekitar
4,7 %, berdasarkan tempat tinggal prevalensi kejadian penyakit PPOM tertinggi terjadi
pada penduduk yang tinggal di daerah perdesaan sekitar 4,5 % (RISKESDAS. 2013).
Berdasarkan data yang kami uraikan kami kelompok tiga keperawatan gerontik ingin
membuat makalah keperawatan gerontik yang berjudul Asuhan Keperawatan Gerontik
Pada Penyakit PPOM.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari lansia ?
2. Batasan usia berapakah dikatakan lansia ?
3. Apa saja ciri-ciri lansia ?
4. Bagaiman perubahan yang terjadi pada lansia ?
5. Apa definisi dari penyakit PPOM?
6. Apa etiologi dari PPOM ?
7. Bagaimana manifestasi yang terjadi pada penyakit PPOM ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan gerontik dengan penyakit PPOM ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi lansia.
2. Untuk mengetahui batasan usia lansia.
3. Untuk mengetahui ciri- ciri dari lansia.
4. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lansia
5. Untuk mengetahui definisi dari penyakit PPOM.
6. Untuk mengetahui etiologi dari PPOM
7. Untuk Mengetahui manifestasi yang terjadi pada penyakit PPOM.
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gerontik pada lansia.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Menua
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang
No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional
yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UndangUndang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin
membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin
bertambah. (Kholifah, 2016)
Menua atau menjadi tua menurut Nugroho (2000) dalam Kholifah (2016) adalah suatu
keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua.
2. Batasan Lansia
a) WHO (1999) menjelaskan dalam Kholifah (2016) batasan lansia adalah sebagai
berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun
2) Usia tua (old) :75-90 tahun
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b) Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
3
3. Ciri- Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016) adalah sebagai berikut :
4
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Azizah dan Lilik M (2011) menyatakan, Semakin bertambahnya umur manusia terjadi
proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan
pada diri manusia.
5
keinginan yang kadangkadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personality), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
B. Konsep PPOM
1. Definisi PPOM
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah penyakit kronis saluran napas yang
ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif
lambat (semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh pajanan faktor risiko
seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan. Didefinisikan sebagai
PPOM jika pernah mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan atau
bertambah dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami
sesak napas disertai batuk berdahak dan nilai Indeks Brinkman ≥200. (RISKESDAS.
2013).
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Grace &
Borlay. 2011).
PPOM (penyakit paru obstruktif kronik) adalah penyakit radang paru-paru yang
disebabkan oleh paparan inhalasi jangka panjang terhadap zat berbahaya seperti asap
tembakau. PPOM ditandai oleh obstruksi aliran udara yang ireversibel seperti yang
ditunjukkan oleh tes fungsi paru. Obstruksi aliran udara progresif dan disebabkan oleh
kompleks efek lesi jalan nafas perifer dan lesi emfisematosa yang berkontribusi
terhadap patologi dalam berbagai rasio. Secara klinis, PPOM ditandai dengan dispnea
saat aktivitas dan batuk kronis dan produksi sputum yang onset dan perkembangannya
bertahap (Masyarakat Jepang. 2010).
6
2. Faktor risiko PPOM
a. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab yang terpenting dari PPOK
daripada faktor penyebab lainnya. Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi
dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Seseorang yang lebih sering menghisap
rokok jenis non filter lebih berisiko terkena PPOK 1-2 kali lipat dibandingkan
seseorang yang menghisap rokok jenis filter (Sinta Dwi, 2012).
b. Faktor penjamu (host)
Faktor pejamu (host) meliputi usia, genetik, hiper responsif jalan napas (akibat
pajanan asap rokok atau polusi) dan pertumbuhan paru (masa kehamilan, berat lahir
dan pajanan semasa anak-anak, penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan
paru) (Kemenkes RI, 2008). Faktor genetik yang utama adalah defisiensi α1-
antitripsin (alfa 1-antiprotase) α1-antitripsin adalah protein serum yang diproduksi
oleh hepar dan pada keadaan normal terdapat di paru untuk menghambat kerja enzim
elastase neutrofi l yang destruktif terhadap jaringan paru. Penurunan kadar α1-
antitripsin sampai kurang dari 35% nilai normal (150-350 mg/dL) menyebabkan
proteksi terhadap jaringan parenkim paru berkurang, terjadi penghancuran dinding
alveoli yang bersebelahan, dan akhirnya menimbulkan emfisema paru (Megantara
Supriyadi, 2013).
c. Jenis kelamin
Faktor risiko jenis kelamin sebenarnya belum diketahui secara pasti kaitannya dengan
PPOK. Jenis kelamin pada PPOK ini dikaitkan dengan konsumsi rokok, dimana lebih
banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Sebanyak 54,5
% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan yang merokok
(Kemenkes RI, 2008).
d. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi dianggap sebagai faktor yang meningkatkan risiko PPOK. Hal ini
berkaitan dengan kemiskinan karena pemenuhan status gizi, kepadatan pemukiman,
paparan polusi, akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, dan infeksi (GOLD,
2015).
e. Status pekerjaan
Status pekerjaan adalah jenis pekerjaan seseorang dalam melakukan pekerjaan di
suatu unit usaha/kegiatan (BPS, 2001 dalam Suparyanto, 2010). Seseorang yang
memiliki masalah kesehatan disfungsi paru akan semakin berisiko untuk menderita
7
penyakit PPOK jika terpapar debu berbahaya dalam melakukan pekerjaanya. Hal ini
dikarenakan debu yang dihasilkan dari proses pekerjaan tersebut akan mengendap dan
dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan paru.
Pengaruh partikel yang terhirup oleh sel pernafasan tergantung pada sifat fisik dan
sifat kimia partikel serta tergantung kepada kepekaan orang yang menghirup partikel
tersebut (Djojodibroto, 2009 dalam Helmi Niagara, 2013)
f. Faktor lingkungan
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) dan polusi di luar ruangan
(outdoor). Polusi udara dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan fungsi
tubuh, termasuk gangguan faal paru. Polusi udara juga dapat meningkatkan kejadian
asma bronkial dalam masyarakat (Kemenkes RI, 2008).
g. Riwayat penyakit saluran pernafasan
Seseorang yang pernah menderita penyakit saluran pernafasan sebelumnya (asma,
bronkhitis, dan emfisema) dapat menjadi faktor risiko timbulnya PPOK (GOLD,
2015).
h. Infeksi
Infeksi (virus dan bakteri) dapat berkontribusi pada patogenesis dan perkembangan
PPOK serta peradangan pada saluran napas. Infeksi pernafasan sebelumnya pada
masa anak-anak berkaitan dengan berkurangnya fungsi paruparu dan meningkatkan
gejala pernapasan di masa dewasa. Diagnosis infeksi berat meningkat pada anak-anak
yang memiliki hiperesponsif jalan nafas, hal tersebut dianggap sebagai faktor risiko
untuk PPOK. Kerentanan yang disebabkan infeksi virus mungkin terkait dengan
PPOK. Riwayat tuberkulosis (TB) telah ditemukan terkait dengan obstruksi napas
pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 Tahun (GOLD, 2015).
3. Etiologi
a. PPOM ditandai dengan peningkatan respons inflamasi oleh saluran udara dan paru-
paru disebabkan oleh zat berbahaya seperti asap tembakau.
b. Peningkatan respons inflamasi menyebabkan ketidakseimbangan protease /
antiprotease dan ketidakseimbangan oksidan / antioksidan, dan, pada gilirannya,
merusak saluran udara dan paru-paru.
8
c. Hipotesis baru mengenai patogenesis PPOM-nya, termasuk hipotesis apoptosis, juga
telah diusulkan (Masyarakat Jepang. 2010).
4. Manifestasi PPOM
Manifestasi PPOM yang paling umum adalah batuk, dispnea, mengi, dan peningkatan
produksi dahak. Itu kondisinya progresif dan efek kumulatifnya menjadi lebih
melumpuhkan seiring bertambahnya usia orang tersebut. Konsekuensi fungsional
PPOM untuk orang dewasa yang lebih tua termasuk lebih lama dan lebih sering. Sejak
awal tahun 2000-an, jumlah absolut dari kasus PPOM, penerimaan rumah sakit, dan
kematian lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria, meskipun fakta bahwa
wanita kurang terdiagnosis (Carrasco-Garrido et al., 2009; CDC, 2008)
5. Pathofisiologi
a. Kondisi patologis dasar yang menyebabkan dispnea saat aktivitas pada PPOM adalah
aliran udara obstruksi dan hiperinflasi paru yang dinamis.
b. Hipersekresi lendir saluran napas menyebabkan batuk kronis dan produksi dahak,
tetapi memang demikian tidak terjadi pada semua pasien PPOM.
c. Distribusi rasio ventilasi-perfusi yang tidak merata menyebabkan hipoksemia. Dalam
kasus yang parah, hiperkapnia akibat hipoventilasi alveolar juga diamati.
d. Kasus parah dipersulit oleh hipertensi paru, yang perkembangannya mengarah ke cor
pulmonale. Penyebab utama hipertensi paru adalah pulmonal hipoksia vasokonstriksi.
e. Dalam beberapa kasus, sulit untuk membedakan PPOM dari asma refraktori dengan
sedikit reversibilitas.
f. PPOM ditandai dengan adanya komorbiditas sistemik. PPOM seharusnya dianggap
sebagai gangguan sistemik yang membutuhkan penilaian tingkat keparahan yang
komprehensif dan pengobatan. Penting juga memperhatikan komplikasi paru seperti
paru-paru kanker dan pneumotoraks.
Patofisiologi pada pasien PPOK menurut The Global Initiative for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease 2017 sebagai berikut :
1. Keterbatasan aliran udara dan air trapping
9
3. Hipersekresi mukus
4. Hipertensi pulmoner
5. Eksaserbasi
6. Gangguan sistemik
Untuk mencapai tujuan manajemen, penting untuk membuat rencana untuk mengevaluasi
gejala, tindak lanjut, penghindaran faktor risiko, manajemen selama periode stabil, dan
manajemen selama eksaserbasi.
b. Penghentian Merokok
1) Merokok mempercepat perkembangan disfungsi pernapasan. Penghentian
merokok memperlambat perkembangan disfungsi pernapasan dan mengurangi
kematian.
2) Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling penting, manjur, dan hemat
biaya intervensi untuk mengurangi risiko pengembangan PPOM dan
memperlambat perkembangannya.
10
3) Merokok pada dasarnya adalah bentuk kecanduan narkoba, yaitu kecanduan
nikotin. Bahkan berhenti merokok selama 3 menit dari dokter telah dilakukan
dilaporkan meningkatkan angka berhenti merokok.
4) Terapi berhenti merokok difasilitasi dengan menggunakan kombinasi terapi
perilaku dan terapi farmakologis.
5) Pasien rawat jalan dengan kecanduan nikotin yang memenuhi kriteria kelayakan
dapat menerima terapi berhenti merokok yang ditanggung oleh Asuransi
Kesehatan Nasional Jepang.
Klasifikasi stadium PPOM belum tentu informatif sehubungan dengan tingkat keparahan
penyakit. Evaluasi terperinci dari kondisi pasien sangat penting untuk perawatan dan
manajemen.
1) Menghindari paparan asap tembakau adalah yang terbanyak bagian penting dari
strategi untuk mencegah timbulnya dan memperlambat perkembangan PPOM
2) Manajemen PPOM stabil melibatkan secara bertahap peningkatan pengobatan
berdasarkan komprehensif evaluasi keparahan. Evaluasi keparahan harus
memperhitungkan derajat di manifestasi lain. Selain perkembangan stadium
penyakit berdasarkan tingkat obstruksi aliran udara (yaitu, penurunan FEV 1 ).
3) Mencegah eksaserbasi PPOM sangat penting, karena eksaserbasi menyebabkan
perkembangan obstruksi aliran udara dan meningkatkan angka kematian.
4) Penting untuk menentukan kebijakan manajemen untuk setiap pasien PPOM
didasarkan pada evaluasi komprehensif kondisi pasien, dengan
mempertimbangkan, memperhitungkan stadium, jenis, dan sebagai tingkat
11
keparahan penyakit serta responsif terhadap pengobatan. itu juga penting untuk
mengelola komorbiditas sistemik dan komplikasi paru.
Selain dispnea, gejala seperti batuk dan produksi dahak juga merupakan target penting
dari perawatan dan manajemen untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah
ekserbasi.
Obat Catatan
Agen antikolinergik jangka panjang
Long- acting, β agonis.
Long –acting β agonis dikombinasikan
dengan inhalasi kortikostiroid.
Inhalasi kortikostiroid Direkomendasikan untuk pasien dengan a%
FEV dibawah 50%.
Teofilin Apakah obat ini punya efek tambahan dengan
Carbocisteine diatas empat obat dan kombinasi tidak
N-asetilsistein diketahui.
Ambroxol
Makrolida
1). Vaksinasi
12
b) Obat-obatan bronkodilator merupakan inti dari terapi farmakologis. Yang paling
obat yang tepat harus dipilih untuk setiap pasien berdasarkan pada mereka
responsif terhadap perawatan, diresepkan dalam dosis sesuai dengan keparahan,
dan dilanjutkan dengan perhatian yang cukup terhadap reaksi obat yang
merugikan.
c) Bronkodilator terdiri agen antikolinergik, β 2 agonis, dan methylxanthines. Itu
rute administrasi yang paling direkomendasikan adalah inhalasi. Lebih disukai
menggunakan banyak agen daripada meningkatkan dosis obat tunggal ketika
pasien tidak merespon dengan baik.
d) Kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi dan
mencegahnya penurunan kualitas hidup pada pasien yang mengalami
eksaserbasi berulang dan yang persentasi FEV nya kurang dari 50%.
e) Penggunaan gabungan dari glukokortikoid inhalasi dan β long-acting 2 -agonist
lebih efektif dalam meningkatkan fungsi pernapasan, mencegah eksaserbasi, dan
meningkatkan kualitas hidup daripada pengobatan dengan obat tunggal.
f) Penggunaan agen antikolinergik long-acting atau β 2 -agonists long-acting
dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi dapat memperlambat
perkembangan obstruksi aliran udara dan mengurangi kematian.
13
v. Latihan olahraga harus dilakukan secara terus menerus dan teratur.
Pemeliharaan fase program terutama terdiri dari latihan ketahanan dan
kekuatan otot. Dengan itu waktu pasien seharusnya menjadikan olahraga
sebagai kebiasaan dan memasukkannya ke dalam gaya hidup mereka.
14
tanpa lemak (LBM), terapi suplementasi nutrisi yang agresif harus
dipertimbangkan.
v. Ahli gizi, dokter, dan perawat harus membentuk tim untuk menyediakan
terapi perilaku bagian dari panduan gizi.
Perlu dicatat bahwa kriteria yang diberikan oleh masyarakat akademik adalah
"kriteria indikasi" berdasarkan penilaian medis, sedangkan yang digunakan dalam
sistem asuransi sosial adalah "kriteria kelayakan" berdasarkan publik penilaian
kebijakan kesehatan.
15
i. Pengantar terapi ventilasi mekanis rumahan (HMV) harus dipertimbangkan
saja ketika perawatan lain seperti terapi farmakologis, rehabilitasi paru, dan
terapi nutrisi disediakan pada tingkat maksimum.
ii. Ventilasi tekanan positif intermiten non-invasif (NPPV) harus menjadi
metode dukungan ventilasi pilihan pertama karena kemudahan
kelembagaan dan invasi rendah.
iii. Institusi NPPV harus dipertimbangkan pada pasien berikut: pasien dengan
hiperkapnia (Pa CO 2 ≧ 55 Torr) atau gangguan pernapasan saat tidur
seperti nokturnal hipoventilasi, dan gejala seperti dispnea, sakit kepala di
pagi hari, dan hypersomnolence, atau tanda-tanda seperti cor pulmonale;
dan pasien dengan riwayat eksaserbasi berulang.
iv. Lembaga HMV membutuhkan persiapan dan pelatihan yang memadai, dan
lebih disukai memilikinya dukungan dari tim medis multidisiplin untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan.
16
4). Pengobatan PPOM diperumit asma
17
memberikan mereka dukungan untuk gaya hidup yang lebih mandiri dengan
meningkatkan lingkungan perawatan di rumah.
ii. Keberhasilan pengelolaan rumah terletak pada penggunaan jalur kritis
penghubung yang melibatkan rumah sakit fase akut, rumah sakit fase
pemulihan, dokter perawatan primer, dan rumah perawatan mengunjungi
rumah di jaringan kesehatan setempat.
iii. Sumber daya sosial seperti yang disediakan oleh hukum kesejahteraan sosial
orang-orang cacat (sertifikasi kecacatan) dan asuransi perawatan harus
digunakan untuk mengurangi beban pada pasien dan keluarga.
iv. Pendidikan manajemen diri telah terbukti efektif dalam manajemen rumah di
PPOM.
18
7. Patoflowdiagram
Sinsitial adenovirus,
parainfluensa, Rhinovirus
alergen, emosi atau stress,
Hipertermi Gangguan pembersihan di obat-obatan atau asap
paru-paru rokok
19
8. Fungsi Pernapasan
Dengan pengecualian perbedaan kecil dalam penilaian fisik sistem pernapasan,
penilaian keperawatan terhadap fungsi pernapasan serupa untuk orang dewasa yang
lebih muda dan lebih tua. Namun, perawat harus mewaspadai variasi manifestasi
infeksi saluran pernapasan bagian bawah saat terjadi pada orang tua. Perbedaan lain
adalah bahwa perawat menilai pengalaman hidup yang berbeda dari orang dewasa yang
lebih tua sehubungan dengan pajanan terhadap racun lingkungan dan sikap tentang
penggunaan tembakau saat mengidentifikasi peluang untuk promosi kesehatan. Dari
perspektif kesehatan, penilaian keperawatan terhadap fungsi pernapasan berfokus pada
pengidentifikasian peluang untuk promosi kesehatan, pendeteksian infeksi saluran
pernapasan bawah, penilaian perilaku merokok, dan identifikasi faktor risiko lainnya.
Perawat mewawancarai orang dewasa yang lebih tua, atau pengasuh mereka, untuk
mengidentifikasi faktor risiko yang dapat diatasi melalui kegiatan promosi
kesehatan. Karena merokok tembakau adalah faktor risiko penyakit PPOM
memiliki efek merusak yang serius pada kesehatan paru-paru dan juga banyak
aspek kesehatan lainnya, perawat menilai potensi untuk mempengaruhi semua
perokok, bahkan orang dewasa yang lebih tua, untuk berhenti. Edukasi kesehatan
didasarkan pada informasi penilaian terkait kesehatan perilaku, seperti merokok
dan menghindari barang bekas merokok, serta intervensi pencegahan, seperti
influenza dan vaksinasi pneumonia.
Perawat juga menilai sikap orang dewasa yang lebih tua tentang tindakan
pencegahan ini, sehingga mereka bisa merencanakan pendekatan pendidikan yang
tepat. Terakhir, perawat bertanya orang dewasa yang lebih tua tentang fungsi
pernapasan mereka secara keseluruhan untuk diidentifikasi masalah pernapasan
yang bisa ditangani oleh perawat.
b. Rekomendasi untuk Penilaian Keperawatan Nilai semua hal berikut: tanda vital,
oksimetri nadi, bunyi paru-paru, dada bentuk dan gerakan dinding, penggunaan
otot tambahan, batuk produktif atau tidak produktif, edema perifer, kemampuan
untuk menyelesaikan kalimat penuh, level kesadaran.
1) Kaji tingkat dispnea saat ini dan pola pernapasan biasa.
2) Kaji adanya hipoksemia / hipoksia.
20
3) Identifikasi tanda dan gejala dispnea yang stabil dan tidak stabil serta akut
kegagalan pernapasan.
4) Gambaran untuk PPOM pada orang dewasa yang lebih dari 40 tahun yang
memiliki riwayat merokok dengan menanyakan kepada setiap pasien tiga
pertanyaan ini: (1) Apakah Anda punya napas pendek terkait aktivitas
progresif? (2) Apakah Anda mengalami batuk dan dahak yang persisten? (3)
Apakah Anda sering mengalami infeksi saluran pernapasan?
5) Advokasi untuk pengujian spirometri untuk pasien yang memiliki riwayat
merokok dan berusia lebih dari 40 tahun.
6) Jika inhaler digunakan, kaji teknik administrasi mandiri.
c. Rekomendasi untuk Intervensi Keperawatan
1) Mengakui dan menerima laporan diri pasien tentang dispnea.
2) Berikan terapi oksigen yang diresepkan, modalitas ventilasi, dan pengobatan
(misalnya., Bronkodilator, kortikosteroid, antibiotik, dan psikotropika).
3) Menerapkan strategi berhenti merokok; pertimbangkan penggantian nikotin
dan modalitas berhenti merokok lainnya selama rawat inap.
4) Tetap bersama pasien selama episode gangguan pernapasan akut.
Rekomendasi untuk Mengajar Orang Dewasa yang Lebih Tua dan Pengasuh
Tentang Dispnea
5) Obat yang diresepkan, termasuk teknik yang benar untuk penggunaan inhaler.
6) Administrasi terapi oksigen jika diresepkan.
7) Strategi untuk pembersihan sekresi, konservasi energi, relaksasi teknik, nutrisi,
dan pelatihan pernapasan.
8) Vaksinasi influenza dan pneumokokus.
9) Rehabilitasi paru-paru dan pelatihan olahraga yang sesuai.
10) Strategi berhenti merokok jika sesuai.
11) Penyakit strategi manajemen diri, termasuk pengembangan tindakan rencana
dan pengambilan keputusan tentang arahan lanjutan.
d. Mendeteksi Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Istilah deteksi lebih akurat daripada
penilaian dengan pertimbangan untuk menurunkan infeksi pernapasan karena
ketika orang dewasa lebih tua memiliki pneumonia, mereka tidak selalu
memenuhi kriteria penilaian yang khas. Daripada mengalami batuk, kedinginan,
dispnea, peningkatan suhu, dan hitung peningkatan sel darah putih, orang dewasa
yang lebih tua lebih mungkin untuk memiliki manifestasi penyakit yang lebih halus
21
dan tidak spesifik. Bahkan radiografi dada awal mungkin tidak memberikan
informasi diagnostik yang akurat. Sebuah ulasan berbagai studi meringkas kisaran
berikut untuk terjadinya manifestasi spesifik pneumonia pada orang dewasa yang
lebih tua (Caterino, 2008):
1) Kelelahan 84% –88% Takipnea 65% –68% Batuk 63% –84%
2) Dispnea 58% –74% Riwayat demam 53% –60%
3) Dahak produktif 30% –65% Takikardia 37% –40%
4) Demam dengan pengukuran 12% –32%
5) Nyeri dada pleuritik 8% –32%
6) Hemoptisis 3% –13%
Ulasan yang sama ini menemukan bahwa tidak adanya tanda-tanda dan gejala yang
biasa serta adanya perubahan status mental terutama terjadi pada penghuni fasilitas
perawatan (Caterino, 2008).
Kapan menilai orang dewasa yang lebih tua, perawat perlu menyadari bahwa
mereka mungkin belum tentu menunjukkan manifestasi khas pneumonia. Temuan
paling signifikan pada penilaian fisik paru-paru mungkin intensitas suara paru-paru
berkurang atau kehadiran rales dan rhonchi itu temuan yang sangat tidak spesifik.
Selain itu, perubahan dalam status mental atau perubahan lain dalam status
fungsional, seperti jatuh atau inkontinensia, dapat terjadi menjadi petunjuk utama
untuk pneumonia. Jadi, tanggung jawab keperawatan adalah untuk mendeteksi
manifestasi spesifik pneumonia dan mengumpulkan informasi tambahan. Hal ini
penting untuk memastikan diagnosis yang tepat waktu dan mencegah komplikasi.
Selain menjadi sadar akan berbagai manifestasi yang berbeda pneumonia pada
orang dewasa yang lebih tua, perawat juga harus sadar berbagai manifestasi
tuberkulosis pada populasi orang dewasa yang lebih tua. Seperti halnya
pneumonia, diagnosis dan pengobatan TBC pada orang dewasa yang lebih tua
sering tertunda karena temuan penilaian yang tidak spesifik dan penyakit ini
bahkan dapat diabaikan.
Studi menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua dengan TB memiliki yang
frekuensi gejala yang lebih tinggi, tidak spesifik dan keterlambatan diagnosis dan
pengobatan, karena hal ini yang berkontribusi pada tingkat kematian yang lebih
tinggi (Salvado et al., 2010).
22
Kejadian umum kesalahan-reaksi tes kulit TB negatif pada orang dewasa yang
lebih tua adalah alasan lain bahwa TB mungkin tidak terdeteksi; namun, tes
Mantoux dua langkah dengan tuberculin purified protein derivative (PPD) adalah
metode penilaian yang direkomendasikan untuk paparan TB sebelumnya. Karena
TBC sering terjadi sebagai reaktivasi penyakit dorman, perawat harus sangat
waspada untuk manifestasi penyakit ini pada usia yang lebih tua orang dewasa
yang memiliki riwayat tuberkulosis.
Selain menilai sikap tentang merokok, sekarang perawat harus menilai pola
merokok terlebih dulu. Frekuensi perokok dan jenis tembakau yang dihisap adalah
penentu penting dari risiko relatif merokok. Tembakau tanpa asap, misalnya, tidak
merusak fungsi pernapasan dan kardiovaskular seperti merokok, tetapi justru
meningkatkan risiko kanker mulut dan jenis kanker lainnya.
Rokok bervariasi dalam jumlah nikotin yang dikandungnya, dan variabel ini
mempengaruhi tingkat risiko yang terkait dengan jenis tertentu rokok. Berbeda
23
dengan orang dewasa yang lebih muda, yang mulai merokok ketika rokok memiliki
filter dan lebih rendah nikotin, orang dewasa yang lebih tua mulai merokok ketika
rokok tidak memiliki filter dan mengandung tar dan nikotin dalam jumlah yang
lebih besar. Orang tua, oleh karena itu, kemungkinan untuk merokok dan memiliki
rokok yang lebih tinggi kadar nikotin lebih berbahaya. Beberapa orang dewasa
yang lebih tua, mungkin masih menggulung rokok mereka sendiri menggunakan
tembakau longgar. Untuk orang dewasa yang merokok, perawat mengajukan
pertanyaan untuk menentukan kesiapan mereka untuk mempertimbangkan berhenti
merokok juga sebagai pengetahuan mereka tentang dampak kesehatan dari
merokok. Hal ini penting karena perokok dewasa yang lebih tua mungkin salah
percaya bahwa tidak ada manfaat kesehatan untuk berhenti, jadi mereka
kemungkinan besar untuk merespons secara positif pendidikan kesehatan tentang
penghentian merokok (American Lung Association, 2008).
Perawat juga menilai persepsi orang dewasa yang lebih tua tentang merokok
sebagai perwujudan hak dan otonomi mereka. Sebagai contoh, penghuni panti
jompo dapat menganggap merokok sebagai satu-satunya indikator yang tersisa dari
kehidupan mereka sebelumnya dan satu kegiatan yang menyenangkan yang dapat
mereka kendalikan. Seperti halnya perawatan kesehatan lainnya keputusan, orang
dewasa berhak membuat keputusan tentang mereka perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, tetapi keputusan ini harus didasarkan pada pengetahuan penuh
tentang manfaat dan risiko pilihan mereka. Perawat mungkin perlu memeriksa
sikap merokok mereka sendiri, terutama terkait dengan orang dewasa yang lebih
tua. Sebagai contoh penting untuk mengidentifikasi pengaruh - pengaruh umur
yang dapat mengarah pada pandangan bahwa berhenti merokok tidak akan
bermanfaat bagi orang yang lebih tua dan orang dewasa. Demikian pula, meskipun
penting untuk menghormati hak.
24
4) Pernahkah Anda merokok tembakau jenis lain?
b. Pertanyaan untuk Menilai Pengetahuan tentang Risiko Dari Merokok
1) Apakah menurut anda ada efek berbahaya dari merokok bagi orang-
orang secara umum?
2) Apakah Anda pikir Anda berisiko untuk efek berbahaya dari merokok?
3) Apakah menurut Anda ada manfaat dari berhenti merokok?
Selain menilai penggunaan tembakau sebagai faktor risiko, perawat kenali faktor-
faktor lain yang mempengaruhi fungsi pernapasan dengan lebih sedikit cara yang
signifikan. Karena fungsi pernapasan maksimum adalah dicapai pada usia dewasa
awal, perawat menilai faktor-faktor yang mungkin telah mempengaruhi
perkembangan pernapasan pada awal kehidupan. Misalnya, pertanyaan tentang
nutrisi, infeksi saluran pernapasan, dan paparan asap rokok dapat memberikan
informasi tentang kerentanan seseorang terhadap efek perubahan terkait usia dan
faktor risiko. Untuk alasan ini, perawat memasukkan pertanyaan tentang paparan
asap tembakau lingkungan dan bahaya polutan udara dalam penilaian mereka.
Paparan pekerjaan terhadap zat berbahaya tertentu adalah sangat penting bagi
perokok karena risiko keduanya salah satu faktor ini diperparah ketika faktor
lainnya menyajikan.
Perawat juga menilai tingkat aktivitas orang tersebut dan mengidentifikasi faktor-
faktor yang mengganggu mobilitas atau kegiatan rutin karena kondisi ini dapat
25
mempengaruhi derajatnya dimana orang tersebut dapat meningkatkan tingkat
aktivitasnya. Jika, Untuk mengatur panggung untuk pendidikan kesehatan tentang
langkah-langkah pencegahan, perawat menilai pemahaman orang dewasa yang
lebih tua tentang vaksinasi influenza dan pneumonia
9. Peluang Kesehatan
a. Temuan Penilaian Fisik
26
10. Komplikasi PPOM
Komplikasi PPOM (PDPI, 2003)
a. Gagal napas
Gagal nafas dibagai menjadi dua, yaitu:
1) Gagal napas kronik. Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 >
60mmHg, dan pH normal.
Penatalaksanaan:
a) Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
b) Bronkodilator adekuat
c) Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
d) Antioksidan
e) Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik. Gagal napas akut pada gagal napas
kronik, ditandai oleh:
a) Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
b) Sputum bertambah dan purulen
c) Demam
d) Kesadaran menurun
b. Infeksi Berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
c. Kor Pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan.
27
BAB III
A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
4. Riwayat psikososial dan spiritual
5. Aktivitas sehari-hari
6. Pemeriksaan fisik
7. Penilaian Kuantitatif
8. Penilaian Tingkat Kesadaran (Kualitatif)
B. Diagnosis Keperawatan
Pola Pernapasan Tidak Efektif akan berlaku ketika penilaian keperawatan
mengidentifikasi faktor yang dapat mengganggu fungsi pernapasan orang dewasa yang
lebih tua. Ini diagnosis didefinisikan sebagai “inspirasi dan kedaluwarsa itu tidak
menyediakan ventilasi yang memadai (NANDA International, 2009). Mendefinisikan
karakteristik termasuk bradypnea, dispnea, ortopnea, takipnea, perubahan perjalanan dada,
penggunaan otot-otot aksesoris untuk bernafas, dan perubahan kedalaman pernapasan. Jika
gangguan fungsi pernapasan mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari, diagnosis
keperawatan intoleransi kegiatan mungkin sesuai. Orang dewasa lanjut usia yang lemah
dan sakit kronis hidup dalam lingkungan kelompok mungkin berisiko terhadap infeksi,
terutama pneumonia, influenza, dan TBC. Misalnya, jika residen perawatan jangka
panjang memiliki TB aktif, keperawatan staf mungkin menangani diagnosis keperawatan
Risiko untuk Infeksi Penularan untuk penduduk yang terkena dampak dan diagnosis
keperawatan Risiko Infeksi untuk semua penghuni lainnya. Juga, ketika influenza
mempengaruhi satu atau lebih penghuni atau staf perawatan jangka panjang atau fasilitas
tempat tinggal kelompok, diagnosis keperawatan yang sama mungkin berlaku. Perawatan
Kesehatan yang Tidak Efektif adalah diagnosis keperawatan yang dapat digunakan untuk
28
orang dewasa yang lebih tua tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang efek
merugikan dari merokok aktif atau pasif.
Saat merawat orang dewasa yang lebih tua dengan masalah pernapasan, perawat
mengidentifikasi hasil kesehatan sebagai bagian penting dari proses perencanaan.
Perawat dapat menggunakan terminologi Nursing Out comes Classification (NOC)
berikut dalam rencana perawatan itu mengatasi diagnosis keperawatan dari Pola
Pernafasan Tidak Efektif: Tanda Vital, Status Pernafasan: Patensi Saluran napas,
dan Status Pernafasan: Ventilasi.
Bagi kebanyakan orang dewasa yang lebih tua yang memiliki fungsi pernapasan
yang memadai, perawat merencanakan hasil kesehatan dengan mengatasi mereka
peningkatan kerentanan terhadap pneumonia, influenza, dan TBC. Terminologi
NOC yang berkaitan dengan diagnosis keperawatan Risiko Infeksi meliputi Status
Imun, Perilaku Imunisasi, dan Pengendalian Risiko Masyarakat: Penyakit Menular.
Hasil kesehatan yang tepat untuk orang dewasa yang lebih tua kurangnya
pengetahuan tentang pencegahan infeksi pernapasan menjadi Pengetahuan:
Perilaku Kesehatan. Hasil spesifik dan mudah diukur dari pendidikan kesehatan
yang sukses mungkin adalah itu orang dewasa yang lebih tua mendapatkan
imunisasi terhadap pneumonia dan influenza, Karena merokok tembakau adalah
faktor terpenting mempengaruhi fungsi pernapasan, perawat bekerja dengan yang
lebih tua orang dewasa yang merokok harus selalu mempertimbangkan
kemungkinan mengidentifikasi dan bekerja menuju tujuan mengurangi atau
menghilangkan penggunaan tembakau. Jadi, untuk orang dewasa yang lebih tua
yang merokok, NOC termasuk Pengendalian Risiko: Penggunaan Tembakau dan
Pengetahuan: Zat Gunakan Kontrol.
29
c. Intoleransi aktivita sberhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan
suplai oksigen
C. Intervensi Keperawatan
Untuk semua orang dewasa yang lebih tua, intervensi keperawatan untuk mempromosikan
pernapasan fokus kesehatan pada perlindungan dari perokok pasif dan pencegahan infeksi
pernapasan. Bagi mereka yang merokok, mengajar tentang berhenti merokok adalah
intervensi yang paling penting untuk kesehatan pernapasan. Terminologi Intervensi
Keperawatan berikut (NIC) mungkin berlaku dalam rencana perawatan untuk
mempromosikan kesehatan pernapasan: Perlindungan Risiko Lingkungan, Pendidikan
Kesehatan, Manajemen Imunisasi / Vaksinasi, Pengendalian Infeksi, Perlindungan Infeksi,
Rujukan, dan Bantuan Berhenti Merokok.
30
1) Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun atau tangan antibakteri
pembersih
2) Hindari kontak tangan ke mulut dan tangan ke mata.
3) Hindari menghirup udara yang telah terkontaminasi dengan partikel dari
batuk atau bersin dari seseorang yang terinfeksi.
4) Hindari orang banyak selama musim flu.
5) Pastikan bahwa vaksinasi influenza dan pneumonia sudah terkini.
c. Informasi Tentang Vaksinasi Influenza:
1) Vaksinasi baru dikembangkan setiap tahun, berdasarkan informasi tentang
jenis virus yang paling mungkin memengaruhi orang selama musim
influenza.
2) Vaksin dibuat dari virus yang tidak aktif ,karenanya harus memiliki sedikit
atau tanpa efek samping.
3) Orang yang alergi terhadap telur dan produk telur tidak boleh menerima
imunisasi influenza.
4) Imunisasi tidak menawarkan perlindungan segera karena ada keterlambatan 2
hingga 3 minggu dalam mengembangkan respons antibodi.
5) Setiap tahun, produsen vaksinasi influenza memberikan rekomendasi
mengenai waktu terbaik untuk pemberian imunisasi untuk efektivitas
optimal. Waktu terbaik adalah selama akhir musim gugur, tetapi periode
waktu yang tepat akan sedikit berbeda dari tahun ke tahun.
6) Vaksin tidak 100% efektif, tetapi bermanfaat untuk sebagian besar orang
yang lebih tua.
7) Imunisasi influenza memberikan perlindungan terhadap virus yang paling
serius tetapi tidak terhadap semua jenis infeksi pernapasan.
8) Durasi efektivitas vaksinasi mungkin lebih pendek dari 6 bulan pada
beberapa orang tua; Oleh karena itu, satu vaksinasi mungkin tidak
melindungi orang tersebut sepanjang musim.
9) Medicare dan banyak program asuransi kesehatan lainnya membayar flu
tembakan.
31
d. Informasi Tentang Vaksinasi Pneumonia :
1) Vaksinasi pneumonia direkomendasikan untuk orang yang lebih tua dari Usia
65 tahun.
2) Vaksinasi pneumonia dianggap sebagai imunisasi hanya satu kali, tetapi
pemacu sekarang direkomendasikan untuk yang lebih tua orang dewasa yang
menerima imunisasi awal 5 tahun atau lebih lalu.
3) Efek samping, jika terjadi, tidak serius dan akan mereda dalam beberapa hari.
4) Efek samping yang umum termasuk demam ringan disertai rasa sakit,
kemerahan, atau kelembutan di tempat suntikan.
5) Vaksinasi pneumonia ditanggung oleh Medicare dan lainnya asuransi
kesehatan.
e. Pertimbangan Gizi
Sertakan makanan tinggi seng dan vitamin A, B-kompleks, C, dan E
f. Mencegah Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Intervensi untuk mencegah pneumonia dan influenza sangat penting karena lebih
dari 85% kematian disebabkan oleh penyakit ini adalah di antara orang berusia 65
tahun dan lebih tua (Gorina et al., 2008). Selain itu, pneumonia dan influenza
adalah penyebabnya hanya penyakit dari semua penyebab utama kematian pada
orang dewasa yang lebih tua yang dapat dicegah melalui imunisasi dan tanpa
imunisasi investasi besar waktu, uang, dan motivasi. Perawat juga memiliki
peran penting dalam menangani tuberkulosis, khususnya untuk orang dewasa
yang lebih tua secara medis dalam jangka panjang dan fasilitas perawatan di
rumah. Bagian berikut membahas peran perawat dalam mencegah jenis ini lebih
rendah infeksi pernapasan, dengan penekanan pada pendidikan kesehatan
intervensi.
Vaksin influenza dan pneumokokus aman dan ditoleransi dengan baik pada orang
dewasa yang lebih tua, dan penelitian menunjukkan bahwa ini langkah-langkah
mengurangi morbiditas dan mortalitas dan mengurangi tingkat masuknya rawat
inap untuk infeksi saluran pernapasan. Itu CDC merekomendasikan vaksinasi
influenza dan pneumokokus baik untuk semua orang yang berusia 65 tahun ke
atas. Sejak 1997, CDC telah merekomendasikan dosis penguat satu kali untuk
semua orang tua 65 atau lebih tua jika mereka menerima vaksinasi pneumonia
awal 5 atau lebih tahun sebelumnya dan jika mereka lebih muda dari 65 tahun
32
pada saat vaksinasi awal. Vaksinasi pneumonia adalah juga direkomendasikan
untuk orang dewasa yang lebih tua yang tidak pasti status vaksinasi mereka.
2) Jenis Tembakau
33
a) Semakin rendah kandungan tar dan nikotin pada rokok, semakin sedikit
efeknya yang membahayakan. Banyak rokok dengan kadar tar dan
nikotin yang lebih rendah, namun, memiliki tambahan bahan kimia
tambahan yang bisa berbahaya.
b) Perokok pipa dan cerutu memiliki risiko lebih tinggi untuk penyakit
paru-paru kronis daripada bukan perokok, seperti halnya perokok.
c) Efek berbahaya dari penggunaan tembakau di mulut dan atas saluran
pernapasan sama untuk semua jenis tembakau, termasuk tembakau tanpa
asap. Semua perokok memiliki risiko yang sama untuk berkembang
kanker mulut dan saluran pernapasan bagian atas. Tembak, kunyah
tembakau, dan tembakau tanpa asap mengandung banyak nikotin bahan
kimia berbahaya lainnya. Satu-satunya keuntungan tembakau tanpa asap
adalah tidak mempengaruhi orang lain di sekitarnya.
34
4) Praktik Nonfarmakologis untuk Membantu Berhenti Merokok
35
yang lebih tua mungkin perokok jangka panjang, mereka bisa berhasil
berhenti merokok dengan harga yang sebanding dengan mereka rekan yang
lebih muda. Perawat dapat menerapkan informasi tentang perkembangan
psikososial di usia dewasa untuk mendorong yang lebih tua orang dewasa
mempertimbangkan kemungkinan perubahan perilaku. Keyakinan lain yang
umum dinyatakan bahwa perawat dapat mengatasi melalui pendidikan
kesehatan adalah “Sudah terlambat untuk berbuat baik.” Kapan perawat
menghadapi jenis sikap ini, mereka dapat menekankan itu manfaat kesehatan
yang substansial berasal dari berhenti merokok bersifat jangka pendek dan
jangka panjang. Manfaat dari berhenti merokok untuk orang-orang dari
segala usia termasuk peningkatan kualitas hidup, penurunan kerentanan
terhadap penyakit terkait merokok (mis., jantung penyakit dan kanker), dan
pemulihan yang lebih cepat dari penyakit yang biasanya diperburuk oleh
kebiasaan merokok. Meskipun manfaat kesehatan dari berhenti merokok
terjadi pada semua usia, mereka bervariasi sesuai ke usia di mana orang
berhenti. Misalnya, pria dan wanita yang berhenti merokok pada usia 35
meningkatkan harapan hidup mereka masing-masing 4,5 dan 6,1 tahun, dan
mereka yang berhenti pada usia tersebut dapat mengharapkan peningkatan
harapan hidup 2,0 dan 3,7 tahun, masing-masing (American Heart
Association 2010).
36
b) Metode konseling individu, kelompok, dan telepon adalah efektif;
pemecahan masalah dan dukungan sosial sebagai bagian dari pengobatan
adalah intervensi konseling yang sangat efektif.
c) Obat-obatan berbasis nikotin yang dipercaya dapat meningkatkan
pantang merokok jangka panjang adalah permen karet nikotin, inhaler,
permen, tambalan, dan semprotan hidung.
d) Obat non nikotin yang efektif untuk berhenti merokok adalah bupropion
pelepasan berkelanjutan (WellbutrinTM) dan varenicline (ChantixTM)
Namun, pada Februari 2008, Makanan dan Administrasi Obat
mengamanatkan peringatan baru tentang gejala neuropsikiatri yang dapat
terjadi dengan varenicline.
e) Konseling dan pengobatan efektif untuk mengobati ketergantungan
rokok, tetapi kombinasi dari metode ini lebih efektif daripada sendirian.
Studi telah menemukan bahwa untuk pasien rawat inap, saran dan dukungan
dari staf perawat sangat efektif untuk meningkatkan keberhasilan dalam
penghentian merokok (Zarling, Burke, Gaines, & Gauvin, 2008). Perawat
dapat menggunakan sebagai panduan untuk mengajar orang dewasa yang
lebih tua tentang berhenti merokok. Wynd dan Dossey (2009)
menggambarkan a model holistik yang dapat digunakan perawat untuk
menerapkan rencana perawatan berhenti merokok dengan klien.
Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 1. ketidakefektifan Respiratory status : Airway suction
bersihan jalan nafas ventilasi Pastikan
berhubungan dengan Respiratory status : kebutuhan
bronkokonstriksi,infeks airway patency oral/tracheal
i bronkopulmonal. Kriteria hasil : suctioning
37
Mendemonstrasikan batuk Auskultuasi
efektif dan suara nafas bersih, suara nafas
tidak ada sianosis dan dyspneu sebelum dan
(mampu mengeluar sputum, sesudah suction
mampu bernafas dengan Informasikan
mudah) kepada klien dan
Menunjukan jalan nafas yang keluarga tentang
paten suction
Mampu mengidentifikasi Minta klien
faktor penghambat jalan nafas. nafas dalam
sebelum suction
dilakukan
Berikan O2
dengan
menggunakan
nasal untuk
memfasilitasi
suction
nasotrakeal
Gunakan alat
steril
Anjurkan klien
untuk istirahat
serelah
dilakukan
tindakan suction.
2 Gangguan pertukaran gas Respiratory status: gas Airway management
berhubungan dengan exchange Posisikan pasien
ketidaksamaan ventilasi- Respiratory status: untuk
perfusi ventilation memaksimalkan
Vital sign status ventilasi
Kriteria hasil Lakukan
Mendemonstrasikan fisioterapi dada
38
peningkatan ventilasi bila perlu
dan oksigenasi yang Keluarkan secret
adekuat dengan batuk
Memelihara kebersihan atau suction
paru paru dan bebes Auskultuasi
dari tanda tanda distres suara nafas
pernafasan Berikan
Mendemonstarikan bronkodilator
batuk efektif dan suara bila perlu
nafas yang bersih Monitor status
Tanda tanda vital respirasi dan O2
dalam rentang normal
3 Intoleransi aktivitas Energy conservasion Activity therapy
berhubungan dengan Aktivity tolerance Bantu klien
ketidakseimbangan kebuuhan Self care: ADLs untuk
dan suplai oksigen Kriteri hasil : mengidentifikasi
Berpartisipasi dalam aktivitas yang
aktivitas tanpa disertai mampu
peningkatan tekanan dilakukan
darah, nadi dan RR Bantu klien
Mampu melakukan memilih aktivitas
aktivitas sehari-hari konsisten yang
39
luang
Monitor respon
fisik, emosi,
social, dan
spiritual
D. Evaluasi
Mengevaluasi Efektifnya Intervensi Keperawatan
Indikator keberhasilan pendidikan kesehatan intervensi untuk orang dewasa yang lebih tua
dengan Pola Pernafasan Tidak Efektif adalah mereka dapat secara akurat mengidentifikasi
faktor-faktor yang dapat terjadi ditujukan untuk meningkatkan fungsi pernapasan mereka.
Intervensi pencegahan penyakit untuk diagnosis keperawatan Risiko Infeksi dapat
didokumentasikan pada catatan orang tersebut riwayat imunisasi untuk pneumonia dan
influenza.
Untuk orang dewasa lanjut usia yang merokok dan mau mengatasi risiko ini Faktor,
efektivitas intervensi akan diukur dengan peningkatan pengetahuan seseorang tentang
dampak buruk merokok dan oleh keinginannya untuk mengembangkan berencana untuk
berhenti merokok. Efektivitas jangka panjang akan dievaluasi oleh keikutsertaan orang
tersebut dalam merokok program penghentian.
40
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah penyakit kronis saluran napas yang
ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif
lambat (semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh pajanan faktor risiko seperti
merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan.
Manifestasi PPOM yang paling umum adalah batuk, dispnea, mengi, dan peningkatan
produksi dahak. Itu kondisinya progresif dan efek kumulatifnya menjadi lebih melumpuhkan
seiring bertambahnya usia orang tersebut. Konsekuensi fungsional PPOM untuk orang
dewasa yang lebih tua termasuk lebih lama dan lebih sering. Sejak awal tahun 2000-an,
jumlah absolut dari kasus PPOM, penerimaan rumah sakit, dan kematian lebih banyak terjadi
pada wanita dari pada pria, meskipun fakta bahwa wanita kurang terdiagnosis.
Asuhan keperawatan pada penderita penyakit paru obstruksi menahun adalah sebagai berikut:
a). Pengkajian, meliputi identitas pasien, keluhan utama pasien (seperti sesak nafas, batuk
yang sudah sangat lama dan berat badan menurun), riwayat penyakit dahulu (seperti pernah
menderita bronchitis atau infeksi pada saluranpernafasan atas, atau keluhan batuk yang lama),
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. b). Menetapkan diagnosa
keperawatan c). Perencanaan dan Intervensi d). Implementasi e). Evaluasi dilakukan dengan
mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan dalam perencaan.
B. Saran
Adapun saran dari kami yaitu, untuk lebih memahami dan memperdalam pengetahuan
mengenai konsep medis dan konsep proses keperawatan dari PPOK, pembaca bisa membuka
referensi yang lebih lengkap.
41
DAFTAR PUSTAKA
Center for Disease Control and Prevetion (CDC). (2009). Body Mass Index. Considerations
for Practitioners 1-4.
GOLD. (2015). Global Strategy for The Diagnosis Managements and Prevention for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease.
GOLD. (2017). Global Strategy for The Diagnosis Management and Prvention for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease.
Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults. Wolters kluwer: Lippincott
Williams & Wilkins.
PDPI. (2003). Penyakit Paru Obstructif Kronik (PPOK). Indonesia: Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia.
PDPI. (2011). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
42
Puspitasari, S. D. (2012). Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RS Paru Jember. Jember: Fakultas Farmasi
Universitas Jember.
Supriyadi, M. (2013). Faktor Genetik Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jakarta Indonesia:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
43