Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERWATAN OKSIGENASI

OLEH:

THERESIA AGUSTINA MIDOP

NIM: 191210002

PROGRAM STUDI DIPLOMA DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.pengertian

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh,
oksigen berperan penting bagi proses metabolisme sel secara fungsional. Tidak adanya oksigen
akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat
menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling
utama dan sangat vital bagi tubuh.

Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pemenuhan kebutuhan O2 dan pembuangan CO2.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara
fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen
akan mengalami gangguan. Apabila lebih dari 4 menit seseorang tidak mendapatkan oksigen,
maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan kemungkinan
berujung fatal seperti meninggal.

2.Etiologi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor fisiologis, status
kesehatan, faktor perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.

a. Faktor fisiologis Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan
oksigen seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya
adalah:
1) Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat
terpapar zat beracun
2) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
3) Hipovolemia
4) Peningkatan laju metabolik
5) Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan,
obesitas dan penyakit kronis
b. Status kesehatan Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada individu yang
sedang mengalami sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem
pernapasan, kardiovaskuler dan penyakit kronis.
c. Faktor perkembangan Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting
yang mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan:
Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut

Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok

Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru

Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis,


elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun

Faktor perilaku Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi
pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan penggunaan
zatzat tertentu secara sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh.

Lingkungan Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi


lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu: Suhu lingkungan
Ketinggian Tempat kerja (polusi)

3. Faktor resiko

a. Dyspnea Poltekkes Kemenkes Padang

Dyspnea gejala kardinal PPOK, merupakan penyebab utama kecacatan dan kecemasan terkait
dengan penyakit klien PPOK yang khas menggambarkan dyspnea mereka sebagai rasa
peningkatan usaha bernapas, berat, kelaparan udara, atau terengah-engah.

b. Batuk

Batuk kronis seringkali gejala pertama dari PPOK, sebagai konsekuensi dari merokok atau
paparan lingkungan. Awalnya, batuk mungkin intermiten, tetapi kemudian hadir setiap hari,
sering sepanjang hari. Batuk kronis pada PPOK dapat menjadi produktif.

c. Produksi Sputum

Klien PPOK umumnya meningkatkan jumlah kecil dari sputum setelah serangan batuk. Produksi
reguler dari sputum selama 3 bulan atau lebih dalam 2 tahun berturut-turut. Produksi sputum
seringkali sulit untuk mengevaluasi karena pasien mungkin menelan dahak daripada
meludahkan. Kehadiran sputum purulen mencerminkan peningkatan mediator inflamasi, dan
perkembangannya dapat mengidentifikasi timbulnya eksaserbasi bakteri.
4.patofisiogi

Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam bergantung pada
penyakit. Penyakit bronchitis kronis dan bronkhiolitis, terjadi penumpukan lendir dan sekresi
yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran
oksigen dan karbon dioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh
overekstensi ruang udara dalam paru. Pada asma jalan napas bronchial menyempit dan
membatasi jumlah udara yang mengalir ke dalam paru. Penyakit paru obstruktif kronis dianggap
sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Merokok,
polusi udara dan paparan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, dan padi-padian) merupakan
faktor resiko penting yang menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam
rentang lebih dari 20-30 tahun. Penyakit paru obstruktif kronis juga ditemukan terjadi pada
individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru
oleh enzim tertentu.

5.pathway

Pathway
6.manifesitas klinis

a. Dyspnea Poltekkes Kemenkes Padang

Dyspnea gejala kardinal PPOK, merupakan penyebab utama kecacatan dan kecemasan terkait
dengan penyakit klien PPOK yang khas menggambarkan dyspnea mereka sebagai rasa
peningkatan usaha bernapas, berat, kelaparan udara, atau terengah-engah.

b. Batuk

Batuk kronis seringkali gejala pertama dari PPOK, sebagai konsekuensi dari merokok atau
paparan lingkungan.

c. Produksi Sputum

Klien PPOK umumnya meningkatkan jumlah kecil dari sputum setelah serangan batuk. Produksi
reguler dari sputum selama 3 bulan atau lebih dalam 2 tahun berturut-turut. Produksi sputum
seringkali sulit

d.Mengi dan Dada Sesak

Mengi dan sesak dada adalah gejala tidak spesifik yang mungkin berbeda antara hari, dan selama
satu hari. Mengi terdengar mungkin timbul pada tingkat laring dan tidak perlu disertai kelainan
auskultasi. Atau, inspirasi luas atau mengi ekspirasi dapat hadir dengan mendengarkan dada.
Dada sesak sering mengikuti tenaga, berotot dalam karakter, dan mungkin timbul dari kontraksi
isometrik otot interkostal. Tidak adanya mengi atau sesak dada tidak mengecualikan diagnosis
PPOK, juga tidak adanya gejala ini mengkonfirmasikan diagnosis asma.

7.pemeriksaan diagnostik

1) Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)

Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area paru. Pada
emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan mendatar.

2) Bronkografi

Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.

3) Pengukuran Fungsi Paru

Kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis, dan asma.

4) Analisa Gas Darah

PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma.


Nilai pH normal, asidosis, alkalosis, respiratorik ringan sekunder. Poltekkes Kemenkes Padang

5) Angiografi

Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang keadaan paru, emboli atau
tumor paru, aneurisma, emfisema, kelainan congenital.

6) Radio Isotop

Bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli paru. Ventilasi scanning untuk
mendeteksi ketidaknormalan ventilasi, misalnya pada emfisema.

8.pentalaksanaan medis

a. Pengobatan Tuberculosis Paru

Tujuan pengobatan tuberculosis paru adalah :

1) Menyembuhkan penderita

2) Mencegah kematian

3) Mencegah kekambuhan

4) Menurunkan tingkat penularan

Sedangkan jenis dan dosis OAT adalah:

1) Isoniasid (H) : Dikenal dengan INH, bersifat bekterisid, dapat

membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama

pengobatan.

2) Rifampisin (R) : Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semidormant (persister) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.

3) Pirasinamid (Z) : Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang

berada dalam sel dengan suasana asam.

4) Streptomisin (S) : Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan

15 mg/kg BB.

5) Etambutol (E) : Bersifat sebagai bakteriostatik.

Obat tuberculosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari


beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8

bulan, supaya semua kuman termasuk kuman persister dapat

dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan

9.komplikasi

a. Hipoksemia

Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.

b. Asidosis Respiratori

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda

yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan takipnea. Poltekkes
Kemenkes Padang

c. Infeksi respiratori

Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan rangsangan otot
polos bronchial serta edema mukosa. Terbatasanya aliran udara akan menyebabkan peningkatan
kerja napas dan timbulnya dispnea.

d. Gagal jantung

Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama
pada klien dengan dispnea berat.

10.asuhan keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Alimul Hidayat (2009) dan Arif Muttaqin (2008) pengkajian

keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah

sebagai berikut:

a. Riwayat Pengkajian

Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen pada pasien PPOK meliputi:
1) Ada tidaknya riwayat merokok dan riwayat batok kronis.

Bertempat tinggal atau bekerja diarea dengan polusi udara berat.

2) Adanya riwayat atau factor pencetus eksaserbasi yang meliputi

allergen, stress emosional, peningkatan aktifitas fisik yang

berlebihan, serta infeksi saluran pernafasan.

3) Pada pengkajian ditemukan pasien anoreksia, penurunan berat

badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi. Poltekkes Kemenkes Padang

4) Pada tahap pengkajian lanjut ditemukan pasien sesak nafas,

didapatkan kadar oksigen rendah (hipoksemia) dan karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea).
Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi. Setelah infeksi

terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.

b. Pola Batuk dan Produksi Spontan

Pengkajian pada pola batuk dilakukan dengan cara menilai batuk termasuk batuk kering, keras,
dan kuat dengan suara mendesing. Pengkajian juga dilakukan klien mengalami sakit pada
tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana klien sedang makan, merokok,
atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan, tempat tinggal klien (berdebu, penuh
asap, dan adanya kecendrungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. pengkajian sputum
dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah terhadap
sputum yang dikeluarkan oleh klien.

c. Pengkajian fisik

Menurut Arif Muttaqin (2009) mengatakan sebagai berikut :

1) Inspeksi

Menetukan tipe jalan nafas, seperti menilai nafas spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal,
kemudian menentukan status kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret, perdarahan,
bengkak atau obstruksi mekanik.

a. Menentukan tipe jalan napas, seperti menilai napas spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal,
kemudian menentukan status kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya secret, perdarahan,
bengkak, atau obstruksi mekanik.

b. Penghitungan frekuensi pernapasan; frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit. Pada
pasien PPOK terlihat adanya usaha dan peningkatan frekuensi pernapasan.
c. Pemeriksaan sifat pernapasan. Pasien PPOK terlihat

11. evaluasi

Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa tentang gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler alveolar menunjukkan bahwa, pada partisipan 1 gangguan
pertukaran gas yang dialami sudah mulai teratasi dari waktu ke waktu walaupun masih belum
teratasi secara total, hal ini bisa dilihat dari pola napas pasien yang sudah mulai mendekati nilai
normal dan pasien juga sudah tidak mengeluhkan napas yang sesak, hasilnya ditemukan bahwa
pada partisipan 1 dalam hari rawatan ke-1 sampai ke-3, masih ditemukan keluhan pasien yang
masih sesak. Keluhan tersebut bisa dilihat dari adanya pernapasan pasien yang masih sesak dan
terpasangnya oksigen binasal sebanyak 5 liter/i, namun dalam hari rawatan ke-1 sampai ke-3
juga menunjukkan adanya perubahan pola napas pasien, yang bisa dilihat dari semakin
berkurangnya frekuensi sesak napas pasien.

Anda mungkin juga menyukai