Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


BATU BULI

DISUSUN OLEH:
SOFYA NURUL FAIZAH MR
( 191210019 )

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada pasien “Batu Buli” di Ruang
BIMA RSUD Jombang sesuai dengan Praktik Keperawatan Medikal Bedah 1 yang disusun
oleh :
Nama : SOFYA NURUL FAIZAH MR
NIM : 191210019
Prodi : Diploma III Keperawatan
Sebagai syarat kebutuhan pemenuhan Tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah I
Semester V Diploma III Keperawatan STIKES ICME Jombang.

Disetujui Pada :
Hari/ Tanggal :

Jombang, 25 November 2021

Mahasiswa

(..………………………)

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan/CI

(…..………………………..) (………………….……………)

Kepala Ruang

(……………………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN
Batu buli buli atau vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih
khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga
disebut batu kandung kemih.
Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan
daerah genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup
penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang
berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium
dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and
Suddarth, 2017)
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih
yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari
atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium
oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK,
2016 ).

2. KLASIFIKASI
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut lokasi
beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1. Menurut tempat terbentuknya
a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih
2. Menurut lokasi keberadaannya :
a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3. Menurut Keadaan Klinik :
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkan
obstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4. Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu kalsium
oksalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit (magnesiumammonium
fosfat) dan batu sistin
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi
pada usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk
murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium
fosfat )biasanya hidroxy apatite).Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu
monohidrat dan dihidrat. Batu kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah
dengan lithotripsy (suatu teknik non invasive dengan menggunakan
gelombang kejut yang difokuskan pada batu untuk menghancurkan batu
menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan batu monohidrat adalah salah satu
diantara jenis batu yang sukar dijadikan fragmen-fragmen. Faktor terjadinya
batu kalsium adalah:
1) Hiperkalsiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat
terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria
absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal
(hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang
(hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor
paratiroid.
2) Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak
dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi
makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei,
jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
3) Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam
urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah
terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat
bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari
metabolisme endogen.
b. Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi
lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks
ginjal (6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu
staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu ini bersifat
radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu struit
berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan
struit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari ginjal’ hal
ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar
X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra
Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi
kadang-kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, dan
biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin
yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari
penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat famili
apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah
orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat
amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan
dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung membentuk kristal seperti
tetesan air mata.
d. Batu Sistin : (1-2%)
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin
tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat
Radioopak karena mengandung sulfur.
e. Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.
3. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih adalah :
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hyperkalsiuria dan
hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam
air minum.
c. Faktor lainnya.
Infeksi, stasis dan obstruksi urine, keturunan, air minum, pekerjaan, makanan
atau penduduk yang vegetarian lebih sering menderita batu saluran kencing
atau buli-buli.
Batu kandung kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak
jarang sebagai kalsium fosfat. Batu vesika urinaria kemungkinan akan
terbentuk apabila dijumpai satu atau beberapa faktor pembentuk kristal
kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu proses pembentukan
batu kemungkinan akibat kecenderungan ekskresi agregat kristal yang lebih
besar dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam urine. Dan
beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu ureter pada banyak klien
mencakup penggunaan obat-obatan yang terlalu lama seperti antasid, diamox,
vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi.
Menurut Smeltzer (2017:1460) bahwa, batu kandung kemih
disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang
lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

4. FAKTOR RESIKO
a. Jenis kelamin
Pasien dengan batu saluran kemih umumnya terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan, salah satu penyebabnya adalah adanya
peningkatan kadar hormon testoteron dan penurunan kadar hormon estogen
pada laki-laki dan pembentukan batu
b. Umur
Batu saluran kemih banyak terjadi pada dewasa dibandingkan usia tua,
namun bila dibandingkan dengan usia ana-anak, maka usia tua lebih sering
terjadi rata-rata pasien batu saluran kemih berumur 19-45 tahun.
c. Riwayat keluarga
Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan batu saluran kemih ada
kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
d. Diet dan intake
Jumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine, seperti protein
dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar

5. PHATOFISIOLOGI
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik parsial
maupun total. Obstruksi total dapat berakibat menjadi hidronefrosis. Batu saluran
kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah,
tumor dan urat. Komposisi mineral dari batu bervariasi, kira-kira 3/2 bagian dari batu
adalah kalsium fosfat, asam,urine dan custine.
Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat intake cairan yang rendah dan juga
peningkatan bahan organic akibat ISK atau urine statis, menjadikan sarang untuk
pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan urine yang
berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat.
Teori menurut Nursalam( 2016) antara lain :
a. Teori matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adnay substansia organic
sebagai inti, terutama dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan
memepermudah kristalisasi dan agregasi substansu pembentukan batu.
b. Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam
urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori berkurangnya factor penghambat
Berkurangnya factor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya
batu saluran kencing.
6. PHATWAY
Obstruksi udara

Sumatan aliran urin Respon Stresor


Psikologis

Akumulasi Urin dalam


Dalam kandung kemih Pasien Menjadi Cemas

Retensi urine Ansietas

Miksi sekit-sedikt
Nyeri abdomen bagian
bawah

Gangguan saraf otak


Eliminasi urin
Menyebar ke paru-paru
Distensi kandung Kemih
Aerob
Penekanan Serabut Saraf

Pelepasan Mediator Kimia akumulasi cairan pada bagian


abdomen
(Histamin,Bradikimin,Dll)

Hipotalamus pola nafas tidak efektif

Konteks Serebri Mempersepsikan

Nyeri akut
7. MENIFESTASI KLINIS
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi
pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis,
kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat
tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2016).
a. Dapat tanpa keluhan
b. Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing)
c. Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke
ujung penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita).
d. Terdapat hematuri pada akhir kencing
e. Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun
VU belum penuh).
f. Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna.
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika
penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan
menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan
tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang
secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau
nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.

Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain adalah:

a. Hematuri.
b. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
c. Demam.
d. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
e. Mual.
f. Muntah.
g. Nyeri abdomen.
h. Disuria.
i. Menggigil.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
a. Urinalisa
1) Warna kuning, coklat atau gelap.
2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat
berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah
menyebabkan pengendapan batu asam urat.
3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan
batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam
proses pembentukan batu saluran kemih.
5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah
terjadi hiperekskresi.
b. Darah
1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
2) Lekosit terjadi karena infeksi.
3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
4) Kalsium, fosfat dan asam urat.
c. Radiologis
1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan
ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad
pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
d. Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.
e. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
f. EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
h. IVP ( intra venous pylografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih.
i. Vesikolitektomi ( sectio alta )
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
j. Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
k. Pielogram retrograd
l. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis
ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk
mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan
upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk
mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih
pada klien.

9. PENATALAKSANAAN
Menurut Soeparman (2018) pengobatan dapat dilakukan dengan:
a. Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis,
berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi
koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
b. Pengambilan Batu
1) Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6
mm.
2) Vesikolithotomi : Suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu
dari buli-buli dengan membuka buli-buli dari arterior.
Ruang Lingkup : Semua penderita yang datang dengan keluhan nyeri pada
akhir miksi, hematuria dan miksi yang tiba-tiba berhenti serta dalam
pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen, pyelografi intravena dan
ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-buli. Dalam kaitan
penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu
yang terkait antara lain; Patologi Klinik dan Radiologi
Indikasi Operasi : Batu buli-buli yang berukuran lebih dari 2,5 cm pada
orang dewasa dan semua ukuran pada anak-anak.
Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, tes faal ginjal, sediment urin,
kultur urin dan tes kepekaan antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan asam
urat dalam serum serta ekskresi kalsium, fosfat dan asam urat dalam urin
24 jam, foto polos abdomen, pyelografi intravena, USG.
Komplikasi Operasi : Komplikasi adalah perdarahan, infeksi luka operasi,
fistel.
Perawatan Pasca Bedah : Pelepasan catheter minimal 6 hari Setelah hari
operasi,pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi <
20cc/24 jam Pelepasan benang jahitan keseluruhan 7 hari pasca operasi.
3) Pengangkatan Batu
a) Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu.
Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu
tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas
ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani
dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan
prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil
seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
b) Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi
mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat
dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat
ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang
ultrasonik untuk menghancurkan batu.
c) Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan
memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat
dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik,
atau ultrasound kemudian diangkat.
4) Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
a) Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
b) Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat
(kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon
malam hari), dan bila batu tunggal dengan meningkatkan masukan
cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.
c) Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari
masukan soft drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB
/hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium (80-100
meq/hari), dan masukan kalsium.
d) Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan
kelainan metabolik yang ada.

10. KOMPLIKASI
a. Nyeri akut
b. Pola nafas tudak efektif
c. Gangguan eliminasi urine
d. Anseitas

11. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 2005).
1) Data demografi
a) Usia
Menurut jurnal Sylvia Saraswati (2009), usia merupakan faktor resiko
yang paling penting bagi semua penyakit batu buli, insiden batu buli
meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55
tahun risiko batu buli meningkat 2x lipat setiap 10 tahun (risiko relatif).
b) Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakuakn oleh Indah Manutsih Utami (2002) pada pria
memeiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena batu buli
dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1, walaupun para
pria lebih rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi wanita
akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil
penelitian menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang
melindungi para wanita sampai mereka melewati masa-masa melahirkan
anak.
c) Pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang/lebih menerima ide-ide dan teknologi. Semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang
tentang batu buli dan cara pencegahannya.
2) Keluhan utama
Didapatkan keluhan utama nyeri saat buang air kecil
3) Riwayat penyakit sekarang
Batu buli tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik (Siti Rochani,
2000).
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, hernia, ambeyen, anemia, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan (Donna D. Ignativicius, 2007)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita penyakit hernia
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2010).
c) Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus(Doengoes, 2010).
d) Pola aktivitas dan latihan
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes,2010)
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2010)
l) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2010).
7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Menurut Muttaqin, Arif (2008), pasien dengan batu buli umumnya
mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital
tekanan darah meningkatdan denyut nadi bervariasi.
b) Pemeriksaan Persistem
 B1 (breathing) merupakan pengkajian bagian organ pernapasan
 B2 (blood) merupakan pengkajian organ yang berkaitan dengan
sirkulasi darah, yakni jantung dan pembuluh darah
 B3 (brain) merupakan pengkajian fisik mengenai kesadaran dan
fungsi persepsi sensori
 B4 (bledder) merupakan pengkajian sistem erologi
 B5 (bowel) merupakan pengkajian sistem distive atau pencernaan
 B6 (bone) merupakan pengkajian sistem muskuloskletal dan
integumen

b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2) Pola nafas tidak efektif b.d kecemasan
3) Gangguan eliminasi urine b.d iiritasi kandung kemih
4) Ansietas b.d ancaman terhadap kematian
c. Intervensi keperawatan
N DIAGNOSA SLKI SIKI
O KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen  Tingkat nyeri  Manajemen nyeri
pencedera fisiologis Setelah dilakukan 1. Observasi
asuhan keperawatan a. Identifikasi lokasi,
2x24 jam diharapkan karakteristik, durasi,
pasien dengan kriteria frekuensi, kualitas
hasil: nyeri
1) Keluhan nyeri (2) b. Identifikasi skala
2) Meringis (2) nyeri
3) Gelisah (2) c. Identifikasi respon
4) Kesulitan tidur (3) nyeri non ferbal
5) Perasaan depresi 2. Terapeutik
atau tertekan (3) a. Kontrol lingkungan
6) Ketegangan otot (3) yang memperberat rasa
nyeri
b. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3. Edukasi
a. Jelaskan jelaskan
strategi meredahkan
nyeri
b. Anjurkann
menggunakan
analgesik dengan
tepat
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgesik
2 Pola nafas tidak  Pola nafas  Manajemen jalan nafas
efektif b.d Setelah dilakukan 1. Observasi
kecemasa asuhan keperawatan a. Memonitor pola nafas
2x24 jam diharapkan b. Memonitor pola nafas
pasien dengan kriteria tambahan
hasil: 2. Terapeutik
1. Tekanan inspirasi (3) a. Pertahankan
2. Dispnea (2) kepatenan jalan nafas
3. Menggunakan otot b. Posisikan semi-
bantu nafas (4) fowler atau fowler
4. Frekuensi nafas (2) c. Berikan minum
5. Kedalaman nafas (2) hanget
d. Berikan oksigen
3. Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan
200ml/hari
b. Ajarkan tekhnik batuk
efektif
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
3 Gangguan eliminasi  Eliminasi urine  Manajemen eliminasi urine
urine b.d iritasi Setelah dilakukan 1. Observasi
kandung kemih asuhan keperawatan a. Identifikasi tanda dan
2x24 jam diharapkan gejala retensi atau
pasien dengan kriteria inkontenensia urine
hasil: b. Identifikasi faktor
1. Desekan berkemih yang menyebabkan
(4) retensi atau
2. Distensi kandung inkontinensia urine
kemih (4) c. Monitor eliminasi
3. Urine menetes (3) urine
4. Mengompol (2) 2. Terapeutik
a. Cacat waktu-waktu
dan haluaran
berkemih
b. Batasi asupan cairan
3. Edukasi
a. Ajarkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
b. Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
c. Anjurkan minum
yang cukup
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra
4 Anseitas b.d  Tingkat ansietas  Reduksi anseitas
ancaman terhadap Setelah dilakukan 1. Observasi
kematian asuhan keperawatan a. Identifikasi saat
2x24 jam diharapkan tingkat anseitas
pasien dengan kriteria berubah
hasil: b. Monit tanda-tanda
1. Perilaku gelisah (3) anseitas
2. Perilaku tegang (2) 2. Terapeutik
3. Keuhan pusing (4) a. Ciptakan suasana
4. Frekuensi terapeutik untuk
pernapasan (3) menumbuhkan
5. Tekanan darah (2) kepercayaan
6. Pucat (4) b. Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan
c. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
menyakinkan
3. Edukasi
a. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
b. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
c. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
4. Kolabrasi
Kolaborasi pemberian
obat antiansietas
d. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau mencegah
penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki. Perencanaan tindakan
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai
keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatn. Selama
keperawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien dan
memprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang
telah ditetapkan institusi. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau
52 pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika
klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam tindakan keperawatan
(Smeltzer, S.C & Bare, 2001)

e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi hasil dan respon dari asuhan keperawatan, perawat mengukur
efektifitas semua intervensinya. Tujuan dan kriteria hasil adalah kemampuan
residen mempertahankan atau peningkatan kesejajaran tubuh dan mobilisasi.
Perawat mengevaluasi intervensi khusus yang diciptakan untuk mendukung
kesejajaran tubuh, meningkatkan mobilisasi dan melindungi residen dari bahaya
imobilisasi. Dengan mempertahankan kesejajaran tubuh yang baik dan mobilisasi
serta mencegah bahaya imobilisasi akan meningkatkan kemandirian dan
mobilisasi secara menyeluruh. Residen yang mobilisasi sendinya tidak adekuat
harus mendapat bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Evaluasi
merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi proses
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui
evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi evaluasi merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnose juga perlu
dievaluasi untuk menentukan apakah realistic dapat dicapai efektif (Potter &
Perry, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s . 2017. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan).
Jakarta : EGC.

Nurafif, Amin Huda.2016.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan


SDKI-SIKI Jilid 2.Yogyakarta : Mediaction Publishing

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem perkemihan.
Salemba Medika: Jakarta.

Price, Sylvia. (2016). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6.


Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC: Jakarta.
http://cresilda19.blogspot.com/ di akses pada tanggal 10 April 2015
http://meladianmaulidah.blogspot.com di akses pada tanggal 10 April 2016

Diposting oleh annisa irodaturrizqi di 22.02 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke


TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai