Anda di halaman 1dari 39

PENATALAKSANAAN

HIPERTENSI EMERGENSI
Jaya Mallidi, Srikanth Penumetsa And Amir Lotfi
The Division Of Cardiology, Baystate Medical Center, USA

Pembimbing : dr. Dwi Ngestiningsih, Sp.PD


ABSTRAK
 Hipertensi - permasalahan umum
 “Hipertensi emergensi” – peningkatan tekanan darah drastis
(>180/120 mmHg) yang dikaitkan dengan kerusakan organ
sasaran, melibatkan sistem neurologis, kardiovaskuler atau
ginjal
 Sedikit literatur tentang anjuran laju penurunan tekanan darah,
selagi merawat pasien ini, juga memilihkan obat yang tepat
untuk digunakan
 Rekomendasi :
 fokus pada identifikasi segera kerusakan organ sasaran
 menurunkan tekanan darah sebesar 25% pada 2 jam pertama, kecuali pada
diseksi aorta di mana penurunan tekanan darah secara cepat memang
direkomendasikan.
PENDAHULUAN
 Hipertensi yang tidak terkontrol -> faktor risiko utama
untuk kematian kardiovaskuler dan cerebrovaskuler
 Hipertensi -> permasalahan umum yang mengenai 60-
70 juta orang di Amerika Serikat
 Kira-kira 1-2% dari semua pasien hipertensi muncul di
ruang gawat darurat dengan hipertensi emergensi
paling tidak sekali dalam hidup mereka
 Pengenalan yang cepat, evaluasi dan penanganan
adalah hal yang penting dalam mencegah
kerusakan organ sasaran yang permanen.
 Ulasan periodik terbaru oleh Joint National Committee
(JNC) mengenai “Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan
Penanganan Tekanan Darah Tinggi”, tidak
memberikan pedoman eksplisit tentang tatalaksana
hipertensi emergensi
DEFINISI

 Hipertensi emergensi : peningkatan hebat pada


tekanan darah (biasanya >180/120 mmHg) dengan
adanya disfungsi organ sasaran yang progresif
melibatkan sistem neurologis, jantung atau ginjal
 Hipertensi urgensi : peningkatan drastis tekanan darah
secara akut (>180/120 mmHg) tanpa adanya bukti
kerusakan organ sasaran
 Manifestasi klinis yang umum dari kerusakan
organ sasaran pada hipertensi emergensi
seperti sindrom coroner akut, gagal jantung
dekompensasi akut, ensefalopati, hemorargik
intracerebral dan gagal ginjal akut.
Evaluasi Klinis Awal

 Pasien dengan hipertensi emergensi biasanya datang


dengan gejala baru yang terkait dengan organ
target yang terlibat. Penggalian riwayat secara teliti
dan pemeriksaan fisik harus dilakukan serta strategi
pengobatan yang tepat harus diterapkan untuk
mengatasi penyebab yang mendasari.
Sejarah
 Semua pasien yang datang dengan hipertensi berat
harus dicari tahu :
 Kerusakan organ target akut.
 Riwayat hipertensi pasien, rejimen pengobatan saat
ini, dosis terakhir obat antihipertensi yang dikonsumsi
dan penyesuaian obat
 Riwayar penggunaan obat rekreasi (amfetamin,
kokain, monoamine oxidase inhibitors atau fensiklidin)
 Beberapa pasien dengan hipertensi kronik selalu memiliki
tekanan darah yang meningkat (terkanan darah normal
120/80 mmHg mungkin terlalu rendah bagi mereka) -->
Diagnosis dari hipertensi emergensi atau urgensi tidak
dapat dibuat berdasarkan satu kali pembacaan tekanan
darah absolut, tetapi berdasarkan peningkatan tekanan
darah akut dari tekanan darah awal yang disertai
dengan kerusakan organ sasaran.
Pemeriksaan
 Tekanan darah harus dievaluasi di kedua lengan dengan
ukuran manset yang sesuai.
 Pemeriksaan fisik juga harus diarahkan pada identifikasi
disfungsi organ target.
 Pemeriksaan neurologis : perubahan status mental dan
defisit neurologis fokal
 Perubahan status mental dengan pemeriksaan
funduskopi memperlihatkan eksudat, hemorargik atau
papil edema mengindikasikan hipertensi ensefalopati.
 Pemeriksaan kardiovaskuler: gallop patologis (S3 dan S4)
dan murmur (contoh: regurgitasi aorta).
 Pulsasi vena jugularis yang meningkat dan ronchi pada
area paru mengindikasikan edema paru dan gagal
jantung kongestif dekompensasi.
 Nadi distal harus dipalpasi pada semua ekstremitas, dan
nadi yang tidak sama harus dicurigai sebagai diseksi
aorta.
Pemeriksaan laboratorium

 Elektrokardiogram harus dilakukan untuk


menilai hipertrofi ventrikel kiri, aritmia, iskemik
akut atau infark.
 Urinalisis harus dilakukan untuk menilai
hematuria dan proteinuria.
 Profil metabolik dasar meliputi uji kadar BUN
dan kreatinin serum penting untuk menilai
disfungsi ginjal.
 Pemeriksaan biomarker jantung juga harus
dilakukan apabila dicurigai sindrom koroner
akut.
Studi Radiografi

 Pasien dengan perubahan status mental atau


defisit neurologis fokal harus mendapatkan CT
pada otak untuk menilai adanya hemorargik atau
infark.
 X ray dada umumnya dilakukan untuk menilai
edema paru.
 Bila dicurigai terjadi diseksi aorta (berdasarkan
riwayat nyeri dada, nadi yang tidak seragam
dan/atau pelebaran mediastinum pada X ray
dada), pencitraan aorta (CT
angiogram/MRI/transesofageal ekokardiogram)
harus dilakukan segera .
Penatalaksanaan awal
 Autoregulasi serebral dari tekanan darah mengalami
perubahan pada hipertensi emergensi  diperkirakan
penurunan tekanan darah secara cepat  penurunan
perfusi otak  sehingga meningkatkan kerusakan pada
organ sasaran  pemantauan hemodinamik arteri secara
invasif di instalasi rawat intensif dengan penggunaan obat
anti hipertensi kerja cepat, titrasi intravena direkomendasikan
untuk situasi tersebut .
 JNC 7  tekanan darah arteri rata-rata harus diturunkan
sebesar <25% selama 2 jam pertama dan mencapai sekitar
160/100-110 mmHg pada 6 jam setelahnya
 Diseksi aorta: turunkan tekanan darah hingga kurang dari 120
mmHg dalam 20 menit
 Pemilihan obat anti hipertensi seringkali didasarkan pada
disfungsi organ target, availabilitas, kemudahan pemberian,
kebiasaan di institusi terkait dan pertimbangan dokter
Penatalaksanaan
Farmakologis
Sodium nitroprusside
 Vasodilator arteri & vena, pre load & after load ↓
 Menyebabkan penurunan perfusi otak dengan
peningkatan tekanan intrakranial, sehingga harus
digunakan secara hati-hati pada pasien hipertensi
ensefalopati
 Pada pasien dengan penyakit arteri koroner, obat ini
dapat menyebabkan penurunan aliran darah koroner
secara signifikan sebagai efek dari coronary steal
phenomenon
 Sangat poten dengan onset kerja cepat dan waktu
paruh yang pendek, maka hanya boleh digunakan
dengan pemantauan tekanan darah arteri di instalasi
rawat intensif, jarang digunakan sebagai pilihan
utama pada hipertensi emergensi.
Nitrogliserin

 Venodilator, sebagai dilator arteri pada dosis tinggi


 Menurunkan tekanan darah dengan mengurangi pre
load dan after load pada dosis yang lebih tinggi
 Mirip dengan nitroprusside, obat ini dapat
menurunkan perfusi otak dan karena itu tidak
digunakan pada hipertensi ensefalopati
 Seringkali menjadi pilihan untuk hipertensi emergensi
yang terkait dengan edema paru akut atau sindrom
koroner akut
Labelatol
 Kombinasi bloker reseptor α-adrenergik dan β-adrenergik
non selektif
 Onset cepat dalam 2-5 menit setelah pemberian IV dan
efeknya bertahan hingga 2-4 jam
 Dapat diberikan sebagai bolus dan injeksi intravena terus-
menerus tanpa pemantauan tekanan darah invasif
 Efek samping: bradikardi karena efek beta blocking
 Menurunkan resistensi sistem vaskuler total, tetapi
mempertahankan aliran darah otak dan koroner, oleh
karena itu direkomendasikan oleh American Stroke
Association untuk penatalaksanaan hipertensi pada
pasien stroke
 Obat ini seringkali digunakan pada hipertensi emergensi
yang diinduksi oleh kehamilan karena sifatnya yang larut
dalam lemak dan tidak menembus plasenta
Fenoldopam

 Bekerja pada reseptor dopamin-1 perifer,


menghasilkan vasodilatasi periferal, terutama di ginjal,
jantung dan kapiler splancnicus.
 Selain menurunnya tekanan darah, obat ini dapat
meningkatkan perfusi ginjal.
 Dalam beberapa studi yang membandingkan
fenoldopam dengan obat anti hipertensi lainnya
pada hipertensi emergensi, terbukti adanya
perbaikan creatinine clearance, sehingga berguna
bagi pasien hipertensi emergensi dengan gagal ginjal
akut.
Nicardipine

 Ca-channel blocker
 Menyebabkan relaksasi otot polos pada arteriol
perifer
 Memiliki kemampuan vasodilatasi arteri cerebral dan
coroner, sehingga dapat memperbaiki perfusi otak
dan seringkali digunakan untuk krisis hipertensi pada
pasien stroke akut
Clevidipine
 Ca-channel blocker, merelaksasi otot polos
arteriol yang menghasilkan penurunan resistensi
vaskuler perifer, meningkatkan stroke volume
dan cardiac output.
 Diakui oleh FDA (2008) untuk tatalaksana
hipertensi emergensi.
 Memiliki onset cepat (<1 menit) & offset yang
cepat pula.
 Dimetabolisme menjadi bentuk inaktif oleh
esterase dalam darah dan jaringan
ekstravaskuler, sehingga tidak membutuhkan
penyesuaian dosis pada pasien dengan
disfungsi ginjal dan hepar
Clevidipine (lanjutan)

 Keamanan dan efikasi dari clevidipine


telah teruji. Di antara 126 pasien dengan
krisis hipertensi (81% memiliki kerusakan
organ target), 90% pasien yang diterapi
dengan clevidipine mencapai tekanan
darah target dalam 30 menit (waktu
median: 10,9 menit)
 Aman bagi hipertensi urgensi di antara
pasien post operasi jantung
Hydralazine:
 Vasodilator arteriol direk.
 Mekanisme kerja
- Periode laten awal selama 5-15 menit yang diikuti
dengan penurunan tekanan darah drastis
- efek yang dapat bertahan hingga 10 jam
 Pemakaian :
- tidak dianjurkan pada krisis hipertensi karena efek
antihipertensinya yang tidak dapat diprediksi and
kesulitan dalam titrasi
- digunakan pada krisis hipertensi terkait kehamilan
karena obat ini tidak teratogenik dan meningkatkan
aliran darah uterin
Penatalakasanaan Hipertensi
pada Situasi Klinis khusus
Emergensi
Neurologis

Hipertensi pada Emergensi


situasi klinis khusus Kardiovaskular

. Hipertensi
Emergensi akibat
kelebihan
Katekolamin
Hipertensi
Ensepalopati
Emergensi
Neurologis
Trauma
Cerebrovaskular
Hipertensi Ensepalopati
Patofisiologi :
Autoregulasi vaskuler cerebral terganggu,
menghasilkan kerusakan otak organik [40].

Tidak terjadi
Kenaikan TD Vasokonstriksi
Hiperperfusi

Mikrohemoragik
Vasodilatasi
180mmHg Hiperperfusi dan edema
Cerebral
cerebral
Pada pasien HT
Gejala Prinsip Terapi

• Letargi onset lambat • penurunan tekanan


• Nyeri kepala darah sebesar 20-25%
• Disorientasi atau tekanan darah
diastolik hingga 100-110
• Gangguan penglihatan
mmHg pada 1-2 jam
• Kejang pertama [43].
• Penurunan tekanan
• biasanya berakhir dalam darah secara cepat
24-48 jam dengan tidak dibenarkan karena
penurunan tekanan dapat menyebabkan
darah hipoperfusi cerebral
yang mengakibatkan
status neurologis
memburuk dan stroke
[43].
Obat-obatan

•nicardipine
•Labetalol
•Clevidipine
•Fenoldopam
•Sodium nitroprusside
(biasanya digunakan
meskipun ada potensi
untuk meningkatkan
tekanan intrakranial. )
Trauma Cerebrovaskuler
 Gejala patoknomis : defisit neurologis fokal akut.

Perdarahan
Stroke Iskemik Stroke Hemoragik
Subarachnoid
• OAT : diastolik >120 • tekanan arteri rata- • sistolik rata-rata
mmHg atau sistolik rata <130 mmHg 15% di atas standar
>220 mmHg • tekanan darah
• Pasien dengan sistolik 20% di
trombolitik : (sistolik bawah standar
<180 mmHg dan
diastolik <110
mmHg) dianjurkan
untuk mencegah
konversi
hemorargik
Obat-obatan

• nicardipine
• Labetalol
memiliki efek yang minimal pada
aliran darah otak dan tidak
menimbulkan hipoperfusi.
• Nimodipine
seringkali digunakan pada
hemorargik subarachnoid untuk
mencegah vasospasme arteriol
cerebral dan oleh karena itu
mempertahankan perfusi otak
Sindrom
Koroner Akut

GJK
Emergensi
kardiovaskular
. Diseksi Aorta

Kerusakan
Ginjal akut
Sindrom Koroner Akut
 Gejala : nyeri dada precordial.

Spektrum presentasinya : unstable angina, NSTEMI, dan


STEMI

Elektrokardiogram : Tanda hipertrofi ventrikel kiri


dan/atau perubahan dinamis ST-segmen yang konsisten
dengan iskemik.

Pada pasien-pasien ini, lonjakan adrenergik akut dapat


mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan
takikardi serta peningkatan permintaan oksigen
miokardium. Pada beberapa pasien, peningkatan
tekanan darah akut dengan sendirinya dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan supply-demand dari
meningkatnya workload jantung, menyebabkan
peningkatan enzim jantng.
Terapi
menurunkan tekanan darah pasien secara
bertahap untuk fungsi jantung yang optimal
dan meringankan gejala
Morfin intravena (IV) dan nitrogliserin sublingual dapat
diberikan dahulu sementara menentukan tatalaksana lebih
lanjut.
nitrogliserin IV dan labetalol IV : obat anti angina,
menurunkan workload jantung, dan meringankan gejala.
Karena pasien dengan iskemik jantung akut rentan terhadap
aritmia, labetalol memiliki keuntungan teoritis dibanding obat
lainnya dikarenakan sifat beta-blocking yang dimilikinya.
Nitroprusside IV sebaiknya dihindari pada situasi ini karena
berpotensi memperburuk iskemik akibat steal phenomenon
pada koroner [12].
Gagal jantung kongestif
(GJK) dekompensasi akut
 Pasien dengan stenosis arteri renalis yang signifikan dapat
berkembang menjadi episode hipertensi akut yang
mengakibatkan GJK dekompensasi akut, ditampilkan
sebagai “flash pulmonary edema”
 Loop diuretik IV (furosemide, bumetanide dan torsemide)
harus diberikan pada pasien yang hipervolemik dan
dapat mengakibatkan pengurangan tekanan darah.
 Penggunaan diuretik harus berhati-hati pada pasien
yang tidak memiliki volume overload yang signifikan,
karena dapat menyebabkan dehidrasi dan kerusakan
ginjal.
 Nitroprusside dan nitrogliserin adalah obat yang sangat
baik bagi manajemen tekanan darah pada GJK
dekompensasi akut.
GJK dekompensasi akut
(lanjutan)
 Labetalol IV dan nicardipine kontraindikasi relatif bagi
pasien dengan disfungsi sistolik, dikarenakan efek
negatif inotropik, namun masih dapat digunakan bila
obat lini pertama tidak efektif atau merupakan
kontraindikasi.
 Penurunan tekanan darah secara cepat sebesar 20%
dalam satu jam pertama cukup untuk memperbaiki
performa kerja jantung dan penurunan lebih lanjut
menjadi tekanan darah normal dapat dicapai pada 6
jam setelahnya.
Diseksi Aorta Akut

 Nyeri dada akut, Pemeriksaan tekanan darah lengan


yang tidak seragam dan/atau pelebaran
mediastinum pada X-ray dada adalah ciri-ciri untuk
mendiagnosis.
 Nitroprusside IV adalah obat lini pertama diikuti
dengan pemberian beta blocker
 Obat lain yang juga efektif yaitu labetalol dan
nicardipine.
 Pada diseksi aorta tipe A, manajemen definitifnya
adalah operasi yang harus dilakukan segera.
Kerusakan Ginjal Akut

 Hal ini lebih sering terjadi karena efek sekunder dari


penurunan tekanan darah secara drastis menggunakan
obat daripada komplikasi peningkatan tekanan darah
akut
 Strategi yang dianjurkan adalah penurunan 10-20%
tekanan arteri rata-rata selama satu atau dua jam
pertama, kemudian 10-15% lagi selama 6-12 jam
selanjutnya
 Nitroprusside seringkali digunakan, namun obat ini
meningkatkan risiko toksisitas sianida pada pasien
dengan gagal ginjal.
 Fenoldopam- agonis dopamin 1, telah terbukti
memperbaiki natriuresis, diuresis dan creatinin clearance
dibandingkan dengan nitroprusside pada beberapa
studi dan saat ini lebih dijadikan pilihan untuk pasien
dengan gagal ginjal.
Hipertensi Emergensi selama
Kehamilan
 Pasien dengan Pregnancy Induced Hypertension (PIH) dapat
muncul dengan preeklampsia atau eklampsia.
 Terapi awal dengan magnesium sulfat dianjurkan untuk profilaksis
kejang. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif bagi
eklampsia
 Penurunan TD berhati-hati untuk mencegah hemorargik cerebral
tanpa mengurangi aliran darah otak.
 The American College of Obstetricians and Gynaecologists
menganjurkan untuk menjaga tekanan darah antara 140-160
mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90-105 mmHg [53]
 Hidralazine dan nifedipine oral telah rutin digunakan pada PIH.
 Namun, data terbaru mengatakan bahwa penggunaan
labetalol IV atau nicardipine, keduanya mudah dititrasi, aman
dan efektif untuk PIH
Hipertensi Emergensi akibat
Kelebihan Katekolamin
 Biasanya disebabkan karena hal berikut: pheochromocytoma,
krisis monoamine oksidase inhibitor dan ketergantungan obat-
obatan seperti kokain
 Terapi dimulai dengan alfa blocker (fentolamin IV) dan beta
blocker ditambahkan hanya apabila diperlukan.
 Beta blocker tidak boleh dimulai pertama karena blokade
reseptor adrenergik vasodilator perifer dapat mengakibatkan
stimulasi tidak tertahankan dari reseptor alfa adrenergik,
menyebabkan peningkatan tekanan darah secara drastis.
 Pada hipertensi yang diinduksi kokain, blokade beta terisolaso
meningkatkan vasokonstriksi koroner, denyut jantung dan
tekanan darah
 Kontrol tekanan darah yang adekuat dengan obat lain seperti
nicardipine, fenoldopam, verapamil atau fentolamine
dikombinasi dengan verapamil dapat digunakan.
Kesimpulan

 Hipertensi emergensi adalah kejadian klinis yang umum dengan


manifestasi yang sangat bervariasi, dengan hasil yang
membahayakan nyawa bila tidak dikenali dan ditangani
dengan segera.
 Tatalaksana pilihan didasari atas availabilitas beberapa obat,
penggunaan universalnya yang terbatas oleh efek samping,
kemudahan administrasi atau availabilitas.
 Namun sayangnya dikarenakan sifat dari penyakitnya dan
ketajaman presentasinya, sulit untuk melakukan prospective
randomized trials dan oleh karena itu terdapat kekurangan data
dalam bidang ini terkait pemilihan obat dan kadar penurunan
tekanan darah pada masing-masing situasi klinis.
 Clevidipine, obat yang baru-baru ini diakui ternyata aman dan
menjanjikan untuk digunakan. Untuk saat ini, pilihan obat yang
sesuai didasarkan pada kerusakan organ sasaran pada
presentasi, mekanisme kerja dan potensi efek samping dari tiap
obat, availabilitasnya dan kebiasaan masing-masing institusi.
TERIMAKASIH ATAS PERHATIANNYA
MOHON BIMBINGAN DAN ASUPAN

Anda mungkin juga menyukai