Anda di halaman 1dari 8

1.

Hipertensi emergensi / emergency hipertension (darurat) 


Ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari
organ sasaran yang bersifat progresif yang disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi akut. Tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit sampai jam), keterlambatan pengobatan akan menyebabkan
timbulnya sequele atau kematian sehingga perlu ditanggulangi sesegera mungkin
dengan obat anti hipertensi intravena dan bila perlu dirawat di ruangan intensive
care unit.5

2. Hipertensi urgensi / urgency hipertension (mendesak)


Ditandai dengan TD diastolik > 120 mmHg tanpa kerusakan atau
komplikasi minimum dari organ sasaran, sehingga penurunan tekanan darah dapat
dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari) dengan obat anti
hipertensi oral.5

Tabel 2.3 Hipertensi Emergensi (darurat)

Tabel 2.4 Hipertensi Urgensi (mendesak)

Diagnosis
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pasien.8
Penilaian awal dari pasien hipertensi harus termasuk riwayat lengkap dan
pemeriksaan fisik untuk memastikan sebuah diagnosis dari hipertensi.
Kebanyakan pasien dengan hipertensi memiliki gejala yang tidak spesifik terkait
dengan kenaikan tekanan darah. Meskipun kebanyakan memikirkan bahwa timbul
sebuah gejala ketika terjadi kenaikan tekanan arterial, sakit kepala umumnya
terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat. Sakit kepala karena hipertensi
umunya terjadi pada pagi dan terlokalisasi pada region oksipitalis. Gejala
nonspesifik lainnya yang mungkin dapat berhubungan kenaikan tekanan darah
adalah pusing, palpitasi, mudah lelah, dan impotensi. Berikut hal-hal yang harus
dilakukan dalam menegakkan diagnosis:

Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, perlu dilakukan anamnesa singkat. Yang
ditanyakan pada saat anamnesis ialah adanya riwayat hipertensi dan pengobatan
hipertensi sebelumnya. Gejala organ target yang dirasakan (serebrosvaskular,
jantung, dan fungsi penglihatan).

Pemeriksaan Fisik
a. Tekanan darah: tekanan darah sistolik >180 mmHg, tekanan darah diastolik
>120 mmHg.
b. Funduskopi: untuk melihat adanya spasme arteri segmental, edema retina,
perdarahan retina (superfisial, berbentuk api, atau titik), eksudat retina,
papiledema, vena membersar.
c. Pemeriksaaan neurologis: sakit kepala, bingung, kehilangan penglihatan,
defisit fokal neurologis, kejang, koma.
d. Status kardiopulmoner
e. Pemeriksaan cairan tubuh: oliguria pada gangguan ginjal akut.
f. Pemeriksaan denyut nadi perifer

Pemeriksaan Penunjang
a. Hematokrit dan apusan darah
b. Urinalisis: proteinuria, eritrosit pada urin.
c. Kimia darah: peningkatan kreatinin, azotemia (ureum >200 mg/dL), glukosa,
elektrolit.
d. Elektrokardiografi: adanya iskemia, hipertrofi ventrikel kiri.
e. Foto thorax (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta).
f. Ultrasonografi: untuk melihat struktur ginjal.

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding krisis hipertensi yaitu:7


1. Gagal jantung kiri akut
2. Uremia
3. Stroke
4. Perdarahan subarakhnoid
5. Tumor otak
6. Cedera kepala
7. Epilepsi (fase postiktal)
8. Ensefalitis
9. Penyakit kolagen
10. Lupus eritematosus dengan vaskulitis serebral
11. Pengaruh obat simpatomimetik: overdosis vasopresor, kokain, amfetamin
12. Hiperkalsemia
13. Gangguan cemas akut dengan sindrom hiperventilasi

2.10 Penatalaksanaan

Hipertensi Urgensi
Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral
aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam
awal, Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada
fase awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai
160/110 mmHg. Penggunaan obat antihipertensi parenteral maupun oral bukan
tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral
antihipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami
hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral
merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.9

Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi


Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis
awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian.
Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan
gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada arterirenal bilateral).9
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan
pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan
nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65%
dibandingkan placebo yang mencapai 22% (p=0,002). Penggunaan dosis oral
biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah
yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat
dan sakit kepala.9
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking, memiliki
waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range
yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara
random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok, diberikan dosis
100 mg, 200 mg, dan 300 mg secara oral menghasilkan penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan
mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian.
Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-
adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan
puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian
berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang
diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi
adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.10
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak
kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk
terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak
dan tidak dapat diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.10

Tabel 2.6 Obat oral untuk hipertensi urgensi

Hipertensi Emergensi
Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung
pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-
obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan
ICU agar monitoring tekanan darah lebih terkontrol dan dengan pemantauan yang
tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan
mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.10

Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi


Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi
emergensi seperti ensefalopati hipertensi, perdarahan intrakranial, dan stroke
iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan
darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP
harus dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik
tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan
apakah tekanan darah akan menurun secara spontan. Secara terus-menerus MAP
dipertahankan > 130 mmHg.10

Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik


akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi
emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi
dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin
terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan
diseksi aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara
IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-
obatan vasodilator seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan
tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >
120mmHg) dalam waktu 20 menit.10
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan
konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan
proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih
kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun
nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat.
Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari keracunan sianida
akibat dari pemberian nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.10

Tabel 2.7 Obat Parenteral untuk Hipertensi Emergensi


2.11 Komplikasi

1. Ensefalopati hipertensi
2. Hipertensi maligna
3. Hipertensi berat dengan komplikasi akut
a. Serebrovaskular
• Perdarahan intrakranial
• Perdarahan subarakhnoid
• Infark otak atherosclerosis akut
b. Ginjal
• Gagal ginjal progresif cepat
c. Jantung
• Diseksi aorta akut
• Edema paru dengan kegagalan ventrikel akut
• Infark miokard akut
• Unstable angina
4. Eklampsi or hipertensi berat dalam kehamilan
5. Perdarahan sutura vascular pasca operasi
6. Glomerulonefritis akut dengan hipertensi berat
7. Krisis scleroderma
8. Vaskulitis sistemik akut dengan hipertensi berat
9. Severe epistaxis

2.12 Prognosis

Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%), gagal ginjal (19%) dan
gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat
dan segera.

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
1. Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus SK., Setiati KS, editors. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.VI. Jilid II. 2014 Jakarta: Interna
Publishing.
3. Vidt D. Hypertensive crises: emergencies and urgencies: clev clinic med. 2004
4. Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kemerterian Kesehatan Indonesia.
Hipertensi. 2015
5. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi-
Urgensi. BIKBiomed. 2007. Vol.3, No.4 :163-8.
6. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4 :163-8.
7. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.Harrison's
Principles ofInternal Medicine. Seventeenth Edition. 2008.
8. Saguner AM, Dur S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors
PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. Am J
Hypertensi. 2010. 23:775-780.
9. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. 2014. USU
DigitalLibrary.
10. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. 2007. pp.
43-50.
11. Suryawan, Rurus. Krisis Hipertensi. 2015. Surabaya: FK UNAIR-
RSU.Dr.Soetomo

Anda mungkin juga menyukai