Anda di halaman 1dari 26

KONSEP HIPERTENSI EMERGENCY

By: Ns. Meida Laely Ramdani, S. Kep., MNS.


Hipertensi Crisis: emergencies + Urgencies
Hypertensive crisis, usually
severely elevated BP

Emergency: acute/progressi Urgency:


ve organ damage No Severe symptoms, No
progressive organ damage

Immediate BP reduction
BP reduction within hours

Parenteral treatment
Oral treatment

ICU Short-stay department

Reduction of OD and Sym


ptoms <180/110-200/120 mmHg
DEFINITION

A hypertensive emergency is a situation that req


uires immediate reduction in BP because of acu
te or progressing target organ damage

Incidence: 1-2/ 100.000 person.


African ethnicity more frequent
Hipertensi emergensi adalah peningkatan te
kanan darah secara progresif yang disertai
kerusakan organ target dan dalam penanga
nannya memerlukan penurunan TD dalam
beberapa menit untuk mencegah berlanjut
nya kerusakan organ target tersebut
Hipertensi emergensi adalah pasien dengan bukti adanya kerusakan target organ yang sed
ang terjadi atau akut (ensefalopati, perdarahan intra serebral, kegagalan ventrikel kiri akut d
engan edema paru, unstable angina, diseksi aneurisme aorta, IMA, eklampsia, anemia hem
olitik mikro angiopati atau insufisiensi renal) yang memerlukan intervensi farmakologi yang t
epat untuk menurunkan tekanan darah sistemik.

Manifestasi klinis dari hipertensi emergensi yaitu terdapat kerusakan organ, mis
alnya perubahan status mental seperti pada ensefalopati, stroke, gagal jantung,
angina, edema paru, serangan jantung,
aneurisma, eklampsi (Bryg, 2009).
Hypertensive Emergency
Classification based on Organ Damage:

Target Organ Complications


Brain Hypertensive encephalopathy, ce
rebral infarction, intracerebral hae
morrhage, subarachnoid hemorrh
age
Eye Advanced retinopathy
Heart Acute coronary syndromes, A
cute congestive heart failure
Aorta Dissection
Kidney Acute Renal Failure
Placenta/ maternal circulation Severe (pre) eclampsia
Hal hal yang paling sering menimbulkan krisis hipertensi antara lain karena penggunaan o
bat antihipertensi seperti clonidine, hiperaktivitas autonom, obat-obat penyakit kolagen-va
skuler, glomerulonefritis akut, cedera kepala, neoplasia seperti pheokromasitoma, preekla
mpsia dan eklampsia.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi hipertensi darurat belum diketahui secara pasti. Kegagalan autoregulasi normal dan kenaika
n resistensi vaskuler sistemik (SVR) tiba-tiba biasanya awal dalam proses penyakit. Peningkatan SVR di
perkirakan terjadi dari pelepasan vasokonstriktor humoral dari dinding pembuluh darah yang mengalami
stres. Ketika tekanan meningkat dalam pembuluh darah akan memicu siklus kerusakan endotel mulai da
ri aktivasi lokal faktor pembekuan intravaskular, nekrosis fibrinoid pembuluh darah kecil, dan pelepasan l
ebih banyak vasokonstriktor. Jika proses ini tidak berhenti, siklus dari cedera vaskular lebih lanjut, iskemi
a jaringan, dan disfungsi autoregulatori terjadi kemudian. Presentasi klinis yang paling umum adalah hip
ertensi darurat infark serebral (24,5%), edema paru (22,5%), ensefalopati hipertensi (16,3%), dan gagal
jantung kongestif (12%). Kurang presentasi umum meliputi pendarahan intrakranial, diseksi aorta, dan ek
lampsia.
Sistem Saraf Pusat

Tekanan darah yang naik dengan cepat dapat menyebabkan hiperperfusi dan me
ningkatkan CBF, yang dapat menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dan ed
ema serebral.
Hipertensi ensefalopati merupakan salah satu manifestasi klinis edema serebral d
an microhemorrhages terlihat dengan disfungsi dari autoregulasi otak dan ditanda
i oleh hipertensi, pemikiran berubah, dan papil edema.
Sistem Kardiovaskular
Hipertensi kronis menyebabkan peningkatan kekakuan arteri, peningkatan
tekanan darah sistolik, dan tekanan nadi melebar. Faktor-faktor ini berperan
untuk menurunkan tekanan perfusi koroner, meningkatkan konsumsi oksigen
miokard, dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Selama hipertensi emerg
ensi, ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi kenaikan tahanan vaskuler
akut sistemik. Hal ini mengarah ke gagal ventrikel kiri dan edema paru atau i
skemia miokard.
Ginjal

Hipertensi kronis menyebabkan perubahan patologis pada arteri kecil


ginjal. Arteri berkembang menjadi disfungsi endotel dan vasodilatasi ter
ganggu, yang mengubah autoregulasi ginjal. Ketika sistem autoregula
tori ginjal terganggu, tekanan intra glomerular mulai bervariasi secara lan
gsung dengan tekanan arteri sistemik, sehingga menawarkan perlindung
an untuk ginjal selama fluktuasi BP. Selama krisis hipertensi, ini dapat me
nyebabkan iskemia ginjal akut
Dikarenakan kita tidak bisa mengukur autoregulasi serebral sehingga ada beberap
a acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:

 Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
 Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala hipop
erfusi otak
 Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadia
n stroke.
 Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal, kurang lebih sam
a dengan yang terjadi pada serebral
PENGKAJIAN

Untuk mengetahui hipertensi emergensi harus ditanyakan riwayat kesehatan Y


g lalu termasuk obat-obatan apa yang pernah dikonsumsi sebelumnya.

Untuk mengkaji kerusakan organ dapat dilakukan beberapa pemeriksaan diagn


ostik, antara lain pemeriksaan darah dan urine.

Pada hipertensi emergensi, tujuan utama yaitu menurunkan tekanan darah den
gan cepat melalui medikasi intravena untuk mencegah kerusakan organ lebih l
anjut. Penatalaksanaan juga lebih dispesifikkan pada kerusakan organ yang m
endasari (Bryg, 2009).
Penanganan
Kehamilan
Peningkatan tekanan darah secara akut pada pasien hamil hingga tekanan darah sistolik mencapai lebih dari 180 mmHg
atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg, yang biasanya disertai dengan preeclampsia / eklampsia, sudah diang
gap sebagai hipertensi emergensi yang perlu penanganan secara cepat. Sebelum persalinan terjadi sebaiknya tekanan
darah diastolik dipertahan diatas 90 mmHg untuk menjamin perfusi utero – placental yang adekuat. Jika diturunkan hingg
a dibawah 90 mmHg akan mencetus terjadinya fetal distress akut akibat hipoperfusi hingga bisa mengakibatkan kematia
n intra uterus atau aspiksia perinatal

Stroke
Pada pasien intra cerebral heamorrhage dengan tekanan darah sistolik antara 150 hingga 220 mmHg maka penurunan t
ekanan darah sistolik secara akut hingga 140 mmHg terbukti cukup aman dan efektif terhadap perbaikan fungtional. Jika
pada pasien tersebut tekanan darah sistoliknya lebih dari 220 melebihi 15 %. Namun jika pada pasien tersebut akan dibe
rikan terapi thrombolitik maka tekanan darah perlu diturunkan lebih rendah dari 180 / 110 mmHg
Berikut ini beberapa contoh sebagai dasar pemilihan obat yang akan digunakan:

 Beta-adrenergik blockade: digunakan tunggal atau tambahan pada pasien dengan f


ungsi ventrikuler yang masih baik dan dikontra indikasikan pada bronkospastik.
 Nicardipine: digunakan pada pasien dengan penyakit bronkospastik.
 Nifedipine: refleks takikardia setelah pemberian sublingual sering dihubungkan deng
an iskemia miokard dan antihipertensi yang mempunyai onset yang lambat.
 Nitroprusside: onset cepat dan efektif untuk terapi intra operatif pada hipertensi sed
ang sampai berat
 Nitrogliserin: mungkin kurang efektif, namun bisa digunakan sebagai terapi atau pen
cegahan iskemia miokard.
 Fenoldopam: dapat digunakan untuk mempertahankan atau menjaga fungsi ginjal.
 Hydralazine: bisa menjaga kestabilan tekanan darah, namun obat ini juga punya ons
et yang lambat sehingga menyebabkan timbulnya respon takikardia
Tabel 1 OBAT-OBAT PARENTERAL UNTUK KRISIS HIPERTENSI

Jenis obat Dosis Onset Masa kerja obat

Sodium nitroprusside 0.25-10 ugr/kg/min Segera 1-2 menit setelah


infuse distop
Nitrogliseryn 5-500 ug/min 1-3 menit 5-10 menit

Labelatol HCl 20-80 mg setiap 10-15 mnt or 0.5 – 5 – 10 mnt 3-6 menit
2 mg/mnt
Fenoldopan HCl 0.1-0,3 ug/kg/mnt <5 menit 30 – 60 menit

Nicardipine HCl 5-15 mg/ jam 5 – 10 mnt 15 – 90 menit

Esmolol HCl 250-500 ug/kg/min IV bolus, kmd 50 1 -2 mnt 10-30 menit


– 100 ug/kg/min mll infuse; bolus dp
diulang setelah 5 menit atau infusny
a dinaikkan sampai 300 ug/mnt

Sumber : the JNC 7 report


Tabel 2. Anti hipertensi yang dianjurkan untuk sindroma spesifik

Sindroma Anti hipertensi yang dianjurkan

Diseksi aorta  Nitroprusside, sering dikombinasi dengan esmolol atau labetalol


 Nicardipin atau clevidipin dengan esmolol atau labetalol
Edema paru akut  Nitrogliserin
 Fenoldopam
 Nicardipin
 Clevidipin
Sindroma koroner akut • Beta bloker
• Nitrogliserin
• Clevidipin
• Labetalol
• Nicardipin
Gagal ginjal akut atau kronis • Fenoldopam
• Clevidipin
• Labetalol
• Nicardipin
Pre eklampsi / eklampsi • Hydralazin
Tabel 2. Anti hipertensi yang dianjurkan untuk sindroma spesifik

Stroke iskemik akut atau intra cer • Nicardipin


ebral • Labetalol
hemorrhage (ICH) • Clevidipin
Hipertensi Encephalopati • Labetalol
• Esmolol
• Nicardipin
• Fenoldopam
• Nitroprusside
• Clevidipin

(sumber : Pollack CV. Hypertensive emergencies : acute care evaluation and management.
2008)
Nicardipine ini memiliki karakteristik:

 Vasoselektif, yakni selektifitasnya 30.000 x lebih banyak bekerja p


ada sel – sel otot polos pembuluh darah dibandingkan otot miokard
 Tidak mendepresi kerja otot miokard
 Tidak bersifat inotropik negative
 Memiliki efek antihipertensi yang cepat dan stabil serta efek minim
al terhadap frekuensi denyut jantung
 Dapat meningkatkan aliran darah menuju otak, jantung dan ginjal
Keunggulan nicardipine dibandingkan dgn obat golongan antagonis cal
cium lainnya
Obat –obatan yang ideal digunakan pada kondisi pasien dengan hipertensi emergensi be
rsifat: memberikan efek penurunan tekanan darah yang cepat, reversible dan mudah ditit
rasi tanpa menimbulkan efek samping.

Pengendalian penurunan tekanan darah tersebut harus benar – benar terkontrol dengan
baik dengan mempertimbangkan manfaat yang dicapai dan efek hipoperfusi yang mungkin
terjadi.
 Target penurunan tekanan darah sistolik dalam satu jam pertama sebesar 10 – 15% dar
i tekanan darah sistolik awal dan tidak melebihi 25 %.
 Jika kondisi pasien cukup stabil maka target tekanan darah dalam 2 sampai 6 jam selan
jutnya sekitar 160 /100 – 110 mmHg
 Selanjutnya hingga 24 jam kedepan tekanan darah dapat diturunkan hingga tekanan sis
toliknya 140 mmHg
Perlu diingat bahwa pada pasien dengan hipertensi emergensi dapat mengalami nat
riuresis spontan sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan volume intrav
ascular, sehingga pemberian cairan kristaloid akan memperbaiki perfusi organ dan
mencegah menurunan tekanan darah yang drastic akibat efek obat antihipertensi ya
ng diberikan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KRISIS HIPERTENSI

Diagnosis keperawatan pada kondisi tersebut yakni perfusi jaringan yang tdk
efektif sebagai akibat sekunder dari hipertensi berat yang menyebabkan keru
sakan organ target.

Kriteria hasil yang diharapkan pada pasien tersebut berupa:


 pasien sadar penuh,
 kulit teraba hangat,
 nadi bilateral kuat dan sama,
 pengisian kapileri kurang dari 3 detik,
 tekanan darah sistolik < 140 mmHg,
 diastolic < 90 mmHg,
 MAP 70 – 120 mmHg,
 frekuensi nadi 60 – 100 kali / menit,
 tidak ada aritmia yang mengancam,
 urin 30 ml/jam atau 0,5 – 1 ml/KgBB/jam,
 nilai BUN < 20 mg/dl serta kreatinin <1,5 mg/dl.
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien berupa:
 monitoring tekanan darah dan mencatat setiap peningkatan atau penurunan yang
tiba –tiba,
 memantau produksi urin setiap jam dan mencatat jika adanya darah dalam urin,
 serta monitoring EKG untuk memantau ada tidaknya aritmia atau perubahan segm
en ST dan gelombang T yang menunjukkan adanya iskemik atau injuri miokard.
 Penanganan yang perlu diberikan pada pasien berupa oksigen 2 – 4 L/menit untuk
mempertahankan atau memperbaiki oksigenasi, meminimalkan kebutuhan oksigen
dengan memposisikan pasien tetap istirahat ditempat tidur,
 membantu pasien untuk menurunkan kecemasannya,
 memberikan makanan cair pada fase akut,
 memberikan obat – obatan sesuai kolaborasi dengan dokter serta menyiapkan pasi
en dan keluarganya untuk intervensi pembedahan jika ada indikasi.

Anda mungkin juga menyukai