Immediate BP reduction
BP reduction within hours
Parenteral treatment
Oral treatment
Manifestasi klinis dari hipertensi emergensi yaitu terdapat kerusakan organ, mis
alnya perubahan status mental seperti pada ensefalopati, stroke, gagal jantung,
angina, edema paru, serangan jantung,
aneurisma, eklampsi (Bryg, 2009).
Hypertensive Emergency
Classification based on Organ Damage:
Tekanan darah yang naik dengan cepat dapat menyebabkan hiperperfusi dan me
ningkatkan CBF, yang dapat menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dan ed
ema serebral.
Hipertensi ensefalopati merupakan salah satu manifestasi klinis edema serebral d
an microhemorrhages terlihat dengan disfungsi dari autoregulasi otak dan ditanda
i oleh hipertensi, pemikiran berubah, dan papil edema.
Sistem Kardiovaskular
Hipertensi kronis menyebabkan peningkatan kekakuan arteri, peningkatan
tekanan darah sistolik, dan tekanan nadi melebar. Faktor-faktor ini berperan
untuk menurunkan tekanan perfusi koroner, meningkatkan konsumsi oksigen
miokard, dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Selama hipertensi emerg
ensi, ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi kenaikan tahanan vaskuler
akut sistemik. Hal ini mengarah ke gagal ventrikel kiri dan edema paru atau i
skemia miokard.
Ginjal
Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala hipop
erfusi otak
Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadia
n stroke.
Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal, kurang lebih sam
a dengan yang terjadi pada serebral
PENGKAJIAN
Pada hipertensi emergensi, tujuan utama yaitu menurunkan tekanan darah den
gan cepat melalui medikasi intravena untuk mencegah kerusakan organ lebih l
anjut. Penatalaksanaan juga lebih dispesifikkan pada kerusakan organ yang m
endasari (Bryg, 2009).
Penanganan
Kehamilan
Peningkatan tekanan darah secara akut pada pasien hamil hingga tekanan darah sistolik mencapai lebih dari 180 mmHg
atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg, yang biasanya disertai dengan preeclampsia / eklampsia, sudah diang
gap sebagai hipertensi emergensi yang perlu penanganan secara cepat. Sebelum persalinan terjadi sebaiknya tekanan
darah diastolik dipertahan diatas 90 mmHg untuk menjamin perfusi utero – placental yang adekuat. Jika diturunkan hingg
a dibawah 90 mmHg akan mencetus terjadinya fetal distress akut akibat hipoperfusi hingga bisa mengakibatkan kematia
n intra uterus atau aspiksia perinatal
Stroke
Pada pasien intra cerebral heamorrhage dengan tekanan darah sistolik antara 150 hingga 220 mmHg maka penurunan t
ekanan darah sistolik secara akut hingga 140 mmHg terbukti cukup aman dan efektif terhadap perbaikan fungtional. Jika
pada pasien tersebut tekanan darah sistoliknya lebih dari 220 melebihi 15 %. Namun jika pada pasien tersebut akan dibe
rikan terapi thrombolitik maka tekanan darah perlu diturunkan lebih rendah dari 180 / 110 mmHg
Berikut ini beberapa contoh sebagai dasar pemilihan obat yang akan digunakan:
Labelatol HCl 20-80 mg setiap 10-15 mnt or 0.5 – 5 – 10 mnt 3-6 menit
2 mg/mnt
Fenoldopan HCl 0.1-0,3 ug/kg/mnt <5 menit 30 – 60 menit
(sumber : Pollack CV. Hypertensive emergencies : acute care evaluation and management.
2008)
Nicardipine ini memiliki karakteristik:
Pengendalian penurunan tekanan darah tersebut harus benar – benar terkontrol dengan
baik dengan mempertimbangkan manfaat yang dicapai dan efek hipoperfusi yang mungkin
terjadi.
Target penurunan tekanan darah sistolik dalam satu jam pertama sebesar 10 – 15% dar
i tekanan darah sistolik awal dan tidak melebihi 25 %.
Jika kondisi pasien cukup stabil maka target tekanan darah dalam 2 sampai 6 jam selan
jutnya sekitar 160 /100 – 110 mmHg
Selanjutnya hingga 24 jam kedepan tekanan darah dapat diturunkan hingga tekanan sis
toliknya 140 mmHg
Perlu diingat bahwa pada pasien dengan hipertensi emergensi dapat mengalami nat
riuresis spontan sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan volume intrav
ascular, sehingga pemberian cairan kristaloid akan memperbaiki perfusi organ dan
mencegah menurunan tekanan darah yang drastic akibat efek obat antihipertensi ya
ng diberikan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KRISIS HIPERTENSI
Diagnosis keperawatan pada kondisi tersebut yakni perfusi jaringan yang tdk
efektif sebagai akibat sekunder dari hipertensi berat yang menyebabkan keru
sakan organ target.