Anda di halaman 1dari 10

Hypertensive Urgency dan Emergency

SEPTEMBER 16, 2012 ABDIYAT SAKRIE

Definisi
Menurut guidelines JNC VII, pasien dengan
peningkatan tekanan darah digolongkan pada 3
tingkatan: prehipertensi (120-139/80-89), hipertensi
stage 1 (140-159/90-99) dan hipertensi stage 2
(>160/100). Tekanan darah normal pada dewasa
adalah <120/80.
Hipertensi emergensi (krisis) dikarakteristikkan
dengan peningkatan tekanan darah mencapai
>180/120 dengan disertai adanya keterlibatan
kerusakan organ. Contoh organ yang terlibat
diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.

Sedangkan hipertensi urgensi adalah peningkatan


tekanan darah mencapai >180/120 namun tanpa
disertai adanya keterlibatan kerusakan organ.
Etiologi & Pathofisiologi

Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi


secara de novo atau komplikasi dari hipertensi
esensial atau hipertensi sekunder. Noncompliance
terapi hipertensi pada pasien dengan hipertensi
kronis sangat berperan dalam kejadian hipertensi
emergensi/urgensi. Faktor yang menginisiasi
hipertensi emergensi dan urgensi masih belum
cukup dimengerti.
Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat
akibat peningkatan resistensi vaskuler sistemik
salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan
hipertensi emergensi. Dalam homeostasis tekanan
darah, endotelium merupakan aktor utama dalam
mengatur tekanan darah. Dengan mengeluarkan
nitric oxide dan prostacyclin yang dapat
memodulasi tekanan vaskuler. Disamping itu peran
renin angitensin sistem juga sangat berpengaruh
dalam terjadinya hipertensi emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam
waktu yang lama, respon vasodilatasi endotelial
akan berkurang, yang akan memperparah
peningkatan tekanan darah. Keadaan ini akan
berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan
resistensi vaskuler yang menetap.

Diagnosis
Membedakan antara hipertensi emegensi (adanya
organ damage) dan urgensi (tanpa organ damage)
merupakan langkah yang krusial dalam menentukan
penanganan. Langkah diagnosis dapat diawali
dengan histori/anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
jika diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis harus didapatkan keterangan
riwayat hipertensinya; kapan pasien pertama kali
mengalami tekanan darah tinggi; rata-rata tekanan
darah; ada tidaknya tanda-tanda kerusakan organ
semisal renal dan cerebrovaskuler; obat antihipertensi yang diminum dan kepatuhannya;
konsumsi obat-obat yang dapat meningkatkan

tekanan darah (simpatomimetik, NSAID, herbal,


cocaine, methamphetamine, ephedra).
Dalam melacak adanya keterlibatan kerusakan
organ dapat ditanyakan nyeri dada (MI, aorta
diseksi), sesak nafas (edema pulmo akut), nyeri
punggung (diseksi aorta), nyeri kepala
(cerebrovaskuler), pandangang yang kabut
(papiledema), dan tanda-tanda stroke seperti
kelemahan anggota gerak atau penerunan
kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik pengukuran tensi dilakukan
pada kedua lengan dengan posisi pasien supinasi
dan berdiri. Perbedaan tekanan darah lengan kiri
dan kanan >20 mmHg dapat dicurigai disesksi
aorta. Pemeriksaan mata dengan pemeriksaan
funduskopi. Pemeriksaan cardiovaskuler dengan
mendengar adanya murmur. Diastolik murmur yang
mengarah pada insufisiensi aorta mendukung untuk
kecurigaan diseksi aorta. Mitral regurgitasi dapat
muncul akibat ruptur dari musculus papilari. Lihat
juga tanda-tanda gagal jantung. Rongki basah pada
pemeriksaan pulmo mengarah pada edema pulmo.
Delirium atau flapping tremor mengarah pada
hipertensi encepalopathi.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan


antara lain pemeriksaan darah rutin; kimia darah
(profil ginjal, lipid), ECG, foto thoraks, urin rutin, dan
CT scan.
Penanganan
Dalam penanganan pasien datang dengan
hipertensi emergensi atau urgensi adalah seberapa
capat dan target tekanan darah berapa yang akan
dilakukan.
I.

Hipertensi Urgensi

Prinsipnya, hipertensi urgensi dapat ditangani


dengan anti-hipertensi oral dengan perawatan rawat
jalan. Namun keadaan ini sulit untuk memonitor
tekanan darah setelah pemberian obat. Obat yang
diberikan dimulai dari dosis yang rendah untuk
menghindari terjadinya hipotensi mendadak
terutama pada pasien dengan resiko komplikasi
hipotensi tinggi seperti geriatri, penyakit vaskuler
perifer dan atherosclerosis cardiovaskuler dan
penyakit intrakranial. Target inisial penurunan
tekanan darah 160/110 dalam jam atau hari dengan
konvensional terapi oral.
Beberapa pilihan obat:

1. ACE inhibitor (Captopril), dengan pemberian


dosis oral inisial 25 mg, onset aksi mulai dalam
15 30 menit dan maksimum aksi antara 30 90
menit. Kemudian jika tekanan darah belum turun
dosis dilanjutkan 50 mg 100 mg pada 90 120
menit kemudian.
2. Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis
oral awal pemeberian 30 mg, dan dapat diulangi
setiap 8 jam sampai target tekanan darah
tercapai. Onset aksi dimulai 2 jam.
3. Beta blocker (Labetalol), non selektif beta
blocker, dosis oral awal 200 mg, dan diulang 3-4
jam. Onset kerja dimulai pada 1 2 jam.
4. Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal
0.1 0.2 mg dosis loading dilanjutkan 0.05 0.1
mg setiap jam sampai target tekanan darah
tercapai. Dosis maksimum 0.7 mg.
II.

Hipertensi Emergensi

Prinsip penanganan hipertensi emergensi


ditentukan pada organ mana yang terlibat.
Penanganan dilakukan dengan pemeberian obatobatan secara parenteral. Ideal rate penurunan
tekanan darah masih belum cukup jelas. Penurunan
mean arterial pressure 10% pada 1 jam awal dan
15% dalam 2 3 jam berikutnya direkomendasikan

Neurologic emergency. Keadaan neurologic


emergency yang tersering adalah hipertensi
ensepalopathi, intracerebral hemorhagic, dan acute
ischemic stroke. Pada acute stroke target penurunan
tekanan darah masih kontroversial. Hipertensi pada
intracerebral bleeding direkomendasikan oleh
American Heart Association diberikan penanganan
jika tekanan darah lebih dari 180/105 mmHg.

Pasien dengan ischemic stroke membutuhkan


tekanan sistemik yang cukup untuk
mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh
karena itu tekanan darah harus dimonitor ketat
dalam 1 2 pertama. Hanya jika tekanan sistolik
menetap pada 220 mmHg diberikan penanganan.

Cardiac emergency. Keadaan hipertensi


emergency dengan cardiac emergency diantaranya
acute myocard ischemic atau infarction, pulmonary
edema, dan aortic dissection. Pasien dengan
temuan myocardial ischemia atau infarction, dapat
diberikan nitroglycerin, jika tanpa heart failure bisa
ditambahkan beta blocker (labetalol, esmolol) untuk
menurunkan tekanan darah.
Pasien dengan aortic dissection, IV beta blocker
harus diberikan pertama, diikuti dengan vasodilating
agent, dan IV nitroprusside. Target tekanan darah
kurang dari 120 mmHg dalam 20 menit.
Penanganan pada edema pulmo diawali dengan IV
diuretics dilanjutkan IV ACE inhibitor (enalaprilat)
dan nitroglycerin. Sodium nitroprusside dapat
digunakan jika obat diatas tidak cukup menurunkan
tekanan darah.
Hyperadrenergic states. Pasien dengan kelebihan
cathecholamine pada seting pheochromocytoma,
cocaine atau over dosis amphetamine, monoamine
oxidase inhibitor-induced hipertensi atau clonidine
withdrawal syndrome dapat bermanifestasi
hipertensi krisis sindrom.
Pheochromocytoma, kotrol tekanan darah inisial
dapat diberikan Sodium Nitroprusside atau IV

phentolamine. Beta blockers bisa diberikan tapi


tidak boleh dipakai tunggal sampai alfa blokade
tercapai.
Hipertensi disebabkan clonidine withdrawal
penanganan terbaik adalah dengan dilanjutkan
pemberian clonidine disertai pemberian obat-obatan
diatas. Benzodiazepine merupakan agen pertama
untuk penanganan intoksikasi cocaine.
Kidney failure. Acute Kidnet Injury (AKI) bisa
merupakan penyebab maupun akibat dari hipertensi
emergensi. AKI termanifestasi dengan proteinuria,
mikroskopik hematuria, oliguria dan anuria.
Penanganan yang optimal masih kontroversial.
Walaupun IV nitroprusside sering digunakan, namun
dapat mengakibatkan keracunan cyanida atau
thiocyanate.
Parenteral fenoldopam mesylate lebih menjanjikan
hasil yang baik dan lebih safety. Penggunaannya
mampu mencegah terjadinya keracunan cyanida
atau thiocyanate.
Konklusi
Hipertensi urgensi dan emergensi menyebabkan
morbiditi dan moratliti yang tinggi. Deteksi dan
penanganan segera sangat krusial untuk prevensi

progresif kerusakan organ. Penanganan disesuaikan


untuk masing-masing pasien berdasarkan kerusakan
organ dan komorbiditi penyerta. Benefit dari
penanganan hipertensi harus dapat mengurangi
resiko penurunan tekanan darah secara mendadak.
Konseling ketat setelah pasien keluar rumah sakit
harus dilakukan terkait dengan kepatuhan pasien
hipertensi kronis untuk meminum obat antihipertensi.

Referensi
1. David LS, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive
Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2006;33:613-23.
2.

Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency


and Emergency. Hospital Physician 2007:43-50.

Anda mungkin juga menyukai