Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah sistolik (SBP) adalah 140
mmHg dan/atau darah diastoliknya tekanan (DBP) adalah 90 mmHg setelah pemeriksaan ulang dilakukan1. Menurut JNC 8 (The Joint National Committee on Prevention, Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) hipertensi diklasifikan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan etiologinya,
yaitu hipertensi primer yang disebabkan oleh genetik dan lingkungan, prevalensi dari hipertensi primer meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit spesifik seperti penyakit parenkim ginjal, hipertensi renovascular, aldosteronisme primer, chronic sleep apnea, dan induksi obat. Salah satu komplikasi dari hipertensi adalah krisis hipertensi. Krisis hipertensi didiagnosis apabila didapatkan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistol >180 mmHg, dan tekanan darah diastole >120 mmHg, hipertensi urgensi tidak disertai dengan kerusakan target organ sedangkan hipertensi emergensi disertai dengan hypertension mediated organ damage (HMOD) akut. Organ sasaran termasuk retina, otak, jantung, arteri besar, dan ginjal. Keadaan ini membutuhkan penurunan tekanan darah secara segera untuk menghindari kegagalan organ yaitu dengan terapi intravenous. Gejala klinis dari hipertensi emergensi tidak spesifik dan umumnya ditentukan oleh organ yang terdampak. Ensefalopati hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara tiba tiba yang menyerang target organ berupa otak bersifat akut reversibel. Gejala klinis dari ensefalopati hipertensi degan lethargy, seizure, cortical blindess dan coma, akan terjadi perbaikan bila pasien diberikan terapi anti tekanan darah.1 Untuk lesi neurologis fokal jarang ditemukan pada hipertensi ensefalopati dan bila ditemukan dapat dicurigai stroke akut.2 Bila tidak diobati secara adekuat, ensefalopati hipertensi dan sindrom leukoensefalopati posterior dapat menyebabkan perdarahan cerebral, coma, dan kematian. Namun, terapi yang tepat dan cepat dapat diikuti dengan pemulihan.2 Definisi
Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversible yang
dicetuskan oleh peningkatan tekanan darah secara mendadak sehingga melalui batas autoregulasi otak. Batas tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolik >120 mmHg. Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinis yang penting untuk dikenali karena pendeteksian dini dan pengobatan dapat mengatasi gejala klinis yang dengan baik.2
Epidemiologi
Ensefalopati Hipertensi sering terjadi pada individu usia pertengahan
dengan riwayat hipertensi yang lama. Prevalensi laki laki lebih banyak dari perempuan.3
Menurut Riset Kesehatan Data tahun 2018 prevalensi hipertensi di
Indonesia penduduk usia ≥ 18 tahun di Sulawesi Selatan sebesar 31,68% dan di Makassar berupa 29,35%. Hipertensi emergensi berkontribusi sekitar 2% terhadap kejadian emergensi di unit gawat darurat. Ensefalopati hipertensi secara khusus menyumbang 15% dari keadaan hipertensi emergensi. Angka mortalitas ensefalopati hipertensi mencapai 18,6%.3 DAFTAR PUSTAKA 1. Unger T, Borghi C, Charchar F, Khan NA, Poulter NR, Prabhakaran D, et al. 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertension. 2020;75(6):1334–57. 2. Rossi GP, Rossitto G, Maifredini C, Barchitta A, Bettella A, Latella R, et al. Management of hypertensive emergencies: a practical approach. Blood Press [Internet]. 2021;30(4):208–19. Available from: https://doi.org/10.1080/08037051.2021.1917983 3. Potter T, Schaefer TJ. Hypertensive Encephalopathy [Internet]. StatPearls. 2022. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32119386