Anda di halaman 1dari 40

BAB I

STATUS PENDERITA

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Usia : 52 tahun
Tanggal lahir : 10 – 06 -1967
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jembayat
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir
Ruang : Dahlia
No. RM : 596762

B. Anamnesis
Masuk IGD tanggal 11 Juni 2019
1. Keluhan Utama
Benjolan di punggung
2. RPS (Autoanamnesa)
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada benjolan di
punggung sejak 50 hari SMRS. Nyeri dirasakan semakin memberat.. Pasien
mengatakan bahwa awalnya benjolan kecil sebesar kelereng namun makin
hari semakin membesar. Benjolan dirasakan nyeri, dan sebelumnya 1
minggu yang lalu pernah pecah terdapat nanah namun sudah dibersihkan di
klinik. Keluhan lain yang dirasakan pasien merasa sering haus, badan cepat
terasa lelah dan lemas. Nafsu makan dirasakan meningkat . dalam
sehari pasien buang air kecil lebih dari 10 kali meningkat terutama
malam hari, buang air kecil warna kuning jernih, tidak disertai nyeri ataupun
rasa panas,Pandangan kabur ,kaki kesemutan dan kram disangkal. Pasien
mengaku sering rutin ke klinik terdekat untuk perawatan luka pada bisul

1
dipunggungnya. Pasien mengaku sering merokok setiap hari ½ bungkus.
Mual dan muntah disangkal. BAB tidak ada keluhan.
3. RPD
- Dibetes Melitus (+) sejak 1 tahun namun tidak control rutin
- Hipertensi (-),
- Kolesterol (-)
- Asam Urat (-)
- Riwayat Operasi (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat alergi (-)

4. RPK
- keluhan atau penyakit serupa (-)
- Hipertensi (-)
- Diabetes Melitus (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)

5. Riwayat Sosial Ekonomi


- Pasien merokok
- tidak mengkonsumsi alkohol
- Pasien selama ini tidak rajin berolahraga dan suka makan makanan manis

C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di bangsal dahlia pada tanggal 12 Juni 2019
KU : tampak sakit sedang, composmentis
TTV :
 TD : 130/80 mmHg, tidur, manset dilengan kanan,large adult cuff

2
 N: 92 x/menit, irama regular, isi dan tekanan cukup
 R: 20 x/menit, irama reguler
 T: 36,8◦C
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 170 cm
IMT : 22,49 kg/m2 (Berat Badan Ideal)
Kepala
 Insp:
- Rambut: Putih tidak mudah dicabut
- Mata: Konj. Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Edem palpebra (-/-)
- Hidung: Sekret (-)
- Mulut: Bibir kering (-), Perdarahan gusi (-)
- Telinga: Sekret (-)
 Palp: Nyeri tekan (-), masa (-)
Leher
 Insp : JVP tidak meningkat (-) benjolan (-)
 Palp : Pembesaran limfenodi (-), Pembesaran Tiroid (-)
Thorax
(Pulmo)
 Insp : Dinding dada tampak simetris saat statis maupu dinamis, tidak
tampak ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri, kelainan
bentuk dada (-).
 Palp : Fremitus raba dx = sin, tidak teraba benjolan
 Perk : Sonor pada seluruh lapang paru
 Ausk : Suara dasar vesicular, RBK (-/-) RBH (-/-), wheezing (-/-)
(Cor)
 Insp : IC tak tampak
 Palp : IC teraba di SIC V linea mid clavicula anterior sinistra
 Perk :
Batas kanan atas jantung: SIC II linea parasternal dx

3
Batas kiri atas jantung: SIC II linea parasternal sin
Batas bawah jantung: SIC V linea mid clavicula anterior sinistra
 Ausk: Bising jantung: gallop (-), mur-mur (-)
Status Lokalis pada thorax posterior:
 Insp : Tampak benjolan (+),hiperemis (+)
 Palp :teraba massa (+) dengan diameter ± 8 cm, nyeri (+) teraba hangat
(+)mobil (+)
Abdomen
 Insp : Striae (-), Spider nevi (-) venektasi (-)
 Ausk: BU: 8x/menit
 Perk : timpani seluruh regio
Pal: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas inferior
superior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Nyeri tekan - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Refleks Patologis - - - -

D. Pemeriksaan Penunjang
GDS pertama (00.15): 575 mg/dl
Monitoring GDS:
Jam& tanggal GDS
12/6/2019 (01.30) 482 mg/dl

4
12/6/2019 (06.30) 237 mg/dl
Pemeriksaan Darah Lengkap IGD – 11 Juni 2019
Leukosit : 16,4 10^2/µl (↑)
Eritrosit : 4,3 10^6/µl (↓)
Hemoglobin : 12,3 g/dl (↓)
Hematokrit : 35 % (↓)
Diff count
Eosinofil : 0.60 (↓)
Basofil : 0,50
Netrofil : 80.90 (↑)
Limfosit : 4,90 (↓)
KIMIA KLNIK
Ureum : 49,0 mg/dl (↑)
Pemeriksaan laboratorium tanggl 12/06/2019
HbA1c : 12,3 (H)
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15/06/2019
Kalium : 3.07 (L)
Natrium : 135,8
Chlorida : 112,6 (H)
Calcium : 1.09 (L)
PT Test : 9.3
APTT Test : 29.5

E. Daftar Abnormalitas
1. Anamnesis
a. Benjolan pada punggung sejak 50 hari
b. Benjolan terasa nyeri,semakin lama semakin membesar
c. 1 minggu yang lalu benjolan pecah dan berisi nanah
d. Merasa mudah lelah
e. Sering merasa haus

5
f. Nafsu makan dirasakan meningkat
g. buang air kecil lebih dari 10 kali meningkat terutama malam hari
h. riwayat diabetes mellitus 1 tahun tidak terkontrol
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan thorax posterior
 Insp : Tampak benjolan (+),hiperemis (+)
 Palp :teraba massa (+) dengan diameter ± 8 cm, nyeri (+) teraba
hangat (+)mobil (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
GDS pertama (00.15): 575 mg/dl
Monitoring GDS:
Jam& tanggal GDS
12/6/2019 (01.30) 482 mg/dl
12/6/2019 (06.30) 237 mg/dl

Pemeriksaan Darah Lengkap IGD – 11 Juni 2019


Leukosit : 16,4 10^2/µl (↑)
Eritrosit : 4,3 10^6/µl (↓)
Hemoglobin : 12,3 g/dl (↓)
Hematokrit : 35 % (↓)
Diff count
Eosinofil : 0.60 (↓)
Basofil : 0,50
Netrofil : 80.90 (↑)
Limfosit : 11,90 (↓)
KIMIA KLNIK
Ureum : 49,0 mg/dl (↑)
Pemeriksaan laboratorium tanggl 12/06/2019
HbA1c : 12,3 (H)
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15/06/2019

6
Kalium : 3.07 (L)
Natrium : 135,8
Chlorida : 112,6 (H)
Calcium : 1.09 (L)
PT Test : 9.3
APTT Test : 29.5

F. Problem List
1. Diabetes miletus tipe II dengan riwayat hiperglikemia
Komplikasi :
a. Makroangiopati
– Pembuluh darah jantung
– Pembuluh darah tepi
– Pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati
– Retinopati diabetik
– Nefropati diabetik
– Neuropati
2. KAD

G. Rencana Pemecahan Masalah


1. DM tipe II Dengan riwayat Hiperglikemia
Initial plans 
Dx :
 Pemeriksaan pemeriksaan GD PP
 Pemeriksaan pemantauan GDS / 4 jam
 Pemeriksaan HbA1c
 Hitung GFR
 Pemeriksaan profil lipid, Cek keton darah,AGD

7
 Pemeriksaan Urin rutin
 Pemeriksaan EKG

8
Tx :
a. Edukasi
1) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
2) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
3) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
4) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga ,diet rendah gula
dan karbohidrat).
5) Pemeliharaan/perawatan abses
6) Anjurkan berhenti merokok.
b. Farmakologi
1) Inf Nacl 0,9%
2) Inj metronidazole 500mg /8 jam
3) Inj cefrtiaxon 1gr/12 jam
4) Inj OMZ 400 mg/ 12 jam
5) Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
6) Insulin Novorapid 14 iu (14-14-14)
7) Insulin levemir 26 unit

9
H. Follow Up
Tanggal 13/06/2019
S : Nyeri pada benjolan di punggung Abdomen Planning Terapi
(+),BAK >5 kali - Insp : sikatrik (-), striae (-), Inj. Novorapid 18-18-18
Kesadaran: CM venektasi (-) unit
TD : 130/90 mmHg, RR : 22x/m, HR : 80 - Ausk: BU (+) (8 x/menit) Inj. Levemir 30 unit
x/m, Suhu : 36,5oC - Perk : timpani
Kepala - Pal: Nyeri tekan (-) Hepar dan Monitoring
- Rambut: putih, tidak mudah dicabut lien tidak teraba membesar - Monitor GDS
- Mata : Konj. Anemis (-/-), Ekstremitas - Observasi TTV
Sklera Ikterik (-/-) edema palpebra - Edema ekstremitas inferior (-/-) - Observasi pola
(+/+) - Akral hangat (+) di keempat makan dan minum,
- Hidung : Sekret (-) ekstremitas diet stop buah.
- Mulut : Bibir kering (-), Status Lokalis thorax posterior :
Perdarahan gusi (-) Insp: Tampak benjolan (+),hiperemis
- Telinga : Sekret (-)
(+)
- Palp : Nyeri tekan (-), masa
(-) Palp: teraba massa (+) dengan d= ± 8
Pulmo :
cm, nyeri (+) teraba hangat (+)mobil
- Insp : Simetris, Tidak ada
kelainan kulit, retraksi (-) (+)
- Palp : Fremitus raba dx = sin,
Pemeriksaan GDS :
tidak teraba benjolan
- Perk : Sonor pada seluruh
lapang paru Jam& tanggal GDS
- Ausk : Suara dasar vesicular 13/6/2019 257 mg/dl
menurun di kedua lapang paru (06.00)
bagian basal, ronki (-/-), wheezing
(-/-) A: Diabetes Melitus Tipe II dengan
Cor: riwayat hiperglikemia
- Insp : IC tak tampak
- Palp : IC teraba di SIC VI linea
midclavicula sinistra
- Perk :
o Batas atas : SIC II linea
parasternasternal sin
o Batas kanan : SIC IV linea
parasternal sin
o Batas kiri : SIC V linea
midclavicula sin
Ausk: S1>S2, bising jantung (-)

10
Tanggal 14/06/2019
S : Nyeri pada benjolan di punggung Abdomen Planning Terapi
(+),BAK normal - Insp : sikatrik (-), striae (-), SP insulin sliding scale
Kesadaran: CM venektasi (-) Progam debridement
TD : 130/80 mmHg, RR : 20x/m, HR : - Ausk: BU (+) (8 x/menit) Monitoring
82x/m, Suhu : 36,5oC - Perk : timpani - Monitor GDS/4 jam
Kepala - Pal: Nyeri tekan (-) Hepar dan - Observasi TTV
- Rambut: putih, tidak mudah dicabut lien tidak teraba membesar - Observasi pola
- Mata : Konj. Anemis (-/-), Ekstremitas makan dan minum,
Sklera Ikterik (-/-) edema palpebra - Edema ekstremitas inferior (-/-) diet stop buah.
(+/+) - Akral hangat (+) di keempat
- Hidung : Sekret (-) ekstremitas
- Mulut : Bibir kering (-), Status Lokalis thorax posterior :
Perdarahan gusi (-) Insp: Tampak benjolan (+),hiperemis
- Telinga : Sekret (-)
(+)
- Palp : Nyeri tekan (-), masa
(-) Palp: teraba massa (+) dengan d= ± 8
Pulmo :
cm, nyeri (+) teraba hangat (+)mobil
- Insp : Simetris, Tidak ada
kelainan kulit, retraksi (-) (+)
- Palp : Fremitus raba dx = sin,
Pemeriksaan GDS :
tidak teraba benjolan
- Perk : Sonor pada seluruh
lapang paru Jam& tanggal GDS
- Ausk : Suara dasar vesicular 14/6/2019 257 mg/dl
menurun di kedua lapang paru (06.00)
bagian basal, ronki (-/-), wheezing HbA1c : 12.3 (H)
(-/-)
Cor: A: Diabetes Melitus Tipe II dengan
- Insp : IC tak tampak riwayat hiperglikemia
- Palp : IC teraba di SIC VI linea
midclavicula sinistra
- Perk :
o Batas atas : SIC II linea
parasternasternal sin
o Batas kanan : SIC IV linea
parasternal sin
o Batas kiri : SIC V linea
midclavicula sin
Ausk: S1>S2, bising jantung (-)

11
Tanggal 15/06/2019
S : Nyeri pada benjolan di punggung Abdomen Planning Terapi
(+),BAK normal - Insp : sikatrik (-), striae (-), KSR 2x1
Kesadaran: CM venektasi (-) SP insulin stop
TD : 140/90 mmHg, RR : 20x/m, HR : - Ausk: BU (+) (8 x/menit)
82x/m, Suhu : 36,5oC - Perk : timpani Monitoring
Kepala - Pal: Nyeri tekan (-) Hepar dan - GDS post
- Rambut: putih, tidak mudah dicabut lien tidak teraba membesar debridement (sliding
- Mata : Konj. Anemis (-/-), Ekstremitas scale/8 jam) bila
Sklera Ikterik (-/-) edema palpebra - Edema ekstremitas inferior (-/-) GDS >200 mulai
(+/+) - Akral hangat (+) di keempat sliding scale
- Hidung : Sekret (-) ekstremitas - Observasi TTV
- Mulut : Bibir kering (-), Status Lokalis thorax posterior : - Observasi pola
Perdarahan gusi (-) Insp: Tampak benjolan (+),hiperemis makan dan minum,
- Telinga : Sekret (-) diet stop buah.
(+)
- Palp : Nyeri tekan (-), masa
(-) Palp: teraba massa (+) dengan d= ± 8
Pulmo :
cm, nyeri (+) teraba hangat (+)mobil
- Insp : Simetris, Tidak ada
kelainan kulit, retraksi (-) (+)
- Palp : Fremitus raba dx = sin,
Pemeriksaan GDS :
tidak teraba benjolan
- Perk : Sonor pada seluruh
lapang paru Jam& tanggal GDS
- Ausk : Suara dasar vesicular 15/6/2019 98 mg/dl
menurun di kedua lapang paru (06.00)
bagian basal, ronki (-/-), wheezing 15/6/2016 157 mg/dl
(-/-) (13.30)
Cor: Pemeriksaan Kimia Klinik :
- Insp : IC tak tampak
- Palp : IC teraba di SIC VI linea Kalium : 3.07 (L)
midclavicula sinistra Natrium : 135,8
- Perk :
o Batas atas : SIC II linea Chlorida : 112,6 (H)
parasternasternal sin Calcium : 1.09 (L)
o Batas kanan : SIC IV linea
PT Test : 9.3
parasternal sin
o Batas kiri : SIC V linea APTT Test : 29.5
midclavicula sin
Ausk: S1>S2, bising jantung (-) A: Diabetes Melitus Tipe II dengan
riwayat hiperglikemia

12
Tanggal 16/06/2019
S : Nyeri pada punggung post Abdomen Planning Terapi
debridement (+),BAK normal - Insp : sikatrik (-), striae (-), Terapi lanjut
Kesadaran: CM venektasi (-)
TD : 120/80 mmHg, RR : 20x/m, HR : - Ausk: BU (+) (8 x/menit) Monitoring
82x/m, Suhu : 36,5oC - Perk : timpani - GDS /8 jam
Kepala - Pal: Nyeri tekan (-) Hepar dan - Observasi TTV
- Rambut: putih, tidak mudah dicabut lien tidak teraba membesar - Observasi pola
- Mata : Konj. Anemis (-/-), Ekstremitas makan dan minum,
Sklera Ikterik (-/-) edema palpebra - Edema ekstremitas inferior (-/-) diet stop buah.
(+/+) - Akral hangat (+) di keempat
- Hidung : Sekret (-) ekstremitas
- Mulut : Bibir kering (-), Pemeriksaan GDS :
Perdarahan gusi (-)
Jam& tanggal GDS
- Telinga : Sekret (-)
- Palp : Nyeri tekan (-), masa 16/6/2019 151 mg/dl
(-) (06.00)
Pulmo :
- Insp : Simetris, Tidak ada A: Diabetes Melitus Tipe II dengan
kelainan kulit, retraksi (-) riwayat hiperglikemia
- Palp : Fremitus raba dx = sin,
tidak teraba benjolan
- Perk : Sonor pada seluruh
lapang paru
- Ausk : Suara dasar vesicular
menurun di kedua lapang paru
bagian basal, ronki (-/-), wheezing
(-/-)
Cor:
- Insp : IC tak tampak
- Palp : IC teraba di SIC VI linea
midclavicula sinistra
- Perk :
o Batas atas : SIC II linea
parasternasternal sin
o Batas kanan : SIC IV linea
parasternal sin
o Batas kiri : SIC V linea
midclavicula sin
Ausk: S1>S2, bising jantung (-)

13
Tanggal 17/06/2019
S : Lemes, dan demam Abdomen Planning Terapi
Kesadaran: CM - Insp : sikatrik (-), striae (-), Inj. Paracetamol 1
TD : 110/70 mmHg, RR : 20x/m, HR : venektasi (-) gr/8jam (prn)
82x/m, Suhu : 37,8oC - Ausk: BU (+) (8 x/menit) Inj. Insulin 14-14-14 sc
Kepala - Perk : timpani Inj. Levemir 20 unit
- Rambut: putih, tidak mudah dicabut - Pal: Nyeri tekan (-) Hepar dan
- Mata : Konj. Anemis (-/-), lien tidak teraba membesar 13.00
Sklera Ikterik (-/-) edema palpebra Ekstremitas  Bisa rawat jalan
(+/+) - Edema ekstremitas inferior (-/-)  Metformin 500 mg /8
- Hidung : Sekret (-) - Akral hangat (+) di keempat jam po.
- Mulut : Bibir kering (-), ekstremitas  Alopurinol 4 mg -0-0
Perdarahan gusi (-) Pemeriksaan GDS :  Clindamisin 4x300 mg
- Telinga : Sekret (-)  Omeprazole 2x1
Jam& tanggal GDS
- Palp : Nyeri tekan (-), masa  Ketorolac 2x1 tab
(-) 17/6/2019 114 mg/dl
Pulmo : (06.00)
- Insp : Simetris, Tidak ada
kelainan kulit, retraksi (-) A: Diabetes Melitus Tipe II dengan
- Palp : Fremitus raba dx = sin, riwayat hiperglikemia
tidak teraba benjolan
- Perk : Sonor pada seluruh
lapang paru
- Ausk : Suara dasar vesicular
menurun di kedua lapang paru
bagian basal, ronki (-/-), wheezing
(-/-)
Cor:
- Insp : IC tak tampak
- Palp : IC teraba di SIC VI linea
midclavicula sinistra
- Perk :
o Batas atas : SIC II linea
parasternasternal sin
o Batas kanan : SIC IV linea
parasternal sin
o Batas kiri : SIC V linea
midclavicula sin
Ausk: S1>S2, bising jantung (-)

14
I. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja
insulin, sehingga terjadi abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak dan
protein.1 Secara klinis Diabetes mellitus adalah sindrom yang merupakan
gabungan kumpulan gejala-gejala klinik yang meliputi aspek metabolik dan
vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan post prandial, aterosklerotik dan
penyakit vaskuler mikroangiopati, serta hampir semua organ tubuh akan
terkena dampaknya. 2

B. Klasifikasi
Berikut ini adalah klasifikasi diabetes mellitus2:
1. Diabetes Tipe I (Idopaik, Autoimun)
2. Diabetes Tipe II
3. Gestasional Diabetes
4. Diabetes Tipe Lain
- Kelainan genetik fungsi sel β pancreas
- Kelainan genetik pada aksi insulin
- Penyakit pada pancreas
- Endokrinopati
- Drug/chemical induced
- Infeksi
- Sindrom genetik lain yang berhubungan dengan DM

16
C. Patogenesis
1. DM Tipe 1
DM Tipe 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DM Tipe 1
kelainan terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik.
Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam
kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada
sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan
insulin secara absolut. Pada DM Tipe 1 biasanya reseptor insulin di
jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal (jumlah
reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-35.000) jumlah reseptor insulin
pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000
reseptor insulin.3
DM Tipe 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada DMT
1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama
sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup
penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya. DMT1 tanpa
pengaturan harian, pada kondisi darurat dapat terjadi.3
2. DM tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pancreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2.
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan
lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan
sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), semuanya ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ
penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting
dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang:1

17
a) Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan
patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
b) Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas
kinerja obat pada gangguan multipel dari patofisiologi DM
tipe 2.
c) Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah
atau memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang
sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis
penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang
disebutnya sebagai the ominous octet (gambar-1)

Gambar-1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam


pathogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2
(Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm for
the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58: 773-795)
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal
(omnious octet) berikut :1
1. Kegagalan sel beta pancreas:

18
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat
dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa
dalamkeadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production)
meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang
menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin
yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin
sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan
sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja
di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak
bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin.
Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity.
Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai
efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like
polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic
polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap

19
GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan
ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat
yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4
inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus
dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah
akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas:
Sel- pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel- berfungsi dalam
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam
plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang
normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP- 4 inhibitor dan
amylin.
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa
sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap
kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co- Transporter)
pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan
di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat
kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di
tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat

20
yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah
salah satu contoh obatnya.
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada
individu yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.

D. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 1.KriteriaDiagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau

21
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan
klasik
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi
standard NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi
terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti:
anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir,
kondisi- kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan
fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis
maupun evaluasi.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria
DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1
a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam <140 mg/dl;
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2
-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100
mg/dl
c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Tabel. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan
prediabetes. 1
HbA1c Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam
(%) puasa (mg/dL) setelah TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 mg/dL > 200 mg/dL

22
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis
Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi
yang tidak menunjukkan gejala klasik DM yaitu: 1
a. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] 1
≥23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai
berikut:
1) Aktivitas fisik yang kurang.
2) First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga).
3) Kelompok ras/etnis tertentu.
4) Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg
atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
5) Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
6) HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
7) Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
8) Riwayat prediabetes.
9) Obesitas berat, akantosis nigrikans.
10) Riwayat penyakit kardiovaskular.
b. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
Catatan: 1
Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma
normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok
prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas
pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis

23
DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan
glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel-6 di
bawah ini.

24
Tabel. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl) 1
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar Plasma vena <100 100-199 ≥ 200
glukosa Darah <90 90-199 ≥ 200
darah kapiler
sewaktu
(mg/dl)
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-125 ≥126
darah Darah <90 90-99 ≥100
puasa kapiler
(mg/dl)

Cara pelaksanaan TTGO:1


a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat
yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-
hari.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan .
c. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
f. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa.
g. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

25
E. Penatalaksanaan DM 1
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara komprehensif.
1. Langkah-langkah Penatalaksanaan khusus 1
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat
(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi
farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat,
misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder
atau Tersier.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut dapat dilakukan setelah
mendapat pelatihan khusus. 1
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan

26
Kesehatan Primer yang meliputi:
1) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
3) Penyulit DM dan risikonya.
4) Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
7) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
9) Pentingnya perawatan kaki.
10) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus
adalah memenuhi anjuran: 1
1) Mengikuti pola makan sehat.
2) Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
3) Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara
aman dan teratur.
4) Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan
pengobatan.
5) Melakukan perawatan kaki secara berkala.
6) Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit
akut dengan tepat.
7) Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.

27
8) Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:
 Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari
terjadinya kecemasan.
 Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal
yang sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
 Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan
melakukan simulasi.
 Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan
keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap
tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan
diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium.
 Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima.
 Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.
 Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.
 Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya.
 Gunakan alat bantu audio visual.
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM) 1
TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara
komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM
sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya

28
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama
pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri. 1
a) Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari: 1
1) Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
 Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang
lain.
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa,
asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted
Daily Intake/ADI).
 Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2) Lemak
 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori,
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Komposisi yang dianjurkan:
 lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
 lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
 selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream.
 Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
3) Protein

29
 Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
 Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu dan tempe.
 Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik
tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani
hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
4) Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu <2300 mg perhari.
 Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda,
dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
nitrit.
5) Serat
 Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.
 Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal
dari berbagai sumber bahan makanan.
6) Pemanis Alternatif
 Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (Accepted Daily Intake/ADI).
 Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori
dan pemanis tak berkalori.
 Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol

30
dan fruktosa.
 Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM
karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada
alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami.
 Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
b) Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah
kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain.
Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:
Perhitungan berat badan ideal(BBI) menggunakan rumus Broca
yang dimodifikasi:
b) Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
c) Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal
(BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg. BB Normal: BB ideal ± 10
% Kurus: kurang dari BBI - 10 % Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
d) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa
Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2) Klasifikasi IMT*
 BB Kurang <18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥23,0
 Dengan risiko 23,0-24,9

31
 Obes I 25,0-29,9
 Obes II ≥30
c. Terapi Farmakologis 1
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.
1) Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan:
Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek
samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat
badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal
hati, dan ginjal).
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia.
Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi

32
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki
ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan
pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis
Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak
boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR<30
mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-
pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebro- vaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung
[NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa
gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala
dispepsia.

b. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma),
suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena
dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan
faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan
ini adalah Pioglitazone.
Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
a. Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa

33
dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak
digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal
hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang
mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus)
sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek
samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat
golongan ini adalah Acarbose.
b. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).
Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
c. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co- transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk
golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat
approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.
Tabel 2. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia 1
Golongan Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan
Obat Utama HbA1c
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik 1,0-2,0%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik 0,5-1,5%
insulin hipoglikemia
Menekan produksi Dispepsia,
Metformin glukosa hati & diare, asidosis 1,0-2,0%

34
menambah laktat
sensitifitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulen, tinja 0,5-0,8%
Alfa- glukosa lembek
Glukosidase
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5-1,4%
sensitifitas terhadap
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV insulin, menghambat
sekresi glukagon
Penghambat Menghambat Dehidrasi,
SGLT-2 penyerapan kembali infeksi saluran 0,8-1,0%
glukosa di tubuli kemih
distal
ginjal

2) Obat Antihiperglikemia Suntik 1


Puncak Lama
Jenis Insulin Awitan (onset) Kemasan
Efek Kerja

Kerja Cepat (Rapid-Acting) (Insulin Analog)


Insulin Lispro
(Humalog®)
Pen/cartridge
Insulin Aspart
5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam Pen, vial
(Novorapid®)
Pen
Insulin Glulisin
(Apidra®)

Kerja Pendek (Short-Acting) (Insulin Manusia, Insulin Reguler )

Humulin® R
Vial,
Actrapid® 30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam
pen/cartridge
Sansulin®

35
Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)

Humulin N®
Vial,
Insulatard® 1,5–4 jam 4-10 jam 8-12 jam
pen/cartridge
Insuman Basal®

Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog)

Insulin Glargine
(Lantus®) 1–3 jam Hampir tanpa
12-24 jam Pen
Insulin Detemir puncak
(Levemir®)

Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)

Hampir tanpa Sampai 48


Degludec (Tresiba®)* 30-60 menit
puncak jam

Campuran (Premixed) (Insulin Manusia)

70/30 Humulin® (70%


NPH, 30% reguler) 30-60 menit 3–12 jam
70/30 Mixtard® (70%
NPH, 30% reguler)

Campuran (Premixed, Insulin Analog)


75/25 Humalogmix®
(75% protamin lispro, 12-30 menit 1-4 jam
25% lispro)
70/30 Novomix® (70%

36
F. Komplikasi
Komplikasi DM dibedakan menjadi dua jenis, yaitu komplikasi metabolik
akut dan komplikasi vaskular jangka panjang. Berikut akan dibahas mengenai
kedua jenis komplikasi tersebut:
1. Komplikasi metabolik akut
a. Hipoglikemi
1) Definisi
Hipoglikemi merupkan suatu terminology klinis untuk keadaan
yang disebabkan kadae glukosa dalam darah menurun pada
tingkat tertentu hingga memberikan sign and symptom.10
2) Pendekatan diagnosis  Whipple’s Triad:
- Keluhan yang berhubungan dengan hipoglikemia
- Kadar glukosa plasma yang rendah
- Perbaikan kondisi setelah perbaikan kadar gula darah
3) Etiologi
- Penggunaan obat-obatan diabetes mellitus
- Obat-obatan lain: betablocker, pentamidine
- Sehabis minum aklkohol
- Intake kalori kurang
- Infeksi berat, kanker lanjut, gagal ginjal, gagal hepar
- Insufisiensi adrenal
4) Gejala Klinis
- Gejala Neurogenik  Gemetar, kulit lembab dan pucat, rasa
cemas, keringat berlebihan, rasa lapar, mudah rangsang,
penglihatan kabur atau kembar
- Gejala Neuroglikopeni  Susah berpikir, bingung, sakit
kepala, kejang-kejang, koma
- Gejala Klinis muncul pada GD < 60 mg/dl, dan jika kadar GD
< 50 mg/dl maka akan memberi dampak pada fungsi serebral

37
5) Tatalaksana
- Hipoglikemi ringan  memberikan makanan atau minuman
yang manis
- Hipoglikemia tahap lanjut (sudah ada gejala neuroglikemi)
 Infus Dextrose
 Suntik Glukagon IV atau IM
b. KAD (Ketoasidosis Diabetikum)
c. Koma Hiperosmosis Hiperosmolar
2. Komplikasi vaskular jangka panjang
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang
kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal
(nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot
serta kulit. Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan
peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia
dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia
menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran
dasar. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis
berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang
disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis
penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa: (1) penimbunan
sorbitol dalam intima vaskular, (2) hiperlipoproteinemia, dan (3) kelainan
pembentukan darah. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan
mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer,
maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai
klaudikasio intermiten dan gangrene pada ekstremitas serta insufisiensi
serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteria koronaria dan aorta,
maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.4

38
BAB III

KESIMPULAN

Pasien A menderita diabetes mellitus dengan riwayat hiperglikemi. Dari


penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan sudah sesuai dengan teori. DM
merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yang
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja insulin, sehingga terjadi
abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak dan protein. Secara klinis Diabetes
mellitus adalah sindrom yang merupakan gabungan kumpulan gejala-gejala klinik
yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan post
prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati, serta hampir semua
organ tubuh akan terkena dampaknya.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2015) Konsensus Pengendalian dan


Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta.
2. American Diabetes Association. (2015) Classification and Diagnosis of
Diabetes. Diabetes Care; Vol 38(Suppl. 1): S8-16
3. Tjokroprawiro, Askandar. (2007). Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press
4. Shahab A. (2009) Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam
Sudoyo AW, dkk (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta

40

Anda mungkin juga menyukai