Anda di halaman 1dari 16

Tatalaksanan herbal

a) Kepel (Stelechocarpus burahol)


Karakteristik morfologis daun kepel adalah sebagai berikut:
berbentuk lancet fusiform, warna hijau gelap, tidak berbulu, merontal tipis
dengan ukuran (12–27) cm x (5-9) cm, panjang tangkai daunnya mencapai
1,5 cm dan dapat berubah warna menjadi kemerahan (Anonim, 2014;
Shiddiqi et al., 2008). Secara visual, karakteristik morfologis daun kepel
disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah,Pohon dan Daun Kepel


Menurut Haryjanto (2012) langkah-langkah konservasi genetik
yang dapat dilakukan pada tanaman kepel adalah dengan melalui studi
keragaman genetik, eksplorasi, konservasi genetik secara ex situ,
karakterisasi dan evaluasi. Tanaman kepel ini memiliki nomor seri
taksonomi 506194 (ITIS Report). Taksonomi tanaman kepel secara
klasifikasi ilmiah adalah sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Infradivision : Angiospermae
Class : Magnoliopsida
Superordo : Magnolianae
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Stelechocarpus Hook. f. & Thomson
Species : Stelechocarpus burahol (Blume) Hook. f. &
Thomson–burahol
Tanaman kepel juga memiliki beberapa nama lain seperti kecindul,
cindul (Jawa), simpol, burahol (Indonesia), dan turalak (Sunda). Dalam
bahasa Inggris tumbuhan langka ini dikenal sebagai kepel apple dan
memiliki sinonim, yaitu Uvaria burahol Blume (Prosea, 2014).
Menurut Siswanto (2012), penyebaran tanaman kepel menempati
daerah sedimen volkan tua yang terlihat adanya breksi dan konglomerat.
Daerah itu juga menunjukkan adanya tanda bekas daerah tempat tinggal
keturunan para bangsawan (petilasan). Di Yogyakarta, masih banyak
dijumpai di tempat-tempat tertentu, antara lain di sekitar keraton
Yogyakarta, kampus Universitas Gadjah Mada, Kota Gede, Siti Sewu, dan
di sekitar wilayah Jatimulyo, Girimulyo (Siswanto, 2012), Samigaluh
kabupaten Kulonprogo (Purwantiningsih dan Hakim, 2011). Selain itu,
tanaman kepel juga banyak ditemui di pekarangan rumah antara lain di
Semanu Gunungkidul, Umbulharjo Kota Yogyakarta, Prambanan Sleman,
Tempel Sleman, Piyungan Bantul, dan Nanggulan Kulonprogo (Anonim,
2013).
Daun kepel dimanfaatkan secara empiris untuk mengatasi asam
urat dan menurunkan kadar kolesterol. Buahnya mempunyai kandungan
vitamin C yang tinggi sehingga berkhasiat sebagai antioksidan dan
daunnya sekarang dipercaya untuk mengatasi penyakit diabet. Kandungan
kimia kepel antara lain flavonoid, tannin dan steroid.
Kandungan Senyawa dan Fungsinya
 Anti-Hyperuricemic
Asam urat terbentuk melalui jalur oksidasi hipoxanthine,
xantin oksidase dan guanase akan berubah guanin untuk xantin.
Kemudian, xantin akan dioksidasi oleh xantin oksidase asam urat.
Xantin oksidase merupakan target penting untuk intervensi
farmakologi pada pasien hiperurisemia atau gout (Murray, 1996.).
Menurut Purwantiningsih et al. (2011), daun kepel dapat
digunakan sebagai bahan baku alternatif untuk obat anti-
hyperuricemic. Total senyawa flavonoid dengan ekstraksi n-
hexane daun kepel yang berasal dari Samigaluh dan Ambal
masing-masing adalah sebesar 11,543 ± 0,889% dan 9,535 ±
0,331%.
Menurut Purwantiningsih dan Hakim (2011), ekstrak etanol
kepel maupun ekstrak heksan memiliki potensi sebagai penurun
kadar asam urat darah. Pada pengujian secara in vivo, daun kepel
dengan ekstrak ethanol dan hexan memiliki potensi anti-
hyperuricemic pada tikus. Aktivitas anti-hyperuricemic dengan
ekstrak etanol berkisar antara 60.86% hingga 78.33%, sedangkan
dengan ekstrak heksan memiliki aktivitas anti-hyperuricemic
antara 78.23%-88.52%, hampir sama dengan allopurinol, yaitu
50.82%-91.16%. Pada pengujian secara in vitro, diketahui bahwa
ekstrak etanol memiliki aktivitas lebih rendah dari pada
allopurinol. Sutomo (2003) melaporkan fraksi tidak larut petroleum
eter dari ekstrak metanol daun kepel mampu menurunkan kadar
asam urat, dan hasil identifikasi menunjukkan adanya flavonoid.
Pemberian infus daun kepel diketahui bisa menurunkan kadar asam
urat darah pada tikus (Susilowati, 2000).
 Antioksidan (Flavonoid, tannin, steroid) :
Flavonoid merupakan senyawa yang secara umum
dikandung oleh tanaman dan memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Menurut Cos et al. (1998), flavonoid dapat
menghambat kerja enzim xantin oksidase dan berperan sebagai
antioksidan penangkap radikal bebas. Pada uji aktivitas antioksidan
penangkap radikal bebas, senyawa flavonoid pada daun kepel
diketahui memiliki nilai EC50 rata-rata sebesar 27.613 μg/ml
(Wildan et al., 2010). Uji aktivitas antioksidan ini ditentukan
dengan metode DPPH dan diukur menggunakan UV-Vis
spectrofotometer sampai memenuhi proporsi EC50. EC50 adalah
konsentrasi efektif yang dapat menurunkan 50% penyerapan
dibandingkan dengan pelarut kontrol dari DPPH. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa EC50 proporsi ekstrak etanol adalah sebesar
27,61 μg/ml, dan EC50 proporsi rutin sebesar 5,85 μg/ml. Aktivitas
antioksidan dengan ekstrak etanol lebih rendah dari rutin. Daun
kepel diketahui mengandung flavonoid dan polifenol (Hutapea,
1994).
Hasil skrining fitokimia terhadap beberapa sampel daun
kepel yang diambil dari empat lokasi di Jawa (Karanganyar,
Cilacap, Nusa Kambangan, dan Yogyakarta) menunjukkan adanya
kandungan flavonoid dan tanin, sementara itu sampel yang berasal
dari Karanganyar dan Cilacap mengandung flavonoid, tanin dan
steroid (Batubara et al., 2010).
 Cyclooxigenase-2 Inhibitor (COX-2)
Cyclooxigenase-2 (COX-2) Inhibitor adalah senyawa
penghambat enzim yang berperan dalam mengubah asam
arakhidonat menjadi prostaglandin. Produk akhir dari COX-2
inilah yang berkontribusi terhadap berbagai faktor biologis dalam
memicu pertumbuhan tumor (Rahmawati et al., 2012). Daun
kepel yang diambil dari beberapa lokasi (Cilacap, Karanganyar,
Nusa Kambangan, dan Yogyakarta) yang diekstrak menggunakan
air dan metanol memberikan aktivitas COX-2 inhibitor sebesar
51%, sedangkan yang diekstrak dengan etil asetat memberikan
aktivitas COX-2 inhibitor lebih rendah, yaitu sebesar 20%
(Batubara et al., 2010).
 Anti-Hyperuricemic
Asam urat terbentuk melalui jalur oksidasi hipoxanthine,
xantin oksidase dan guanase akan berubah guanin untuk xantin.
Kemudian, xantin akan dioksidasi oleh xantin oksidase asam urat.
Xantin oksidase merupakan target penting untuk intervensi
farmakologi pada pasien hiperurisemia atau gout (Murray, 1996.).
Menurut Purwantiningsih et al. (2011), daun kepel dapat
digunakan sebagai bahan baku alternatif untuk obat anti-
hyperuricemic. Total senyawa flavonoid dengan ekstraksi n-
hexane daun kepel yang berasal dari Samigaluh dan Ambal
masing-masing adalah sebesar 11,543 ± 0,889% dan 9,535 ±
0,331%.
Menurut Purwantiningsih dan Hakim (2011), ekstrak etanol
kepel maupun ekstrak heksan memiliki potensi sebagai penurun
kadar asam urat darah. Pada pengujian secara in vivo, daun kepel
dengan ekstrak ethanol dan hexan memiliki potensi anti-
hyperuricemic pada tikus. Aktivitas anti-hyperuricemic dengan
ekstrak etanol berkisar antara 60.86% hingga 78.33%, sedangkan
dengan ekstrak heksan memiliki aktivitas anti-hyperuricemic
antara 78.23%-88.52%, hampir sama dengan allopurinol, yaitu
50.82%-91.16%. Pada pengujian secara in vitro, diketahui bahwa
ekstrak etanol memiliki aktivitas lebih rendah dari pada
allopurinol. Sutomo (2003) melaporkan fraksi tidak larut petroleum
eter dari ekstrak metanol daun kepel mampu menurunkan kadar
asam urat, dan hasil identifikasi menunjukkan adanya flavonoid.
Pemberian infus daun kepel diketahui bisa menurunkan kadar asam
urat darah pada tikus (Susilowati, 2000).
b) Secang (Caesalpina sappan L.)
Kayu secang merupakan tumbuhan yang umumnya tumbuh di
tempat terbuka sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut seperti di
daerah pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin. Tingginya 5-
10 m. Batangnya berkayu, bulat dan berwarna hijau kecoklatan. Batang
dan percabangan terdapat duri-duri tempel yang bentuknya bengkok dan
letaknya tersebar. Daun secang merupakan daun majemuk menyirip ganda
dengan panjang 25-40 cm, jumlah anak daunya 10- 20 pasang yang
letaknya behadapan. Bunga secang adalah bunga majemuk berbentuk
malai, bunganya keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm,
mahkota bungan berbentuk tabung berwarna kuning. Buah secang adalah
buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh berisi 3-4
biji, jika masak berwarna hitam. Bijinya bulat memanjang dengan panjang
15-18 mm dan lebar 8-11 mm, tebalnya 5-7 mm, warnanya kuning
kecoklatan. Akar secang adalah akar tunggang berwarna coklat kotor.19

Gambar 2. Kayu Secang


Kedudukan taksonomi tanaman secang sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Resales
Famili : Cesalpiniaceae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia sappan L
Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) termasuk suku
Caesalpiniaceae tersebar di Indonesia, nama lainnya yaitu: cang (Bali),
sepang (Sasak), kayu sena (Manado), naga, sapang (Makasar), soga jawa
(Jawa), kayu secang (Madura), secang (Sunda), seupeung, sopang, cacang
(Sumatra), sepang (Bugis), sawala, hinianga, sinyhiaga, singiang
(Halmahera Utara), sepen (Halmahera Selatan), lacang (Minangkabau),
sepel (Timor), hape (Sawu), hong (Alor) (Hariana, 2006). Kayu secang
sudah sejak zaman dahulu digunakan sebagai minuman yang memberikan
efek rasa hangat pada tubuh. Awalnya ia hanya minuman keraton,
dinikmati oleh keluarga bangsawan saja. Kayu secang juga memberikan
warna yang menarik sehingga bisa digunakan sebagai pewarna alami.
Kayu secang mengandung fenolik, flavonoid, tanin, polifenol, kardenolin,
antrakinon, sappan chalcone, caesalpin, resin, resorsin, brazilin, d-alfa
phallandren, oscimenen, dan minyak atsiri.18
Kulit kayu secang (Caesalpinia sappan L.) secara empiris
dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengobatan penyakit asam urat.
Berbagai macam zat yang terkandung dalam kulit kayu secang antara lain
brazilin, alkaloid, falvonoid, saponin, tanin, fenil propana dan terpenoid.
Selain itu juga mengandung asam galat, brasilein, delta-a phellandrene,
oscimene, resin dan resorin. Penelitian mengenai efek secang sebagai agen
anti hiper urisemia masih dirasakan kurang, padahal potensi biologis
secang cukup besar, sehingga dirasakan perlu dilakukan penelitian secang
sebagai gen anti hiperurisemia. Belum diketahui secara pasti kandungan
dari kulit kayu secang yang dapat menyembuhkan hyperuricemia. Namun,
ekstrak etanol 70 % kayu secang dilaporkan menurunkan kadar asam urat
pada tikus hiperurisemia. Senyawa aktif kayu secang diduga menghambat
proses pembentukan asam urat yang berlebihan dalam tubuh. Pemberian
ekstrak etanol 90% dosis 200 mg/kgBB secara per oral pada mencit tidak
memperlihatkan efek toksik. Mekanisme hipourisemia kayu secang adalah
dengan menghambat aktivasi enzim xantin oksidase, walaupun tidak lebih
tinggi dari allopurinol.B2toot
c) Tempuyung (Sonchus arvensis L.)
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) masuk ke dalam famili
Asteraceae. Nama lain untuk tumbuhan ini, di Jawa disebut dengan ga-
ling; Sunda: rayana, jombang, jombang lalakina, lempung, lampenas;
Jawa Tengah: tempuyung; China: Niu she tou; Perancis : laiton des
champs; Inggris: sow thistle. Tempuyung tumbuh di tempat terbuka yang
terkena sinar matahari atau sedikit terlindung seperti tebing-tebing, tepi
saluran air atau tanah terlantar, kadang ditanam sebagai tanaman obat.
Tanaman yang berasal dari Eurasia ini ditemukan pada daerah yang
banyak turun hujan pada ketinggian 50-1650 m dpl. Tempuyung
merupakan tanaman terna tahunan, tegak, akar tunggang yang kuat.
Batang berongga dan berusuk. Daun tunggal, bagian bawah tumbuh
berkumpul pada pangkat roset akar. Helai daun berbentuk lanset atau
lonjong, ujung runcing, pangkal bentuk jantung, tepi berbagi menyirip
tidak teratur, panjang 6 - 48 cm, lebar 3 - 12 cm, warnanya hijau muda.
Daun yang keluar dari tangkai bunga bentuknya lebih kecil dengan
pangkal memeluk batang, letak berjauhan, berseling. Perbungaan
berbentuk bonggol yang tergabung dalam malai, bertangkai, mahkota
bentuk jarum, warnanya kuning cerah, lama kelamaan menjadi merah
kecokelatan. Buah kotak, berusuk lima, bentuknya memanjang sekitar 4
mm, pipih, berambut, cokelat kekuningan. Ada keaneka-ragaman
tumbuhan ini. Yang berdaun kecil disebut lempung, dan yang berdaun
besar dengan tinggi mencapai 2 meter disebut rayana. Batang muda dan
daun walaupun rasanya pahit bisa dimakan sebagai lalap. Perbanyakan
dengan biji.

Gambar 3. Daun Tempuyung


Sistematika Tanaman Tempuyung sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub Classis : Asteriidae
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Sonchus
Species : Sonchus arvensis
Daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) memiliki banyak khasiat
diantaranya untuk mengatasi kebihan asam urat, diuretik, batu ginjal,
kencing batu, batu empedu, bengkak, penenang batuk, asma, penurun
kadar kolestrol dan bronkitis. Tempuyung mengandung ion-ion mineral
antara lain silika, kalium, magnesium, natrium dan beberapa flavonoid
(kaempferol, luteolin-7-Oglukosida, dan apigenin-7-O-glukosida),
kumarin (skepoletin), taraksterol, inositol, serta asam fenolat(sinamat,
kumarat, dan vanilat). Pada penelitian sebelumnya, ekstrak air, etanol dan
flavonoid daun tempuyung dilaporkan dapat menghambat enzim xantin
oksidase in vitro, namun dalam penelitian ini belum diketahui bagaimana
aktivitas ekstrak daun tempuyung in vivo. (Sonchus arvensis L.) tumbuhan
ini memiliki banyak khasiat diantaranya untuk mengatasi kelebihan asam
urat, diuretik, batu ginjal, kencing batu, batu empedu, bengkak, penenang
batuk, asma, penurun kadar kolestrol dan bronkitis. Tempuyung
mengandung ion-ion mineral antara lain silika, kalium, magnesium,
natrium dan beberapa flavonoid (kaempferol, luteolin-7-Oglukosida, dan
apigenin-7-O-glukosida), kumarin (skepoletin), taraksterol, inositol, serta
asam fenolat(sinamat, kumarat, dan vanilat) Pada penelitian sebelumnya,
ekstrak air, etanol dan flavonoid daun tempuyung dilaporkan dapat
menghambat enzim xantin oksidase in vitro, namun dalam penelitian ini
belum diketahui bagaimana aktivitas ekstrak daun tempuyung in vivo.
Wardani, C.G.T. Potensi Ekstrak Tempuyung dan Meniran sebagai
Antiasam urat: Aktivitas Inhibitor terhadap Xantin Oksidase. 2008.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

d) Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)


Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) adalah salah satu
tumbuhan obat keluarga Zingiberaceae yang banyak tumbuh dan
digunakan sebagai bahan baku obat tradisional di Indonesia . Tanaman ini
banyak ditemukan terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Jakarta, Yogyakarta, Bali, sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat
dan Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan
Klasifikasi temulawak adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae.
Kelas : Monocotyledonae.
Ordo : Zingiberales.
Famili : Zingiberaceae.
Genus : Curcuma.
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Gambar 4 Rimpang Temulawak


Kandungan Senyawa Kimia dan Fungsinya
Rimpang temulawak jmengandung pati, kurkuminoid, serat kasar,
abu, protein, mineral, minyak atsiri yang terdiri dari d-kamfer, siklo
isoren, mirsen, tumerol, xanthorrhizol, zingiberen, zingeberol .Dari uji
praklinik temulawak dapat dipergunakan sebagai obat antioksidan,
hepatoproteksi, antiinflamasi, antikanker, antidiabetes, antimikroba,
antihiperlipidemia, anti kolera, anti bakteri.
Antiinflamasi:
Inflamasi merupakan respon kekebalan tubuh yang berguna untuk
mengembalikan struktur dan fungsi jaringan setelah terjadinya infeksi atau
cedera. Proses ini ditandai dengan kemerahan, panas, pembengkakan, dan
rasa nyeri. Inflamasi akut terjadi dalam dua fasa. Fasa pertama dimulai
dengan pelepasan histamin, serotonin dan kinin setelah injeksi agen radang
pada beberapa jam pertama, sedangkan fase kedua terkait dengan pelepas-
an prostaglandin. Prostaglandin bertanggung jawab pada proses inflamasi
akut Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) bekerja dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase (COX) yang berperan pada biosintesis
prostaglandin yang merupakan mediator atau substansi radang yang
memperkuat efek nyeri dan demam pada saat terjadinya inflamasi.
Terdapat dua isoform enzim siklooksigenase di dalam tubuh manusia,
yaitu enzim COX-1 dan COX-2, dimana kedua enzim ini terlibat pada
respon inflamasi. Penghambatan enzim COX-1 dalam keping darah dan
jaringan epitel lambung oleh OAINS dapat menyebabkan kerusakan lam-
bung, gangguan saluran cerna, kerusakan pada ginjal, dan gangguan
kardiovaskuler. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya suatu senyawa
pengganti OAINS yang dapat berperan sebagai agen antiinflamasi tanpa
memberikan efek samping yang merugikan pada penggunaannya.
Kandungan kurkuminoid pada temulawak memiliki banyak
manfaat yaitu dapat digunakan sebagai antioksidan dan hepatoprotektif) ,
gastroprotektif, antihiperglikemik dan antiinflamasi. Kurkumin yang
merupakan komponen utama dalam kurkuminoid berperan sebagai agen
antiinflamasi dengan cara menghambat aktivasi NF-kB yang merupakan
regulator penting dari ekspresi COX-2.
Kim MB, Kim C, Song Y, Hwang JK. 2014. Antihyperglycemic and anti-
inflammatory effects of standardized Curcuma Xanthorrhiza roxb. extract
and its active compound xanthorrhizol in high-fat diet-induced obese mice.
Hindawi. 2014:1-10.
Antioksidan :
Pengujian khasiat rimpang temulawak dapat diketahui melalui
bukti empiris melalui pengujian secara in vitro, pengujian praklinis kepada
binatang dan uji klinis terhadap manusia. Secara empiris rimpang
temulawak diketahui memiliki banyak manfaat salah satunya potensi
sebagai antioksidan. Komponen aktif yang bertanggung jawab sebagai
antioksidan dalam rimpang temulawak adalah kurkumin,
demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa rimpang temulawak mempunyai efek antioksidan.
Penelitian Jitoe et al. menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak
temulawak ternyata lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tiga jenis
kurkuminoid yang diperkirakan terdapat dalam temulawak. Jadi, diduga
ada zat lain selain ketiga kurkuminoid tersebut yang mempunyai efek
antioksidan di dalam ekstrak temulawak. Demikian pula penelitian Rao
bahwa kurkumin lebih aktif dibanding dengan vitamin E dan beta karoten.
Hal ini dikarenakan peranan kurkumin sebagai antioksidan yang
menangkal radikal bebas tidak lepas dari struktur senyawa kurkumin.
Kurkumin mempunyai gugus penting dalam proses antioksidan tersebut.
Struktur kurkumin terdiri dari gugus hidroksi fenolik dan gugus β diketon.
Gugus hidroksi fenolik berfungsi sebagai penangkap radikal bebas pada
fase pertama mekanisme antioksidatif. Pada struktur senyawa kurkumin
terdapat 2 gugus fenolik, sehingga 1 molekul kurkumin dapat menangkal 2
radikal bebas. Gugus β diketon berfungsi sebagai penangkap radikal pada
fase berikutnya.
e) Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit (Curcuma domestica, Val) merupakan tanaman tradisional
yang sudah dikenal luas dan sudah lama digunakan oleh masyarakat.
Kurkumin dilaporkan mempunyai aktivitas multiseluler karena dapat
menangkal dan mengurangi risiko beragam penyakit antara lain
antiproliferasi dan antioksidan dengan menghambat 97,3% aktivitas
peroxidasi lipid seluler,6 mengikat berbagai jenis protein sel dan
menghambat aktivitas enzim kinase, pengaturan aktivitas faktor transkripsi
seluler, ekspresi enzim inflamasi, sitokin, adesi molekul, penurunan siklin
D1, siklin E dan mekanisme peningkatan ekspresi gen p21, p27 dan p53
dalam proses karsinogenesis.7 Senyawa aktif kurkumin dari hasil ekstraksi
rimpang kunyit dapat menurunkan aktifitas sekresi Tumor Necrosis
Factor-α (TNF-α) pada penderita osteoartritis,8 sedangkan minyak atsiri
hasil destilasi uap rimpang kunyit dilaporkan mempunyai senyawa aktif
bergugus molekul serupa kurkumin yang berkhasiat anti radang pada
edema sendi tarsal tikus.
Sementara itu, senyawa aktif dalam minyak atsiri kunyit yang
pernah dilaporkan mengandung senyawa cynnamyl tiglate (C14H16O2),
eucalyptol (C10H18O), methylol pinene (C11H18O) dan bicyclo 3.3.1
non-2-en9-ol (C9H14O) diduga merupakan zat-zat aktif yang dapat
menghambat pelepasan IL1-β dan TNF-α dalam keradangan sendi.
Solfaine R, Munarwan, Hayati N, Agustina S, Salasia SIO. Khasiat
minyak atsiri kunyit (Curcuma domestica, Val) sebagai anti radang, J. Sain
Vet. 2001; XIX(1):8-13.
f) Meniran (Phyllntus niruri L.)
Taksonomi tumbuhan meniran adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Euphorbiales
Suku : Euphorbiaceae
Marga : Phyllanthus
Jenis : Phyllanthus urinaria L.
Meniran (Phyllanthus urinaria L.) merupakan terna liar yang
berasal dari Asia tropik yang tersebar di seluruh daratan Asia termasuk
Indonesia. Kini, terna ini telah tersebar ke Benua Afrika, Amerika, dan
Australia. Meniran tumbuh di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi
dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan jenis
herba dengan tinggi 40-100 cm ini, tumbuh secara liar di tempat berbatu
dan lembap, seperti di tepi sungai, pantai, semak, lahan bekas sawah, tanah
telantar di antara rerumputan, hutan atau ladang, atau tumbuh di sekitar
pekarangan rumah, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Meniran
mempunyai akar tunggang dan sepasang bunga, yaitu bunga jantan yang
keluar di bawah ketiak daun dan bunga betina yang keluar di atas ketiak
daun. Daun meniran mirip dengan daun asam, berbentuk lonjong dan
tersusun majemuk.
Tumbuhan meniran, Phyllanthus niruri L., secara kimia dicirikan
antara lain oleh kandungan utama senyawa kimia turunan lignan, alkaloid,
flavonoid, dan triterpenoid. Flavonoid adalah komponen polifenol yang
tersebar di alam, merupakan persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula
yang terikat dengan flavon. Flavonoid dikategorikan menurut stuktur
kimianya, antara lain adalah flavonols, flavones, flavanones, dan
dihidroflavones. Flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan sehingga
berpotensi menghambat kerja enzim xantin oksidase dan superoksidase
yang berperan dalam pembentukan asam urat dalam darah. Flavonoid
bersifat polar sehingga larut cukupan dalam pelarut polar seperti etanol,
metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air, dan
lain-lain .24,25
Herba meniran secara empiris digunakan untuk pengobatan
gangguan ginjalm sariawan, malaria, tekanan darah tinggi, peluruh air
seni, nyeri ginjal,kencing batu dan gangguan empedu serta bersifat
antidiare dan antipiretik. Herba meniran mengandung karbohidrat, protein,
alkaloid dna flavonoid. Komponen utama yang bertangggungjawab dalam
aktivitas meniran antara lain filantin, hipofilantin, dan triacontanal.
Meniran pada ramua ini berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
BPot
Pada penelitian Muhtadi et al dengan ekstrak dari meniran 200
mg/KgBB dapat menurunkan kadar asam urat cukup signifikan.
Kandungan filantin di dalam ekstrak metanol meniran memiliki
kemampuan dalam ekskresi asam urat melalui aksi urikosurik. Selain itu,
ekstrak herba meniran juga memiliki aktivitas diuretik dengan
meningkatkan ekskresi natrium, kalium, dan klorida. Diuresis tersebut
menunjukkan penambahan volume urin yang diproduksi dan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air.23
Hasil uji praklinik menunjukan bahwa ekstrak meniran dapat
memodulasi sistem imun lewat proliferasi dan aktivitas limfosit T dan B,
sekresi beberapa sitokin spesifik seperti interferon gama, TNF alpha dan
beberapa interleukin.
Uji klinis meniran menunjukan aktivitas sebagai imunomodulator
berperan membuat sistem kekebalan tubuh lebih aktif menjalankan
tugasnya sekaligus meningkatkan sistem imun tubuh, sehingga
meningkatkan kekebalan atau daya tahan tubuh terhadap serangan virus,
bakteri, atau mikroba. Bpot

Komposisi ramuan jamu yang digunakan untuk mengatasi asam urat untuk
penggunaan 1 hari terdiri dari bahan kering:
 Herba tempuyung 6 gram
 Kayu secang 15 gram
 Daun kepel 9 gram
 Rimpang temulawak 9 gram
 Rimpang kunyit 9 gram
 Herba meniran 9 gram
Keluhan biasanya sudah berkurang setelah minum ramuan selama satu
minggu. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dianjurkan untuk
mengkonsumsi ramuan paling tidak selama satu bulan.
Peringatan penggunaan :
Ramuan jamu asam urat tidak boleh diminum ketika pada keadaan yang
sangat nyeri. Dapat diberikan jika kondisi sudah stabil yaitu pasien
merasakan nyeri ringan.

Anda mungkin juga menyukai