Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KEGIATAN HOME VISITE PADA KELUARGA “Ny W”

DENGAN HALUSINASI DI RUANG INTENSIF WANITA


RSJ SAMBANG LIHUM KALIMANTAN SELATAN

Tanggal 10 Juni 2019 s.d 06 Juli 2019

Disusun Oleh:
Anjarwati, S.Kep NIM. 194691920006
Devi Agustin, S.Kep NIM. 194691920011
Devi Kharismawati, S.Kep NIM. 194691920012
Nor Diana, S.Kep NIM. 194691920029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019

1
2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kesehatan pelayanan keperawatan
kepada klien yang mengalami gangguan jiwa. Dukungan dari pihak
keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien serta
keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang
diperlukan bagi klien dengan gangguan jiwa, mengenai masalah yang
sedang dihadapi oleh klien dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organisation
(WHO), Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan dimana seseorang
yang terbebas dari gangguan jiwa dan memiliki sifat positif untuk
menggambarkan tentang kedewasaan seta kepribadiannya. Menurut
data WHO pada tahun 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia,
serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai
faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman
penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa tersu bertambah yang
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia jangka panjang (Kemenkes RI, 2016).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES
RI) tahun 2013, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah
kesehatan global bagi setiap negara tidak hanya di Indonesia saja.
Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa
psikotik/skizofrenia saja tapi kecemasan, depresi dan penggunaan
Narkota Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA) juga menjadi
masalah gangguan jiwa. Indonesia mengalami peningkatan jumlah
penderita gangguan jiwa cukup banyak diperkirakan prevalensi
gangguan jiwa berat dengan psikosis/skizofrenia di Indonesia pada
tahun 2016 adalah 1.728 orang. Proporsi rumah tangga yang pernah
3

mengalami gangguan jiwa berat sebesar 1.655 rumah tangga dari


14,3% terbanyak tinggal di pedesaan, sedangkan yang tinggal
diperkotaan sebanyak 10,7%
Menurut Riskesdas (2018), menunjukkan Peningkatan proporsi
gangguan jiwa pada data yang didapatkan Riskesdas 2018 cukup
signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7%
menjadi 7% dan untuk pravelensi gangguan jiwa di Kalimantan
Selatan yakni 5% dari jumlah penduduk
Salah satu gangguan jiwa adalah halusinasi. Halusinasi adalah
perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap
stimulus tersebut (Keliat, B. A, 2015)
Tenaga kesehatan harus meningkatkan pelayanan kesehatan
kepada pasien yang mengalami gangguan jiwa, salah satunya
meningkatkan dukungan keluarga. Dukungan keluarga merupakan unit
paling dekat dengan pasien serta keluarga berperan dalam
menentukan cara atau asuhan yang diperlukan bagi pasien serta
keluarga dengan gangguan jiwa kepada keluarga mengenai masalah
yang sedang dihadapi pasien dan mencegah terjadinya kekambuhan
(Depkes, 2009).
Asuhan Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang
berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang
terkontribusi pada fungsi yang itegritas baik individu, keluarga,
kelompok, organisasi atau komunitas. Perawat memberikan asuhan
sepanjang rentang asuhan. Upaya meningkatkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan jiwa, peran utama keluarga bagi
pasien yang dirawat adalah sangat penting, karena keluarga
merupakan orang terdekat dengan pasien (Dalami, E. 2009).
Dukungan dari pihak keluarga merupakan unit yang paling dekat
dengan pasien dengan gangguan jiwa pada keluarga mengenai
4

masalah yang sedang dihadapi oleh pasien dan mencegah terjadinya


kekambuhan. Keberhasilan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan dirumah sakit akan sia-sia bila tidak dilanjutkan dengan
perawatan dirumah sesuai dengan program perencanaan pasien
pulang. Kurangnya pengetahuan dan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat pasien dirumah dapat menyebabkan Pasien kambuh
dan perlu rawat ulang dirumah sakit. Kunjungan rumah merupakan
salah satu bagian dari upaya dalam mewujudkan keperawatan yang
komprehensif dan holistik untuk proses penyembuhan pasien dengan
gangguan jiwa (Harnilawati. 2013)
Home visite adalah suatu kegiatan kunjungan rumah dimana
petugas yang ditugaskan akan mengunjungi rumah dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi dari keluarga kemudian memvalidasi
data yang telah dicapai. Selain itu membantu keluarga dengan
memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
perawatan keluarga pada pasien khususnya perawatan dirumah
(Niamul Huda. 2011).
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok akan
melakukan kunjungan rumah atau home visit pada keluarga klien yang
sedang dirawat di Rumah Sakit Sambang Lihum Kalimantan Selatan

1.2 Tujuan Pelaksanaan


A. Tujuan Umum
Untuk melengkapi dan memvadilasi data yang didapat pada klien
serta melakukan asuhan keperawatan yaitu memberikan penyuluhan
kesehatan jiwa kepada keluarga khususnya dalam merawat anggota
keluarga dengan gangguan jiwa
5

B. Tujuan Khusus
1. Memberikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan
klien selama diruang Intensif Wanita RSJ Sambang Lihum
Kalimantan Selatan.
2. Memvalidasi data dan melengkapi data yang diperoleh
dari klien dan dokumentasi medik tentang:
a. Alasan Klien dirawat di Rumah Sakit
b. Riwayat Keluarga
c. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
d. Genogram Keluarga
e. Persepsi Keluarga Terhadap Penyakit yang diderita klien
f. Harapan keluarga terhadap klien
g. Tindakan yang dilakuan keluarga
3. Melakukan implementasi keperawatan yang berkaitan
dengan diagnosis keperawatan dan lima tugas fungsi keluarga.
a. Keluarga dapat mengenal masalah yang menyebabkan klien
mengalami gangguan jiwa.
b. Keluarga dapat mengambil keputusan dalam
melakukan perawatan terhadap klien.
c. Keluarga dapat merawat klien di rumah
d. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan fasilitas yang
terapeutik dalam merawat klien
e. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat untuk merawat kesehatan klien.
f. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga sesuai
dengan masalah yaitu ditemukan saat pengkajian
g. Memotivasi keluarga untuk mengunjungi klien di rumah sakit
dan melanjutkan tindakan keperawatan
h. Mengkaji keadaan rumah dan lingkungan sekitar
6
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kasus (masalah utama)
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
2.2 Proses terjadinya masalah
A. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Damayanti, M., & Iskandar, 2012)
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang
khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan
mental penderita yang teresepsi (Yosep, 2014).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola
stimulus yang datang disertai gangguan respon yang kurang,
berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Keliat, B. A,
2015).

B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Menurut Yusuf (2015), faktor predisposisi pasien dengan
halusinasi adalah:
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga yang
menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stres.
8

b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungannya
sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stres yang berlebihan dialami oleh seseorang maka
di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres yang
berkepanjangan dapat menyebabkan teraktivasinya
neurotransmiter otak.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.
Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh
oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh terhadap
penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
a. Perilaku
Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa
curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan
bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata. Menurut
9

Rawlins dan Heacock mencoba memecahkan masalah


halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-
unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari 5 dimensi yaitu :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
3) Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya, halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian pasien dan tidak jarang
akan mengontrol semua perilaku pasien.
4) Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, pasien menganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
10

interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak


didapat di dunia nyata.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktivitas ibadah aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkadiannya terganggu, karena ia sering tidur larut
malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdir memburuk.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Yusuf (2015), perilaku pasien yang terkait dengan
halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Berbicara, tersenyum, dan tertawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara
3. Pergerakan mata yang cepat
4. Respon verbal yang lambat
5. Menarik diri dari orang lain, berusaha untuk menghindari
orang lain
6. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
7. Sulit berhubungan dengan orang lain
8. Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung, jengkel, dan
marah
9. Curiga dan bermusuhan
10. Biasa mengalami disorientasi tempat, waktu, dan orang
11

D. Rentang Respon
Adapun rentang respon pada halusinasi, yaitu (Damayanti, M, &
Iskandar, 2012) :

Gambar 2.1 Rentang Respon


1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh
norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain,
individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut
dengan respon yang adaptif seperti:
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan
yang timbul dari pengalaman ahli.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan.
2. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi:
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang
menimbulkan gangguan.
12

b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah


tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek
nyata) karena rangsangan panca indera.
c) Emosi berlebihan atau berkurang.
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-
norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain
dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak nyata atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu
yang timbul dari hati.
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak
teratur.
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami
oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang
lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

E. Klasifikasi Halusinasi
Menurut (Yosep, 2014) halusinasi terdiri dari delapan jenis.
Penjelasan secara detail mengenai Klasifikasi dari setiap jenis
halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
13

Paling sering dijumpai, dapat berupa bunyi mendenging


atau suara bising yang tidak memiliki arti, tetapi lebih sering
terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang
bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada
penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan
berdebat dengan suara-suara tersebut.
2. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit
organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan
penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaran yang mengerikan.
3. Halusinasi penciuman (olfaktori)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau
tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa
bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu
kombinasi moral.
4. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan
halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap
sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi
gustatorik.
5. Halusinasi perabaan (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup, atau seperti ada ulat yang
bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium
toksis dan skizofrenia.
6. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada
skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai
organ-organ.
7. Halusinasi kinestetik
14

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu


ruang atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya
phantom phenomenon atau tungkai yang diamputasi selalu
bergerak-gerak (phantom limb). Sering terjadi pada
penderita skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat
pemakaian obat tertentu.
8. Halusinasi viseral
Timbul perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya
bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi
serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering
pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya
sering merasa dirinya terpecah menjadi dua.
b) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang
lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya
seperti dalam impian.

F. Proses Terjadinya Masalah


Psikopatologi dari halusinasi belum diketahui. Banyak
teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-
faktor psikologis, fisiologis, dan lain-lain. Beberapa orang
mengatakan bahwa situasi keamanan di otak normal
dibombardir oleh aliran stimulus yang berasal dari tubuh dan
dari luar tubuh. Jika masukan terganggu atau tidak ada
sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal atau
patologis, materi berada dalam prasadar dapat unconscious
atau dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain
mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan keinginan
yang direpresi ke unconscious dan kemudian kepribadian
rusak dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan
15

keinginan sebelumnya diproyeksikan keluar dalam bentuk


stimulus eksternal.

2.2 Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan Effect

Gangguan persepsi sensori:


Core Problem
Halusinasi

Isolasi sosial
Causa
Gambar 2.2 Pohon Masalah

2.3 Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


Masalah keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri

2.4 Data yang Perlu Dikaji


Pengkajian Keperawatan (Keliat, 2012) :
1. Data yang perlu dikaji
a. Data Mayor
Data Subyektif :
- Mengatakan mendengar suara bisikan / melihat bayangan
Data Objektif :
- Bicara sendiri
- Tertawa sendiri
- Marah tanpa sebab
- Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
b. Data Minor
16

Data Subjektif :
- Menyatakan kesal
- Menyatakan senang dengan suara-suara
Data Objektif :
- Menyendiri
- Melamun
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif : Pasien mengatakan saya tidak mampu, tidak
bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif : Pasien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal
kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

2.5 Diagnosis Keperawatan


Adapun masalah keperawatannya menurut Nanda (2018) adalah:
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi pendengaran,
penglihatan, perabaan, penghiduan, dan pengecap)
3. Isolasi Sosial
17

2.6 Rencana Tindakan Keperawatan Jiwa

PERENCANAAN
NO DX INTERVENSI
Tujuan Kriteria hasil
1 Halusinasi TUM : pasien Pasien mampu SP 1
dapat membina hubungan 1. Bina hubungan saling
mengontrol salin percayadengan percaya.
halusinasi yang perawat dengan 2. Salam terapeutik.
di alaminya kriterial hasil : 3. Perkenalkan diri
1. Membalas sapaan 4. Jelaskan tujuan
TUK perawat interaksi.
1 : Pasien 2. Eksperi wajah 5. Buat kontrak yang jelas.
dapat membina bersahabat & 6. Menerima pasien apa
hubungan senang. adanya.
saling percaya 3. Ada kontak mata, 7. Kontak mata positif.
dengan jabatangan 8. Ciptakan lingkungan
perawat. 4. Mau menyebut yang terapeutik.
nama dan pasien 9. Dorong pasien dan beri
mau duduk kesempatan untuk
berdapingan mengungkapkan
dengan perawat perasaannya.
5. Pasien mau 10. Dengarkan ungkapan
mengutarakan pasien dengan rasa
masalah yang di empati.
hadapi.
SP 2
2: pasien dapat Pasien mampu
mengenali mengenal 1. Adakan kontak secara
halusinasinya halusinasinya dengan sering dan singkat.
kriterial hasil : 2. Observasi tingkah laku
1. Pasien dapat verbal dan non verbal
menyebutkan pasien yang terkait
Jenis, Isi, Waktu, dengan halusinasi (sikap
Frekuensi, seperti mendengarkan
Perasaan, sesuatu, bicara atau
2. Situasi dan tertawa sendiri, terdiam
kondisi yang di tengah – tengah
menimbulkan pembicaraan).
halusinasi, 3. Terima halusinasi
3. Responnya saat sebagai hal yang nyata
mengalami bagi pasien dan tidak
halusinasi. nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama
pasien tentang waktu
5. munculnya halusinasi,
isi halusinasi dan
frekuensi timbulnya
halusinasi.
6. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
18

perasaannya ketika
halusinasi muncul.
7. Diskusikan dengan
pasien mengenai
perasaannya saat terjadi
halusinasi.
3: pasien dapat 1. Pasien dapat SP 3
mengendalikan mengidentifikasi 1. Identifikasi tindakan
halusinasinya tindakan yang di pasien yang positif.
lakukan untuk 2. Beri pujian atas tindakan
mengendakikan pasien yang positif.
halusinasi. 3. Bersama pasien
2. Pasien dapat rencanakan kegiatan
menunjukan cara untuk mencegah
baru untuk terjadinya halusinasi.
mengontrol 4. Diskusikan ajarkan cara
halusinasi. mengatasi halusinasi.
5. Dorong pasien untuk
memilih cara yang
disukai untuk
mengontrol halusinasi.
6. Beri pujian atas pilihan
pasien yang tepat.
7. Dorong pasien untuk
melakukan tindakan
yang telah dipilih.

4: pasien 1. Pasien dapat SP 4


mendapatkan memiliki cara 1. Bina hubungan saling
dukungan mengatasi percaya dengan
keluarga dalam halusinasi. pasien.
mengendalikan 2. Pasien 2. Kaji pengetahuan
halusinasi melaksanakan cara keluarga tentang
yang telah di pilih halusinasi dan tindakan
memutus yang dilakukan
halusinasinya. keluarga dalam
3. Pasien dapat merawat pasien.
mengikuti aktifitas 3. Beri penguatan positif
kelompok. atas upaya yang baik
dalam merawat pasien.
4. Diskusikan dan ajarkan
dengan keluarga
tentang : halusinasi,
tanda – tanda dan cara
merawat halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya
keluarga yang positif.
5: pasien dapat 1. Keluarga dapat SP 5
menggunakan membina hubungan 1. Diskusikan dengan
obat untuk saling percaya dgn pasien tentang obat
mengontrol perawat. untuk mengontrol
halusinasi 2. Keluarga dapat halusinasinya.
19

menyebutkan 2. Bantu pasien untuk


pengertian , tanda memutuskan bahwa
dan tindakan yang pasien minum obat
mengalihkan sesuai program dokter.
halusinasi. 3. Observasi tanda dan
gejala terkait efek dan
efek samping.

2.7 Strategi Pelaksanaa


Adapun strategi pelaksanaan Halusinasi, yaitu (O’Brien, 2014) :
Pasien Keluarga

SP I SP I
1. Identifikasi halusinasi : - Mendiskusikan masalah yang
dengan mendiskusikan isi, dirasakan keluarga dalam
frekuensi, waktu, terjadi merawat px
situasi pencetus, perasaan - Menjelaskan pengertian
dan respon halusinasi, tanda dan gejala
2. Jelaskan cara mengontril serta proses terjadinya
halusinasi : hardik, obat, halusinasi
bercakap-cakap, melakukan - Menjelaskan cara merawat px
kegiatan. dengan halusinasi
3. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
menghardik
4. Masukan pada jadwal SP II
kegiatan untuk latihan - Melatih keluarga
menghardik mempraktekkan cara merawat
px dengan halusinasi
SP II
1. Evaluasi menghardik, beri
pujian.
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan obat
(jelaskan 6 benar obat, jenis,
guna, dosis, frekuensi,
kontinuitas minum obat)
3. Jelaskan pentingnya SP III
penggunaan obat pada - Melatih keluarga melakukan
gangguan jiwa cara merawat langsung
4. Jelaskan akibat jika obat kepada px dengan halusinasi
tidak diminum sesuai
program
5. Jelaskan akibat putus obat
6. Jelaskan cara berobat
7. Masukkan pada jadwal SP IV
20

kegiatan untuk latihan - Membantu keluarga membuat


menghardik dan beri pujian. jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
SP III (discharge planning)
1. Evaluasi kegiatan latihan - Menjelaskan follow up px
menghardik dan obat. Beri setelah pulang
pujian.
2. Latihan cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap-
cakap ketika halusinasi
muncul
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat,
dan bercakap-cakap.
SP IV
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik, penggunaan
obat dan bercakap-cakap.
Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
melakukan kegiatan harian
(mulai 2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan
kegiatan harian
SP V
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik, minum obat,
bercakap, dan melakukan
kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah
mandiri
4. Nilai apakah halusinasi
terkontrol
21

BAB III
HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Berdasarkan surat tugas No.074/102-TU/RSJ dari RSJ Sambang Lihum


Banjarmasin telah dilaksanakan tugas pelayanan kesehatan jiwa pada:
Hari/Tanggal : Kamis, 27 Juni 2019
Waktu : 13,30 s.d Selesai
Tempat : Jln. Syekh Muhammad Arrsay Al-Banjar, RT.001/No. 30
Sungai Alat, Astambul
Kegiatan ini di laksanakan untuk melanjutkan perawatan pada:
Nama : Ny. W
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Ruang : Tenang Wanita
MRS : 02 Juni 2019
Alamat : Jln. Syekh Muhammad Arrsay Al-Banjar, RT.001/No. 30
Sungai Alat, Astambul
Penanggung Jawab
Nama : Tn.W
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA
Status : Kakak Kandung
Alamat : Martapura
Layanan Kesehatan
Puskesmas : Puskesmas Astambul
Alamat : Jln. Syekh Muhammad Arrsay Al-Banjar, RT.001/No. 30
Sungai Alat, Astambul
Desa : Sungai Alat
Kecamatan : Astambul
22

3.1 PROFIL PUSKESMAS ASTAMBUL


1. Visi-Misi
a. Visi
Mewujudkan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan di
Kecamatan Astambul
b. Misi
1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat
2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjalin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu dan berkeadilan
3) Ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan
4) Menciptakan tata pelayanan yang baik
5) Menciptakan masyarakat kecamatan Astambul yang sehat
sejahtera dan barokah
c. Program Pokok
Program pokok puskesmas Astambul yang di laksanakan
meliputi :
1) Upaya Kesehatan Promosi
2) Upaya Kesehatan Lingkungan
3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta KB
4) Upaya Kesehatan Gizi Masyarakat
5) Upaya pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
6) Upaya Pengobatan
7) Upaya Kesehatan Sekolah
8) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
9) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
10) Upaya Kesehatan Jiwa
11) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
12) Upaya Kesehatan Laboratorium
23

2. Kondisi Geografis Wilayah Kerja Puskesmas


Kondisi geografis wilayah kerja puskesmas Astambul adalah :
Secara geografis Puskesmas Astambul terletak di kecamatan
Astambul Kabupaten Banjar (Martapura) dari ibukota Provinsi
Kalimantan Selatan jaraknya 50 KM yang memiliki luas wilayah
216,5 km2 terdiri dari 22 Desa dan 106 Rukun Tetangga (RT).
Kecamatan Astambul memiliki batas-batas wilayahnya dengan
kecamatan lain yaitu sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat
2) Sebelah Timur: berbatasan dengan Kecamatan Mataram dan
Pengaron
3) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Karang Intan
4) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Martapura
3. Data Demografi
Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Astambul pada tahun
Mei 2019 tercatat sebanyak 37.064
a. Angka Estimasi Gangguan Jiwa dan Perkembangan GAP
1) Perhitungan GAP
- Estimasi angka kejadian gangguan jiwa berat
berdasarkan jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Astambul
Jumlah total penduduk x 0,14% = jumlah gg jiwa
berat
37.064 x 0,14% = 51,8896 dibulatkan 52 jiwa

- Estimasi angka kejadian gangguan jiwa ringan


berdasarkan jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Astambul
Jumlah total penduduk x 5,1% = jumlah gg jiwa
ringan
37.064 x 5,1% = 1890,264 jiwa dibulatkan 1890
jiwa
24

- Estimasi angka kejadian pasung berdasarkan jumlah


penduduk di wilayah kerja Puskesmas Astambul
Jumlah gangguan pasien jiwa berat x 1,15%
52 x 1,15% = 0,598 jiwa dibulatkan 1 Jiwa

4. Pelayanan Kesehatan Jiwa


Pada saat pengkajian di Puskesmas Astambul dikatakan
bahwa ada program pelayanan kesehatan jiwa namun tidak ada
ruangan khusus untuk pelayanan kesehatan jiwa sehingga
untuk masyarakat yang datang untuk konsultasi atau
pengecekan kesehatan jiwa dilakukan diruangan poli umum
Puskesmas Astambul yang dilaksanakan setiap hari dan pada
saat pasien jiwa ingin berkonsultasi maka ruangan akan
dikosongi terlebih dahulu untuk menjaga privasi pasien agar
pasien dapat leluasa berkonsultasi kepada perawat maupun
dokter umum yang ada diruangan. Program terkait kesehatan
jiwa merupakan program pengembangan yang ada di
Puskesmas Astambul dan dipegang oleh Effa, S.Kep.
Alur penerimaan pasien jiwa di Puskesmas Astambul
biasanya dimulai dari control ke Puskesmas Astambul, di
Puskesmas pasien jiwa akan diperiksa oleh dokter bagian poli
umum yang termasuk melayani kesehatan jiwa. Apabila pasein
jiwa tidak dapat ditangani di Puskesmas dan memerlukan
perawatan khusus maka akan langsung di rujuk ke RSJD
Sambang Lihum. Pasien jiwa yang datang di Puskesmas
biasanya pasien rawat jalan karena habis obat, obat jiwa yang
ada di Puskesmas Astambul hanya ada tiga yaitu haloperidol
dengan dosis 0,5 mg, 2,5 mg dan 5 mg, Trihexiphenidyl 100 mg
dan Colpromazine 25 mg yang terdapat di gudang farmasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dan di stok oleh puskesmas
Terminal dalam satu bulan dan kadang-kadang sempat
25

kehabisan tidak mencapai satu bulan obat tersebut. Apabila


obat tidak ada dipuskesmas maka akan dibuat surat rujukan ke
RSJD Sambang Lihum Ansari Saleh maupun Rumah Sakit di
Martapura. Pengadaan obat untuk pasien jiwa di Puskesmas
Astambul diberikan sesuai resep lanjutan oleh dokter spesialis
jiwa dari Sambang Lihum maupun dari Rumah Sakit Ansari
Saleh.
Menurut Ibu Effa kader dibidang kesehatan jiwa hanya ada
satu, yaitu beliau, jika terdapat pasien jiwa di desa-desa hanya
kesadaran masyarakat untuk melaporkan ke Puskesmas dan
beliau juga sering melakukan kunjungan rumah pada pasien
dengan gangguan jiwa. Dalam hal ini juga beliau pernah
mengikuti pelatihan dan simulalsi singkat pada orang dengan
gangguan jiwa
Pasien jiwa diwilayah Puskesmas Astambul dengan total
kunjungan sebanyak 48 pasien.
Tabel 3.1 Total Kunjungan Pasien Jiwa Tahun 2019 di
Puskesmas Astambul

No Nama Umur Keterangan


1 Tn. A 30 F.20
2 Tn. F 28 F.20
3 Tn. Z 23 F.20
4 Ny. R 31 F.20
5 Tn. M 17 F.20
6 Tn. M 28 F.20
7 Tn. T 30 F.20
8 Tn. A 33 F.20
9 Tn. N 20 F.20
10 Tn. K 26 F.20
11 Tn. A 42 F.20
12 Ny. W 26 F.20
13 Ny. F 15 F.20
14 Tn. H 58 F.20
F.20
15 Ny N 33
26

16 Tn. T 42 F.20
15 Tn. M 40 F.20
16 Tn. M 26 F.20
17 Ny S 39 F.20
18 Ny R 48 F.20
19 Tn. S 23 F.20
20 Tn. R 31 F.20
21 Tn. S 24 F.20
22 Ny N 21 F.20
23 Ny W 47 F.20
24 Tn. G 42 F.20
25 Tn. A 27 F.20
26 Tn. D 27 F.20
27 Ny N 28 F.20
28 Tn. H 19 F.20
29 Ny M 45 F.20
30 Tn. U 60 F.20
31 Tn. R 20 F.20
32 Ny S 29 F.20
33 Tn. H 28 F.20
34 Tn. N 18 F.20
35 Ny N 62 F.20
36 Ny F 28 F.20
37 Ny H 33 F.20
38 Tn. A 28 F.20
39 Ny K 36 F.20
40 Tn. A 42 F.20
41 Ny R 47 F.20
42 Tn. A 28 F.20
43 Tn. MA 28 F.20
44 Tn. A 16 F.20
45 Ny J 40 F.20
46 Ny K 36 F.20
47 Tn. R 37 F.20
48 Ny M 24 F.20
27

5. Angka Estimasi Gangguan Jiwa dan Perkembangan GAP


GAP gangguan jiwa di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Basirih
Baru

GAP = Total Kunjungan pertahun

Gangguan jiwa ringan + Gaggguan jiwa berat X 100%

GAP = 48 × 100% = 2,47 %


1942
Jumlah Penduduk Jiwa yang belum tertangani :
100% - GAP = 100% - 2,47 % = 97,53 %

Tabel 3.2 Perhitungan Estimasi Gangguan Jiwa dan Estimasi


GAP di Wilayah Astambul

No. Estimasi Gangguan Jiwa Hasil


1. Total jumlah penduduk Puskesmas 37.064
Astambul
2. Jumlah gangguan jiwa berat 52 jiwa
3 Jumlah gangguan jiwa ringan 1890 jiwa
4. Total kunjungan Puskesmas 48 jiwa

5. Perhitungan GAP 2,47%


(1942 - 48) = 1894

6. Total jumlah penduduk jiwa yang belum 97,53%


tertangani
7 GAF Gangguan Jiwa Yang Tertangani 2,47%

Berdasarkan perhitungan GAF, hanya 2,47% pasien dari


1.942 pasien dengan gangguan jiwa yang tertangani di wilayah
kerja Puskesmas Astambul, sedangkan 97,53% pasien dari
1.941 pasien dengan gangguan jiwa yang belum tertangani.
28

Berdasarkan data jumlah kunjungan pertahun di wilayah


kerja Puskesmas Astambul, sebanyak 48 jiwa. Jika
dibandingkan dengan data gangguan jiwa ringan yang
diperkirakan 1.890 jiwa, maka masih banyak pasien yang belum
melakukan kunjungan kepuskesmas. Terbukti dari hasil GAF
selisih gangguan jiwa yang tidak tertangani mencapai 97,53%.
Upaya pelayanan kesehatan jiwa yang ada dipuskesmas
Astambul termasuk dalam upaya kesehatan pengembangan.
Oleh karena itu, pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas
tersebut belum bias berjalan secara maksimal. Terlihat dari poli
jiwa yang masih gabung dengan poli umum dan belum ada
kader masyarakat khusus untuk program. Dan biasanya kader
jiwa sering melakukan kunjungan rumah dan menyampaikan
kemasyarakat mengenai program jiwa. Selain itu, masyarakat
masih banyak yang belum mengetahui adanya pelayanan jiwa
yang biasa diakses di Puskesmas Astambul membuat
kecenderungan banyaknya gangguan jiwa yang tidak
tertangani. Hal tersebut dapat membuat jumlah kunjungan
pertahun masih terbilang sedikit dan rendahnya GAF gangguan
jiwa yang bias tertangani di puskesmas tersebut hanya 2,47%.
System pelayanan puskesmas Astambul terkait poli jiwa dapat
diterapkan dengan dibuka 1 kall dalam 1 minggu untuk
meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas. Namun
layanan poli jiwa dapat dilaksanakan dengan adanya tenaga
ahli. Jika dilihat dari dari SDM di Puskesmas Wilayah Astambul
memiliki 10 orang perawat dan 2 orang dokter umum. Tenaga
kesehatan yang ada dapat dimaksimalkan dengan peningkatan
mutu melalui pelatihan atau pun menjalani pendidikan tingkat
lanjut terkait kesehatan jiwa.
Kurangnya pengetahuan masyarakat ke puskesmas dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam gangguan
kesehatan jiwa di Puskesmas Astambul menurut kelompok
29

kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal yaitu belum


adanya poli jiwa, belum adanya kader dari masyarakat,
minimnya sosialisasi puskesmas mengenai program kesehatan
jiwa yang dapat diakses oleh masyarakat dan kurangnya
kesadaran masyarakat yang cuek terhadap penyakit jiwa

6. Data Jumlah Penduduk dan Angka Estimasi Gangguan Jiwa di


Wilayah Kerja Puskesmas Astambul
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk dan Estimasi Gangguan Jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Astambul

No Desa/ Jumlah Angka Angka Total


Kelurahan Penduduk gg Jiwa gg Jiwa
Berat Ringan
1 Astambul Kota 1510 2 77 79
2 Astambul 933 1 48 49
Seberang
3 Pasar Jati 4298 6 219 225
4 Danau Salak 2309 3 118 121
5 Banua Anyar 1367 2 70 72
6 Pingaran Ilir 2107 2 107 109
7 Pingaran Ulu 2111 3 108 111
8 Sungai Alat 2185 3 111 114
9 Kalampian Ulu 1613 2 82 84
10 Kalampaian 1303 2 66 68
Tengah
11 Kalampaian Ilir 1844 3 94 97
12 Sungai Tuan Ulu 1461 2 75 77
13 Sungai Tuan Ilir 1819 3 93 96
14 Limamar 1818 2 93 95
15 Lokgabang 1845 3 94 97
16 Banua Anyar ST 1127 2 57 59
17 Kaliukan 2292 3 117 120
18 Tambak Danau 1212 2 62 64
19 Pematang 694 1 35 36
30

Hambawang
20 Jati Baru 2002 3 102 105
21 Tambangan 632 1 32 33
22 Munggu Raya 582 1 30 31
Jumlah 37064 52 1890 1942

Berdasarkan tabel 3.3 didapatkan bahwa jumlah pasien


gangguan jiwa di 22 Desa Wilayah Kerja Puskesmas Astambul
berbeda-beda, jumlah terbanyak berada di Desa Pasar Jati
dengan jumlah pasien gangguan jiwa ringan 219 jiwa dan
pasien gangguan jiwa berat 6 jiwa, kemudian diikuti Desa
Danau Salak dengan jumlah pasien gangguan jiwa gangguan
ringan 118 jiwa dan pasien gangguan jiwa berat sebanyak 3
jiwa. Kemudian jumlah gangguan jiwa yang paling sedikit
berada di Desa Munggu Raya dengan jumlah pasien gangguan
jiwa ringan 30 jiwa dan pasien dengan gangguan jiwa berat
berjumlah 1 jiwa.

3.2 Memberikan Informasi Mengenai Kondisi Pasien di Rumah Sakit


Kegiatan kunjungan rumah dilaksanakan pada tanggal 27 Juni
2019 hari kamis jam 13.30 WITA, dirumah Ny. W (keluarga). Saat
mahasiswa bekunjung kerumah keluarga mahasiswa diterima dengan
baik dan terbuka, keluarga menyambut kedatangan mahasiswa
dengan senang hati, dirumah Ny. W tinggal bersama bibi dan paman
ibu. Mahasiswa menjelaskan tentang kondisi pasien saat dirumah sakit
sudah mulai membaik, klien sudah tenang, kooperatif, tidak
mengamuk dan marah-marah lagi. Keadaan umum TD: 120/80 mmHg,
nadi 88x/menit T : 36,4o c RR: 18x/menit. Aktivitas pasien dilakukan
secara mandiri, pasien masih bisa mandiri dalam mandi, mencuci
gelas, dan menyapu lantai setelah selesai makan, pasien mau
mengungkapkan perasaan sedihnya berpisah dan jauh dengan
keluarga, pasien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, bercakap-cakap, membuat aktivitas
31

terjadwal, dan minum obat teratur, pasien mampu minum obat secara
mandiri ketika diberikan oleh perawat dan pasien mengungkapkan
ingin bertemu keluarganya

3.2 Pengkajian Keluarga


a. Alasan Klien Masuk Rumah Sakit
Keluarga pasien mengatakan klien mengalami perubahan perilaku
sejak + 3 tahun yang lalu. Keluarga mengatakan klien mengalami
banyak pikiran dan depresi karena suaminya dan ibunya
meninggal. Tiba-tiba pasien mengamuk dan memberontak
kemudian keluarga pasien mengantar klien kerumah sakit
Sambang Lihum. Setelah keluar dari rumah klien menikah kedua
kalinya dan tinggal bersama suami barunya, setelah 1 tahun
berkeluarga tiba-tiba pasien cerai lagi dengan suami keduanya
dikaranekan kakaknya tidak suka dengan suaminya tersebut
dikarenakan suaminya melakukan kekerasan kepada Ny. W
menyiram minyak panas ke kaki pasien lalu kakak pasien
menjemput pasien dan tidak memperbolehkan lagi bersama
suaminya, kemudian saat kejadian itu membuat pasien banyak
pikiran dan kambuh lagi lalu pasien dibawa lagi kerumah sakit jiwa.
Dua kali masuk rumah sakit pasien sembuh dan bisa pulang., Pada
bulan Juni 2019 pasien kambuh lagi dikarenakan ada laki-laki yang
ingin melamar pasien tiba-tiba tidak jadi pasien depresi dan
memikirkan hal tersebut dan pasien mengalami perubahan perilaku
jalan keluyurun, ketakutan, mengamuk, marah-marah dan
telanjang. dan pada saat itu juga + 1 tahun yang lalu karena
merasa pasien sembuh obat jarang diambil ke puskesmas dan
kadang-kadang obat tidak diminum. Keluarga pasien akhirnya
membawa pasien ke RSJ Sambang Lihum agar mendapatkan
pengobatan pada tanggal 02 Juni 2019.
32

b. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
a) Faktor psikologis
Keluarga klien mengatakan ada laki-laki yang ingin
melamarnya tiba-tiba tidak jadi sehingga membuat pasien
depresi dan selalu memikirkan hal tersebut.
2. Faktor Presipitasi
Keluarga Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun
2016 masu ke RSJ Sambang Lihum karena suami dan ibunya
meninggal yang membuat pasien epikiran dan frustasi dan
masuk kembali pada tahun 2018 pasien kambuh lagi karena
bercerai dengan suami keduanya dan Keluarga pasien
mengatakan + 1 tahun yang lalu pengobatan pasien kurang
berhasil karena pasien mengganggap dirinya sudah sembuh
tanpa minum obatlalu pasien jarang mengambil obat lagi ke
puskesmas sehingga obat tidak diminum lagi
33

1. Genogram

26 th
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: laki-laki (meninggal)
: perempuan (meninggal)
: tinggal serumah
: pasien
: Bercerai
Jelaskan: pasien anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien bercerai dengan
suami yang kedua, pasien sekarang tinggal bersama sepupu, bibi dan
pamannya yang merupakan kakak ke 4 dari ibunya, ayah dan ibu
pasien sudah meninggal dunia. Ayah merupakan anak ke 2 dari 3
bersaudara. Ibu merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara. Kakek dan
nenek dari orang tua ayah dan ibu sudah meninggal dunia
c. Psikososial dan Lingkungan
1. Psikososial
semenjak sakit klien sering mengamuk, telanjang, jalan keluyuran,
dan tertawa sendiri dan berbicara sendiri
2. Lingkungan
1) Karakteristik Rumah
Rumah yang dihuni Ny. W adalah rumah orang tua dengan
panjang 6 m2 lebar 4 m2. Rumah terdiri terdiri dari dapur, ruang
tamu, kamar 2, kamar mandi dan WC. Bangunan rumah terbuat
dari kayu dan tidak permanen. Sinar matahari yang masuk
cukup menerangi, kebersihan rumah cukup baik, air minum
sehari-hari menggunakan air galon dan untuk mandi dan
mencuci menggunakan air PDAM. Keluarga pasien mengatakan
merasa nyaman dengan keadaan rumah yang dihuninya saat
ini.
2) Karakteristik tetangga dan komunitas
Pasien tinggal di daerah padat penduduk, mayoritas bersuku
banjar dan bekerja sebagai pedagang kemabang. Bibi pasien
mengatakan tetangga sekitar ramah dan sering berinteraksi
dengan keluarga.
3) Mobilitas geografis keluarga.
Jenis transportasi yang digunakan adalah sepeda motor pribadi
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan Masyarakat
Keluarga sering berkumpul di warung sebelah rumah pasien.
Komunikasi terjaga baik, ketika tetangga ditanya dimana tempat
pasien, tetangga menunjukkan rumah pasien saat ada yang
berkunjung.
d. Persepsi Keluarga tentang Penyakit pasien
Keluarga pasien mengatakan penyakit pasien diakibatkan oleh pasien
mengalami banyak pikiran akibat ada laki-laki yang ingin melamar tiba-
tiba tidak jadi
e. Support Sistem dalam Keluarga
Keluarga mendukung penuh tentang kesehatan pasien pada
saat di RSJ Sambang Lihum. Keluarga juga mengatakan sangat
menyayangi pasien dan memberikan dukungan atas kesembuhan
pasien.
f. Usaha-Usaha yang Dilakukan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan usaha yang dilakukan keluarga
yaitu keluarga langsung pergi ke puskesmas karena jarak rumah dan
puskesmas hanya + 100 meter dan apabila dari puskesmas tidak
dapat tertangani maka pasien dibawa ke RSJ unuk rawat jalan dan
rawat inap
3.3 Pengetahuan Keluarga Menurut 5 tugas Keluarga
a. Keluarga dapat Mengenali Masalah yang Dapat Menyebaban Pasien
Kambuh
Keluarga pasien mengatakan hal yang membuat pasien kambuh
adalah jika terjadi masalah yang membuat pasien banyak pikiran dan
dan kemudian pasien mengalami frustasi
b. Keluarga dapat Mengambil Keputusan dalam Melakukan Perawatan
terhadap Pasien
Keluarga mengatakan pengambil keputusan adalah kaka pasien. Kaka
pasien mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan dengan
baik dengan membawa pasien ke Rumah Sakit.
c. Kemampuan Keluarga Merawat Angota yang Sakit
Kemampuan keluarga kurang mengetahui cara merawat anggota
keluarga yang sakit dirumah sehingga apabila ada yang sakit langsung
dibawa ke Puskesmas.
d. Keluarga Dapat Memodifikasi Lingkungan yang Terapeutik Dalam
Merawat Pasien
Keluarga pasien mengatakan apabila pasien kambuh dan paman
pasien tidak mampu lagi untuk menanganinya seorang diri, paman
pasien memutuskan untuk meminta tolong warga sekitar untuk
melaporkan ke puskesmas terdekat agar pasien dapat dibawa dengan
ambulance untuk segera dibawa ke RSJ.

e. Keluarga dapat Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan yang Ada di


Masyarakat
Keluarga dapat memanfaatkan Fasilitas kesehatan dengan baik
dengan mendatangi puskesmas apabila ada yang sakit.
3.4 Rencana Tindakan Keperawatan
a. Tahap Orientasi
“Assalamualaikum, Selamat siang ibu, perkenalkan nama kami
(sebutkan satu-satu), kami mahasiswa dari Universitas Sarimulia
Banjarmasin yang dinas di RSJ Sambang Lihum. Kami mendapat
tugas dari RSJ Sambang Lihum untuk mengunjungi Keluarga Ny.
W yang selama ini kami rawat, sebagai tanda bukti ini ada surat
tugas dari RSJ Sambang Lihum. Nama ibu siapa? Baiklah ibu kami
akan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami kesini.”
“ibu berapa lama kita akan berbincang-bincangnya, bagaimana
kalau sekitar 1 jam?”
“Ibu dimana enaknya kita berbincangnya, bagaimana kalau
diruang tamu?”st
“Ibu bagaimana keadaan Ny. W sebelum dibawa ke RSJ Sambang
Lihum?”
“Jadi kita akan mengobrol mengenai cara merawat anggota
keluarga dengan halusinasi, apakah ibu bersedia?”
“Tujuan dari kegiatan ini ibu agar keluarga dapat memahami cara
merawat pasien dengan halusinasi, dan mengungkapkan rasa
puas merawat pasien.

b. Tahap Kerja
Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)
1. Diskusikan masalah keluarga yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien
“Bu, apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat Ny. W
? Apa yang ibu lakukan ? Baik bu ,saya akan coba jelaskan
tentang halusinasi penglihatan yang dirasakan oleh Ny. W
mungkin ibu juga sudah mengetahuinya terlebih dahulu
dan hal–hal yang perlu diperhatikan. “Bu, halusinasi yaitu
mendengar atau melhat sesuatu yang sebetulnya tidak
ada bendanya”
2. Diskusikan bersama keluarga tentang Halusinasi (
penyebab tanda dan gejala, serta proses terjadinya
halusinasi)
“Apa yang ibu ketahui tentang masalah Ny. W?”
“Ya ibu, Ny. W dalam keperawatan jiwa didiagnosis dengan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Penglihatan, ijinkan
kami menjelaskan tentang Halusinasi, apakah ibu bersedia?”
“Kita mulai dari pengertian Halusinasi, Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghidungan. “Apakah ibu mengetahui penyebab dari
halusinasi?” Iya bagus bu ibu sudah mengetahui penyebab
halusinasi. “Apakah ibu mengetahui tanda gejala dari
halusinasi?” Iya bagus sekali bu tanda gejala dari halusinasi itu
sendiri antara lain bicara, tertawa, dan senyum sendiri,
mengatakan mendengar suara, melihat sesuatu yang tidak
nyata, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat dan tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak
nyata.
“Ibu di RSJ Sambang Lihum kami sudah membantu Ny. W
memilihkan kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien untuk agar halusinasinya tidak muncul”.
Kami juga akan Menjelaskan kepada ibu bagaimana cara
merawat pasien dengan halusinasi.
3. Diskusikan bersama keluarga cara merawat pasien dengan
halusinasi
“Kami ingin sharing dengan keluarga caramerawat pasien dengan
halusinasi yaitu bina hubungan saling percaya, gali kapan
halusinasi itu muncul, bicara tentang topik yang nyata tidak
mengikuti isi halusinasi, membuatkan jadwal kegiatan harian untuk
Ny. W untuk menghindari kesendirian, temani, cegah Ny. W untuk
menarik diri, menerima halusinasi tanpa mendukung dan
menyalahkan, misalnya:”ibu percaya apa yang A dengar dan lihat
tetapi ibu tidak mendengar dan melihatnya Melatih kegiatan
terjadawal dan mematuhi minum obat secara teratur
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)
1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
halusinasi
Kami hanya mengingatkan saja karena ibu sudah mengetahui
hal tersebut, bila hal tersebut terjadi sebaiknya maka Bapak/Ibu
akan mengingatkan seperti ini, coba Bapak/Ibu peragakan cara
memutus halusinasi yang sedang W alami seperti yang sudah
kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung W lalu suruh W
ngusir suara dengan menutup mata dan menghardik bayangan
tersebut dengan berkata “pergi...pergi kamu bayangan palsu”
kamu tidak nyata”

Strategi Pelaksanaan Keluarga (SP 3) : Melatih keluarga


melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
“Apa yang ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat W. Apa
yang ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak ibu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuati yang sebetulnyatidak ada
bendanya. “Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri atau marah-
marah tanpa sebab”.
“Jadi kalau anak ibu, mengatakan melihat bayangan atau suara-
suara, itu tidak nyata.”
“Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa
cara. Ada cara untuk membantu anak ibu agar bisa mengendalikan
halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain: pertama, dihadapan anak
ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau
melihat bayangan, tetapi ibu sendiri tidak , mendengar atau
melihatnya.”
“kedua, jangan biarkan anak ibu melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau
bercakap-ckap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan
bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah
melihat anak ibu membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong,
pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
“Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus
halusinasi anak ibu dengan cara menepuk punggung anak ibu.
kemudian suruhlah anak ibu menghardik suara tersebut. Anak ibu
sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
“Sekarang. Mari kita latihan memutus halusinasi anak ibu. sambil
menepuk punggung anak ibu, Katakan : W, sedang apa kamu?
Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat bila suara-suara itu
datang? Ya. Usir suara itu, Ny. W tutup telinga kamu dan katakana
pada suara itu”saya tidak mau dengar” Ucapkan berulang-ulang,
Ny. W “sekarang coba ibu praktekkan cara barusan saya ajarkan”.
“Bagus bu”.
Strategi Pelaksanaan Keluarga (SP 4) :
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat (Discharge Planning) dan menjelaskan
follow up setelah pulang
“Ini jadwal kegiatan dan minum obat W dirumah sakit. Jadwal ini
dapat dilanjutkan dirumah. Coba ibu lihat mungkinkah dilakukan
dirumah. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan?
“bu jadwal yang telah dibuat selama W dirumah sakit tolong
dilanjutkan dirumah. “Bantu keponakan ibu minum obat secara
teratur.“Baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum
obatnya.”Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait obat
ini, saya juga sudah melatih keponakan ibu untuk minum obat
secara teratur. Jadi ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada
5 macam, ini yang biru namanya haloperidol gunanya
menenangkan cara berpikir, diminum 3x sehari pada jam 07.00
pagi, 14.00 siang dan malam jam 22.00, Clobazam 10 mg warna
orang muda digunakan sebagai obat penenang yang biasa
digunakan untuk mengatasi kejang diminum 3x1/2 tablet sehari
pada jam 07.00 pagi, 14.00 siang dan malam jam 22.00,
Carbamazepin 200 mg warna orange digunakan untuk mengatasi
kejang pada Ny. W diminum 3x1/2 tablet sehari pada jam 07.00
pagi, 14.00 siang dan malam jam 22.00. Atorvastatin 20 mg warna
putih digunakan untuk menurunkan kolesterol jahat diminum
1xsehari pada jam 22.00 dan yang terakhir clopidogrel 75 mg warna
orange digunakan untuk membantu peredaran darah supaya lancar
di dalam tubuh diminum 1xsehari pada pagi hari jam 07.00
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku
yang ditampilkan oleh keponakan ibu selama dirumah. Misalnya
kalau W terus-menerus melihat bayangan yang menganggu dan
tidak memperlihatkan perbaikkan, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini
terjadi segera hubungi petugas kesehatan dipelayanan kesehatan
terdekat.

c. Tahap Terminasi
Evaluasi respon keluarga
1. Evaluasi subjektif
‘’Bagaimana perasaan ibu sekarang setelah diberi penjelasan
tentang pengertian, tanda dan gelaja, penyebab, dampak dari
halusinasi, tata cara dalam mengontrol halusinasi, penyebab
kekambuhan, cara pencegahan kekambuhan? dan bagaimana
perasaan ibu jika perawat melakukan kunjungan rumah ?’’
2. Evaluasi objektif
‘’Setelah saya jelaskan tadi, apakah ibu sudah
memahami/mengerti tentang apa itu halusinasi, tanda dan
gejalanya, dan bagaimana proses terjadinya, selain itu
bagaimana merawat pasien halusinasi? coba sekarang ibu
jelaskan secara singkat pada saya apa yang sudah saya
jelaskan’’.
3. Rencana tindak lanjut
“Ibu sudah bagus sekali untuk upaya merawat Ny. W Tolong
nanti saat Ny. W pulang awasi minum obatnya dan berikan
perhatian serta konsultasi ke dokter. Pasien juga harus
diperlakukan seperti anggota keluarga yang sehat serta pasien
akan diberi aktivitas dan bersosialisasi dengan orang lain.”
4. Terminasi akhir
‘’Ibu, seandainya masih kurang jelas dengan informasi yang
telah saya berikan tadi, ibu bisa datang ke RSJ Sambang Lihum
atau puskesmas terdekat untuk mendapatkan penjelasan lebih
lanjut. saya mengadakan kunjungan rumah ini hanya 1 kali,
mudah-mudahan ibu menerapkan semua yang telah kita
diskusikan, terimaikasih atas waktunya saya permisi selamat
siang.

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari/Tgl Diagnosis Implementasi Evaluasi
Kamis Gangguan SP 1 S:
27-06- Persepsi 1. Mendiskusikan 1. Keluarga pasien
19 Sensori: masalah yang mengatakan mengetahui
13.30 Halusinasi dirasakan mengenai penyakit yang
WITA Penglihata keluarga dalam dialami Ny. W sesudah
n merawat pasien dijelaskan perawat di RSJ
2. Menjelaskan Sambang Lihum
pengertian 2. Keluarga pasien
halusinasi, mengatakan sudah
penyebab, tanda mengerti mengenai
dan gejala, cara pengertian, tanda gejala
pencegahan RPK dan masih bingung cara
serta cara mengontrol halusinasi
mengontrol 3. Keluarga pasien
halusinasi mengatakan belum
3. Menjelaskan mengerti bagaimana cara
tentang merawat klien dengan
penyebab, tanda halusinasi
gejala dan 4. Keluarga pasien
pencegahan mengatakan belum
kekambuhan mengetahui tentang
4. Menjelaskan cara penyebab dan
merawat pasien pencegahan kekambuuhan
dengan halusinasi 5. Keluarga pasien dapat
menjelaskan kembali
tentang halusinasi dan
belum dapat menjelaskan
cara merawat pasien
dengan halusinasi

O:
1. Keluarga tampak kooperatif
2. Sikap keluarga terbuka dan
ramah
3. Keluarga pasien tampak
penuh perhatian pada
mahasiswa saat
mahasiswa menyampaikan
informasi tentang halusinasi
4. Keluarga pasien tampak
aktif saat berdiskusi dengan
mahasiswa
5. Keluarga pasien mampu
menyebutkan pengertian,
tanda gejala serta proses
terjadinya halusinasi
6. Keluarga pasien belum
mampu menyebutkan cara
mengontrol dan merawat
halusinasi
7. Keluarga pasien belum
mampu menyebutkan
penyebab dan cara
pencegahan RPK dan
kekambuhan
A:
Gangguan persepsi
sensori: Halusinasi
penglihatan

P:
1. Evaluasi SP 1
- Evaluasi Penyebab
halusinasi
- Evaluasi keluarga
dalam cara
mengontrol dan
merawat halusinasi
- Evaluasi tentang
penyebab dan cara
pencegahan RPK dan
kekambuhan
2. Ulangi kembali SP 1
tentang cara mengontrol
dan merawat serta cara
pencegahan kekambuhan
pada halusinasi
3. Mengevaluasi kegiatan
keluarga cara merawat
klien dengan halusinasi
4. Lanjutkan SP 2

Kamis SP II Keluarga : S:
30-06- 1. Melatih keluarga 1. Keluarga pasien
19 mempraktekkan mengatakan sudah
13.30 cara merawat mengetahui bagaimana
WITA pasien dengan cara merawat klien
halusinasi dengan halusinasi
2. Keluarga pasien
mengatakan akan selalu
siap memberikan pujian
setelah pasien
melaksanakan kegiatan

O:
1. Keluarga tampak
kooperatif ketika berbicara
2. Sikap keluarga terbuka
dan ramah
3. Keluarga pasien tampak
mempraktekkan mengenai
cara merawat pasien
dengan halusinasi dengan
diajarkan dan dibantu
mahasiswa karena belum
bisa sendiri
4. Keluarga tampak
membuatkan jadwal
kegiatan kedua yang
dipilih pasien yaitu
kegiatan berdagang
didepan rumah
A:
Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi
Penglihatan
P:
2. Evaluasi SP 2 keluarga
(Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
halusinasi)
1. Lanjutkan SP 3 keluarga

Kamis SP III Keluarga : S:


30 -04- 1. Melatih keluarga 1. Keluarga pasien
19 melakukan cara mengatakan sudah bisa
13.30 merawat langsung cara merawat secara
WITA kepada pasien langsung kepada pasien
dengan halusinasi halusinasi dan membimbing
pasien melaksanakan
kegiatan pertama dan
kedua yang dilatih dan
dipilih pasien
2. Keluarga pasien
mengatakan akan
membantu pasien membuat
jadwal kegiatan sesuai yang
dipilih pasien
3. Keluarga pasien
mengatakan akan selalu
siap memberikan pujian
setelah pasien
melaksanakan kegiatan

O:
1. Keluraga tampak kooperatif
ketika berbicara
2. Sikap keluarga terbuka dan
ramah
3. Keluarga tampak
mempraktekkan cara
merawat langsung kepada
pasien halusinasi dengan
cara seperti memotivasi
pasien untuk melakukan
kegiatan hariannya dan
memberikan pujian ketika
pasien berhasil melakukan
kegiatannya.
4. Keluarga tampak
membuatkan jadwal
kegiatan harian pasien

A:
Gangguan persepsi
sensori: Halusinasi
Penglihatan

P:
1. Evaluasi SP 3 Keluarga
(Melatih keluarga
melakuukan cara merawat
langsung kepada pasien
dengan halusinasi
2. Lanjutkan SP 4 keluarga
Kamis SP IV Keluarga : S:
27 -06- 1. Membantu 1. Keluarga pasien
19 keluarga mengatakan sudah bisa
13.30 membuat jadwal cara merawat secara
WITA aktivitas di rumah langsung kepada pasien
termasuk minum halusinasi dan membimbing
obat (discharge pasien melaksanakan
planning) kegiatan pertama, kedua
2. Menjelaskan dan ketiga yang dilatih dan
follow up pasien dipilih pasien.
setelah pulang 2. Keluarga pasien
3. Menganjurkan mengatakan belum
membantu pasien mengetahui tentang obat-
sesuai jadwal dan obatan yang diminum
memberi pujian pasien
3. Keluarga pasien
mengatakan akan melatih
pasien dalam melakukan
kegiatan yang dipilih pasien
nantinya
4. Keluarga pasien
mengatakan akan
membantu membuat jadwal
kegiatan sesuai yang dipilih
klien dan memberikan
pujian setelah klien
melaksanakan kegiatan

O:
1. Keluarga klien tampak
kooperatif ketika berbicara
2. Keluarga klien tampak
melakukan mengatur jadwal
kegiatan yang memicu klien
untuk melakukan kegiatan
seperti latihan menghardik,
bercakap-cakap melakukan
kegiatan (menyapu,
berdagang)
3. tarik nafas dalam dan
sholat 5 waktu
4. Keluarga mengatakan
belum mengetahui
memberikan obat secara
teratur dengan prinsip
benar 8 obat
5. Keluarga mengatakan
memahami alur follow up ke
RSJ/PKM

A:
Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi
Penglihatan
P:
Evaluasi Keluarga pasien
tentang pemberian obat
secara teratur dengan
prinsip 8 benar obat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Dari hasil perhitungan estimasi angka kejadian gangguan jiwa
berdasarkan jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Astambul
berjumlah 37.064 orang
2. Estimasi angka kejadian gangguan jiwa berat berdasarkan jumlah
penduduk wilayah kerja Puskesmas Astambul berjumlah 52 jiwa
3. Estimasi angka kejadiangangguan jiwa ringan berdasarkan jumlah
penduduk wilayah kerja Puskesmas Astambul berjumlah 1890 jiwa
4. Estimasi angka tertinggi gangguan jiwa Desa Pasar Jati dengan
jumlah pasien gangguan jiwa ringan 219 jiwa dan pasien gangguan
jiwa berat 6 jiwa, Kemudian jumlah gangguan jiwa yang paling sedikit
berada di Desa Munggu Raya dengan jumlah pasien gangguan jiwa
ringan 30 jiwa dan pasien dengan gangguan jiwa berat berjumlah 1
jiwa.
5. Jumlah kunjungan pasien jiwa yang dilayani di Puskesmas pada bulan
Mei tahun 2019 berjumlah 48 pasien jiwa
6. GAF gangguan jiwa yang tertangani di wilayah kerja Puskesmas
Astambul sebesar 2,47%
7. Pengadaan obat untuk pasien jiwa di Puskesmas Astambul diberikan
sesuai resep lanjutan oleh dokter spesialis jiwa dari Sambang Lihum
maupun dari Rumah Sakit Ansari Saleh.
8. Obat jiwa yang ada di Puskesmas Astambul hanya ada tiga yaitu
haloperidol, Trihexiphenidyl dan Colpromazine yang terdapat di
gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dan di stok oleh
puskesmas Terminal dalam satu bulan. Apabila obat tidak ada
dipuskesmas maka akan dibuat surat rujukan ke RSJD Sambang
Lihum Ansari Saleh maupun Rumah Sakit di Martapura.
9. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kunjungan gangguan
kesehatan jiwa di Puskesmas Astambul dan tingginya angka GAF
selisih gangguan jiwa yang tida tertangani yaitu belum adanya poli
jiwa, belum adanya kader dari masyarakat, minimnya sosialisasi
puskesmas mengenai program kesehatan jiwa yang dapat diakses
oleh masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat yang cuek
terhadap penyakit jiwa
10. Keluarga kurang pengetahuan tentang halusinasi dan cara perawatan
papsien dirumah
11. Keluarga antusias untuk ikut melakukan cara perawatan pasien
dengan memberikan semangat dan pujian untuk pasien
12. Keluarga diberi pendidikan kesehatan tentang halusinasi, resiko
perilaku kekerasan, harga diri rendah dan cara perawatan tentang
halusinasi di rumah, selain itu juga diajarkan cara mengatasi
kekambuhan apabila pasien sudah pulang ke rumah. Asuhan
keperawatan pada keluarga cara melakukan penanganan pada pasien
Resiko Perilaku Kekerasan, Halusinasi, Harga Diri Renda dan cara
Pencegahan Kekambuhan.
13. Setelah diberikan pendidikan kesehatan keluarga mengerti tentang
halusinasi yang dialami pasien dan cara mengatasinya.

4.2 Saran
1. Bagi Keluarga
a. Keluarga diharapkan dapat melaksanakan cara merawat pasien
di rumah
b. Keluarga diharapkan rutin melakukan kontrol ke Rumah Sakit
atau ke Puskesmas terdekat untuk memeriksakan keadaan
pasien
c. Keluarga dapat menjadi PMO (Pengawas Minum Obat) bagi
pasien agar pasien tidak mengalami putus obat
d. Apabila terdapat tanda dan gejala kambuh maka keluarga segera
membawa pasien ke Puskeasmas terdekat ataupun RSJ
Sambang Lihum sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang
tepat.
2. Bagi masyarakat atau kelurahan serta ketua RT
Diharapkan untuk lebih memperhatikan warga sekitarnya dan
bermusyawarah untuk mencari solusi apabila ada warganya yang
ekonominya rendah karena dapat menjadi pencetus seseorang
gangguan jiwa dan segera dapat melaporkan kepada pelayanan
kesehatan dan tidak menjadikan orang dengan gangguan jiwa adalah
sebuah stigma yang negatif
3. Bagi Puskesmas
a. Diharapkan petugas puskesmas dapat menjalankan secara
optimal pelayanan jiwa di poliklinik sehingga semua pasien
gangguan jiwa diwilayah kerja Puskeasmas Astambul dapat
ditangan dengan baik
b. Diharapkan Puskeasmas Astambul dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan jiwa dengan membuka layanan poli
kesehatan jiwa
c. Diharapkan puskeasmas Astambul untuk membentuk posyandu
kesehatan jiwa dan mencari kader jiwa yang dapat membantu
petugas Puskeasmas untuk memantau kesehatan jiwa di
masyarakat dan dapat melaporkannya kepada petugas
puskesmas agar dilakukan pengobatan
d. Diharapkan Puskesmas Astambul dapat melakukan pengadaan
obat-obatan sesuai dengan banyaknya orang dengan gangguan
jiwa
e. Diharapkan Puskeasmas Astambul pasien dapat mengambil obat-
obat jiwa 1x seminggu di hari yang sudah ditentukan
f. Diharapkan Puskesmas Astambul dapat melakukan sosialisasi
terkait layanan kesehatan jiiwa yang dapat diakses di wilayah
kerjanya
g. Diharapkan Puskesmas Astambul dapat aktif melaksanakan
tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative kesehatan
jiwa di wilayah kerjanya
h. Diharapkan Puskesmas dapat melakukan pendekatan yang lebih
sering kepada keluarga dan masyarakat agar dapat menerima
pasien jiwa saat dipulangkan kembali kerumahnya
Daftar Pustaka

Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS). 2013. Hasil Utama Riskesdas 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.

Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS). 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

Dalami, E. 2009. Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa. Jakarta: trans


info Medika.

Damaiyanti, Mukhripah, 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan. Bandung: Refika Aditama
Damayanti, M., & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.

Depkes, 2009. Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa.


Depkes RI

Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi


Selatan: Pustaka As Salam.

Kaplan, HI, Saddock, BJ & Grabb, JA., 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis


Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang : Bina
Rupa Aksara pp.1-8.

Keliat, B. A. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC

Keliat, B. A., & Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakart : EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peran Keluarga Dukung


Kesehatan Jiwa Masyarakat. Kemenkes. 2016

Nanda. 2018. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification (2018-2020)


Tenth Edition editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.
Jakarta: ECG.
Niamul Huda. 2011. Pengertian Home Visit ( Kunjungan Rumah).

Nurhalimah 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Kesehatan Jiwa,


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Nurhaeni H. dkk, 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:
EGC
O’Brien, P. G., Kennedy, W.Z., & Ballard, K. A. 2014. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Pskiatrik Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.

Yosep,I., & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika

Yusuf, Fitriyasari, R., & Nihayati, H. E. 2015. Buku Ajar Keperawatan


Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai