Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan pembahasan tentang kasus laporan ini tanggal 25 Februari


2020 banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi pada
kasus ini dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik
yang akan dibahas adalah masalah yang timbul baik dari segi bedah maupun
anestesi.
A. Permasalahan dari segi Bedah
Seperti halnya tindakan medis yang lain, pembedahan histeriktomi berpotensi
menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
1. Komplikasi pada pemasangan Endotrakeal tube dapat menyebabkan suara
serak atau kehilangan suara akibat edema (pembengkakan) pita suara akibat
balon Endotrakeal tube lupa tidak dikempeskan balonnya. Hal lain yang dapat
menyebabkan adalah trauma atau terputusnya saraf laringeus inferior yang
mempersarafi pita suara. Jika kerusakan terjadi bilateral (kiri dan kanan) maka
suara jadi hilang bahkan mungkin sampai tidak bernafas akibat kelumpuhan
pita suara.
2. Komplikasi intraoperative yang paling serius dari histerektomi adalah
perdarahan. Dengan defenisi perdarahan adalah kehilangan darah lebih dari
1000 ml atau dengan kriteria perdarahan yang memerlukan transfusi darah.
Perdarahan setelah operasi biasanya terjadi dari pembuluh darah dari uterus
dan ovarium. Perdarahan arteri dari vagina biasanya dari ikatan arteri uterina
yang terlepas. Perdarahan dari vena dapat menyebabkan hematoma panggul.
Resiko perdarahan meningkat dengan adanya endometriosis , keganasan,
pembesaran uterus dengan mioma (> 500gr) dan adanya massa pelvic yang
ditemukan durante operasi.
3. Kemungkinan infeksi dan gangguan proses penyembuhan luka
4. Latrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)
Dalam mengatasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik
anestesi yang aman untuk operasi yang lama.

55
B. Permasalahan Dari Segi Anestesi
1. Pemeriksaan Pra Anestesi
Operasi pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain:
a. Puasa minimal 6 jam
b. Pemeriksaan laboraturium darah
c. Pemeriksaan penunjang medis sesuai yang dibutuhkan
Dari hasil tersebut permasalahan yang timbul adalah::
a. Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan
anestesi dan operasi
b. Macam dan dosis obat anestesi yang sesuai dengan keadaan umum peserta
c. Jenis anestesi yang sesuai dengan kondisi penderita dan tindakan yang
akan dilakukan
Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan perasi pada penderita
perlu dilakukan:
a. Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk rumah sakit
b. Puasa minimal 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya
muntah dan aspirasi dapat dihindarkan
c. Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena kasus ini adalah
pembedahan pada ovarium, operasi diperlukan hilangnya kesadaran dan
rasa sakit yang timbul selama tindakan operasi
d. Teknik anestesi semi closed inhalasi dengan pemasangan endotrakeal tube,
dan perencanaan ini sudah terjadi karena termasuk operasi lama, bahaya
aspirasi, dan terganggunya jalan nafas lebih besar. Pada kasus ini dipakai
semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan yaitu:
1) Konsentrasi inspirasi relating konstan
2) Konservasi panan dan uap
3) Menurunkan polusi kamar
4) Menerunkan risiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar
5) Selama operasi dipasang ETT

56
2. Induksi
a. Fentanyl
Umumnya dosis Fentanyl yaitu 1-2 mcq/kgBB tidak menimbulkan depresi
nafas. Untuk mengurangi rasa sakit, mengurangi kebutuhan anestesi dan
memudahkan induksi digunakan Fentanyl 1-2 mcq/kgBB. Dosis induksi
yang diberikan pada Nn. S dengan berat badan 45 kg sebesar 50 mcq.
Induksi fentanyl terlalu cepat akan menyebabkan batuk pada pasien
sehingga bisa menimbulkan aspirasi. Menurut Annisa (2010) fentanyl
dapat menyebabkan depresi pernapasan, bradikardi dan kekakuan otot
rangka, khususnya otot thorax, abdomen dan ekstrimitas, penurunan
peristaltic usus sehingga pengosongan lambung melambat.
b. Propofol
Dosis Propofol yaitu 2-3 mcq/kgBB untuk hipnotik pada induksi. Pada
kasus ini pemberian propofol pada Nn. S sebanyak 100 mg/IV, karena
propofol mempunyai efek induksi yang cepat dengan onset kerja cepat dan
durasinya singkat. Menurut Dwi (2010) propofol dapat menyebabkan
depresi nafas vasodilatasi otot polos pembuluh darah, terjadi penurunan
tahanan vaskuler akibatnya menurunkan tekanan darah, nadi dan tekanan
arteri.
c. Muscle Relaxan
Muscle relaxan pada kasus ini adalah atracurium, pemberian atracurium 25
mg/iv sebagai pelemas otot untuk pemasangan ET, untuk mengurangi
cedera dan untuk memudahkan tindakan bedah dan ventilasi. Dipilih
preparat ini karena memiliki keunggulan tidak mempunyai efek akumulasi
pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskuler yang bermakna. Atracurium tidak mempunyai efek
terhadap tekanan intracranial. Penggunaan dosis besar yang diberikan
secara cepat dapat menurunkan tekanan darah, awal mula dan lama
kerjanya tergantung pada dosis yang diberikan. Atracurium mengalami
metabolisme didalam darah atau plasma dan aman pada pasien yang ada
riwayat asma. Menurut Suparno dan djujuk (2015) menyebutkan bahwa

57
pemberian lambat atrakurium besylate intravena dapat menurunkan
tingkat kejadian pelepasan histamin dan manifestasi klinisnya.
3. Maintanance
Dipakai O2 dan N20 dengan perbandingan 2L/mnt:2L/mnt dan
sevoflurane 2 Vol %. Agen inhalasi sevoflurane memiliki sifat kelarutan
dalam darah yang lebih rendah dari halotan, enfluren dan isofluren.
Rendahnya kelarutan serta tidak adanya bau yang menyebabkan induksi
inhalasi berjalan dengan cepat, selain itu kelarutan dalam darah yang
rendah menyebabkan pemulihan berjalan dengan lancer. Namun N20
mempunyai efek sistemik terhadap depresi kardiovaskuler, depresi
pernapasan, vasodilatasi serebral, dan dapat menyebabkan supresi
sumsung tulang (Carl L.Gwinnut, 2017).
4. Pemberian obat-obatan lain
a. Ondansetron
Dosis ondansetron 0,2 mg/KgBB, Nn. S diberikan ondansetron 4 mg/iv
yang bertujuan untuk pencegahan mual dan muntah dan menetralisir
asam lambung agar tidak terjadinya aspirasi
b. Dexametason
Dosis dexametason 0,2 mg/KgBB Nn. S diberikan Dexametason 5
mg/iv yang merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid
yang mempunyai efek anti inflamasi yang adekuat.
c. Tranexamad Acid
Nn. S diberikan obat tranexamad Acid1 gram/iv yang bertujuan untuk
mengurangi hilangnya darah perioperatif dan kebutuhan transfusi
tanpa meningkatkan risiko komplikasi tromboembolik. Risiko
perdarahaan pada prosedur operasi sangat sulit untuk dihindari.
Operasi ini berhubungan dengan kehilangan darah intra operasi dan
setelah operasi, dengan jumlah yang banyak. Tindakan transfusi juga
berisiko tinggi terjadi komplikasi. Oleh karena itu, pemberian terapi
asam traneksamat dapat dipertimbangkan untuk menurunkan
perdarahan.

58
5. Cairan
Cairan yang diberikan pada Nn. S yaitu cairan jenis kristaloid
sebanyak 1300 ml, cairan koloid sebanyak 500 ml dan tranfusi darah
PRC sebanyak 216 ml, dikarenakan pasien mengalami perdarahan
sebanyak 750 ml sehingga perlu adanya resusitasi cairan. Resusitasi
cairan ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh.
Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansi cepat cairan intravascular dan
memperbaiki perfusi jaringan. Pemberian cairan kristaloid dapat
bertahan sebanyak 1/3 didalam intravascular sedangakan pemberian
koloid dan darah akan berada pada pembuluh darah sehingga tidak
akan berpindah keruang lain.
6. Pengelolaan Post Operasi
a. Ekstubasi
Pada kasus ini dilakukan ekstubasi sadar
b. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan di ruang RR pada
pukul 16.40 WIB kemudian pasien dipindahkan pada pukul 17.00
WIB
c. Perawatan pasca operasi
Pada akhir pembedahan pasien tidak sesak napas, saat ekspirasi tidak
memanjang, tidak sianosis, palpasi takikardi (-), tetapi pasien nyeri
post operasi didaerah abdomen ditandai dengan pasien tampak
gelisah, meringis kesakitan
d. Penanganan nyeri pasca operasi
Penanganan nyeri post operatif adalah hal yang penting. Pada kasus
ini diberikan analgetik post operasi drip pethidine 75 mg dan
deksketoprofen 100 mg dalam RL 500 ML untuk 45-60 ml/jam

59

Anda mungkin juga menyukai