Anda di halaman 1dari 81

Laporan Kasus

HEMIPARASE SINISTRA TIPE SPASTIK


ET CAUSA STROKE NON HEMORAGIK
(TROMBOSIS SEREBRI)

Oleh:
M. Aditya Al Muchayat Syah, S.Ked
NIM: 712018049

Pembimbing:
dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
RSUD PALEMBANG BARI
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

HEMIPARASE SINISTRA TIPE SPASTIK ET CAUSA


STROKE NON HEMORAGIK

Oleh:
M. Aditya Al Muchayat Syah, S. Ked
NIM: 712018049

Telah dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di
RSUD PALEMBANG BARI

Palembang, Desember 2019


Pembimbing

dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hemiparase Sinistra Tipe Spastik Et Causa Stroke Non Hemoragik” sebagai
salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S. selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini,
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Palembang, Desember 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................ vi
BAB I. STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 Identifikasi........................................................................... 1
1.2 Anamnesa............................................................................ 1
1.3 Pemeriksaan Fisik................................................................ 2
1.4 Pemeriksaan Laboratorium.................................................. 11
1.5 Pemeriksaan Khusus............................................................ 14
1.6 Ringkasan Anamnesa.......................................................... 16
1.7 Lembar Follow Up.............................................................. 22
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak................................................ 32
2.2 Stroke ................................................................................... 41

BAB III. ANALISA KASUS…………………………………………...... 74


DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 82

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Selaput Otak ............................................................................. 31


Gambar 2.2. Alirah darah arteri ke otak......................................................... 32
Gambar 2.3. Sirkulus wilisi ........................................................................... 33
Gambar 2.4. Bagian otak dan fungsi otak...................................................... 33

5
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beda klinis stroke infark dan perdarahan ....................................46


Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid.....
53

6
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. J
Umur : 63 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Sriwijaya Raya Rt.08, Ibul Besar I, Pemulutan, Ogan
Ilir, Sumatera Selatan.
Agama : Islam
MRS Tanggal : 10 Desember 2019
No. RM : 58.52.70

1.2 ANAMNESA (Autoanamnesa) (11 Desember 2019)


Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena
sukar berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, saat sedang istirahat tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri disertai
kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala dan
tidak disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai gangguan
rasa pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal, nyeri,
kesemutan, dll pada sisi yang lemah. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan
kiri dirasakan sama berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan
kanan. kemampuan penderita mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat dapat dinilai. Kemampuan penderita masih dapat mengerti
isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat dapat
dinilai. Saat berbicara mulut penderita tidak mengot dan bicara tidak pelo.

7
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita tidak ada keluhan sakit kepala. Penderita tidak
pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang
tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami
nyeri pada tulang panjang. Penderita memiliki riwayat darah tinggi ada sejak
± 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol, tidak pernah berobat, trauma tidak ada,
kencing manis tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada dan riwayat
merokok ± 30 tahun.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 11 Desember 2019)


Status Praesens
Kesadaran : E4 M6 V5
Gizi : Baik
Suhu Badan : 37,6 ºC
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

8
Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. SYARAF-SYARAF OTAK
1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. N.Opticus Kanan Kiri


Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens

9
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Normal ke segala arah
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Positif Positif
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Tidak ada Tidak ada

4. N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflek kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

5. N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris Simetris
- Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi Normal Normal
- Lipatan nasolabialis Normal Normal
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul Simetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak dilakukan pemeriksaan
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi

10
- Chvostek sign Tidak ada kelainan
Negatif

6. N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Terdengar Terdengar
Detik arloji Terdengar Terdengar
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus Simetris
Uvula
Ditengah
Gangguan menelan
Suara serak/sengau Tidak ada

Tidak ada
Denyut jantung BJ I/II normal, reguler

Reflek
- Muntah Tidak diperiksa
- Batuk Tidak diperiksa
- Okulokardiak Tidak diperiksa
- Sinus karotikus Tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak diperiksa

8. N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Normal Normal
Memutar kepala Normal Normal

9. N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Normal tidak ada deviasi
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada

D. COLUMNA VERTEBRALIS

11
Kyphosis : Tidak ada
Scoliosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada

E. BADAN DAN ANGGOTA GERAK


FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 3
Tonus Eutoni Hipertoni
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Hiperrefleks
- Triceps Normal Hiperrefleks
- Periost radius Normal Hiperrefleks
- Periost ulna Normal Hiperrefleks
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 3
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Normal Hiperrefleks
- APR Normal Hiperrefleks
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Positif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif

12
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Eutropik

Sensorik

13
Tida ada kelainan sensorik
F. GAMBAR

Gerakan :
Kurang
Kekuatan : 3
Refleks
Gerakan : Kurang fisiologis:
Kekuatan : 3 Hiperrefleks
Refleks fisiologis:
Hiperrefleks

Gerakan : Kurang
Kekuatan : 3 Gerakan : Kurang
Refleks fisiologis: Kekuatan : 3
Hiperrefleks
Refleks patologis(+) Refleks fisiologis:
Hiperrefleks

Refleks patologis
(+)

Keterangan: Hemiparase Sinistra Tipe Spastik Et Causa CVD Non


Hemoragik

G. GEJALA RANGSANG MENINGEAL

14
Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada Tidak ada
Kernig Tidak ada Tidak ada
Lasseque Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky
- Neck Tidak ada
- Cheek Tidak ada
- Symphisis Tidak ada
- Leg I Tidak ada Tidak ada
- Leg II Tidak ada Tidak ada

H. GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait
Ataxia : Negatif
Hemiplegic : Negatif
Scissor : Negatif
Propulsion : Negatif
Histeric : Negatif
Limping : Negatif
Steppage : Negatif
Astasia-abasia : Negatif
Keseimbangan
Romberg : Negatif
Dysmetri
- Jari-jari : Negatif
- Jari hidung : Negatif
- Tumit-tumit : Negatif
- Dysdiadochokinesia : Negatif
- Trunk Ataxia : Negatif
- Limb Ataxia : Negatif
I. GERAKAN ABNORMAL

15
Tremor : Negatif
Chorea : Negatif
Athetosis : Negatif
Ballismus : Negatif
Dystoni : Negatif
Myoclonic : Negatif

J. FUNGSI VEGETATIF
Miksi : normal
Defekasi : normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

1.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (10 Desember 2019)


Hematologi
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 14.5 g/dl 12-14
Eritrosit 5.26 10*6/ul 4-4.5
Leukosit 8.6 10*3/ul 5.000 – 10.000
Trombosit 171 10*3/ul 150.000 - 400.000
Hematokrit 43 % 37-43
Hitung jenis
 Basofil 0 % 0-1
 Eosinofil 3 % 1-3
 Batang 5 % 2-6
 Segmen 53 % 50 - 70

16
 Limfosit 29 % 20 - 40
 Monosit 10 % 2-8

Kimia darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa darah sewaktu 145 mg/dl <180
Trigliserida 59 mg/dl <200
Kolesterol total 186 mg/dl <200
Kolesterol HDL 43 mg/dl >65
Kolesterol LDL 131 mg/dl <130
Ureum 21 mg/dl 20-40
Creatinine 1.47 mg/dl 0.6-1.1
Urid acid 6.24 mg/dl 3.4-7
Natrium 137 Mmol/dl 135-155
Kalium 2.77 mmol/dl 3.6-6.5

Faeces : Tidak diperiksa


Liquor cerebrospinalis : Tidak diperiksa
1.5 PEMERIKSAAN KHUSUS
Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa
Rontgen foto thoraks : Tidak diperiksa
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalography : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
Electrocardiography : Diperiksa (10 Desember 2019)
Pneumography : Tidak diperiksa
Lain-lain (CT-Scan) : Diperiksa (16 Desember 2019)

1. Electrocardiography ( 10 Desember 2019 )

17
Kesan : Defiasi axis I,II

2. Rontgen Thorax (10 Desember 2019)

18
Kesan : Cardiomeghaly

3. CT-Scan Kepala Tanpa Kontras ( 16 Desember 2019 )

19
20
Pada pemeriksaan CT-Scan, didapatkan:
- Tak tampak lesi hypodens di capsula interna di frontotemporalis hemisfer
dextra. Differensiasi gray and white matter baik
- Tak tampak deviasi midline structur
- Sistem ventrikel baik, sulci/gyrus baik
- Cerebellum/Pons/CPA baik
- Tak tampak perselubungan pada sinus paranasal
- Bulbus occuli dan ruang retroorbita kanan kiri baik
- Tulang-tulang intak, tak tampak fraktur cranium
Kesan : Tak tampak kelainan pada CT Scan Kepala

1.6 RINGKASAN ANAMNESA

21
Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena
sukar berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, saat sedang istirahat tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri disertai
kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala dan
tidak disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai gangguan
rasa pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal, nyeri,
kesemutan, dll pada sisi yang lemah. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan
kiri dirasakan sama berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan
kanan. kemampuan penderita mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat dapat dinilai. Kemampuan penderita masih dapat mengerti
isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat dapat
dinilai. Saat berbicara mulut penderita tidak mengot dan bicara tidak pelo.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita tidak ada keluhan sakit kepala. Penderita tidak
pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang
tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami
nyeri pada tulang panjang. Penderita memiliki riwayat darah tinggi ada sejak
± 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol, tidak pernah berobat, trauma tidak ada,
kencing manis tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada dan riwayat
merokok ± 30 tahun.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Kesadaran : E2 M6 V5
Gizi : Baik
Suhu Badan : 37,6 ºC
Nadi : 85 x/menit

22
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Neurologikus
SYARAF-SYARAF OTAK
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris Simetris
- Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi Normal Normal
- Lipatan nasolabialis Normal Normal
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul
Normal

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Normal Normal
Memutar kepala Normal

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Normal tidak ada deviasi
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada

23
BADAN DAN ANGGOTA GERAK
FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 3
Tonus Eutoni Hipertoni
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Hiperefleks
- Triceps Normal Hiperefleks
- Periost radius Normal Hiperefleks
- Periost ulna Normal Hiperefleks
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Negatif Negatif
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 3
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Normal Hiperefleks
- APR Normal Hiperefleks
Reflek patologis Babinsky negatif Babinsky positif

DIAGNOSA KLINIK : Hemiparase Sinistra Tipe Spastik


DIAGNOSA TOPIK : Lesi capsula interna hemisferium cerebri
dextra
DIAGNOSA ETIOLOGI : CVD Non Hemoragic (Trombosis Cerebri)
DIAGNOSA TAMBAHAN : Hipertensi derajat I + Hipokalemia

PENGOBATAN
IVFD RL gtt 20 x/menit
Drip KCl 1 flash dalam NaCl 0,9% 500cc gtt 20x/menit
Inj. Citicoline 2x500mg
Inj. Omeprazole 1x1 vial
Amlodipine 1x10mg tab/oral
Neurodex 1 x 1 tab/oral

24
PROGNOSA
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanasionam : dubia ad bonam

1.7 LEMBAR FOLLOW UP


TANGGAL/
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
PUKUL
12 Desember Keluhan: kelemahan pada tungkai kiri dan Th/
2019 lengan kiri  IVFD RL gtt 20
Pukul 06.00 Status Generalis x/menit
WIB • Kesadaran : E4 M6 V5  Inj. Citicolin
• TD : 150/90 mmHg 3x500mg
• HR : 90 x/menit  Inj. Omeprazole 1x1
vial
• RR : 22 x/menit
 Clopidogrel 1x75mg
• Temp : 36,5 oC tab
 Amlodipine 1x10
Status neurologikus mg/oral
Nervus Craniales  candesartan 1x16
N. I = tidak ada kelainan mg/oral
N. II = tidak ada kelainan  Neurodex 1x1 tab
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex
 KSR 1x1 tab
cahaya (+/+)

25
N. V = tidak ada kelainan
N. VII = tidak ada kelainan
N. VIII = tidak ada kelainan
N. IX = tidak ada kelainan
N. X = tidak ada kelainan
N. XI = tidak ada kelainan
N. XII = tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : eutoni hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : normal hiperefleks
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus
- Paha : negatif negatif
- Kaki : negatif negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif kiri

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : belum ada


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

26
Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri
dextra

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik

13 Desember Keluhan: kelemahan pada tungkai kiri dan Th/


2019 lengan kiri  IVFD RL gtt 20
Pukul 14.30 Status Generalis x/menit
WIB • Kesadaran : E4 M6 V5  Inj. Citicolin
• TD : 140/90 mmHg 3x500mg
• HR : 75 x/menit  Inj. Omeprazole
1x1 vial
• RR : 21 x/menit
 Clopidogrel
• Temp : 36,7 oC 1x75mg tab
 Amlodipine
Status neurologikus 1x10 mg/oral
Nervus Craniales  candesartan
N. I = tidak ada kelainan 1x16 mg/oral
N. II = tidak ada kelainan  Neurodex 1x1
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex tab
cahaya (+/+)
 KSR 1x1 tab
N. V = tidak ada kelainan
N. VII = tidak ada kelainan
N. VIII = tidak ada kelainan
N. IX = tidak ada kelainan
N. X = tidak ada kelainan
N. XI = tidak ada kelainan
N. XII = tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : eutoni hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : normal hiperefleks
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : cukup kurang

27
Kekuatan : 5 3
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus
- Paha : negatif negatif
- Kaki : negatif negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif kiri

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : belum ada


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri
dextra

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik

14 Desember Keluhan: kelemahan pada tungkai kiri dan Th/


2019 lengan kiri  IVFD RL gtt 20
Pukul 06.00 Status Generalis x/menit
WIB • Kesadaran : E4 M6 V5  Inj. Citicolin
• TD : 140/90 mmHg 3x500mg
• HR : 75 x/menit  Inj. Omeprazole
1x1 vial
• RR : 21 x/menit
 Neurodex 1x1 tab
• Temp : 36,7 oC  Amlodipine 1x10
mg/oral
Status neurologikus  candesartan 1x16
Nervus Craniales mg/oral
N. I = tidak ada kelainan  Clopidogrel
N. II = tidak ada kelainan 1x75mg tab
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex
cahaya (+/+)

28
N. V = tidak ada kelainan
N. VII = tidak ada kelainan
N. VIII = tidak ada kelainan
N. IX = tidak ada kelainan
N. X = tidak ada kelainan
N. XI = tidak ada kelainan
N. XII = tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : eutoni hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : normal hiperefleks
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus
- Paha : negatif negatif
- Kaki : negatif negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif kiri

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : belum ada


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

29
Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri
dextra

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide
to Stroke, otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari
otak mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut
berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak,
merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca,
menulis, berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-
bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka
tugasnya pun dapat terganggu.2

30
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari
berat badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir
mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh
dari darah. Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke otak Cerebro
Blood Flow (CBF) adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang
melapisi otak, yaitu duramater, araknoid dan pia mater.2

Gambar 1. Selaput Otak


Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis (kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri).
Arteri vertebralis menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari
otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai
darah ke area depan dan area atas otak.2

31
Gambar 2. Aliran darah arteri yang menuju otak

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna


bersatu membentuk Sirkulus Willisi. Sistem ini memungkinkan
pembagian darah di dalam kepala untuk mengimbangi setiap gerakan
leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami
kegagalan.2

32
Gambar 3. Sirkulasi Willisi

Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri


sinistra (kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri
sinistra (kiri) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh,
seperti berbicara, berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri
dextra (kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh,
seperti perasaan, kemampuan seni, keterampilan dan orientasi.2

Gambar 4. Bagian Otak dan Fungsi Otak

33
Di dalam otak terdapat empat ruang yang penuh berisi cairan,
dinamakan ventrikel, yang membentang ke dalam berbagai bagian otak
dengan bentuk yang agak tidak beraturan. Perluasannya ke dalam lobus-
lobus cerebrum disebut tanduk (horn = cornu). Pasangan ventrikel ini
berhubungan dengan ruang garis tengah, yaitu ventrikel ketiga (tertius),
melalui pintu yang dinamakan foramina. Pada setiap sisinya ventrikel ketiga
dibatasi oleh dua bagian thalamus, sementara bagian dasarnya ditempati
oleh hipothalamus. Dari ventrikel ketiga terus ke bawah, ada saluran kecil
bernama aqueduct cerebral, memanjang melalui midbrain sampai pada
ventrikel keempat (qadratus). Yang terakhir ini berlanjut dengan canalis
centralis / neuralis pada sumsum tulang belakang.1
Cerebro Spinal Fluid (CSF) ialah cairan bening yang dibentuk dalam
ventrikel otak, sebagian besar oleh jaringan vascular yang disebut dengan
choroid plexuses. Fungsi CSF adalah untuk menggoncang bantalan yang
akan melukai bangunan lunak sistem saraf sentral (SSS). Cairan ini juga
membawa zat makanan pada sel dan memindahkan limbah dari sel.
Normalnya CSF mengalir secara bebas dari satu ventrikel ke ventrikel
lainnya dan pada akhirnya keluar ke dalam ruangan subarachnoid yang
mengitari otak dan sumsum tulang belakang. Sebagian besar cairan ini
dikembalikan pada darah di dalam sinus venosus melalui proyeksi yang
dinamakan dengan arachnoid villi. 1
Nervus Craniales
I. Saraf olfactory membawa dorongan membau dari reseptor di dalam
mukosa hidung menuju otak.
II. Saraf optik membawa dorongan visual dari mata menuju ke otak.
III. Saraf oculomotor berkaitan dengan sebagian besar kontraksi otot mata.
IV. Saraf trochlear memasok satu otot bola mata.
V. Saraf trigeminal merupakan saraf sensoris yang terbesar dari muka dan
kepala, mempunyai tiga cabang yang membawa dorongan mera sakan
secara umum (misalnya rasa sakit, meraba, suhu) dari muka menuju otak.
Cabang ketiga disambungkan oleh serat motoris pada otot mengunyah.

34
VI. Saraf abducens ialah saraf lainnya, yang mengirim dorongan yang
mengontrol pada otot bola mata.
VII. Saraf fasialis sebagian besar merupakan motorik.
Nervus fasialis merupakan saraf cranial terpanjang yang berjalan di
dalam tulang. Nervus ini terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Serabut motorik, mempersarafi m.stapedius dan venter posterior
m.digastrikus, serta otot wajah, kecuali m.levator palpebra superior.
b. Serabut sensoris, mempersarafi 2/3 anterior lidah untuk mengecap,
melalui n.korda timpani.
c. Serabut parasimpatis, mempersarafi glandula lakrimalis, glandula
submandibula dan glandula lingualis.
d. Saraf vestibulocholear berisi serat sensoris khusus untuk
mendengar seperti halnya untuk keseimbangan dari saluran
semisirkular telinga bagian dalam.
e. Saraf glossopharyngeal berisi serat sensoris umum dari belakang
lidah dan pharynx (tenggorokan). Saraf ini juga berisi serat sensoris
untuk merasakan dari posterior ketiga lidah, serat pembu angan
yang memasok sebagian besar kelenjar ludah (parotid) dan serat
saraf motor untuk mengontrol otot menelan di dalam pharynx.
f. Saraf vagus merupakan saraf kranial yang terpanjang yang mema-
sok sebagian besar organ di dalam rongga perut dan dada. Saraf ini
juga berisi serat motor bagi kelenjar yang menghasilkan getah
pencernaan dan pembuangan lainnya.
g. Saraf accesory (formerly disebut spinal accesory nerve) terbu at
dari serat saraf motor yang mengontrol dua otot leher, yaitu
trapezius dan sternocleidomastoid.
h. Saraf hypoglossal saraf kranial terakhir membawa dorongan-
dorongan yang mengontrol lidah.6
Susunan neuromuskular tersusun atas Upper Motor Neuron (UMN)
dan Lower Motor Neuron (LMN). UMN merupakan kumpulan saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks serebri

35
sampai motorik saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula
spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN
dibagi dalam susunan piramidal dan ekstrapiramidal. Susunan piramidal
merupakan semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara
langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok
UMN. Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi
metoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motorneuron di
kornu anterior medula spinalis. Akson-akson tersebut membentuk jaras
kortikobulbar dan kortikospinal. Serabut saraf yang bersinaps dengan nervus
kranialis membentuk traktus kortikobulbar. Sedangkan serabut saraf yang
bersinaps dengan nervus spinalis mengirim informasi untuk pergerakan
volunter ke otot skelet membentuk traktus kortikospinal.2
- Traktus kortikospinal
Serabut yang berasal dari korteks motorik akan berjalan secara
konvergen melalui corona radiata massa putih serebri menuju tungkai
posterior capsula interna. Lalu berkumpul merapat dalam susunan
somatotropik dan memasuki bagian tengah pedunculus otak tengah. Serat-
serat yang merupakan berkas padat berjalan turun ke bawah di tengah pons
dan kemudian muncul melewati piramid. Dari bagian ventral medula
oblongata, serabut saraf kortikospinal terlihat seperti gambaran piramid.
Inilah yang menyebabkan penamaan traktuspiramidalis. 2
Pada piramid di daerah inferior dari medula, 85-90 % serabut saraf
kortikospinal menyilang ke sisi lain dari otak melalui garis tengah
(decusasio piramidalis). Disebut traktus kortikospinal lateralis atau traktus
piramidalis lateralis. Sisanya 10-15% terus berjalan ipsilateral dalam
funiculus anterior. Karena berjalan turun sepanjang sisi korda spinalis,
serabut saraf yang tidak menyilang yang bersinaps dengan nervus spinalis
pada sisi ipsilateral dari tubuh disebut traktus piramidalis direk. Juga
disebut traktus piramidalis ventralis atau traktus kortikospinal anterior
sebab mereka berjalan turun melalui aspek ventral dari korda spinalis. 2

36
Traktus kortikospinal menstimulasi motor neuron pada medulla
spinalis yang bertugas menggerakkan otot-otot aksial tubuh, tangan dan
tungkai. Traktus kortikospinal lateral berakhir di motor neuron yang
bekerja untuk pergerakkan sebagian besar segmen distal tangan dan
tungkai. Sedangkan traktus kortikospinal medial berakhir di motor neuron
untuk pergerakkan otot aksial tubuh dan segmen proksimal tangan dan
tungkai. Nervus spinalis hanya menerima inervasi kontralateral dari traktus
kortikospinalis. Ini berarti lesi traktus piramidalis unilateral di atas titik
persilangan pada piramid akan menyebabkan paralisis otot yang
dipersarafi nervus spinalis di sisi berlawanan dari tubuh. Sebagai contoh,
lesi di sisi kiri traktus piramidalis di atas titik persilangan dapat
menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh.
- Traktus Kortikobulbar.2
Traktus kortikobulbar membawa pesan motorik yang paling
penting untuk bicara dan menelan.Akson kortikobulbar dari korteks berjalan
turun diantara ikatan dari kapsula interna. Serabut traktus kortikobulbar
meninggalkan traktus piramidalis pada daerah otak tengah dan melakukan
perjalanan ke arah dorsal. Di dalam perjalanannya menuju nukleus saraf
otak, ada beberapa serabut saraf yang menyilang sedangkan sisanya tetap
berjalan ipsilateral. Nukleus yang terlibat adalah saraf otak yang
mengontrolpersarafan volunter otot wajah dan mulut, NV, NVII (keluar dari
pons), NIX, NX, NXI dan NXII (keluar dari medullaoblongata).
Hampir semua nervus kranialis menerima inervasi bilateral dari
serabut saraf traktus piramidalis. Ini berarti bahwa keduanya, yakni
anggota kanan dan kiri dari sepasang nervus kranialis diinervasi oleh
daerah korteks motorik hemisfer kanan dan kiri. Sehingga jika ada lesi
unilateral dari traktus piramidalis, kedua sisi tubuh tetap menerima pesan
motorik dari korteks. Pesan untuk pergerakan ini mungkin tidak sekuat
sebelumnya tapi tidak akan menyebabkan paralisis. 2
Dua pengecualian untuk pola ini adalah fungsi NXII yang
menginervasi pergerakan lidah dan bagian dari NVII yang menginervasi

37
otot muka bagian bawah. Mereka hanya menerima inervasi kontralateral
dari traktus piramidalis. Ini berarti mereka menerima informasi hanya dari
serabut saraf di sisi berlawanan dari otak. Oleh sebab itu, lesi unilateral
upper motor neuron dapat menyebabkan ‘facial drop’ unilateral atau
masalah dengan pergerakan lidah di sisi berlawanan dari tubuh. Sebagai
contoh, lesi di serabut saraf kiri traktus piramidalis menyebabkan ‘facial
drop’ sisi kanan dan kesulitan gerak sisi kanan lidah.2
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi
terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk
memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri
yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah
sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila
tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik
menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara
50-150 mmHg). 4
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun,
serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang
tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO
menurun. 4.

38
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke. 3

2.2. Stroke
2.2.1 Definisi stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
global, yang berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain daripada gangguan
vaskular1. Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro
Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di
Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat
gangguan peredaran darah otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak
disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab
cacat (disabilitas, invaliditas).3

2.2.2 Epidemiologi Stroke


Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian
setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara
berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total
kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke
terjadi di negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban
stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal
dalam 12 bulan. Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia
adalah 180 per 100.000 penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan
prevalensinya sekitar 500-600 per 100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.3
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke
baik dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% (usia 55 – 65
tahun), dan 23,5% (usia > 65 tahun). Sedangkan insiden stroke sebesar

39
51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke
dibanding perempuan dengan profil (usia &lt; 45 tahun) sebesar 11,8%,
(usia 45-64 tahun) sebesar 54,2%, dan (usia &gt; 65 tahun) sebesar 33,5%.
Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, sehingga dapat
menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari.3

2.2.3. Faktor Risiko


Faktor yang dapat menimbulkan stroke dibedakan menjadi faktor
risiko yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi dan faktor
risiko yang dapat diubah atau dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat diubah diantaranya peningkatan usia dan jenis kelamin laki-laki.
Faktor risiko yang dapat diubah antara lain hipertensi, diabetes melitus,
dan dislipidemia. Hipertensi diartikan sebagai suatu keadaan dimana
tekanan darah seseorang melebihi batas tekanan darah normal. Hipertensi
merupakan faktor risiko yang potensial pada kejadian stroke karena
hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak atau
menyebabkan penyempitan pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh
darah otak akan mengakibatkan perdarahan otak, sedangkan jika terjadi
penyempitan pembuluh darah otak akan mengganggu aliran darah ke otak
yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel-sel otak.5
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stress psikososial
juga merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres
hidup kronik, dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga
meningkatkan risiko stroke.Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol,
diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per hari dapat
menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat merusak
miokardium. 5

40
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang
sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor
risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan
meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.5

2.2.4. Etiologi
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak,
penyumbatan)
a. Trombosis serebri
b. Emboli serebri
c. Hipoperfusi sistemik
 Trombosis
Trombosis pada arteri serebri yang memasok darah ke dalam otak
atau trombosis pembuluh darah intrakranial yang menyumbat aliran
darah. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada
pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah
titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan risiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi
plak), dan perlengketan platelet. 14
 Emboli
Akibat pembentukan trombus di luar otak, seperti di dalam jantung,
aorta, atau arteri karotis kominis. Sumber embolisasi dapat terletak
di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung

41
dan sistem vaskuler sistemik. Emboli dapat berasal dari jantung,
arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided circulation (emboli
paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup
buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.14
2.2.5 Klasifikasi Stroke
Stroke dapat dibagi dua kelompok besar yaitu: 15,16
 Stroke Iskemik (Stroke Non-Hemoragik)
Terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat
sumbatan arteri pada otak atau akibat perfusi otak yang inadekuat.
Sumbatan dapat dibedakan oleh 2 keadaan yaitu:
Berdasarkan kausal
a. Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat memberat dalam
24 jam pertama atau lebih
b. Emboli dengan gambaran defisit neurologi pertama kali muncul
sangat berat, biasanya sering timbul saat beraktifitas. Penderita
embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus
dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah
perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan
menyumbat bagian – bagian yang sempit. Tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria cerebri media, terutama
bagian atas.
Berdasarkan manifestasi klinis menurut ESO Excecutive Committee
dan ESO Writing Committee:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)

42
Gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
TIA menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah
ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-
30 menit.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala deficit
neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari 7 hari
c. Progressive Stroke
Kelainan atau defisit neurologi yang berlangsung secara
bertahap dari yang ringan sampai yang kelamaan bertambah
berat.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

 Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena
adanya perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak
dan gangguan fungsi saraf.
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar
setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit
kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit
kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat
menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat
terjadi dalam beberapa detik untuk menit

43
b. Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil
darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit
kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah
(kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu
sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan
setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala,
tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik.
Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa
bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan
menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit
untuk dibangunkan. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan
serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang
menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta
sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri
pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak,
seperti berikut:
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling
umum)

44
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen
dalam beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala
umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah
perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa
masalah serius lainnya, seperti:
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari
perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku
dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan
serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak.
Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan
tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk,
kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah
pendarahan itu, arteri di otak dapat berkontraksi,
membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak
tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat
menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik,
seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi
tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa,
vertigo, dan koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi,
biasanya dalam seminggu.

Tabel 2.1 Beda klinis stroke infark dan perdarahan 15,16


Gejala atau pemeriksaan Infark otak Perdarahan intra serebral

45
Gejala yang mendahului TIA (+) TIA (-)
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu aktifitas
setelah bangun tidur
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran Dapat dijumpai aneurisma,
penyumbatan, penyempitan AVM, massa intrahemisfer
dan vaskulitis atau vasospasme

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah


servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Aterotrombosis
terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang
terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak
aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal
dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung
pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena. 17,18
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel. Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan
pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh
berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah
kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau
percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah

46
pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul
tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena.19

2.2.6 Manifestasi Klinis


 Pada Stroke Non-Haemoragik
 Sering terjadi pada bangun pagi/waktu istirahat
 Ada Riwayat TIA
 Tidak nyeri kepala, kejang,
 Tidak muntah,
 Biasanya kesadaran normal
 Tidak ada gejala meningeal
Membedakan Trombosis dan Emboli
 Trombosis :
- Sering terjadi pada bangun pagi.
- Sering terjadi pada usia lanjut

 Emboli :
- Kejadian mendadak dgn gejala yg menetap
- Sering bersumber pada penyakit jantung
- Sering pada usia muda
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala
tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior

47
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
- Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapangan pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
- Koma

48
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.
Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan
orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital),
yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan
gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia
jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah

49
laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.Dementia adalah hilangnya fungsi.
 Pada Stroke Haemoragik /Stroke Perdarahan
 Serangan pada saat aktif
 Nyeri Kepala yang hebat
 Muntah
 Kaku duduk Gangguan Kesadaran
 Perdarahan retina
 Kejang-kejang
 Gangguan gerakan Bola Mata
 Funduskopi: Papil edema

1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum.
Gejala klinis :
 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis.
 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral,
refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.

50
 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial
(TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.20,21
Gejala klinis :
 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar
dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan
gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.
 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,
atau gangguan pernafasan.20,21

2.2.7 Diagnosis
Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan
manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa
jam setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami
penurunan GCS > 2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan gawat
darurat dan penilaian awal pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi
penurunan kesadaran sebanyak 6 poin pada pasien prehospital, telah diketahui
angka mortalitasnya > 75%.16
Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang
diderita adalah stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke
iskemik atau perdarahan di pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-

51
Scan, tetapi karena alat ini hanya dijumpai pada kota besar, maka diagnosis
harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis.16
1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala
dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala,
faktor-faktor risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami
oleh penderita. Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah.17
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami
kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan
intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga
perlu ditanyakan.12,14
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum
meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan
kepala dan leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan
tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif).9 Pemeriksaan
neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan
saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan,
refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan
adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan
darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik.
Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis
dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.9,12
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental
lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena
peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena
darah pada ruang subarakhnoid.16
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat.
Apabila terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 12
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh

52
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari
yang telah disebutkan di atas. Apabila perdarahan terjadi pada serebellum,
pasien berisiko tinggi terjadi herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi
akan menyebabkan penurunan kesadaran yang cepat dan mengakibatkan
apnea dan kematian.12 Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang
otak dapat berupa ataxia, vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis
atau quadriparesis, kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat
ekstremitas, gangguan sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas,
kelemahan orofaringeal atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan
badan kontralateral).12 Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan
perdarahan intraserebral, bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai
gangguan neurologis. Perdarahan serebri pada onset awal dapat menimbulkan
kejang.12

Tabel 2.1. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid16

Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan Subarakhnoid


Nyeri kepala ++ +++
Kaku kuduk + +++
Kernig + +++
Gangguan n III, IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000
Hipertensi ++ -

Algoritma dan Penilaian Dengan Skor Stroke


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan:
Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

53
A. Nyeri kepala
B. Penurunan Kesadaran
C. Refleks Babinski
Intepretasi
- 3 atau 2 ada , stroke hemorrhagic (SH)
- 1 ada. A ada SH, B ada SH, C ada Stroke non hemoragik (SNH)

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Rumus = (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x
tekanan darah diastolik) – [(3 x atheroma) – 12]
Keterangan :
- Kesadaran: Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
- Muntah: tidak = 0; ya = 1
- Sakit kepala: tidak = 0 ; ya = 1
- Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0; 1 atau lebih tanda ateroma =
1(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten
Hasil:
SSS > 1  = Stroke hemoragik
SSS -1 sampai 1 = Konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang
SSS <-1 = Stroke non hemoragik
Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga

54
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke. 22

Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
1. Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses). 23

Gambar 2.3 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak.
Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak
maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya
insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. 23

55
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya
iskemik di daerah tersebut. 23
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari
pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. 23
b. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini
dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak
sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.23

Gambar 2.4 Gambaran MR Angiografi

c. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna
untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut

56
termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan
pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan
untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini
juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
jantung adalah EKG dan foto thoraks.23

Hubungan hipertensi, rokok, dan stroke


Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak. Otak
orang dewasa menggunakan 20% darah yang di pompa oleh jantung pada saat
keadaan istirahat, dan darah dalam keadaan normal mengisi 10% dari ruang
intracranial. ADO secara ketat meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata
aliran ADO dipertahankan 50 ml per 100 gram jaringan otak per menit pada
manusia dewasa.2
Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal
karena terlalu banyak ADO dapat meningkatkan tekanan intrakranial sehingga
dapat menekan dan merusak jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan
menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran
darah ke otak di bawah 18-20 ml per 100 gram otak permenit dan kematian
jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml per 100 gram jaringan otak
per menit. Di dalam jaringan otak terdapat biochemical cascade atau yang disebut
sebagai iskemik cascade yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, yang
lebih lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak.2

ADO ditentukan oleh beberapa faktor seperti viskositas darah,


kemampuan pembuluh darah dalam berdilatasi, tekanan perfusi serebral yang
ditentukan oleh tekanan darah dan tekanan intrakranial. Pembuluh darah serebral
mempunyai kemampuan untuk mengubah aliran darah dengan cara mengubah
diameter lumen pembuluh darah, proses ini disebut dengan autoregulasi.
Konstriksi pembuluh darah akan terjadi bila tekanan darah meningkat dan akan

57
berdilatasi bila tekanan darah menurun.11
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada
pembuluh darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke
yang timbul akibat hipertensi dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran
patologi dan kliniknya berbeda13. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis,
a vertebrobasilaris atau arteri di basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa
aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah stroke iskemik. Di sini peranan
hipertensi hanyalah sebagai salah satu faktor risiko di samping faktor-faktor lain
seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain. Pembuluh darah
kecil otak, ialah cabang-cabang penetrans arteri yang menembus ke dalam
jaringan otak, berukuran diameter 50–200 mikron. Dasar kelainan pada pembuluh
darah jenis ini adalah spasme dan lipohialinosis; spasme terjadi pada hipertensi
akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi kliniknya adalah Infark lakunar.
Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik, pembuluh darah dengan
lipohialinosis ini dapat mengalami mikro aneurisma yang dapat pecah dan terjadi
Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan aterosklerosis, pada lipohialinosis
hipertensi dapat dikatakan merupakan faktor penyebab satu-satunya.15

Gambar. Pengaruh hipertensi pada pembuluh darah otak


Hubungan rokok dan stroke
Asap rokok merupakan faktor risiko penting untuk semua penyebab
kematian karena penyakit vascular. Asap rokok menyebabkan disfungsi dari
endotel pada pembuluh darah, yang berhubungan dengan perubahan pada proses
hemostasis dan marker pada proses inflamasi. Rokok juga meningkatkan
konsentrasi fibrinogen, menurunkan aktivitas fibrinolitik, meningkatkan agregasi

58
platelet, dan menyebabkan polisitemia. Terdapat berbagai mekanisme tentang
hubungan antara merokok dengan risiko stroke iskemik. Pertama merokok
dihubungkan dengan kenaikan konsentrasi fibrinogen, kenaikan agregasi platelet,
kenaikan hematokrit, menurunkan proses fibrinolitik, dan menurunkan aliran
darah di otak yang disebabkan karena vasokonstriksi, yang mana mempercepat
pembentukan thrombus. Kedua merokok menurunkan HDL kolesterol dan
melukai endotel sel, yang menimbulkan atheroma.
Berbagai efek tersebut meningkatkan risiko terjadinya iskemik stroke.
Sedangkan mekanisme antara merokok dengan risiko perdarahan subaraknoid
tidak pasti. Walapun terdapat beberapa penemuan bahwa merokok meningkatkan
pelepasan proteinase dari makrofag pulmonari, yang menyebabkan mudah
pecahnya aneurisma otak, dan meningkatkan stres hemodinamik pada sirkulus
willisi melalui peningkatan aterosklerosis di basal otak dan arteri karotis. Nikotin
juga meningkatkan tekanan darah dalam waktu cepat, nadi, dan aliran darah dari
jantung, dan juga menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Seperti yang sudah
disebutkan di atas nikotin meningkatkan konsentrasi noreepinefrin dalam sirkulasi
dan peningkatan pelepasan vasopressin, endorphin-beta, hormon
adrenokortikotropik (ACTH), dan kortisol. Perangsangan simpatis
melalui peningkatan noreepinefrin pada jantung akan meningkatkan seluruh
aktivitas jantung, keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan kekuatan
kontraksi jantung. Pada tekanan arteri perangsangan simpatis meningkatkan daya
dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah yang biasanya
menyebabkan peningkatan segera yang bermakna pada tekanan arteri.
Vasopressin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel nukleus hipotalamus
dan disimpan dalam hipofise posterior, hormon ini mengkonstriksikan pembuluh
darah dan meningkatkan tekanan darah. Kortisol menyebabkan hipertensi
kemungkinan karena efek ringan mineralkortikoid. Begitu juga dengan
peningkatan ACTH dan endhorpin-beta di mana hal tersebut merupakan hormon
yang mengatur sekresi kortisol. Karbon monoksida juga ada dalam asap rokok, di
mana efeknya menimbulkan pengurangan oksigen yang dibawa dalam aliran
darah. Karbon monoksida juga menimbulkan efek pada bagian dalam pembuluh

59
darah arteri, dan juga menyebabkan terjadinya sumbatan lemak di arteri.
Kerusakan pada endotel vaskuler, menimbulkan penumpukan monosit dan lipid
(berupa lipoprotein berdensitas rendah) pada tempat kerusakan. Monosit masuk ke
dalam lapisan intima dinding pembuluh dan berdiferensiasi menjadi makrofag,
yang selanjutnya mencerna dan mengoksidasi tumpukan lipoprotein, sehingga
penampilan makrofag menyerupai busa. Sel busa makrofag ini kemudian bersatu
pada pembuluh darah dan membentuk fatty steak.
Dengan berjalannya waktu fatty steak menjadi lebih besar dan bersatu, dan
jaringan otot polos serta jaringan fibrosa disekitarnya berproliferasi untuk
membentuk plak yang makin lama makin besar. Makrofag juga melepaskan zat
yang menimbulkan inflamasi dan proliferasi lebih lanjut dari jaringan fibrosa dan
otot polos pada permukaan dalam dinding arteri. Fibroblas plak akhirnya
menimbun sejumlah besar jaringan ikat padat, sklerosis menjadi sangat besar dan
arteri menjadi kaku dan tidak lentur. Selanjutnya garam kalsium seringkali
mengendap bersama dengan kolesterol dan lipid yang lain dari plak, yang
menimbulkan kalsifikasi sekeras tulang yang dapat membuat arteri seperti saluran
kaku. Kedua tahap lanjut dari penyakit ini disebut pengerasan arteri. Kedua efek
ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
sel. Sehingga pembuluh darah menjadi mudah pecah ditambah dengan
meningkatnya tekanan darah, maka pembuluh darah ruptur dan terjadi perdarahan
dalam otak.

2.2.8 Penatalaksanaan
Upaya preventif terbagi 2, yaitu prevensi primer dan prevensi
sekunder. Upaya prevensi primer ditujukan untuk mencegah terjadinya
stroke pada kelompok orang yang memiliki risiko untuk menderita stroke,
misalnya pada penderita hipertensi, perokok, penderita diabetes mellitus,
penderita penyakit jantung koroner dll. Termasuk ke dalam kelompok ini

60
adalah modifikasi faktor risiko, prevensi medik misalnya dengan pemberian
anti platelet atau anti koagulan, prevensi bedah misalnya carotid
endarterectomy, dan sosialisasi/kampanye kesehatan masyarakat. Upaya
prevensi sekunder ditujukan untuk mencegah terjadinya serangan stroke
berulang pada kelompok orang yang sudah pernah mengalami stroke. Ke
dalam kelompok ini termasuk pengontrolan faktor risiko, peningkatan faktor
protektif, prevensi medik maupun prevensi bedah

Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid 1500-
2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan
mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika
fungsi menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya
dianjrkan melalui selang nasogastrik.

c. Pengontrolan gula darah


Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada
trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan
cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar
karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik
serebral eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara
ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai
adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus
dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya
hipoglikemi akibat pemberian insulin.

61
d. Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv
sampaoi kembali normal dan di cari penyebabnya.
e. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena
itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan
sekitar 30-45 derajat.
f. Pengontrolan tekanan darah
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia
didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%.
Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik >180 mmHg (BASC: Blood Preassure in Acute Stroke
Collaboration 201; IST: International Stroke Trial 2002.10
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai
tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat
memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan
darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah
awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO
2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada
stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan
beberapa kondisi di bawah ini. 10
1. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau
tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan

62
darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian
rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol,
nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS
>200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg,
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap
5 menit.
3. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan
pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60
mmHg. 10
4. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah
diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT
2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
5. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140
mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah
100mmHg.
6. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan
tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.

63
7. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.
8. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.
9. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik
sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai
target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun
hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat
ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
10. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai
panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran
fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi.
Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan
efek neuroprotektif dari nimodipin.
11. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi
hipertensi dapat dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme
serebral pada PSA aneurismal, tetapi target rentang tekanan darah
belum jelas.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam
target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut,
edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target

64
penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
2.3. Hipokalemia
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam
darah dibawah 3.5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium
total di tubuh atau adanya gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel.
Penyebab yang umum adalah karena kehilangan kalium yang berlebihan dari
ginjal atau jalur gastrointestinal.

Penyebab Hipokalemia diantaranya ialah:


1. Deplesi Kalium

Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium


tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50
mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K + yang sangat
kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun
ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+,
melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya
deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang,
derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10
mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-
kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode tersebut,
kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa
mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang
tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam
diet mereka(3).

2. Disfungsi Ginjal

65
Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut
Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak
kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin
B. 

3. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal

Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna.


Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini
perlu dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan.
Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah
drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.

4. Kehilangan K+ Melalui Ginjal

Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa
menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik
yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia.

2. Penatalaksanaan Khusus
a.  Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa  fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.25
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.Efek samping dari rt-PA

66
ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%.Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA
pada tahun 1996.25
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi
secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien
menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat
dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar
8,8%.Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.25
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang
jelas.Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan
secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study
Group  (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam
waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan25.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.Pada keadaan yang terakhir

67
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut 25
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal.Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari,
tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal. 25
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.Normal terdapat
pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam
proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi
ringan.Heparin melepas lipoprotein lipase.Dimetabolisir di hati, ekskresi
lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau
infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis
disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit,
dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:
sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal.Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir.
Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit). 25
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,

68
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma.
Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200
mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset. 25
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2.Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang
efikasius.Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi
tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85 persen dari obat
yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye. 25
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara
lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal
ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid –
oksigenase).Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah
aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin.25

69
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet.Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa
aspirin tidak efektif untuk wanita.14
Obat antihipertensi pada stroke akut
Golongan/Obat Mekanisme Dosis Keuntungan Kerugian
Tiazid Aktivasi IV bolus: 50- Awitan Retensi cairan
Diazoksid* ATP- 100 mg; IV <5 menit dan garam,
sensitive K- infuse: 15-30 hiperglikemia
channels mg/menit berat, durasi
lama (1-12
jam)
ACEI ACE 0,625-1,25 mg Awitan Durasi lama (6
Enalaprilat* inhibitor IV selama 15 <15 menit jam), disfumgsi
menit renal
Calcium Penyekat 5 mg/jam IV Awitan cepat Takikardi atau
Channel kanal kalsium 2,5 ng/ tiap 15 (1-5 menit), bradikardia,
Blocker meniot, sampai tidak terjadi hipotensi,
Nikardipin rebound yang durasi lama (4-
Clevidipin* bermakna jika 6 jam)
Verapamil* dihentikan,
Diltiazem Eliminasi tidak
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati atau renal,
potensi
interaksi obat
rendah. Awitan
cepat <1 menit,
tidak terjadi
rebound atau
takiflaksis
Beta Blocker Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,
Labetalol* reseptor α1, tiap 10 menit (5-10 menit) hipoglikemia,
β1, β2 sampai 300 durasi lama (2-
mg/hari; 12 jam), gagal
infuse: 0,5-2 jantung
mg/menit kongestif,
bronkospasme
Esmolol* Antagonis 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, Bradikardia,
selektif IV bolus durasi singkat gagal jantung
reseptor β1 disusul dosis <15 menit kongestif
pemeliharaan
Alfa Blocker Antagonis 5-20 mg IV Awitan cepat Takikardia,
Fentolamin* reseptor α1, (2 menit), aritmia

70
α2 durasi singkat
(10-15 menit)

Vasodilator langsung
Hidralasin NO terkait dengan mobilisasi 2,5-10 mg IV Serum-sickness
kalsium dalam otot polos bolus (sampai 40 like, drug induced
mg) lupus, durasi lama
(3-4 jam), awitan
lambat (15-30
menit)
Tiopental* Aktivasi 30-60 mg IV Awitan cepat (2 Depresi
reseptor menit), durasi miokardial
GABA singkat (5-10
menit)
Trimetafan* Blockade 1-5 mg/menit Awitan segera, Bronkospasme,
ganglionik IV durasi singkat (5-retensi urin,
10 menit) siklopegia,
midriasis
Fenoldipam* Agonis DA- 0,001-1,6 Awitan Hipokalemia,
1 dan μg/kg/menit <15 menit, durasi takikardia,
reseptor α2 IV; tanpa 10-20 menit bradikardia
bolus
Sodium Nitrovasodil 0,25-10 Awitan segera, Keracunan sianid,
nitropusid* ator μg/kg/menit durasi singkat (2-vasodilator
IV 3 menit) serebral (dapat
mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial),
reflex takikardia
Nitrogliserin Nitrovasodil 5-100 Awitan 1-2 Produksi
ator μg/kg/menit IV menit, durasi 3-5 methemoglob
menit in, reflex
takikardia
*belum tersedia di Indonesia

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi bervariasi menurut intensitas dan tipe stroke, yaitu:26

71
- Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol
vasomotor)
- Edema serebral
- Ketidakseimbangan cairan
- Kerusakan sensorik
- Infeksi seperti pneumonia
- Perubahan tingkat kesadaran
- Aspirasi
- Kontraktur
- Emboli paru
- Kematian

2.2.10 Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional

BAB III
ANALISIS KASUS

72
Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena sukar
berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri yang terjadi
secara tiba-tiba. Hal ini mengarahkan terjadinya stroke, stroke menurut WHO
(World Health Organisation) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke dengan defisit neurologik yang
terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, saat sedang istirahat tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri disertai
kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala dan
tidak disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai gangguan rasa
pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal, nyeri, kesemutan, dll
pada sisi yang lemah. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama
berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Kemampuan
penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan
isyarat dapat dinilai. Kemampuan penderita masih dapat mengerti isi pikiran
orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat dapat dinilai Saat
berbicara mulut penderita tidak mengot dan bicara tidak pelo.
Kelumpuhan yang terjadi tiba-tiba saat penderita istirahat mengarahkan
pada kemungkinan stroke yang disebabkan karena trombosis serebri. Stroke yang
disebabkan trombosis serebri umumnya terjadi waktu bangun tidur atau saat
istirahat sedangkan stroke yang disebabkan oleh emboli serebri atau perdarahan
terjadi saat beraktivitas dan pada siang hari. Keluhan disertai kehilangan
kesadaran menunjukkan terdapat lesi di area Formasio retikularis yang mengatur
kesadaran manusia karena sistem ARAS (Ascending Reticular Activating System)
yang mengatur pertahanan kesadaran tersebut terletak di daerah formasio
retikularis. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala dan tidak disertai
mual muntah, hal ini menyingkirkan kemungkinan stroke yang disebabkan oleh
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid, pada stroke hemoragik
terutama yang disebabkan oleh perdarahan subarakhnoid terdapat manifestasi

73
nyeri kepala mendadak, dengan intensitas maksimal dalam waktu segera atau
menit dan berlangsung selama beberapa jam sampai hari. Pada stroke yang
disebabkan oleh perdarahan akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial hingga
dapat menyebabkan mual muntah proyektil. Tanpa disertai kejang, mengarahkan
pada letak lesi tidak terdapat di korteks serebri, karena pada lesi yang terletak di
korteks serebri bisa terdapat kejang. Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai
kiri dirasakan sama berat. kemungkinan letak lesi pada kasus ini terletak di
subkorteks serebri ataupun di kapsula interna, karena di tingkat kapsula interna
kawasan serabut kortikospinal yang menyalurkan impuls untuk gerakan tungkai
dan lengan diperdarahi oleh satu arteri yang sama yaitu arteri lentikulostriata,
sehingga derajat kelumpuhan pada tungkai dan lengan sama berat. Sehari hari
penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa
hemisfer cerebri dextra lebih dominan digunakan. Kemampuan penderita dapat
mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat dapat dinilai.
Kemampuan penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat dapat dinilai. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak adanya gangguan fungsi luhur yaitu afasia. Saat berbicara mulut
penderita dan berbicara pelo dapat dinilai. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
adanya lesi pada nervus facialis dan hipoglosus.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita mengeluh sakit kepala bagian belakang yang hilang
timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak pernah
mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri.
Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak
nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang
panjang. Penderita memiliki riwayat darah tinggi ada sejak ± 5 tahun yang lalu,
tidak terkontrol, tidak pernah berobat, trauma tidak ada, kencing manis tidak ada.
Riwayat sakit jantung tidak ada dan riwayat merokok ± 30 tahun.
Hal ini menyingkirkan adanya penyakit jantung yang merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya stroke. Hal ini juga dapat menyingkirkan kemungkinan
stroke yang terjadi pada kasus disebabkan oleh emboli serebri, karena pada

74
emboli serebri terjadi akibat adanya emboli dari jantung atau arteri ekstrakranial
terbawa ke dalam aliran darah serebral dan kemudian terperangkap di dalam arteri
serebri media atau percabangannya. Emboli sering terjadi pada saat serangan
fibrilasi atrium. Penderita sering mengeluh sakit kepala bagian belakang yang
timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita diketahui
menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Riwayat
penyakit tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke pada
penderita. Hipertensi memicu proses aterosklerosis yang dikarenakan tekanan
darah tinggi. Akibatnya mendorong Low Density Lipoprotein (LDL) kolestrol
untuk lebih mudah masuk ke dalam intima lumen pembuluh darah dan
menurunkan elastisitas pembuluh darah. Penderita tidak pernah mengalami
koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita
tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri dan
sembuh sendiri. Hal ini menyingkirkan sifilis sebagai faktor memperberat stroke
karena manifestasi klinis sifilis tahap kedua merupakan tahap spiroketemia yang
dapat menimbulkan lesi vaskuler dan infeksi selaput otak. Lesi vaskuler yang
menimbulkan infark regional di otak disebabkan oleh oklusi lumen arteri akibat
reaksi proliferative terhadap Treponema pallidum yang berada di saluran darah.
Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang, hal ini
menyingkirkan kemungkinan kelumpuhan yang terjadi akibat dari lesi di medula
spinalis.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya. Prognosis pada kasus ini
lebih baik jika dibandingkan stroke yang berulang yang merupakan penyebab
penting kesakitan dan kematian yang tinggi sebanyak 1,2% sampai 9%. Stroke
berulang sering mengakibatkan status fungsional yang lebih buruk daripada stroke
pertama.

Berdasarkan hasil anamnesis, etiologi pada kasus ini mengarahkan kepada


stroke non hemoragik.
Berdasarkan hasil anamnesis, etiologi pada kasus ini mengarahkan kepada
stroke non hemoragik. Didapatkan Siriraj Skor dan skor gajah mada pada pasien:
 Siriraj Skor

75
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) – 12 = -6
interpretasi : Infark Serebri

Pada pemeriksaan neurologi kekuatan otot lengan dan tungkai kiri terdapat
hipertonus dan hiperefleks. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada upper motor
neuron. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada stroke penurunan aliran darah
serebral mengakibatkan defisit neurologi sehingga mengakibatkan kerusakan
neuron motorik yaitu pada kasus ini upper motor neuron.
Pada pemeriksaan didapatkan untuk mendiagnosa banding klinis:
LMN (Perifer) UMN (Sentral) Pada penderita
Flaksid Spastik ditemukan gejala
Hipotonus Hipertonus Hipertonus
Hiporeflex Hipereflex Hipereflex
Refleks patogis (-) Refleks patologis (+) Refleks patologis (+)
Atrofi otot (+) Atrofi otot (-) Atrofi otot (-)
Jadi,tipe kelemahan yang dialami penderita yaitu tipe spastik

Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan gejala yang ditemukan pada


pasien yaitu:
A. Diagnosis Banding Topik
1) Lesi di subkortes Pada penderita ditemukan gejala :
hemisferium serebri,
gejalanya :
- Hemiparese (defisit motorik) - Hemiparese sama berat
sama berat
- Ada afasia motorik - Tidak ada afasia motorik
subkortikal subkortikal
Jadi, kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium serebri dapat
disingkirkan

2) Lesi di korteks hemisferium Pada penderita ditemukan gejala :


serebri, gejalanya :
- Defisit motorik tidak sama - Hemiparese sama berat
berat
- Gejala iritatif (kejang pada - Tidak ada kejang pada sisi
sisi yang lemah) yang lemah
- Gejala fokal (kelumpuhan - Kelumpuhan dirasakan sama
tidak sama berat) berat

76
- Gejala defisit sensorik pada - Tidak terdapat defisit sensorik
sisi yang lemah pada sisi yang lemah
- Ada afasia motorik kortikal - Tidak ada afasia motorik
Jadi, kemungkinan lesi di korteks hemisferium serebri dapat
disingkirkan
3) Lesi di kapsula interna Pada penderita ditemukan gejala :
hemisferium serebri, gejalanya :
- Ada hemiparese/hemiplegia - Hemiparese sama berat
sama berat
- Parese N.VII - Parese N.VII tidak ada
- Parese N.XII - Parase N.VII tidak ada
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium serebri tidak
dapat di tegakkan
Kesimpulan :
Diagnosis topik yaitu lesi di korteks serebri hemisferium serebri dapat
ditegakkan

Berikut merupakan gejala-gejala pada diagnosis banding etiologi stroke


pasien yaitu:
B. Diagnosis Banding Etiologi
1) Hemorrhagia cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan
>30menit kesadaran
- Terjadi saat beraktifitas - Terjadi saat istirahat
- Didahului sakit kepala, - Tidak ada sakit kepala, mual,
mual, muntah muntah
- Riwayat hipertensi - Ada hipertensi
Jadi kemungkinan etiologi hemorrhagia cerebri dapat disingkirkan.

2) Emboli cerebri Pada penderita ditemukan gejala :


- Kehilangan kesadaran <30 - Tidak ada kehilangan
menit kesadaran
- Ada atrial fibrilasi - Tidak ada atrial fibrilasi
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat istirahat

Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan karena 3


dari 3 kriteria tidak terpenuhi.
3) Thrombosis cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Tidak ada kehilangan - Tidak ada kehilangan
kesadaran kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat istirahat
Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat ditegakkan karena 2
dari 2 kriteria terpenuhi.

77
Kesimpulan : Diagnosis etiologi yaitu trombosis cerebri

Pada Tn. J didapatkan tatalaksana awal berupa IVFD RL gtt XX x/menit,


Inj. Citicolin 3x500mg, Amlodipine 1 x 10 mg/oral, Candesartan 1x16 mg/oral,
Neurodex 1 x 1 tab/oral, omeprazole 1x1 tab.
Ringer Laktat bekerja sebagai sumber air dan elektrolit tubuh untuk
meningkatkan diuresis. Pada pasien ini mengalami hipertensi sejak 5 tahun,
tekanan darah pasien 150/90 mmHg sehingga diberikan obat antihipertensi berupa
kombinasi amlodipine dan candesartan. Amlodipine merupakan dihidropyridine
calcium channel antagonist yang menghambat masuknya kalsium ekstraseluler
menuju otot polos pembuluh darah melalui blokade dari kalsium yang
menyebabkan relaksi dari otot pembuluh darah yang menyebabkan penurunan
tekanan darah. Candesartan merupakan golongan Angiostensin II Receptor
Blocker (ARB) secara selektif mengikat reseptor angiostensin II di dalam
pembuluh darah untuk mencegah vasokonstriksi dan di dalam korteks adrenal
untuk mencegah pelepasan aldosteron yang disebabkan oleh reaksi reseptor-
reseptor ini dengan angiostensin II. Aksi ini menyebabkan penurunan tekanan
darah yang diakibatkan oleh penurunan tahanan perifer total dan volume darah.
Pada pasien terdapat penurunan kadar kalium yaitu 2,77 mmol/dl maka
diberika KSR untuk mengatasi kekurangan/penurunan kadar kalium darah. KSR
(Kalium Klorida) diabsorpsi dengan baik pada saluran cerna bagian atas.
Distribusi dengan masuk ke dalam sel melalui transport aktif dari cairan
ekstraseluler. Diekskresi terutama melalui urine, kulit, dan feses (dalam jumlah
sedikit), sebagian besar kalium di usus akan direabsorpsi.
Pada pasien diberikan neurodex karena didalamnya terkandung vitamin B12
yang sangat penting untuk metabolisme intrasel, dibutuhkan untuk sintesis DNA
yang normal, sehingga defisiensi vitamin ini menimbulkan gangguan produksi
dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran anemia. Defisiensi vitamin B12
juga menyebakan kelainan neurologik.
Pada pasien diberikan juga omeprazole yang merupakan obat golongan
proton pump inhibitors (ppi), obat paling banyak digunakan pada pasien gastritis

78
maupun dispepsia selain itu injeksi omeprazole diberikan sesuai dengan teori yang
mengatakan stroke akut dianjurkan diberikan profilaksis antagonis H2 reseptor
untuk mengurangi komplikasi sistemik akibat stroke termasuk perdarahan
gastrointestinal.
Prognosis pada pasien ini lebih baik karena diderita untuk pertama kalinya
jika dibandingkan dengan stroke berulang. Stroke berulang sering mengakibatkan
status fungsional yang lebih buruk daripada stroke pertama.
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien adalah untuk selalu
mengkonsumsi obat karena obat stroke dan hipertensi harus dikonsumsi seumur
hidup untuk mencegah terjadinya stroke berulang, sering dimiringkan posisi
pasien agar tidak terjadi ulkus decubitus berulang untuk selanjutnya, melatih
gerakan penderita di rumah agar tidak terjadi atrofi otot, menjaga pola makan
pasien untuk mengkonsumsi makanan rendah kolesterol seperti ayam/bebek tanpa
kulit, ikan segar, susu non fat, sayuran, tempe, tahu, oncom dan kacangkacangan
serta menghindari daging berlemak, otak, limpa, ginjal, hati, ham, sosis, babat,
usus, cumi, sarden kaleng agar tidak memicu terjadinya aterosklerosis yang
menyebabkan terjadinya stroke. Mengkonsumsi makanan tinggi kalium seperti
pisang. Diet rendah purin seperti yang dianjurkan oleh Kemenkes RI 2011 yaitu
sayuran (wortel, terong, tomat, kacang panjang, labu siam, pare), mengkonsumsi
buah-buahan, mengkonsumsi karbohidrat (nasi, bubur, bihun, roti, gandum,
makaroni, pasta, jagung, kentang, ubi, talas, singkong, havermout).

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing, SM. Bencana Peredaran Darah Di Otak. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI. 2003.
2. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed.
New York: McGraw Hill. 2001.

79
3. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. 2007.
4. Sidharta, P. dan Mardjono, M. Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat:
Surabaya. 2004.
5. Victor, M, Ropper, A.. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed.
New York: McGraw Hill. 2001
6. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri. PERDOSSI: Guideline
Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta. 2000.
7. Setyopranoto, I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran. 2011.
8. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Stroke. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2009.
9. Kowalak JP. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2017.
10. Pudiastuti DR. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Muha Medika; 2011.
11. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Stroke. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2009.
12. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek
Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
13. Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar
Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana
Ilmu Populer. 2006.
14. Jonathan L. Brisman, Joon K. Song, David W, Newel. 2006. Cerebral
Aneurysm. N.engl
15. Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management.
Neurology and Neurosurgery illustrated. London: Churchill Livingstone.
2004

80
16. Cumming, T.B., Marshall, R.S., and Lazar, R.M. Stroke, Cognitive Deficits,
and Rehabilitation: still an Incomplete Picture. International Journal of
Stroke. 2013, 38-45.
17. Rincon F, Mayer SA. Clinical Review: Critical Care Management Of
Spontaneous Intercerebral hemorrage. Critical Care.
18. Rumantir, C. U. Gangguan Peredaran Darah Otak. SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/ FK UNRI Pekanbaru, http://eprints.undip.ac.id/29354/3/Bab_2.pdf;
2007.
19. Corwin, E. J. Stroke dalam buku saku patofisiologi. Endah P (editor). Jakarta:
EGC; 2000.
20. Axanditya, B. Hubungan FaktorRisiko Stroke Non Hemoragik dengan Fungsi
Motorik. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Jurnal Media Medika
Muda. 2014.
21. Persatuan Dokter Saraf Indonesia. Guideline Stroke. Jakarta: PERDOSSI.
2011. Hal. 32-41.
22. Yueniwati Y. Deteksi Dini Stroke Iskemia Dengan Pemeriksaan
Ultrasonografi Vaskular dan Variasi Genetika. Malang: UB Press. 2014.
23. Mardjono M, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian
Rakyat. 2009.
24. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular Edisi Pertama. Jakarta:
Pengurus Pusat PERKI; 2015.

81

Anda mungkin juga menyukai