Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Henoch Schonlein Purpura (HSP) atau disebut juga sebagai purpura

anafilaktoid adalah sindrom klinis yang disebakan olah vaskulitis pembuluh darah

kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal. Merupakan suatu proses imunologi

dan inflamasi yang sangat kompleks. Paling sering ditemukan pada anak-anak yang

ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis,

arthralgia, nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang

disertai nefritis atau hematuria. 1,2,5,6

2.2 Epidemiologi

Kelainan ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian besar terjadi pada

anak usia antara 2-11 tahun. 50 % kasus mengenai usia dibawah 5 tahun dan 75 %

dibawah usia 10 tahun. Insiden vaskulitis di kulit berkisar antara 15,4- 29,7 kasus/

1000 per tahun. Insiden HSP sendiri adalah 13-20 kasus/ 100.000 populasi, lebih

banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2:1). Di Amerika

Serikat 75 % kasus HSP timbul pada anak-anak usia 2-14 tahun. Di Asia, insidensi

HSP adalah 70 kasus per 100.000 populasi dengan puncak usia 7-10 tahun dan

rerata usia 6,4 tahun.1,2,3,4,5,6

Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN dr. Cipto Mangunkusomo

ditemukan 23 kasus HSP dalam kurun waktu 5 tahun (1998-2003), terdiri dari 5

2
3

anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Di RSUP Dr Sardjito sendiri selama tahun

2009 terdapat 20 kasus baru dari 254 kunjungan di poliklinik alergi dan imunologi.1

2.3 Etiologi

Etiologi sampai saat ini belum diketahui pasti, tetapi dilaporkan HSP sering

terjadi setelah infeksi saluran napas atas. Lebih dari sepertiga kasus HSP

menunjukkan kultur tenggorokan positif terhadap Streptococcus b haemolyticus

grup A, disertai peningkatan titer anti streptolisin O. Beberapa kasus HSP juga

terjadi setelah pasien terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma

pneumonia, Helicobacter pylori, Campylobacter jejuni, Shigella sp, Epstein Barr

virus, Yersinis, virus hepatitis A, B, C, varicella, measles, rubella, adenovirus,

CMV, dan Parvovirus B19. HSP dapat juga timbul setelah vaksinasi tifoid, campak,

dan kolera. Pencetus lain adalah gigitas seranggan, toksin kimiawi, dan obat-obatan

seperti penisilin, eritromisin, dan antikonvulsan. IgA diduga berperan penting,

ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit

IgA pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal.1,6,7,8

2.4 Patofisiologi

Penyakit ini merupakan vaskulitis pembuluh darah kecil yang diperantarai

oleh IgA sebagai respons terhadap antigen asing atau endogen sehingga terbentuk

deposit kompleks IgA pada pembuluh darah kecil yaitu venula, kapiler, dan arteriol.

IgA makromolekuler dan IgA kompleks imun ini akan mengendap sehingga

mengaktivasi system komplemen melalui jalur alternative. Deposit kompleks imun


4

dan aktivasi komplemen mengakibatkan terjadinya inflamasi pada pembuluh darah

kecil di kulit, ginjal, sendi dan adomen sehingga terjadi purpura di kulit, nefritis,

dan artritis. Pada pasien HSP terdapat kelainan yang melibatkan IgA, IgA kompleks

imun, IgA factor rematoid, IgA komples fibronektin, IgA antikardiopilin antibody,

IgA antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) dan IgA antiendothelial cell

antibodies (AECA).1,6

Terdapat empat hipotesa mekanisme atogenik yang dapat terjadi melalui

infeksi. Hipotesa pertama adalah molecular mimicry, sebagai contoh: mikroba dan

pembuluh darah kecil pejamu memiliki epitope yang sama. Bersamaan dengan

invasi pathogen tersebut, respons imunitas seluler dan humoral akan teraktivasi dan

terjadi reaksi silang dengan pembuluh darah. Hipotesis kedua adalah patogen dapat

memulai proses inflamasi yang dapat menimbulkan kerusakan sel dan jaringan.

Proses ini akan menimbulkan suatu autoantigen yang biasanya tidak terpapar oleh

suatu system imun. Hipotesis ketiga adalah bila mikroba yang sangat invasive

secara langsung berinteraksi dengan protein pembuluh darah, maka akan tebentuk

suatu antigen yang baru (neo-antigen) yang kemudian akan mengaktivasi suatu

rekasi imun, dan yang keempat yaitu hipotesis superantigen, dimana pada beberapa

bakteri seperti Streptococcus dan virus dapat menjadi suatu superantigen. Tanpa

adanya suatu proses dan presentasi suatu sel penyaji antigen, suatu superantigen

akan langsung berkativiasi dan mengakifkan sel-T. dari sini dapat disimpulkan

bahwa tidak ada mikroba khusus yang menyebabkan terjadinya HSP.5,9,10


5

Gambar 2.1 Patofisiologi HSP

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis HSP bervariasi dari erupsi kulit berupa petekie minimal

sampai melibatkan gangguan sistemik berat. Kelianan kulit dimulai dengan

terbentuknya ruam makula eritematosa yang berkembang menjadi purpura dalam

waktu singkat. Lesi kulit ini penting dalam mendiagnosis HSP karena terdapat pada

100% kasus HSP. Purpura terutama terdapat pada kulit bokong dan ekstrimitas

bawah tetapi dapat juga ditemukan pada lengan, muka, dan seluruh tubuh. Purpura

HSP ini menonjol di atas permukaan kulit sehingga dapat diraba dan kadang

disertasi rasa gatal yang minimal.8,11,12


6

Gejala sendi terjadi pada 60-84 % pasien HSP berupa atralgia atau artritis

yang mengenai satu atau beberapa sendi. Tempat predileksi yang paling sering

adalah pergelangan kaki dan lutut namun kadang- kadang sendi ekstrimitas atas

dapat pula terkena.3,6

Gejala gastrointestinal ditemukan pada 35-85 % kasus HSP dan seringkali

merupakan gejala awal dari penyakit ini. Gejala yang melibatkan gastrointestinal

bervariasi dari mual, muntah, nyeri perut hingga perdarahan. Intusepsi ileileal,

perforasi usus serta pankreatitis merupakan komplikasi berat yang dapat

memperlihatkan adanya edem, erosi hingga perdarahan labung dan duodenum.8,11

Manifestasi kelainan ginjal dapat terjadi pada 20-50 % pasien dengan HSP.

Gejala yang tersering adalah hematuria mikroskopik dengan atau tanpa proteinuria

sampai glomerulonephritis progresif yang dapat menimbulkan gagal ginjal.

Beberapa peneliti menumukan bahwa kelianan ginjal lebih sering terjadi pada

pasien yang mempunyai kelainan gastrointestinal. Kurang lebih 5 % pasien dengan

nefritis dapat berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir.1,7

Keterlibatan system saraf pusat terjadi pada 2-8 % pasien, mulai dari nyeri

kepala, kejang, perdarahan intracranial, hemiparesis, dan gejala neurologis fokal.

Perdarahan paru dan pleural jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang fatal.

Manifestasi yang jarang lainnya dari HSP adalah miokarditis, hepatomegaly,

pankreatitis dan kolesistitis.1,7

2.6 Diagnosis Henoch Schonlein Purpura

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

penunjang.
7

a. Anamnesis

Pasien mengeluhkan munculnya bintik-bintik kemerahan tanpa rasa

gatal atau kadang disertai rasa gatal dalam beberapa hari hingga berminggu-

minggu. Predileksi bintik-bintik kemerahan biasanya di bagian bawah tungkai,

pergelangan kaki dan lutut. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada

sendi- sendi tubuh, nyeri perut dan terkandang buang air besar hitam urin

berwarna merah pekat.1,13

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan macular rash simetris terutama di

kulit yang sering terkena tekanan yaitu bagian belakang kaki, bokong, dan

lengan sisi ulna. Dalam 24 jam macula berubah menjadi lesi purpura, mula-

mula berwarna merah, lambat laun menjadi ungu, kemudian coklat kekuningan

lalu menghilang, dapat timbul kembali kelainan kulit baru. Kelainan kulit dapat

pula ditemukan di wajah dan tubuh dapat berupa lesi petekie dan ekimoik,

dapat disertai rasa gatal. Nyeri perut dapat berupa kolik abdomen di

periumbilikal. Nyeri pada sendi saat melakukan eksteksi dan fleksi. Kelainan

skrotum menyerupai testicular torsion, edema skrotum dapat terjadi pada awal

penyakit (2-35%). Kelainan susunan saraf pusat dan paru-paru jarang

terjadi.1,6,13
8

Gambar 2.2. Palpable Purpura pada pasien HSP

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis

banding dan mendeteksi keterlibatan sistemik. Tidak ada pemeriksaan

laboratorium spesifik yang dapat menegakkan diagnosis HSP. Pemeriksaan

laboratorium rutin yang harus dilakukan adalah darah perifer lengkap, laju

endap darah, pemeriksaan fungsi ginjal, urinalisis, dan uji benzidin. Jumlah

leukosit dan trombosit meningkat, laju endap darah dapat meningkat.

Hemoglobin umumnya normal tergantung ada tidaknya perdarahan. Bila ureum

dan kreatinin meningkat dapat dicurigai adanya glomerulonephritis. Analisis


9

urin dapat menunjukkan hematuria dengan atau tanpa proteinuria. Demikian

pula pada feses dapat ditemukan darah.8,11

Biopsi merupakan standar baku dalam penegakan diagnosis suatu

vaskulitis. Pemilihan antara biopsy shave, biopsy punch maupun biopsi

eksisional akan mempengaruhi pembuluh darah tersebut tergantung dari lokasi

antara kulit dan subkutan. Secara keseluruhan biopsi diambil dari lesi kulit yang

paling merah/ purpurik, dengan waktu optimal pengambilan specimen

sebaiknya kurang dari 48 jam setelah muncul gejal atau muncul lesi vaskulitis.

Biopsi punch merupakan cara biopsy yang paling sesuai untuk kondisi dimna

dicurigai terdapat keterlibatan pembuluh darah kecil seperti HSP. Biopsi kulit

pada HSP menunjukkan vaskulitis leukositoklastik yaitu berupa inflamasi

segmental pembuluh darah, sel endotel membengkak, nekrosis fibrinoid

dinding pembuluh darah dan infiltrate di sekitar pembuluh darah.8,11

Gambar 2.3 Klasifikasi histologi vaskulitis kulit


10

Gambar 2.4. Vaskulitis neutrofilik pembuluh darah kecil pada HSP


pada pembesaran 40 kali dan 100 kali

Gambar 2.5. Deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal

Pemeriksaan imunoflourens menunjukkan deposit IgA dan C3 di antara

pembuluh darah papilla dermis.


11

Gambar 2.6. Gambaran imunoflouresensi pembuluh darah

Penegakan diagnosis HSP ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis HSP

oleh American College of Rheumatology, yaitu:13

1. Usia pasien saat awitan penyakit < 20 tahun

2. Purpura yang dapat dipalpasi

3. Nyeri abdomen difus atau perdarahan saluran cerna (bowel angina)

4. Biopsi kulit didapatkan granulosit pada dinding arteriol atau venula.

Diagnosis ditegakkan bila didapatkan setidaknya 2 dari 4 kriteria di atas

dengan sensitivitas 87,1 % dan spesifisitas 87,7 %.

Berdasarkan kriteria baru dari Paediatric Rheumatology International Trial

Organisation (PRINTO) tahun 2009 dengan sensitifitas dan spesifisitas kriteria ini

100 % dan 87 %, diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya purpuran yang dapat

dipalpasi dengan predominasi pada ekstrimitas bawah disertai satu kriteria dari

empat, yaitu:13

1. Nyeri abdomen
12

2. Histopatologi menunjukkan gambaran vaskulitis tipikal leukositoklastik

dengan predominan deposisi IgA atau glomerulonephritis proliferative

dengan deposisi IgA

3. Artritis atau atralgia

4. Keterlibatan ginjal (proteinuria atau hematuria atau adanya sedimen

eritrosit).

2.7 Diagnosis Banding Henoch Scholein Purpura6

Diagnosis Banding
Purpuran Trombositopenik Immune Thrombocytopenic Purpura
(ITP)
Thrombotic thrombocytopenic purpura
Tipe vaskulitis lain Hypersensitivity vasculitis
Urticarial vasculitis
Mixed cryoglobulinemia
Cutaneous polyarteritis
ANCA-assosiate small vessel
vasculitis
Rheumatic disease Systemic lupus erythematosus
Rheumatioid arthritis
Sjogren syndrome
Mixed connective tissue disorder
Juvenile dermatomyositis
Antiphospolipid antibody syndrome
Lain-lain Septicemia
Disseminated intravascular
coagulation
13

Papular-purpuric gloves-and-socks
syndrome
Mediterranean fever

Kriteria Michel dkk digunakan untuk membedakan HSP dan hipersentivitas

vaskulitis, yaitu:

1. Purpura yang teraba

2. Bowel angina

3. Perdarahan gastrointestinal

4. Hematuria

5. Umur < 20 tahun saat awitan penyakit

6. Tidak minum obat-obatan

Jika memenuhi 3 kriteria di atas diklasifikasikan sebagai HSP. Sedangkan

jika memenuhi 2 kriteria, diklasifikasikan sebagai hipersensitivitas vaskulitis.1

2.8 Tatalaksana

Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik untuk HSP karena merupakan

penyakit yang dapat sembuh sendiri. Perjalanan penyakit berlangsung 2-6 minggu.

Pengobatan hanya bersifat suportif. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan

golongan NSAIDS seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB. Pemberian

kortikosteroid diberikan pada HSP dengan nyeri perut atau jika ditemukan adanya

purpura yang persisten. Beberapa peneliti menggunakan kortikosteroid misalnya

prednisone untuk mencegah terjadinya nefritis. Dosis prednisone adalah 1-2

mg/kgBB/ hari. Kortikosteroid juga diberikan pada pasien dengan keterlibatan


14

ginjal yang berat. Pengobatan dengan cyclophosphamide, cyclosporine dan

azathioprine masih kontroversial. Jika terjadi edema dilakukan elevasi tungkai.

Beri diet lunak selama terdapat keluhan perut seperti muntah dan nyeri perut. 1,5,7

2.9 Prognosis

Rekurensi dapat terjadi pada 40% pasien. Angka kematian berkisar kurang

dari 1%. Pemantuan pada pasien HSP dilakukan dengan pemeriksaan urinalisis

lengkap dan tekanan darah selama 6 bulan hingga 1 tahun apabila manifestasi

kelainan ginjal tidak ditemukan. Bila ditemukan hematuria dan proteinuria

diperlukan pemantuan yang lebih lama. Prognosis penyakit baik, bila tidak disertai

gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna yang berat.1

Anda mungkin juga menyukai