Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Hemofilia adalah suatu penyakit gangguan perdarahan yang bersifat herediter,

diturunkan secara X-linked recessive pada hemofillia A dan B ataupun secara

autosomal resefif pada hemofilia C. Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi

atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada hemofillia

A, kelainan faktor IX pada hemofillia B dan faktor XI pada hemofillia C.1,2,3

Frekuensi kejadian hemofillia di dunia diketahui sekitar 1:10.000 kelahiran.

Hemofilia A merupakan bentuk terbanyak dijumpai, sekitar 80 %-85 %. Insidensi

Hemofilia A diperkirakan 1 dari setiap 5.000-10.000 kelahiran laki-laki, hemofillia B

diperkirakan 1 dari setiap 30.000 kelahiran laki-laki, dan hemofillia C diperkirakan 1

dari setiap 100.000 kelahiran laki-laki. Angka kejadian di Indonesia secara tepat

belum diketahui secara tepat, namun diperkirakan dengan populasi 200 juta terdapat

sekitar 10.000 penderita hemofillia.2,3,4,5,6

Manifestasi perdarahan yang timbul bervariasi, dapat berupa perdarahan

spontan yang berat, kelainan pada sendi, nyeri menahun, perdarahan pasca trauma

atau tindakan medis ekstrasi gigi atau operasi. Pendarahan internal merupakan

masalah yang serius pada penderita hemofillia.1,3

Anak yang menderita hemofillia membutuhkan darah atau produk darah,

konsentrat faktor pembekuan darah selama hidupnya. Saat ini pengobatan hemofilia

di titikberatkan pada profilaksis dan terapi gen dan eradikasi inhibitor Faktor VIII. 5

Beberapa studi menunjukkan bahwa terapi profilaksis memberikan keuntungan dalam

mencegah perdarahan dan kerusakan sendi. Pada tahun 1930 telah dilakukan transfusi

whole blood dan plasma untuk terapi hemofillia. Pemberian cryoprecipitate sebagai

1
terapi hemofillia dimulai pada tahun 1964. Sampai dewasa ini pemberian faktor VIII

(antihemophilic faktor/AHF) untuk mencegah dan mengatasi perdarahan masih

merupakan pengobatan utama pada hemofillia. Tanpa pengobatan sebagian besar

penderita hemofillia meninggal pada masa kanak- kanak.1,4,6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Hemofilia
1.1 Definisi

Hemofilia adalah suatu penyakit gangguan perdarahan yang bersifat herediter,

diturunkan secara X-linked recessive pada hemofillia A dan B ataupun secara

autosomal resefif pada hemofilia C. Hemofilia terjadi oleh karena adanya

defisiensi atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII

pada hemofillia A ( Hemofilia Klasik), kelainan faktor IX pada hemofillia B (

Christmast Disease ) dan faktor XI pada hemofillia C ( Von Willebrand

Disease).1,2,3

1.2 Epidemiologi

Secara epidemiologi dikatakan bahwa angka kejadian hemofillia sekitar

1:10.000 per kelahiran hidup. Hasil survei World Federation of Hemofillia (WFH)

2003 saat ini diperkirakan ada sekitar 320.000 orang penderita hemofillia di

seluruh dunia tersebar di 86 negara. Di Negara berkembang seperti India,

Bangladesh, Pakistan, dan Indonesia masih mempunyai prevalensi yang sangat

kecil berkisar 0,7/1 juta pupulasi, dan 3,3/1 juta populasi di India. Sedangkan di

Negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Australia berkisar 76/1

juta populasi di Australia dan 104/1 uta di Inggris. Hemofilia A jauh lebih banyak

dibandingkan dengan penderita hemofillia B, angka kejadian hemofillia B

biasanya kurang dari seperlima hemofillia A.6,7

Hemofilia dapat terjadi pada semua suku bangsa namun jarang ditemui pada

ras negroid dan mongoloid. Hemofilia A diperkirakan 1 dari setiap 5.000-10.000

3
kelahiran laki-laki, hemofillia B diperkirakan 1 dari setiap 30.000 kelahiran laki-

laki, dan hemofillia C diperkirakan 1 dari setiap 100.000 kelahiran laki-laki.

Angka kejadian di Indonesia secara tepat belum diketahui secara tepat, namun

diperkirakan dengan populasi 200 juta terdapat sekitar 10.000 penderita

hemofillia. Provinsi DKI Jakarta merupakan jumlah penderita terbanyak yang

terdata yaitu dengan jumlah penderita 257 orang dengan jumlah penduduknya 8,7

juta jiwa. 2,3,4,5,6

1.3 Etiologi2
a. Herediter. Gen untuk faktor VIII dan IX keduanya terletak di

kromosom X. (Perempuan (XX) laki-laki (XY). Hemofillia adalah

penyakit genetic x-linked resesif sehingga sering mengenai laki-laki,

dan perempuan adalah karier (pembawa).3

Gambar 2.1 Pola herediter hemofillia A dan B (sona)


b. Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya

faktor pembekuan VIII.


c. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX.

1.4 Patofisiologi1

Pasien dengan hemofillia mengalami defisiensi faktor VIII dan faktor IX.

Kedua faktor tersebut berperan penting dalam pembentukan faktor X.

4
Faktor VIII adalah protein koagulasi rantai tunggal yang mengatur

pengaktifan faktor X melalui protease yang dihasilkan oleh jalur pembekuan

intrinsik. Protein ini disintesa di sel parenkim hati dan beredar dalam bentuk

komplek dengan protein faktor von Willebrand. Hemostasis normal

memerlukan aktivitas faktor VIII minimal 25 persen, gejala hemofilia akan

timbul bila kadar faktor VIII fungsional dalam sirkulasi kurang dari 5 persen

dan kadar faktor VIII memiliki korelasi erat dengan keparahan klinis

penderita.

Untuk dapat menjadi kofaktor yang efektif untuk pembentukan faktor IXa

maka faktor VIII harus diaktivasi terlebih dahulu oleh trombin sehingga

membentuk heterotrimer yang terbentuk dari domain A1, A2 dan A3, -C1,

-C2. Faktor VIIIa dan faktor IXa yang menempel pada permukaan platelet

akan teraktifasi untuk membentuk komplek fungsional yang akan

mengaktifkan faktor X. Dengan adanya faktor VIII aktif maka kecepatan

aktifasi dari faktor X oleh faktor IX aktif akan meningkat secara cepat. Atas

dasar itu kita dapat melihat gambaran klinis yang hampir sama pada hemofili

A dan B, dimana faktor VIII dan faktor IX sama-sama dibutuhkan untuk

membentuk Xase complex.

Aktivasi jalur intrinsik melalui kontak antara f XII, dan f XI dengan

permukaan benda asing diluar lumen yang melapisi pembuluh darah normal

dan ini akan menghasilkan f XI aktif. Faktor XI aktif ini akan mengaktifkan f

X dengan bantuan f VIII dan phospholipid. Sedangkan aktivasi jalur

ekstrinsik dipicu oleh faktor jaringan yang kontak dengan darah akibat rusaknya

jaringan atau endotil. Faktor VII akan berikatan dengan faktor jaringan dan

5
akan menjadi faktor VII aktif (VIIa). Komplek ini akan mengaktifkan faktor IX

dan X yang diikuti pembentukan trombin dari protrombin.

Trombin yang terbentuk akan merubah fibrinogen menjadi fibrin melalui

tiga langkah, awal berupa pembentukan molekul fibrinopetida A dan B

selanjutnya berupa polimerisasi dari fibrin monomer yang terjadi secara

spontan sehingga terbentuklah fibrin polimer (benang fibrin). Langkah terakhir

adalah pembentukan fibrin yang kuat, dan ini dilakukan dengan bantuan

faktor XIII. Pada kondisi normal sistem fibrinolitik berada dalam keadaan

quiescent (Diam) di dalam sirkulasi, bagaimana sistem ini dikontrol agar

tidak menyebabkan perdarahan abnormal sekaligus dapat berfungsi

membersihkan fibrin yang tidak dibutuhkan, diperkirakan sistem ini

ditentukan oleh keseimbangan antara tissue plasminogen aktivator (t-PA) dan

plasminogen aktivator inhibitor type 1 (PAI-1). Reaksi fibrinolisis ini

melibatkan penghambatan terhadap terjadinya fibrinolisis oleh PAI-1 dan a2-

antiplasmin.

6
Gambar 2.1 Kaskade Koagulasi dan fribrinolisis.3

Gambar 2.2 Skema perbedaan perdarahan pada penderita hemofillia dan yang
normal.3

Adanya variasi manifestasi perdarahan yang timbul pada penderita

hemofilia A, dipengaruhi oleh proses mutasi yang terjadi pada faktor VIII.

Variasi fenotip dapat ditemukan pada penderita dengan genotip yang sama

pada gangguan hematologi yang berbeda. Gen yang bertanggung jawab

terhadap pembentukan faktor VIII terletak pada gen 28q, terletak pada lengan

distal kromosom X, dengan panjang sekitar 186 kilobase dan menyususn

0,1% DNA pada kromosom X, dengan 26 exon dan 25 intron. Terjadinya

beberapa tipe mutasi yang berbeda pada faktor VIII mempengaruhi berat

ringannya manifestasi perdarahan yang timbul. Pada mutasi titik bisa terjadi

perdarahan ringan hingga berat, tergantung pada efek mutasi yang timbul

terhadap fungsi gen. Namun pada mutasi dengan delesi gen hampir selalu

terjadi perdarahan yang berat.

1.5 Manifestasi Klinis

7
Manifestasi Klinis yang timbul pada hemofillia A dan hemofillia B dapat

mengenai seluruh system tubuh, yaitu terutama musculoskeletal, system saraf

pusat, gastrointestinal, dan traktus urinarius. Perdarahan dapat terjadi secara

spontan ataupun post trauma, timbul pada usia muda ataupun dewasa.1,3,8

Ciri khas hemofillia adalah hemartrosis, dengan keluhan nyeri sendi berulang

disertai hematom mendominasi perjalanan klinis dan disertai dengan deformitas

juga pincang. Perdarahan hebat juga bisa terjadi setelah tindakan medis, seperti

pencabutan gigi, operasi ataupun ruda paksa. Hematuria lebih sering terjadi

daripada perdarahan gastrointestinal seperti hematemesis, melena, perdarahan per

rectum.1,3,8

Hematom intramuscular timbul karena trauma kecil. Trauma luka robek yang

relative kecil, seperti pada lidah atau bibir, yang berdarah terus-menerus selama

berjam-jam atau berhari-hari, merupakan kejadian yang sering menuntun ke

diagnosis.8

Walaupun insidennya sangat kecil, perdarahan intraserebral spontan terjadi

dapat merupakan sebab kematian penting pada pasien dengan manifestasi klinis

yang berat.1,8

Pada hemofillia C, manifestasi perdarahan jarang muncul secara spontan,

biasanya perdarahan timbul apabila ada trauma atau pembedahan seperti

pencabutan gigi, tonsilektomi, pembedahan pada traktur urinarius dan genital.

Daerah sendi, otot, dan jaringan jarang terjadi perdarahan pada hemofillia C.3

Manifestasi klinis pada pasien hemofillia dapat menentukan derajat keparahan

penyakit, seperti dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi manifestasi klinis hemofillia A dan B.1,3

8
1.6 Diagnosis

Diagnosis Hemofilia ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Pada anamnesis mungkin diperoleh keterangan tentang adanya perdarahan

sejak lahir atau sejak kecil seperti perdarahan intra cranial, sefalhematom,

perdarahaan saat sirkumsisi. Karena kelainan perdarahan didapat sejak dari lahir

sehingga perdarahan sendi sebagai akibat jatuh saat mulai berjalan merupakan

gejala yang sering dijumpai. Dan juga didapatkan pernah/ seringnya transfuse

darah dalam mengatasi perdarahan. Riwayat keluarga sangat penting untuk

kelainan yang diwariskan secara x-linked ini.5

b. Pemeriksaan Fisik

Perdarahan pada sendi siku, lutut dan pergelangan kaki menyebabkan rasa

nyeri, pembengkakan, dan pembatasan gerak sendi. Selain itu akibat perdarahan

berulang pada seni-sendi tersebut menyebabkan perubahan degenerative seperti

9
osteoporosis, atrofi otot, dan akhirnya sendi tidak dapat digunakan. Pseudokista

hemofilik bisa terjadi pada tulang sebagai akibat dari perdarahan berulang pada

subperiosteal dengan destruksi tulang dan terbentuk tulang baru.5,8

Letak perdarahan dapat menentukan keparahan dari perdarahan tersebut dan

membantu untuk melakukan penatalaksaan yang tepat.

Tabel 2.2 Letak-letak perdarahan pada pasien dengan Hemofilia2

Serius Sendi- sendi (hemartrosis)


Otot, khusunya bagian iliopsoas, betis,
lengan bawah
Mukosa membrane di dalam muut, gusi,
hidung, dan traktur urinaria dan genital
Mengancam kehidupan Intrakranial
Leher/ tenggorokan
Gastrointestinal

Risiko perdarahan intracranial meningkat seiring dengan beratnya derajat

hemofillia pada pasien yang tidak mendapat terapi profilaksis. Data CDC Amerika

Serikat menyatakan beberapa faktor risiko perdarahan intracranial pada hemofillia

adalah usia kurang dari lima tahun atau di atas 51 tahun, adanya inhibitor, serta

inveksi HIV.9

c. Pemeriksaan Penunjang

Hampir semua penyakit yang berhubungan dengan kelainan daraha memiliki

banyak atau sedikit persamaan dimana itu sangat penting agar melakukan

procedure pemeriksaan yang tepat untuk mengetahui terapi yang juga tepat.3

1. Pemeriksaan laboratorium dasar pada penderita hemofillia :


a. Bleeding time (BT)
b. Prothrombin time (PT)

10
c. Platelet count
d. Activated partial thromboplastin time (APTT)

Tabel 2. 3 Interpretasi pemeriksaan laboratorium3

Diagnosis PT APTT BT Platelet


Count
Normal Normal Normal Normal Normal
Hemofilia A atau B Normal Memanjang Normal Normal
Peny.Von Willebrand Normal Normal/ Normal/ Normal/
memanjang memanjang memendek
Defek Platelet Normal Normal Normal/ Normal/
memanjang memendek

Dari hasil pemeriksaan laboratorium di atas dapat digunakan sebagai

patokan dalam menentukan pemeriksaan penunjang selanjutnya.

2. Pooled Normal Plasma (PNP)

PNP akan membantu untuk menetukan apakah waktu pembekuan yang

memanjang tersebut disebabkan oleh defisiensi faktor atau terhambatnya

sirkulasi antikoagulan. Pemeriksaan faktor VIII dan faktor IX dapat

digunakan untuk mengidentifikasi jenis defisiensi faktor bila assays faktor

tidak tersedia.2,3

3. Assays Faktor

Assays faktor digunakan untuk menentukan diagnosis, monitor terapi,

dan juga sebagai tes untuk melihat kualitas kriopresipitat. Assays faktor

dilakukan dengan mengukur aktivitas faktor dengan menggunakan plasma

depleted faktor congenital atau dengan menggunakan faktor depleted

plasma artificial.2,3,10

Tabel 2.4 Derajat keparahan hemofillia A dan B berdasarkan temuan kadar


faktor dalam plasma3

11
Tabel 2.5 Derajat keparahan hemofillia C berdasarkan temuan kadar faktor
dalam plasma3

1.7 Tatalaksana

Penanganan penderita hemofillia segera dilakukan sejak diagnosis ditegakkan,

berupa terapi secara umum dan khusus. Secara umum tujuannya untuk

meningkatkan kualitas hidup penderita hemofili agar dapat menjalani kehidupan

seperti orang normal dengan batasan-batasan tertentu. Terapi umum ini dapat

dilakukan dengan konseling, edukasi dan memanfaatkan semua standar terapi

medic yang ideal pada penderita termasuk mempersiapkan pengetahuan yang

dimiliki penderita. Penderita dan keluarga harus diberikan pengetahuan praktis

tentang penyakit hemofillia, faktor pencetus perdarahan, komplikasi yang akan

timbul dan cara pencegahannya.1

Secara khusus, penanganan hemofillia ditujukan pada etiologinya yaitu terjadi

defisiensi protein koagulasi faktor VIII. Sampai saat ini pemberian faktor VIII

(antihemophilic faktor/AHF) untuk mencegah dan mengatasi perdarahan masih

merupakan pengobatan utama pada hemofillia. Produk AHF ada 2 macam yaitu

12
plasma derived faktor concentrates dan rekombinan. Plasma derived dapat berupa

fresh frozen plasma (FFP), cryoprecipitate atau konsentrat AHF.1,4

1.7.1 Plasma Derived Faktor Concentrates


a. Konsentrat Faktor VIII

Konsentrat faktor VIII adalah pilihan terapi bagi penderita hemofillia

A. Dalam 1 vial konsentrat faktor terdiri dari 250-3000 IU. Waktu

paruhnya dalam tubuh adalah 8-12 jam. Menurut definisi, 1 mL plasma

normal mengandung 1 unit faktor VIII. Karena volume plasma kira-kira 45

mL/kg, maka diperlukan infuse faktor VIII 45 unit/kg untuk menaikkan

kadarnya pada resipien yang hemofillia dari 0-100% (0-100 unit/dL). 2,3,4,8

Dosis dihitung dengan mengalikan berat badan pasien dalam kilogram

dengan faktor level yang dibutuhkan dalam IU/dl lalu dikalikan dengan

0,5, contohnya: 50 kg x 40 (IU/dl level desired) x 0,5 = 1000 unit faktor

VIII.2

Konsentrat faktor VIII diberikan secara bolus intravena tidak lebih 3

ml per menit pada dewasa dan tidak lebih dari 100 unit per menit pada

anak-anak. Penggunaan konsentrat faktor VIII lebih baik dihabiskan dalam

1 kali bila 1 vial sudah terbuka. Karena waktu paruh 8-12 jam, infus

berulang dapat diberikan, menurut kebutuhan, untuk mempeetahankan

tingkat aktivitas yang diinginkan.2,4

Sediaan konsentrat faktor VIII adalah Koate yang tersedia di Indonesia

adalah Kogenate dan Refacto. 4

b. Konsentrat Faktor IX

Konsentrat faktor IX adalah pilihan terapi untuk hemofillia B.

Konsentrat FIX digolongkan dalam 2 jenis: 1. Konsentrat Faktor IX alami,

13
terdiri dari plasma derived atau rekombinan; 2. Konsentrat IX yang

mengandung faktor II, VII, IX, dan X, atau nama lainnya prothrombin

complex concentrates (PCCs), dan jarang digunakan. 2

Konsentrat faktor IX alami digunakan untuk terapi hemofillia B

dengan pasien yang tidak dapat menggunakan PCC. Konsentrat FIX bebas

dari resiko thrombosis atau disseminated intravascular coagulation

(DIC).2

Faktor IX rekombinan kurang efektif dalam terapi dibandingkan

dengan plasma derived products (konsentrat faktor IX). Dalam 1 unitnya

per kg berat badan hanya dapat menaikkan kadar FIX 0,8 IU/dl pada orang

dewasa dan 0,7 IU/dl pada anak-anak dibawah umur 15 tahun.2

Dalam 1 vial konsentrat FIX terdapat 250-2000 IU faktor IX. Waktu

paruhnya dalam tubuh 18-24 jam. Satu unit faktor IX/kg menaikkan faktor

IX plasma dari 1-1,2 % normal (1 unit/kg faktor VIII dapat menaikkan

faktor VIII plasma resipien dengan 2 %). Jadi untuk mencapai aktivitas

100 % (100 unit/dl) pada penderita dengan hemofillia B berat, diperlukan

infuse 100 unit faktor IX/kg.8

Perhitungan dosis konsentrat faktor IX yaitu dengan mengalikan berat

badan pasien dalam kilogram dengan level faktor yang diperlukan.

Contoh, 50 kgx 40 (IU/dl level desired) = 2000 unit.2

Pemberian konsentrat faktor IX dengan cara bolus intravena pelan

tidak lebih 3 ml per menit pada dewasa dan 100 unit per menit pada anak-

anak.2

14
15
Gambar 2.3 Berbagai macam Konsentrat FVIII, IX, dan XI di pasaran3

c. Fresh Frozen Plasma (FFP) 2

FFP mengandung banyak faktor koagulan, dan berguna untuk terapi

defisiensi faktor kuagulan. Mempertimbangkan soal keamanan dan

kualitas dari FFP, FFP tidak direkomendasikan, sebaiknya dihindari

pemberiannya pada pasien hemofillia. Akan tetapi FFP dan kriopresipitat

16
yang mengandung FIX dapat digunakan untuk terapi hemofillia B di

negara-negara yang tidak memiliki plasma-derived FIX concentrates.

1 ml FFP mengandung 1 unit aktivitas faktor. Umumnya sangat sulit

mencapai kadar FVIII lebih dari 30 IU/dl dengan FFP. Dosis yang

disarankan adalah 15-20 ml/kg.

d. Kriopresipitat

Kriopresipitat dihasilkan dari pencairan lambat FFP dalam 4C dalam

10-24 jam. Kriopresipitat mengandung FVIII sekitar 3-5 IU/ml, VWF,

fibrinogen, dan FXIII. Produk dari 250 mL plasma segar adalah satu

kantong kriopresipitat yang biasanya mengandung 75-125 unit FVIII. Satu

kantong kriopresipitat/ 5 kg berat badan meningkatkan kadar pada

resipien kira-kira 50 % (50 unit/dl). 2,8

Karena kriopresipitat dihasilkan dari satu kantong darah segar, resiko

penyakit yang timbul dari darah seperti hepatitis B dan AIDS lebih rendah

disbanding konsentrat yang dibuat dari sejumlah besar kumpulan plasma.8

1 kantong kriopresipitat terbuat dari 1 unit FFP (200-250 ml)

mengandung 70-80 unit FVIII dalam volume 30-40 ml. 2 Daya tahan

kriopresipitat dapat berbulan-bulan jika disimpan dalam keadaan beku.

Keuntungan dalam pemberian kriopresipitat ini dapat diberikan dalam

dosis tinggi tetapi konsentrasi protein yang rendah, volume lebih

kecil, dibuat dari donor relatif sedikit sehingga komponen lain masih

bisa digunakan, kerugiannya dapat terjadi bahaya hiperfibrinogenemia.

Dosis 1 unit/kg berat badan yang dapat diulang tiap 18 jam.1

17
1.7.2 Terapi Farmakologi Lain
a. Desmopressin (DDAVP) 2

Desmopressin (1- deamino-8-D-arginine vasopressin, atau DDAVP)

adalah analog sintetis vasopressin yang berguna untuk menaikkan kadar

plasma FVIII dan VWF. DDAVP dapat menjadi pilihan terapi pada pasien

hemofillia A ringan sampai sedang apabila FVIII dapat dinaikkan dengan

kadar terapeutik yang sesuai karena dapat mengurangi biaya dan resiko

komplikasi dari penggunan faktor konsentrat.

Desmopressin tidak menaikkan kadar FIX yang artinya tidak dapat

digunakan pada penderita hemofillia B. Desmopressin juga berguna untuk

mencegah perdarahan pada karier hemofillia.

Walaupun DDAVP tidak disarankan pada wanita hamil, tetapi ada

penelitian yang mengatakan bahwa DDAVP aman digunakan selama

proses melahirkan dan setelah melahirkan dengan syarat melahirkan

normal atau pervaginam.

Keuntungan yang dimiliki DDAVP dibandingkan dengan produk

plasma lainnya adalah biaya yang cukup murah dan rendahnya resiko

munculnya komplikasi ataupun transmisi infeksi virus-virus yang biasanya

terdapat dalam produk-produk plasma.

DDAVP juga sangat berguna untuk mengontrol perdarahan dan

mengurangi lama perdarahan yang diakibatkan karena kelainan hemostasis

dan penyakit kelainan platelet lainnya.

Walaupun desmopressin sebenarnya diberikan secara subkutan pada

beberapa pasien, tapi dapat juga diberikan secara intravena dan nasal

spray. Sangat penting untuk memilih kadar yang tepat untuk pemakaian

desmopresin. 4 g/ml untuk intravena, 15 g/ml untuk intravena dan

18
subkutan, 150 g/ml permeter dosis untuk nasal spray. 0,3 g/kg berat

badan dosis tunggal melalui intravena maupun subkutan dapat menaikkan

kadar FVIII 3-6 kali.

Untuk penggunaan intravena, DDAVP biasanya dilarutkan dengan 50-

100 ml garam fisiologis dan diberikan secara infuse intravena lambat

selama 20-30 menit. Onset akan terlihat kira-kira 60 menit setelah

pemberian lewat intravena maupun subkutan. Pemberian intravena cepat

akan mengakibatkan takikardi, flushing, tremor, dan perasaan tidak

nyaman pada perut.

Penggunaan intranasal spray 1,5 mg/ml di setiap lubang hidung sangat

cocok pada pasien dewasa. Untuk orang yang memiliki berat badan

dibawah 40 kg, pemberian intranasal spray dosis tunggal pada satu lubang

hidung dirasa cukup.

DDAVP dapat juga mengakibatkan retensi air dan hiponatremi, saat

dosis selanjutnya diberikan, osmolaritas plasma dan konsentrasi sodium

harus di ukur. Namun pada pasien dewasa, hiponatremi jarang terjadi.

19
Gambar 2.4 Formula desmopresin.11

b. Asam traneksamat2

Asam traneksamat adalah agen antifibrinolitik yang sangat berperan

untuk menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Asam

traneksamat mengakibatkan proses pembekuan darah dan cocok digunakan

sebagai terapi adjuvant pada hemofillia dan beberapa gangguan perdarahan

lainnya.

Dengan menggunakan asam traneksamat saja tidak dapat menjadi

terapi preventif untuk hemartrosis pada hemofillia. Asam traneksamat

berguna dalam mengontrol perdarahan dari kulit dan permukaan mukosa

( contoh : perdarahan pada gusi, epistaksis, menorrhagia). Asam

traneksamat juga dapat digunakan pada pembedahan gigi untuk mengontril

perdarahan di dalam mulut yang diakibatkan oleh penanggalan gigi.

Asam traneksamat biasanya diberikan secara tablet oral 3 4 kali

sehari. Dan juga dapat diberikan secara intravena 2 -3 kali perhari, dapat

juga digunakan sebagai pencuci mulut.

20
Gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare merupakan

efek samping yang ditimbulkan, namun jarang terjadi. Apabila terjadi, efek

samping tersebut akan hilang dengan sendirinya apabila dosis asam

traneksamat dikurangi. Saat diberikan secara intravena, asam traneksamat

sebaiknya diberikan secara pelan dan lambat, karena apabila diberikan

cepat dapat menimbulkan hipotensi dan kejang.

Asam traneksamat diekskresikan melalui ginjal dan dosis harus segera

diturunkan apabila terjadi gangguan ginjal. Asam traneksamat tidak

diindikasikan pada pasien hematuri, karena dapat mengakibatkan

pembekuan darah pada ureter dan menimbulkan obstruksi.

Asam traneksamat dapat diberikan bersama dengan konsentrat faktor

pembekuan lain dengan dosis standar. Asam traneksamat tidak boleh

diberikan pada pasien dengan defisiensi FIX yang sedang menggunakan

konsentrat complex protrombin, karena beresiko terjadinya tromboemboli.

c. Epsilon Aminocaproic Acid ( EACA)2

EACA hampir sama dengan asam traneksamat tetapi jarang digunakan

karena memiliki waktu prauh plasma yang lebih pendek, kurang potent,

dan lebih banyak toksik.

Dosis yang diberikan pada pasien hemofillia dewasa secara oral atau

intravena setiap 4 sampai 6 jam dengan dosis maksimun 24 g/ hari. EACA

juga tersedia dalam kemasan sirup 250 mg/ml. Gangguan gastrointestinal

merupakan komplikasi yang umum terjadi.

21
1.8 Komplikasi3,8
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai

benda asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsetrat faktor

diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangnya. Suatu inhibitor

terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsetrat faktor VIII atau faktor IX

sebagai benda asing dan menghancurkanya. Pada penderita hemofilia dengan

inhibitor terhadap konsetrat faktor, reaksi penolakkan mulai terjadi segera

setelah darah diinfuskan. Ini berarti konsetrat faktor dihancurkan sebelum ia

dapat menghentikan pendarahan.


2. Kerusakan sendi akibat pendarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan

berulang didalam dan disekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat

di sebabkan oleh satu kali pendarahan yang berat ( Hemathrosis ).


3. Infeksi yang ditularkan oleh darah.
Komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan

oleh darah.

1.9 Prognosis

Prognosis untuk hemophilia baik jika terapi diberikan dini, dan pengobatan

yang diberikan sesuai standar.

BAB IV

PENUTUP

22
Hemofilia adalah suatu penyakit gangguan perdarahan yang bersifat herediter,

diturunkan secara X-linked recessive pada hemofillia A dan B ataupun secara

autosomal resefif pada hemofilia C. Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi

atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada hemofillia

A, kelainan faktor IX pada hemofillia B dan faktor XI pada hemofillia C.

Frekuensi kejadian hemofillia di dunia diketahui sekitar 1:10.000 kelahiran.

Angka kejadian di Indonesia secara tepat belum diketahui secara tepat, namun

diperkirakan dengan populasi 200 juta terdapat sekitar 10.000 penderita hemofillia.

Manifestasi perdarahan yang timbul bervariasi, dapat berupa perdarahan

spontan yang berat, kelainan pada sendi, nyeri menahun, perdarahan pasca trauma

atau tindakan medis ekstrasi gigi atau operasi. Pendarahan internal merupakan

masalah yang serius pada penderita hemofillia. Diagnosis hemofillia ditegakkan

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksaan hemofillia sampai saat ini adalah pemberian faktor VIII yang

terdiri dari 2 macam yaitu plasma derived faktor concentrates dan rekombinan.

Plasma derived dapat berupa fresh frozen plasma (FFP), cryoprecipitate atau

konsentrat AHF. Selain itu dan terdapat terapi farmakologi lain yaitu Desmopressin

(DDAVP), asam traneksamat, dan Epsilon Aminocaproic Acid ( EACA). Prognosis

pada penderita hemophilia umumnya baik bila diberikan terapi sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Renny NM, Suega K. Seorang Penderita Hemofilia Ringan dengan Perdarahan Masif.

Junrnal Penyakit Dalam RSUP Sanglah. 2006;7(2)


2. Srivasta A, Brewer AK, Bunschoten EP, et al. Guideline for the Hemophilia Second

Edition. World Federation of Hemophilia, 2012.


3. Sona PS, Lingam CM. Hemophilia- An Overview. International Journal of

Pharmaceutical Sciences Review and Research. 2010;5(1): 18-26


4. Sugiarto RT, Sutaryo, Widjajanto PH. Pemberian antihemophilic factor (AHF) secara

drip kontinyu dan bolus hubungannya dengan kadar factor VIII plasma terukur pada

anak hemophilia A setelah sirkumsisi. Berkala Ilmu Kedokteran. 2005;37(4):212-217


5. Ugrasena IDG, Permono B. Tatalaksana terkini hemophilia klasik. Divisi Hematologi-

Onkologi Bagian IKA FK Unair/ RSU Dr. Soetomo Surabaya.


6. Septarini AD, Windiastuti E. Terapi Profilaksis versus On-Demand pada pasien

Hemofilia berat dengan hemartrosis. Sari Pediatri. 2010;11(5):311-316


7. Aman Adi K. Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan pemberian

komponen darah. USU e-Repository. 2008


8. Kliegman, Behrma, Jenson, et al. Nelson textbook of pediatrics 18th edition.

Philadelphia : Saunders Elsevier, 2007.


9. Simatupang Grace, Windiastuti E, Oswari H. Faktor Risiko Timbulnya Inhibitor

factor VIII pada Anak dengan hemophilia A. Sari Pediatri. 2013;14(5): 320-325.
10. Mantik MFJ. Gangguan Koagulasi. Sari Pediatri. 2004;6(1):60-67.
11. Hemophilia: Etiology, complications, and current options in management. 26 Juli

2016.http://formularyjournal.modernmedicine.com/formularyjournal/news/clinical/cli

nical-pharmacology/hemophilia-etiology-complications-and-current-

24

Anda mungkin juga menyukai