Anda di halaman 1dari 21

Referat

Brand Retinal Vein Occlusion (BRVO)

Pembimbing :

dr. Kaherma Sari, SpM

Disusun Oleh :

Jefri

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
RSUD TENGKU RAFI’AN SIAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2021

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur tiada terhingga penulis ucapkan


kehadirat Allah SWT, atas berkat izin dan ridha Allah, penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul “Brand Retina Vein
Occlution”. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammmad SAW beserta para sahabat. Selanjutnya penulis mengucapkan
terimakasih kepada dr. Kahermasari, Sp. M selaku pembimbing kepanitraan
senior bagian ilmu penyakit mata RSUD Siak yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan sehingga pembelajaran yang telah dilakukan bisa
memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis.

Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran
serta keritik yang membangun demi penyempurnaan laporan kasus ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Siak Sri Indrapura,13


Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
2.1 Anatomi.......................................................................................................................................5
2.2 Definisi........................................................................................................................................6
2.3 Epidemiologi...............................................................................................................................6
2.4 Etiopatogenesis............................................................................................................................7
2.4.1 Persimpangan Arteriovenosa................................................................................................7
2.4.2 Perubahan Degeneratif Dinding Pembuluh...........................................................................8
2.4.3 Gangguan Hematologi..........................................................................................................8
2.5 Gejala klinis dan diganosa...........................................................................................................8
2.5.2 Pemeriksaan penunjang:.......................................................................................................9
2.6 Penatalaksanaan.........................................................................................................................10
2.6.1 Terapi Anti-Agregatif dan Fibrinolisis................................................................................10
2.6.2 Hemodilusi Isovolemik.......................................................................................................11
2.6.3 Sheathotomi Penyeberangan Arteriovenosa dan Vitrektomi...............................................12
2.7 Komplikasi................................................................................................................................12
2.8 Prognosis...................................................................................................................................13
BAB III.KESIMPULAN.....................................................................................................................14

3
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

4
BAB I
PENDAHULUAN
Secara garis besar RVO diklasifikasikan menjadi dua tipe yakni
Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) dan Branch Retinal Vein Occlusion
(BRVO), dimana BRVO memilki prevelensi yang lebih tinggi dibanding
dengan CRVO. Pada CRVO penyumbatan terjadi pada vena retina central
sedangakan pada BRVO penyumbatan terjadi pada bagian cabang dari sistem
vena retina. Prevelensi terjadinya BRVO lebih tinggi dibandingkan dengan
terjadi CRVO pada populasi umum. Umumnya BRVO ini ditemukan pada
pasien-pasien yang sudah berusia lanjut dan pasien-pasien yang belum berusia
lanjut namun memiliki faktor risiko tinggi untuk terkena BRVO seperti orang-
orang memiliki penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus dan hipertensi.
Belum ada penelitian lebih lanjut yang menjelaskan secara pasti
tentang penyebab dari adanya BRVO, namun secara umum penyebab dari
BRVO ini sendiri mirip dengan terbentuknya trombosis pada tubuh manusia.
Branch Retinal Vein Occlusion sendiri sering terjadi pada persilangan arteri
vena. Branch Retinal Vein Occlusion terjadi karena adanya penyumbatan pada
salah satu percabangan vena retina yang disebabkan karena adanya kekakuan
dari arteri retina yang menyebabkan kompresi vena retina pada perlintasan
arteriovenous. Hasil dari kompresi vena retina oleh arteri ini menyebabkan
adanya aliran turbulen, kerusakan endotel, trombosis yang pada akhirnya akan
menyebabkan oklusi pada percabangan vena retina yang mengalami tindihan
tersebut.
Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO) merupakan salah satu
penyakit yang dapat menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada
penderitanya. Gejala yang sering dialami penderita adalah penurunan fungsi
penglihatan pada salah satu mata tanpa disertai dengan rasa sakit. Pengobatan
dari BRVO ini dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pengobatan secara sistemik
dengan mengobati faktor risiko yang mungkin terjadi, pengobatan secara
medical, serta pengobatan dengan cara operasi vitrektomi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid
dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan :
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping,
2. Membran iritan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan
sel Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik: Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca. Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat
pada anemia dan iskemia, merah pada hiperemia.

6
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika,
arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan
memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan
batang mendapat nutrisidari koroid. Retina merupakan lapisan sel yang
menyelubungi bagian dalam bola mata. Retina melapisi sekitar 72%
permukaaan dalam bola mata dengan diameter 22 mm, membentang dari saraf
optik sampai ke ora serata.Retina merupakan bagian yang berfungsi menerima
rangsang cahaya dan merubahnya menjadi impuls saraf yang diteruskan ke
kortek cerebri.
Retina mendapat suplai darah dari dua sumber, cabang arteri retina
sentral, yang mengalirkan darah ke bagian dalam retina, dan koriokapilaris
koroid, yang memperdarahi bagian luar retina.Oklusi pada arteri retina sentral
hanya berpengaruh terhadap bagian dalam retina yang diperdarahinya, yaitu
membran limitans interna, lapisan serabut saraf, lapisan sel ganglion, lapisan
pleksiform dalam dan lapisan inti dalam.Arteri retina sentral merupakan
cabang pertama dan salah satu cabang terkecil dari arteri oftalmikus.Arteri
oftalmikus adalah pembuluh darah mayor yang memperdarahi orbita yang

7
merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna.Arteri retina
sentralmenembus bagian medial inferior selubung saraf optikus, kira-kira 12
mm posterior bola mata. Kemudian berlanjut ke diskus optikus dan bercabang
dua menjadi cabang papiler superiordan inferior. Pada tempat arteri ini
melewati lamina kribrosa, dinding pembuluh darah menjadi lebih tipis karena
lamella elastis interna menghilang dan lapisan pembungkus otot medial
menjadi berkurang. Cabang papiler superior dan inferior dari arteri retina
sentral kemudian masing-masing bercabang lagi membentuk cabang nasal dan
temporal. Cabang nasal berjalan langsung ke perifer dan cabang temporal
mengitari fovea sentral sebelum menuju ke perifer. Pembuluh darah kapiler
retina membentuk jaringan kapiler superfisial pada lapisan serabut saraf dan
jaringan kapiler intraretina pada lapisan nukleus dalam. Jaringan kapiler
intraretina memperoleh suplai darah dari arteriol yang terdapat pada lapisan
serabut saraf. Pembuluh darah retina merupakan end vessels yang secara
normal tidak beranastomosis. Arteri silioretina terdapat pada kira-kira 14%
populasi dan sebanyak 25% penderita oklusi arteri retina sentral memiliki
arteri silioretina. Cabang-cabang arteri silioretina yang berasal dari arteri
siliaris posterior pendek ikut memperdarahi makula melalui peredaran darah
koroid. Arteri siliaris posterior pendek yang memperdarahi koroid ini berasal
dari bagian distal arteri oftalmikus.Distribusi vena-vena pada retina mengikuti
distribusi dari arteri. Pembuluh vena mempunyai lapisan endotel yang
mengandung sedikit jaringan ikat. Vena retina sentral keluar dari selubung
saraf optik pada tempat masuknya arteri retina sentral.

2.2 Definisi
Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO) merupakan salah satu
penyakit yang dapat menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada
penderitanya. Branch Retinal Vein Occlusion terjadi akibat sumbatan pada
percabangan vena retina yang terjadi akibat kekakuan arteri yang nantinya
akan menekan vena (Macular et al., 2018)

8
2.3 Epidemiologi
Branch Retinal Vein Occlusion paling sering terjadi pada kelompok
usia ≥ 60 tahun juga disebutkan oleh penelitian yang dilakukan Rogers S pada
tahun 2010 di Amerika Serikat, Eropa, Asia dan Australia didapatkan
prevelensi kasus BRVO berdasarkan usia adalah 1,57 per 1000 orang pada
usia 40 sampai 49 tahun. 4,58 per 1000 orang pada usisa 50 sampai 59 tahun
11,11 per 1000 orang pada usia 60 sampai 69 tahun. 12,76 per 1000 orang
pada usia 70 sampai 79 tahun, dan 10,32 per 1000 orang pada usia diatas 80
tahun. Berdasarkan data tersebut, diperoleh hasil bahwa penderita BRVO lebih
sering terjadi pada kelompok usia ≥ 60 tahun, hal ini dikarenakan dengan
semakin bertambahnya usia seseorang akan menyebabkan peningkatan risiko
kekakuan dari pembuluh darah sehingga akan memudahkan terjadi tekanan
terhadap pembuluh darah vena yang pada akhirnya akan menimbulkan
sumbatan pada cabang pembuluh darah vena yang mengalami kompresi
tersebut (Sumual et al., 2016).
2.4 Etiopatogenesis
Patogenesis RVO adalah multifaktorial sementara BRVO mungkin
disebabkan oleh kombinasi dari tiga mekanisme utama: kompresi vena pada
persimpangan arteriovenosa (A/V), perubahan degeneratif dinding pembuluh
darah, dan faktor hematologis yang abnormal. Pada bagian berikut faktor-
faktor ini dibahas.

9
2.4.1 Persimpangan Arteriovenosa
Koyanagi pada tahun 1928 pertama kali melaporkan hubungan antara
BRVO dan penyeberangan A/V, dan sekarang menyatakan bahwa
penyempitan mekanis lumen vena di persimpangan ini berperan dalam
patogenesis BRVO. Gambaran anatomi dari penyeberangan A/V dan efek
sekunder dari sklerosis arteriolar dapat menjelaskan kerentanan yang tampak
dari tempat penyeberangan terhadap oklusi vena. Pada sebagian besar
perlintasan A/V, vena berdinding tipis terletak di antara arteri berdinding tebal
yang lebih kaku dan retina yang sangat seluler. Pembagian oleh arteri dan
vena dari selubung adventisia umum dan penyempitan lumen vena yang
biasanya terjadi pada persimpangan A/V memberikan pengaturan untuk
BRVO. Risiko oklusi dapat ditekankan ketika sklerosis arteriolar
menyebabkan peningkatan kekakuan arteri yang melintasi. Duker dan Brown
memberikan dukungan lebih lanjut untuk dasar mekanis pengembangan
BRVO ketika mereka memeriksa posisi anatomis relatif dari arteri dan vena
yang bersilangan di tempat oklusi pada 26 mata dengan BRVO. Mereka
menemukan di semua 26 mata arteri anterior ke vena (menuju rongga
vitreous). Zhao dkk. mengevaluasi posisi anatomi pembuluh darah yang
bersilangan di 106 mata dengan BRVO dan menemukan arteri anterior vena di
tempat yang tersumbat pada 99% mata yang terkena. Namun, faktor risiko lain
yang disebutkan juga harus berperan, karena pada sekitar 60% dari perlintasan
A/V normal tanpa BRVO, arteri terletak di anterior vena (Rehak, 2008).
2.4.2 Perubahan Degeneratif Dinding Pembuluh
Sejumlah penelitian telah menyelidiki perubahan histologis dinding
pembuluh darah di persimpangan A/V. Sebuah investigasi oleh Jefferies et al.
menunjukkan bahwa kompresi vena yang diharapkan pada persimpangan
dalam pandangan histologis tidak ada. Dia menggambarkan pembengkokan
vena ke dalam lapisan serat saraf pada titik ini tanpa kompresi. Pemeriksaan
histologis lumen vena pada persimpangan A/V pada pasien dengan durasi
BRVO beberapa bulan hingga beberapa tahun menunjukkan trombus

10
terorganisir dengan tingkat rekanalisasi yang bervariasi di bagian ini. Seitz
menggambarkan korelasi histologis klinis pada satu mata dengan BRVO
beberapa jam setelah onset. Tidak ada trombus darah yang melenyapkan
lumen vena pada persilangan A/V dan bahkan pemeriksaan funduskopi
menunjukkan dilatasi vena yang kuat dan berkelok-kelok di distal dari
persilangan. Di daerah persilangan A/V, terjadi perubahan pada endotelium
dan intima media. Seitz menyarankan bahwa perubahan trofik endotel vena
dan media intima, karena mereka mengikuti kompresi dari arteri yang
melapisi, adalah akar dari patogenesis BRVO. pembentukan trombus
mengikuti sebagai proses sekunder. Temuan Frangieh et al. mendukung
hipotesis ini; 90% pasien dalam penelitian mereka memiliki bukti hipertrofi
lapisan media intima, dan semua memiliki bukti trombosis intravena.
Hipertensi sistemik, diabetes mellitus, aterosklerosis, dan merokok dilaporkan
lebih sering terjadi pada pasien dengan RVO. Sklerosis arteri retina yang
berhubungan dengan gangguan sistemik ini dapat menyebabkan kompresi
lebih lanjut pada vena, ketika terjadi peningkatan kekakuan dinding arteri dan
kontraksi selubung adventisia yang digunakan bersama oleh arteri dan vena.
Obstruksi mekanis vena melalui arteri yang kaku pada persilangan A/V dapat
menyebabkan aliran darah turbulen yang menyebabkan kerusakan pada
endotel vena dan intima media dan rangkaian kejadian yang menyebabkan
oklusi vena. Aliran darah turbulen dikonfirmasi oleh Christoffersen dan
Larsen dalam penyelidikan yang menganalisis angiogram fluorescein dari 250
pasien dengan BRVO (Rehak, 2008).
2.4.3 Gangguan Hematologi
Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara BRVO
dan hiperviskositas karena hematokrit yang tinggi. Viskositas darah yang lebih
tinggi meningkat dalam kondisi aliran darah rendah dan agregasi eritrosit.
Viskositas terutama tergantung pada hematokrit (semakin besar jumlah
eritrosit, semakin besar agregatnya) dan fibrinogen plasma (diperlukan untuk
terjadinya agregasi). Gangguan hematologi lain yang dibahas dalam

11
patogenesis BRVO adalah disregulasi keseimbangan trombosis-fibrinolisis.
Kaskade koagulasi termasuk faktor darah yang berbeda menghasilkan
produksi trombin yang mengubah fibrinogen yang bersirkulasi menjadi fibrin.
Urutan koagulasi ditahan dan dihambat oleh antikoagulan spesifik termasuk
protein C, protein S, dan antitrombin. Tabel 1 menunjukkan gangguan utama
yang dipelajari pada pasien dengan RVO. Hasil studi yang dipublikasikan,
bagaimanapun, tidak konsisten tenda, dan peran faktor koagulasi dalam
pengembangan RVO masih belum jelas (Rehak, 2008).
2.5 Gejala klinis dan diganosa
Secara umum, diagnosis BRVO tidak menjadi masalah karena sesuai
dengan fitur klasiknya. BRVO mayor dapat asimtomatik atau dengan
kekaburan visual biasanya melibatkan sektor bidang visual yang sesuai dengan
area retina yang terlibat. Pada BRVO makula, selalu ada gangguan
penglihatan sentral dengan visus perifer normal BRVO akut menyajikan fitur
klinis yang khas tures dengan perdarahan berbentuk api, dot dan blot, lunak
dan eksudat keras, edema retina, dan melebar, berliku-liku vena dalam
distribusi segmental. Tanda oklusi lama adalah selubung vaskular dan
kolateral vena. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis di bawah
slit lamp dan fundoskopi pada midriasis buatan. VA sangat bagus penting
untuk prognosis visual di masa depan. BRVO sering mengarah ke zona non-
perfusi retina di oklusi daerah. Angiografi fluorescein sangat berguna dalam
menentukan tingkat ME dan iskemia, meskipun area kimia sering dikaburkan
oleh kehadirannya perdarahan intraretina. Neovaskularisasi retina terjadi pada
36% mata dengan area non-perfusi lebih besar dari 5 diameter cakram (Rehak,
2008).
RVO dikaitkan dengan peningkatan penyebab vaskular kematian (baik
serebral dan jantung) dalam prospek yang besar. studi tindak lanjut yang
efektif. Pada semua pasien dengan RVO,faktor risiko sistemik (hipertensi,
diabetes mellitus, gangguan lipid darah) harus diselidiki dan dikelola oleh
spesialis yang tepat.

12
2.5.2 Pemeriksaan penunjang:
Diagnosis oklusi vena retina cabang dibuat secara klinis dengan
menemukan perdarahan retina pada distribusi vena retina yang tersumbat.
1. Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi pasien BRVO dapat ditemukan
perdarahan superfisial, edema retina, dan seringnya cotton wool spot
(infark nerve fiber layer) pada area retina yang diperdarahi oleh vena
yang terserang.

2. Angiografi fluorescein adalah teknik pencitraan di mana pewarna


kuning yang disebut sodium fluorescein disuntikkan ke pembuluh
darah di lengan, memungkinkan kamera khusus untuk merekam
sirkulasi di retina dan koroid di bagian belakang mata. Tes ini bisa
sangat berguna dalam mendiagnosis sejumlah gangguan retina.  
Temuan termasuk pengisian vena yang tertunda, hipofluoresensi yang
disebabkan oleh perdarahan dan nonperfusi kapiler, dilatasi dan
tortuositas vena, kebocoran karena neovaskularisasi dan edema
makula.

13
3. Tomografi koherensi optik adalah tes tambahan dalam oklusi vena
retina cabang. Edema makula biasanya terlihat pada pemeriksaan
tomografi koherensi optik. Tomografi koherensi optik serial digunakan
sebagai cara cepat dan noninvasif untuk memantau edema makula.
2.6 Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan saat ini fokus pada gejala sisa dari cabang vena
yang tersumbat, seperti ME, neovaskularisasi retina, perdarahan vitreus, dan
ablasi retina traksi. Ada sejumlah pengobatan modalitas yang dianjurkan untuk
pengelolaan BRVO. Banyak penelitian yang meneliti intervensi untuk BRVO
mengalami keterbatasan metodologis, termasuk daya yang tidak mencukupi
akibat ukuran sampel yang kecil,periode tindak lanjut yang singkat, tidak
adanya kelompok control atau kelompok kontrol yang tidak sesuai (tidak
adanya plasebo atau intervensi praktik terbaik sebagai kelompok kontrol), dan
kurangnya perbedaan antara entitas klinis. Sejumlah investigasi semacam itu
menghasilkan data yang bertentangan. Oleh karena itu, hasil uji klinis acak
adalah yang paling penting. Patogenesis kompleks penyakit ini memerlukan
penyelidikan dan pengobatan semua faktor risiko (hipertensi, diabetes
mellitus, gangguan lipid, gangguan hematologi).
2.6.1 Anti-vascular endothelial growth factors (anti-VEGF)

14
Anti-VEGF telah menjadi modalitas standar dalam penatalaksanaan CRVO.
Terdapat tiga agen anti-VEGF yang saat ini dipakai untuk mengobati edema makula
terkait CRVO yaitu Ranibizumab, Bevacizumab dan Aflibercept. Ranibizumab dan
Aflibercept saat ini telah terdaftar di FDA (Food and Drug Administration) dan telah
mendapatkan authorisasi marketing dari EMA (European Medicines Agency)
sebagai terapi edema makula yang berkaitan dengan CRVO. Bevacizumab sendiri
belum mendapat ijin legal sebagai injeksi intraokular (off-label, unlicenced use).
Injeksi anti-VEGF memerlukan dosis ulangan. Ketiga agen anti-VEGF saat ini
sedang banyak menjadi objek penelitian untuk menentukan berapa rentang waktu
pemberian dosis ulangan yang efektif sehingga dapat meminimalkan beban, biaya
dan risiko injeksi.

2.6.2 Kortikosteroid intraokular


Kortikosteroid intraokular terbukti efektif dalam mengatasi edema makula
terkait CRVO karena memiliki sifat anti-inflamasi, menghambat sitokin yang
terlibat dalam perjalanan penyakit tersebut, termasuk VEGF, interleukin-6,
intercellular adhesion molecule-1 dan monocyte chemoattractant protein-1.
Kortikosteroid intraokular dipakai sebagai terapi lini kedua pada kasus-kasus
yang tidak merespon terhadap pemberian anti-VEGF, namun di beberapa
pusat pelayanan kortikosteroid intraokular mungkin dipakai sebagai lini
pertama karena lebih mudah didapat dan harganya lebih murah.
Triamcinolone acetonide tersedia dalam dua dosis injeksi intravitreal yaitu
injeksi 4  mg dan 1 mg. Clinical Trial SCORE-CRVO membandingkan profil
efektifitas dan keamaan kedua dosis injeksi intravitreal tersebut dan
didapatkan bahwa kedua dosis tersebut efektif meningkatkan ketajaman
penglihatan pada edema makula terkait CRVO, namun meningkatkan angka
operasi katarak pada 12-24 bulan setelah onset terapi serta meningkatkan
penggunaan obat-obatan penurun tekanan bola mata dalam waktu 12 bulan
setelah terapi. Dosis 1 mg menunjukkan keunggulan pada profil keamanan
dibandingkan dengan dosis 4 mg. Saat ini agen kortikosteroid intraokular
yang tersedia secara luas adalah triamcinolone acetonide, namun agen baru

15
dalam bentuk implant kortikosteroid menunjukkan keunggulan dibandingkan
dengan injeksi karena memungkinkan pelepasan zat aktif secara perlahan,
meningkatkan durasi kerja dan mengurangi toksisitas. Belum ada penetelitian
skala besar yang membandingkan efektivitas kortikosteroid intraocular
dengan anti-VEGF. Beberapa penelitian berskala kecil seperti yang
dilakukan oleh Gado AS, dkk yang membandingkan efektifitas Bevacizumab
dengan implan dexamethasone (Ozurdex) pada 60 pasien dengan non-
ischemic CRVO, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam BCVA
letter score maupun ketebalan makula pada kedua kelompok dalam waktu 6
bulan. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa terjadi peningkatan
tekanan intraokular yang signifikan pada grup dexamethasone dibandingkan
dengan grup bevacizumab.

2.6.3 Sheathotomi Penyeberangan Arteriovenosa dan Vitrektomi


Osterloh dan Charles pertama kali melaporkan perbaikandi VA pada
pasien dengan BRVO setelah pengobatan menggunakan teknik sheathotomy
bedah. Prinsipnya langkah-langkah dari prosedur ini adalah rencana pars
vitrektomi diikuti dengan pemisahan arteri retina dari venadengan membuat
sayatan di selubung adventisia yang berdekatan dengan persimpangan A/V
dan kemudian pemisahan adhesi. Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil
fungsional yang lebih baik secara signifikan pada pasien yang diobati dengan
sheathotomy dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). komplikasi sedikit tetapi
termasuk katarak, perdarahan, robekan retina, gliosis pasca operasi, dan retinal
detasemen.Garcia-Arumi menggambarkan kombinasi sheathotomy A/V dan
injeksi trombolitik ke dalam vena yang tersumbat yang mengakibatkan
pelepasan trombus pada 28% kasus dan korelasi yang signifikan dengan awal
operasi dan VA akhir yang lebih baik. Peran sheathotomy saja dalam
perbaikan visual tidak cukup jelas.Beberapa penulis menyarankan bahwa
vitrektomi adalah bagian terpenting dari operasi sheathotomy, yang mengarah
pada pengurangan ME.Yamamoto et al. membandingkan efek sheathotomy

16
yang dikombinasikan dengan vitrectomy untuk efek vitrektomi saja dan tidak
menemukan keuntungan dari sheathotomy. Mata dengan detasemen vitreous
posterior yang sudah ada sebelumnya tidak dipelajari. Untuk alasan
ini,manfaat vitrektomi mata ini tidak diketahui. Pembedahan detasemen
hyaloid posterior bisa lebih penting daripada sheathotomy itu sendiri. Vitreous
didalilkan memiliki peran dalam patogenesis neovaskularisasi dan ME, yang
dapat mempersulit BRVO dan penghapusannya dapat membantu dalam
manajemen komplikasi yang mengancam penglihatan ini. Vitrektomi dan
pengangkatan hyaloid posterior dengan pengelupasan membran pembatas
internal (ILM) tampaknya meningkatkan oksigenasi retina, yang dapat
menyebabkan peningkatan visua. Pengelupasan ILM membaik hasil bedah
juga terjadi selama selubung adventisia A/V.Sampai saat ini, tidak ada uji
klinis acak pada pengobatan bedah BRVO telah diterbitkan.Setiap bukti yang
mendukung prosedur ini didasarkan pada seri kasus non-ramdomized saja
(Januari, 2020).
2.7 Komplikasi
Penyebab paling umum dari penurunan penglihatan pada BRVO
adalah edema makula. Komplikasi lain termasuk makulopati iskemik,
neovaskularisasi retina, pembentukan makroaneurisma, telangiektasia retina,
ablasi retina, dan perdarahan vitreus. Edema makula terjadi pada 90% kasus
BRVO. Berkurangnya aliran darah ke makula menyebabkan peningkatan
regulasi endotelin-1, sitokin inflamasi, dan VEGF, yang menghasilkan
peningkatan permeabilitas endotel yang menyebabkan edema makula dan
eksudat. Edema makula dapat dibagi menjadi perfusi dan nonperfusi, dengan
prognosis ketajaman visual yang lebih baik dengan edema makula perfusi.
Perdarahan vitreous terjadi pada 3,9% kasus BRVO. Nonperfusi retina kronis
menghasilkan peningkatan kadar VEGF, yang merangsang neovaskularisasi.
Perdarahan diskus lebih jarang terjadi pada BRVO, tetapi telah dicatat pada
pasien glaukoma tegangan normal dengan BRVO. Glaukoma neovaskular
jarang terjadi pada kasus BRVO. Ablasi retina serosa terjadi pada 20% kasus

17
BRVO dan lebih sering terjadi pada kasus BRVO mayor daripada BRVO
makula. Retina pecah terjadi pada 3% kasus BRVO dan ablasi retina
regmatogen terjadi pada 1,3% kasus BRVO (Januari, 2020).
2.8 Prognosis
BRVO memiliki prognosis visual yang umumnya baik dengan 50-60%
pasien memiliki ketajaman visual akhir 20/40 bahkan tanpa pengobatan.
Perjalanan alami BRVO tergantung pada jenis oklusi, derajat nonperfusi dan
perkembangan kolateral. Indikator prognostik yang buruk adalah edema
makula kronis, BRVO makula, dan NV yang mengakibatkan VH. Pada BRVO
simtomatik yang tidak diobati, VA awal berkisar antara 20/40 hingga kurang
dari 20/200. VA membaik pada 1/3 hingga 3/4 pasien dengan setidaknya 2
baris. Rata-rata, VA meningkat 1 huruf pada 3 bulan menjadi 15 huruf pada 18
bulan pada mata yang tidak diobati. Pada pasien dengan edema makula, rata-
rata sekitar 18% sembuh tanpa pengobatan dalam 4,5 bulan, dan 41% sembuh
dalam 7,5 bulan. Pasien dengan VA 20/200 atau lebih baik memiliki tingkat
VA akhir yang lebih tinggi 20/200 (33-83%) terlepas dari apakah mereka
menerima pengobatan atau tidak. Mata dengan VA awal lebih buruk dari
20/50 tanpa pengobatan memiliki prognosis yang lebih buruk dengan
kemungkinan VA akhir yang lebih rendah 20/200 (0-25%). Pasien dengan VA
awal 20/50 tanpa pengobatan memiliki prognosis yang lebih baik dengan
sebagian besar mata dengan VA akhir 20/50 (56-90%). Namun, meskipun ada
peningkatan VA tanpa pengobatan, peningkatan ketajaman visual yang
signifikan di luar 20/40 jarang terjadi. Untuk memperjelas prognosis alami
BRVO tanpa pengobatan, Hayreh dkk meninjau 216 kasus BRVO (terdiri dari
BRVO mayor dan makula) yang diikuti selama rata-rata 3 tahun. Setelah
resolusi edema makula, 76% mata dengan BRVO mayor dan 58% mata
dengan BRVO makula mengalami perbaikan sebesar 3 garis pada grafik
Snellen. Waktu rata-rata untuk resolusi BRVO, yang terdiri dari resolusi
edema makula dan perdarahan retina, adalah 21 bulan pada BRVO mayor dan
18 bulan pada BRVO makula. Pada presentasi awal, BRVO mayor temporal

18
muncul dengan VA 20/60 pada 51% kasus, tanpa perbedaan antara
keterlibatan arkade temporal superior atau inferior. Pada BRVO makula, VA
awal adalah 20/60 pada 74% kasus, tanpa perbedaan antara BRVO makula
inferior dan superior. Di BRVO utama dengan VA awal 20/60, peningkatan
75% (keuntungan 3 baris pada grafik Snellen) atau tetap stabil. Mata dengan
VA awal 20/70, 69% meningkat 3 baris pada grafik Snellen. Mengembangkan
BRVO di satu mata meningkatkan risiko BRVO di mata lainnya hingga 7-
10%. Studi Beaver Dam Eye menunjukkan tidak ada hubungan antara
peningkatan semua penyebab kematian atau kematian penyakit jantung
iskemik, setelah mengontrol usia, pada subjek dengan BRVO (Januari, 2020).

19
BAB III.KESIMPULAN
Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO) merupakan salah satu
penyakit yang dapat menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada
penderitanya. Branch Retinal Vein Occlusion terjadi akibat sumbatan pada
percabangan vena retina yang terjadi akibat kekakuan arteri yang nantinya
akan menekan vena.
Branch Retinal Vein Occlusion paling sering terjadi pada kelompok
usia ≥ 60 tahun juga disebutkan oleh penelitian yang dilakukan Rogers S pada
tahun 2010 di Amerika Serikat, Eropa, Asia dan Australia didapatkan
prevelensi kasus BRVO berdasarkan usia adalah 1,57 per 1000 orang pada
usia 40 sampai 49 tahun. 4,58 per 1000 orang pada usisa 50 sampai 59 tahun
11,11 per 1000 orang pada usia 60 sampai 69 tahun. 12,76 per 1000 orang
pada usia 70 sampai 79 tahun, dan 10,32 per 1000 orang pada usia diatas 80
tahun.
Pengobatan dari BRVO ini dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
pengobatan secara sistemik, pengobatan secara medical, serta pengobatan
dengan cara operasi vitrektomi. Berdasarkan studi BVOS, terapi laser
fotokoagulasi pada pasien BRVO memiliki keuntungan dalam hal mengurangi
risiko timbulnya neovaskularisasi, menurunkan perdarahan vitreous dan
edema makula, sehingga penelitian CVOS mencoba terapi laser grid
fotokoagulasi pada pasienpasien CRVO dan pada beberapa kasus terlihat
penurunan edema makula, meskipun tidak terdapat peningkatan tajam
penglihatan.

20
DAFTAR PUSTAKA
1.Januari, P. J. (2020). Karakteristik Ketebalan Makula Sentral Sebelum dan Sesudah
Injeksi Intravitreal Bevacizumab di RSKM Padang Eye Center.
2.Macular, S., Retinal, E., Occlusion, V., Rahmadani, C., Fatmawati, N. K., & Bakhtiar,
R. (2018). The Difference Of Visual Acuity And Macular Thickness Post
Bevacizumab Therapy In. 4(2), 110–115.
3.Rehak, J. (2008). Branch Retinal Vein Occlusion : Pathogenesis , Visual Prognosis ,
and Treatment Modalities. 111–131.
https://doi.org/10.1080/02713680701851902
4.Sumual, V., Bkmm, M., & Sulawesi, P. (2016). Indikasi vitrektomi pada kelainan
retina di Balai Kesehatan Mata Masyarakat ( BKMM ) Provisi Sulawesi Utara
periode Januari – Desember 2014 Bagian Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado Retina atau mata yang merupakan selaput
jala , merupakan bagian untuk Retina diketahui berdasarkan Survei Kesehatan
Indra Penglihatan dan Pendengaran tahun makula ( macular pucker ),
retinopati diabetik retrospektif , dengan menggunakan catatan Kesehatan
Mata Masyarakat ( BKMM ) Propinsi Sulawesi Utara selama periode Januari
2014 - Desember 2014 .

21

Anda mungkin juga menyukai