Anda di halaman 1dari 31

GANGGUAN PERDARAHAN KEHAMILAN, PERDARAHAN KEHAMILAN

LANJUT, PERDARAHAN PASCA PERSALINAN, SYOK HEMORAGIK,


GANGGUAN PEMBEKUAN PADA MASA KEHAMILAN

Kelompok 1 :
Siti Magfirah 202001184
Suci Nur’ain Pakaya 202001185
Darul Fahri 202001178

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
TEORI GANGGUAN PERDARAHAN AWAL KEHAMILAN
A. Perdarahan pervaginam masa hamil muda

1. Abortus

a. Pengertian

Menurut Prawirohardjo (2008), Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi

sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasannya yaitu kehamilan

kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum minggu ke 20 dan pengeluaran

hasil konsepsi dengan berat janin kurang dari 500 gram (Joseph HK, 2011).

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar

kandungan (Rustam muchtar, 2012).

Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum

mampu hidup di luar rahim, dengan kriteria usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau

berat janin kurang dari 500 gram (Achadiat, 2004).

Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar

kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari

28 minggu (Manuaba, 2010).

Dapat disimpulkan bahwa abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi, pada usia

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

b. Etiologi

Menurut Sastrawinata (2005), Penyebab abortus disebabkan karena beberapa

faktor umumnya abortus didahului oleh kematian janin.

1) Faktor janin

Kelainan yang sering dijumpai pada abortus adalah kelainan

perkembangan zigot, embrio, janin bentuk awal, atau kadang- kadang plasenta

(Chunningham, 2006).
a) Kelainan telur (Blighted ovum)

Pada separuh embrio mengalami degenerasi atau tidak sama sekali,

kerusakan embrio, atau kelainan kromosom (trisomi autosom, monosomi)

(Chunningham, 2006).

b) Faktor lingkungan endometrium

Endometrium yang belum siap untuk menerima implementasi hasil

konsepsi dan gizi ibu yang kurang karena anemia atau jarak kehamilan yang

terlalu dekat (Manuaba, 2010).

c) Pengaruh luar

Infeksi endometrium yaitu endometrium tidak siap menerima hasil

konsepsi dan hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi yang

menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu (Manuaba,2010).

2) Umur ibu

Faktor abortus secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia

kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40

tahun (Chunningham, 2006).

a) Jumlah anak lahir

Pada jumlah anak lahir juga mempengaruhi peningkatan terjadinya

abortus apabila wanita atau klien hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm

(Chunningham, 2006).

b) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan

penyakit diabetes militus (Manuaba, 2010).

c) Penyakit infeksi

Sejumlah penyakit kronik diperkirakan menyebabkan abortus seperti

herpes simplek yang dapat menyebabkan abortus setelah terjadi infeksi

genetalia pada awal kehamilan, HIV dalam darah ibu (Chunningham, 2006).
Infeksi maternal dapat membawa resiko tinggi bagi janin yang sedang

berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua

(Sastrawinata,2005).

d) Kelainan endokrin

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi

atau pada penyakit disfungsi tiroid dan defisiensi insulin (Sastrawinata,2005).

e) Anemia ibu memalui gangguan nutrisi dan perdarahan oksigen menuju

sirkulasi retroplasenter (Manuaba, 2010).

f) Defisiensi progesterone

Kurangnya sekresi progesterone oleh korpus luteum atau plasenta yang

dapat menyebabkan peningkatan kejadian abortus (Chunningham, 2006).

c. Tanda dan gejala abortus

Menurut manuaba (2010) tanda dan gejala abortus adalah :

1) Adanya keterlambatan datang bulan

2) Terjadinya perdarahan

3) Disertai sakit perut

4) Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi

5) Pemeriksaan hasil tes positif dapat masih positif atau sudah negatif.

Menurut Manuaba (2010) Gejala klinis Abortus incomplete :

1) Perdarahan memanjangsampai terjadi keadaan anemis

2) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat

3) Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi

4) Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma)

d. Klasifikasi

Berdasarkan kejadiannya abortus dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1) Abortus spontan
Menurut Nanda (2013), Abortus spontan adalah abortus yang terjadi

dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata

disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

2) Abortus Imminens

Menurut M, Kumaira (2012) Abortus imminens adalah peristiwa

terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana

hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa dilatasi servik. Pada kejadian ini

kehamilan masih mungkin berlanjut dan dapat dipertahankan.

Menurut Nanda (2013) Abortus imminens adalah keguguran tingkat

permulaan. Keguguran belum terjadi sehingga kehamilan dapat dipertahankan

dengan cara: tirah baring, gunakan preparat progesterone, tidak berhubungan

badan, USG untuk melihat perkembangan janin.

Sedangkan menurut Kusmiyati (2008) Abortus imminens adalah abotrus

yang mengancam, perdarahannya bisa berlanjut beberapa hari atau dapat

berulang. Dalam kondisi ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau

dipertahankan.

3) Abortus Insipiens

Menurut Nanda (2013) Abortus insipiens adalah proses keguguran yang

sedang berlangsung sebelum kehamilan berusia 20 minggu dan hasil konsepsi

masih dalam uterus. Ostium bias ditemukan sudah terbuka dan kehamilan tidak

dapat dipertahankan.

Menurut Pantikawati (2010) Abortus Insipiens adalah apabila pada

wanita hamil ditemukan banyak perdarahan, kadang-kadang keluar gumpalan

darah disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi

servik sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat diraba. Kadang-

kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang
tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera

dilakukan.

Abortus insipiens adalah perdarahan pervaginam (atau kehilangan

cairan amnion) karena disebabkan dilatasi servik, dengan atau tanpa nyeri

abdomen (Sinclair C, 2010).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Abortus imminens

adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari

20 minggu, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus.

4) Abortus complete

Menurut Nanda (2013) Abortus complete adalah seluruh hasil konsepsi

dikelurkan (desidua dan fetus) sehingga rahim kosong.

Menurut Kusmiyati, (2008) Abortus complete adalah hasil konsepsi

lahir dengan lengkap pada keadaan ini kuretase tidak diperlukan. Perdarahan

segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam

10 hari perdarahan akan berhenti sama sekali, karena dalam masa ini luka rahim

telah sembuh dan epitelisasai telah selesai.

Abortus complete adalah keguguran lengkap dimana seluruh hasil

konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan (Manuaba,

2010).

5) Missed abortion

Menurut Nanda (2013) Missed abortion adalah keadaan dimana janin

yang telah mati masih berada dalam rahim sebelum usia kehamilan 20 minggu

tetapi hasil konsepsi masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau

lebih. Dapat diketahui dengan USG.

Menurut Kusmiyati (2008) Missed abortion adalah apabila buah

kehamilan yang tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih.


Sedangkan menurut Nugroho (2010) Missed abortion adalah embrio

atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu,

akan tetapi hasil konsepsi

e. Komplikasi atau penyulit abortus

Komplikasi atau penyuliat abortus diantaranya:

1) Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi sedikit dalam waktu yang panjang atau lama

yang mendadak banyak sehingga menyebabkan syok (Manuaba, 2010).

2) Penyulit saat melakukan curettase

Dapat terjadi perforase dengan gejala kuret terasa tembus, penderita

kesakitan, penderita syok, dan dapat terjadi perdarahan dalam perut dan infeksi

dalam abdomen (Mauaba, 2010).

3) Syok

Syok pada abortusdapat terjadi karena perdarahan (syok

hemoragik) dank arena infeksi berat (syok endoseptik) (Prawirohardjo, 2010).

4) Degenerasi ganas

Keguguran dapat terjadi korio karsinoma sekitar 15-20%. Gejala korio

karsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung lama, terjadi pembesaran

atau perlunakan rahim, terhadapa metatase ke vagina atau lainnya (Mauaba,

2010).

f. Pemeriksaan penuinjang

Pemeriksaan penunjang menurut Sinclair (2010)

1) Lakukan pemeriksaan HCG serial setiap 2-3 hari

2) Pemeriksaan Doppler atau USG, untuk menentukan apakah janin masih hidup

3) Kunjungan klinik mingguan (kunjungan ulang)

g. Kehamilan ektopik
Menurut Kusmiyati (2008), kehamilan ektopik adalah kehamilan di luar rahim,

misalnya dalam tuba, rongga perut, servik, atau dalam tanduk rudimenter rahim.

h. Mola hidatidosa

Menurut Kusmiyati (2008), Mola hidatidosa atau hamil anggur adalah suatu

kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak dapat berkembang

menjadi embrio atau bakal janin tetapi terjadi proliferasi dari villi korialis disertai

dengan degenerasi hidrofik.

i. Hipertensi Gravidarum

Hipertensi Gravidarum adalah hipertensi yang menetap oleh berbagai sebab,

yang sudah ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau

hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca salin (Kusmiyati, 2008).

j. Superimposed preeklamsi

Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan dan diperberat oleh kehamilan

(Kusmiyati, 2008).
TEORI PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
A. Definisi
Perdarahan Pasca persalinan didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah

setelah persalinan pervaginam dan 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria (WHO,

2012). Perdarahan pasca persalinan dapat dilihat dari jumlah pengeluaran darah melebihi

normal yaitu sekitar 400-500 cc per menit. Kondisi dalam persalinan menyebabkan sulit

untuk menentukan jumlah 5 perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban

dan serapan pakaian atau kain alas tidur. Pada periode pasca persalinan, sulit untuk

menentukan terminologi berdasarkan batasan kala persalinan yang terdiri dari kala I

hingga kala IV sehingga memerlukan adanya pengawasan yang intensif dan penanganan

yang tepat untuk mencegah terjadinya syok perdarahan (Joseph dan Nugroho, 2011).

B. Jenis Perdarahan

Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan postpartum primer/dini

dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut.

1. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24

jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah

atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.

2. Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah

24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh

infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal

(Manuaba, 2014).

C. Etiologi

Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor

predisposisi adalah anemia, yang berdasarkan prevalensi di negara berkembang

merupakan penyebab yang paling bermakna. Penyebab perdarahan postpartum paling

sering adalah atonia uteri serta retensio plasenta, penyebab lain kadang-kadang adalah

laserasi serviks atau vagina, ruptur uteri, dan inversi uteri (Saifuddin, 2014).
D.
Sebab-sebab perdarahan postpartum primer dibagi menjadi empat kelompok utama:

a. Tone (Atonia Uteri)

Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum. Perdarahan

postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat

miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-

pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti.

Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia

uteri (Oxorn, 2010).

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir perdarahan masih

ada dan mencapai 500-1000 cc, tinggi fundus uteri masih setinggi pusat atau

lebih dengan kontraksi yang lembek (Saifuddin, 2014).

Pencegahan atonia uteri adalah dengan melakukan manajemen aktif kala III

dengan sebenar-benarnya dan memberikan misoprostol peroral 2-3 tablet (400-

600 mcg) segera setelah bayi lahir (Oxorn, 2010).

b. Trauma dan Laserasi

Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena robekan pada saat proses

persalinan baik normal maupun dengan tindakan, sehingga inspeksi harus selalu

dilakukan sesudah proses persalinan selesai sehingga sumber perdarahan dapat

dikendalikan. Tempat-tempat perdarahan dapat terjadi di vulva, vagina, servik,

porsio dan uterus (Oxorn, 2010).

c. Tissue (Retensio Plasenta)

Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu

kontraksi dan retraksi, sinus-sinus darah tetap terbuka, sehingga menimbulkan

perdarahan postpartum. Perdarahan terjadi pada bagian plasenta yang terlepas

dari dinding uterus. Bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi

miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut

terlepas serta dikeluarkan (Oxorn, 2010).


Retensio plasenta, seluruh atau sebagian, lobus succenturiata, sebuah

kotiledon, atau suatu fragmen plasenta dapat menyebabkan perdarahan plasenta

akpostpartum. Retensio plasenta dapat disebabkan adanya plasenta akreta,

perkreta dan inkreta. Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah

plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas

(Saifuddin, 2014).

d. Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)

Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah abruption

placenta, retensio janin-mati yang lama di dalam rahim, dan pada emboli cairan

ketuban. Kegagalan mekanisme pembekuan darah menyebabkan perdarahan

yang tidak dapat dihentikan dengan tindakan yang biasanya dipakai untuk

mengendalikan perdarahan. Secara etiologi bahan thromboplastik yang timbul

dari degenerasi dan autolisis

E. Gejala Klinis Perdarahan Postpartum

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil,

derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan.

Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah

untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak.

Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita

pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan

lain-lain (Wiknjosastro, 2012).

Gambaran klinis pada hipovolemia dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 1. Gambaran klinis perdarahan obstetri

Volume darah Tekanan Tanda dan gejala Derajat


yang
hilang darah syok
(sistolik)
500-1000 mL
(<15- Normal Tidak ditemukan -
20%)
1000-1500 mL
(20- 80-100 mmHg Bradikardi (<100 kali per Ringan
25%) menit)
Berkeringat
Lemah
1500-2000 mL Takikardi (100-120
(25- 70-80 mmHg kali/menit) Sedang
35%) Oliguria
Gelisah
2000-3000 mL
(35- 50-70 mmHg Takikardi (>120 kali/menit) Berat
50%) Anuria

F. Diagnosis Pendarahan Post Partum

Tabel 2. Diagnosis perdarahan postpartum

Gejala dan tanda


No Gejala dan tanda yang selalu yang kadang- Diagnosis
.
ada kemungkinan
kadang ada
- Uterus tidak berkontraksi - Syok - Atonia Uteri
Dan
Lembek
- Perdarahan segera setelah
1.
anak lahir
(Perdarahan
Pascapersalinan Primer
atau P3)
- Perdarahan segera (P3) - Pucat - Robekan jalan
- Darah segar yang mengalir - Lemah lahir
segera setelah bayi lahir - Menggigil
2.
(P3)
- Uterus kontraksi baik
- Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir
- setelah - Tali pusat putus - Retensio Plasenta
30 menit akibat traksi
- Perdarahan segera (P3) berlebihan
3. - Uterus kontraksi baik - Inversio uteri
akibat tarikan
- Perdarahan
lanjutan
- Plasenta atau sebagian - Uterus - Tertinggalnya
selaput (mengandung berkontraksi sebagian plasenta
pembuluh darah) tidak tetapi tinggi
4.
Lengkap fundus tidak
- Perdarahan segera (P3) berkurang

- Uterus tidak teraba - Syok neurogenik - Inversio uteri


v
a
g
i
n
a

t
e
r
i
s
- Lumen i - Pucat dan
Massa limbung
5. - Tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir)
- Perdarahan segera (P3)
- Nyeri sedikit atau berat
- Sub-involusi uterus - Anemia - Perdarahan
t
e
k
a
n

p
e
r
u
- Nyeri t - Demam terlambat
Bawah - Endometritis
- Perdarahan lebih dari 24 atau sisa plasenta
6. jam setelah persalinan. (terinfeksi atau
Perdarahan sekunder atau tidak)
P2S.
- Perdarahan bervariasi
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak
teratur)
dan berbau (jika disertai
infeksi)
- Perdarahan segera (P3) - Syok - Robekan dinding
(Perdarahan - Nyeri tekan uterus (ruptura
uteri)
7. intraabdominal dan atau perut
Denyut nadi
vaginum) - ibu
- Nyeri perut berat cepat
TEORI PERDARAHAN KEHAMILAN LANJUT

1. Perdarahan Pervaginam

Perdarahan pada masa kehamilan lanjut setelah 22 minggu sampai

sebelum persalinan. Perdarahan pervaginaan dikatakan tidak normal bila ada

tanda-tanda seperti keluarnya darah merah segar atau kehitaman dengan

bekuan, perdarahan kadang banyak kadang tidak terus menerus, perdarahan

disertai rasa nyeri. Perdarahan semacam ini bisa berarti plasenta previa,

solusio plasenta, ruptur uteri, atau dicurigai adanya gangguan pembekuan

darah (Kusumawati, 2014).

2. Plasenta Previa

Plasenta previa didefinisikan sebagai plasenta yang berimplantasi

diatas atau mendekati ostium serviks interna. Beberapa faktor predisposisi

yang menyebabkan terjadinya plasenta previa diantaranya kehamilan ibu

sudah usia lanjut (> 22 minggu), multiparitas, serta mempunyai riwayat seksio

caesaria sebelumnya. Gejala umum yang terjadi pada kasus plasenta

previa seperti terjadi perdarahan tanpa rasa nyeri secara tiba-tiba dan

kapan saja, uterus tidak berkontraksi dan bagian terendah janin tidak masuk

pintu atas panggul. Jenis-jenis plasenta previa diantaranya:

Plsenta previa totalis yaitu posisi plasenta menutupi ostium internal

secara keseluruhan, Plasenta previa parsialis yaitu posisi plasenta yang


menutupi ostium interna sebagian saja, Plasenta previa marginalis yaitu posisi

plasenta yang berada di tepi ostium interna, Plasenta previa letak rendah. yaitu

posisi plasenta yang berimplantasi di segmen bawah uterus.

3. Solusio Plasenta

Pada persalinan normal, plasenta akan lepas setelah bayi lahir, namun

karena keadaan abnormal plasenta dapat lepas sebelum waktunya atau yang

disebut solusio plasenta. Beberapa faktor komplikasi sebagai penyebab

solusio plasenta yaitu hipertensi, adanya trauma abdominal, kehamilan

gemelli, kehamilan dengan hidramnion, serta defisiensi zat besi. Tanda gejala

yang ditimbulkan seperti terjadinya perdarahan dengan nyeri yang menetap,

hilangnya denyut jantung janin (gawat janin), uterus terus menegang dan

kanin naik, perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.

4. Ruptur Uteri

Ruptur uteri adalah robeknya dinsing uterus pada saat kehamilan/

persalinan, pada saat umur kehamilan lebihdari 28 minggu. Klasifikasi ruptur

uteri yaitu:

a) Menurut keadaan robekan

Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal). Yaitu keadaan ruptur yang

hanya terjadi pada dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa

(pritoneum) tetap utuh,


Ruptur uteri komplit (transperiyoneal). Yaitu keadaan ruptur selain

pada dinding uterus yang robek, lapisan serosa (pritoneum) juga robek

sedingga dapat berada di rongga perut.

Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum) yang

terjadi karena dinding uterus lemah yang disebabkan oleh adanya bekas

sectio caesaria, bekas mioma uteri, bekas kuratase/ plasenta manual.

Sepsis post partum, atau terjadi hipoplasia uteri/ uterus abnormal (Dewi,

2015: 111).

b) Sakit kepala

Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah serius adalah sakit

kepala hebat, menetap dan tidak hilang dengan beristriahat. Terkadang

karena sakit kepala yang hebat tersebut, ibu mungkin menemukan

bahwa penglihatannya menjadi kabur atau berbayang. Sakit kepala yang

hebat dalam kehamilan adalah gejala dari pre eklampsi. Perubahan

visual (penglihataan) secara tiba-tiba (pandangan kabur) dapat berubah

pada masa kehamilan (Kusumawati, 2014).

Nyeri kepala hebat pada masa kehamilan dapat menjadi tanda gejala

preeklamsi, dan jika tidak diatasi dapat mnyebabkan komplikasi kejang

maternal, stroke, koagulapati hingga kematian. Sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan lengkap baik oedem pada tangan/ kaki, tekanan

darah, dan protein urin ibu sejak dini.

c) Penglihatan kabur
Akibat pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan dapat berubah

selama masa kehamilan. Perubahan ringan (minor) adalah perubahan

yang normal. Jika masalah visual yang mengindikasikan perubahan

mendadak, misalnya pandangan menjadi kabur dan berbayang disertai

rasa sakit kepala yang hebat, ini sudah menandakan gejala preeklamsi

(Pantiawati, 2010).

Penglihatan kabur dikarenakan sakit kepala hebat, sehingga terjadi

oedem pada otak dan meningkatkan resistensi otak yang mempengaruhi

sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan kelainan selebral, dan

gangguan penglihatan.
TEORI SROKE HEMORAGIK

A. Definisi Sroke Hemoragik

Stroke hemoragik yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin

disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya

terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat aktif. Namun bisa juga terjadi

saat istirahat, kesadaran pasien umumnya menurun(Long C, Barbara, 2003).

Stroke hemoragik adalah jika suatu pembuluh darah di otak pecah

sehingga timbul iskemia di otak dan hipoksia disebelah hilir (Corwin, 2009 ).

Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi

perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di

epidural, subdural, dan intraserebral.(Hudak & Gallo, 2005).

B. Klasifikasi

1. Berdasarkan Perjalanan Penyakit

a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintasMerupakan

gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan hilang dalam

beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam (24 jam).

b. Stroke Involution atau ProgresifAdalah perjalanan penyakit stroke

berlangsung perlahan meskipun akut. Munculnya gejala makin bertambah

buruk, proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.

c. Stroke CompleteGangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau

permanen, maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan

parbaikan dapat didahului dengan TIA yang berulang.


2. Perbedaan Gejala Stroke berdasarkan proses Patologis

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


1.Permulaan Subakut Sangat Akut
2.Waktu Bangun pagi Lagi Aktif
3.Nyeri Kepala Tidak ada Ada
4.Kejang Tidak ada ++
5.Kesadaran menurun Kadang-kadang (sedikit) +++ hebat sampai koma

Gejala Objektif
Koma +/- ++
Kaku kuduk Tidak ada ++
Kernign sign Tidak ada +
Papil edema Tidak ada +
Perdarahan retina Tidak ada +

C. Tanda dan gejala

Stroke akibat perdarahan intracerebral mempunyai gejala prodromal yang

tidak jelas kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari,

saat aktivitas atau emosi/ marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan

muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/ hemiplegi biasa

terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk

ke dalam koma. Pada pasien dengan perdarahan sub arachnoid didapatkan gejala

prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan

sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan meningeal. Edema papil

dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada

arteri komunikans atau arteri karotis interna.

D. Etiologi
a. Trombosis: Bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher:

Arteriosklerosis serebral

b. Embolisme serebral: Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak 4

dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung reumatik, infeksi

pulmonal

c. Iskemia: Penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada arteri

d. Hemoragi Serebral: Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan

kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak(Brunner & Sudarth, 2002).

E. Komplikasi Stroke Hemoragik

Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada penderta stroke hemoragik adalah:

1. Kejang.

2. Gangguan dalam berpikir dan mengingat.

3. Masalah pada jantung.

4. Kesulitan dalam menelan, makan, atau minum.

F. Pencegahan Stroke Hemoragik

Risiko terkena stroke hemoragik bisa dicegah dengan cara menghindari

faktor-faktor yang dapat memicunya. Misalnya apabila Anda memiliki penyakit

darah tinggi atau hipertensi, maka tangani dengan menggunakan obat-obatan yang

diresepkan oleh dokter dan menjalani gaya hidup sehat yang dianjurkan.

Misalnya, mengonsumsi makanan sehat dan rutin berolahraga. Lakukan

pemeriksaan secara berkala untuk memastikan tekanan darah tetap normal.


Selain itu, karena stroke hemoragik juga bisa disebabkan oleh cedera di

kepala, maka berhati-hatilah saat melakukan berbagai aktivitas, baik di dalam

maupun di luar rumah. Misalnya ketika Anda mengendarai sepeda motor, selalu

gunakan helm dengan standar yang dianjurkan (SNI) dan selalu taati peraturan

berlalu lintas. Begitu pula jika Anda mengendarai mobil, selalu gunakan sabuk

pengaman dan berhati-hati dalam berkendara.

Terkait dengan risiko stroke hemoragik bagi pengguna obat warfarin,

selalu taati aturan dan dosis yang telah ditetapkan oleh dokter.

G. Diagnosis Stroke Hemoragik

Seorang pasien dapat didiagnosis mengalami stroke hemoragik

berdasarkan gejala, yang ditunjang dengan pemeriksaan. Pemeriksaan penunjang

yang dilakukan adalah:

1. CT scan atau MRI untuk mengetahui seberapa besar kerusakan jaringan pada

otak, serta angiografi otak untuk mengetahui perkembangan perdarahan yang

terjadi.

2. Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan mengambil cairan dari area otak dan

tulang belakang. Pemeriksaan ini hanya dilakukan jika hasil CT scan atau

MRI masih tidak memadai.

H. Pengobatan Stroke Hemoragik


Pengobatan stroke hemoragik dilakukan berdasarkan penyebab, tingkat

keparahan, serta lokasi di mana perdarahan tersebut terjadi. Penderita stroke

hemoragik akan dirawat di unit rawat intensif agar dapat dipantau kondisinya

secara ketat.

Penanganan stroke hemoragik bertujuan untuk mengendalikan perdarahan

dan mencegah terjadinya komplikasi.

Penanganan dilakukan dengan pemberian obat. Dalam kasus stroke

hemoragik, pasien yang rutin mengonsumsi obat pengencer darah, akan

dihentikan sementara, karena akan memperparah perdarahan. Bahkan bila perlu,

diberikan obat untuk membantu pembekuan darah. Di antaranya adalah

pemberian vitamin K, transfusi darah trombosit, atau faktor pembekuan.

Obat pereda nyeri juga bisa diberikan pada pasien guna meredakan sakit

kepala. Namun, obat antiinflamasi nonsteroid tidak dianjurkan untuk pasien

stroke hemoragik karena hanya akan memperburuk perdarahan. Selain itu, obat

pencahar juga dapat diberikan guna mencegah pasien mengejan terlalu keras saat

BAB, yang dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh darah di rangka kepala.

Untuk mencegah perkembangan perdarahan yang lebih parah, dokter

dapat memberi obat seperti antagonis kalsium. Pengobatan ini bertujuan untuk

menjaga tekanan darah tetap rendah agar tidak terjadi perdarahan kembali. Jika

pasien mengalami kejang, maka obat antikonvulsan akan diberikan.


Pada penderita perdarahan subarachnoid, dapat dilakukan pemasangan

selang dalam otak untuk mengeluarkan cairan serebrospinal. Tindakan ini

bertujuan untuk mengurangi tekanan pada otak dan mencegah hidrosefalus.

Untuk kasus stroke hemoragik yang sangat parah, dibutuhkan tindakan

operasi guna memperbaiki pembuluh darah dan menghentikan perdarahan,

terutama jika stroke terjadi karena malformasi (kelainan) arteri-vena. Namun

demikian, tindakan ini perlu diperhitungkan baik-baik karena operasi sendiri

dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut.

Setelah menjalani pengobatan, pemulihan pasien tergantung dari tingkat

keparahan stroke dan kerusakan jaringan otak yang terjadi. Bagi penderita stroke

hemoragik yang tidak mengalami komplikasi, dapat pulih dalam waktu beberapa

minggu setelah pulang dari rumah sakit. Tapi bagi pasien stroke hemoragik di

mana telah terjadi kerusakan jaringan, dibutuhkan terapi tambahan, seperti terapi

fisik, kegiatan, atau terapi bicara. Terapi-terapi tersebut dimaksudkan untuk

mengembalikan fungsi jaringan yang rusak sehingga dapat bekerja secara normal

kembali.
Gangguan Pembekuan Darah

a. Pengertian

Disfungsi perdarahan dan pembekuan adalah terjadinya kelainan dalam

pembentukan pembekuan darah dimana hal ini berhubungan dengan trombosit

dan faktor-faktor pembekuan darah. Abnormalitas yang merupakan predisposisi

seseorang mengalami perdarahan dapat disebabkan oleh pembuluh darah,

trombosit, dan setiap faktor koagulasi plasma, fibrin atau plasmin.

b. Penyebab

Tiga hal utama yang mempengaruhi kerentanan seseorang mengalami trombus:

1. Dinding pembuluh darah yang rentan mengalami luka, misal dinding

pembuluh darah yang telah mengalami plak arterosklerosis sebelumnya

2. Aliran darah yang tidak normal, misal aliran darah pada penderita hipertensi,

aliran darah pada percabangan pembuluh darah

3. Penyakit kelainan pembekuan darah

c. Tanda Gejala

Trombus yang kecil tidak menimbulkan gejala apapun. Namun bila

trombus sudah menyumbat sehingga aliran darah menurun maka akan timbul

gejala. Gejala yang umum adalah rasa nyeri akibat sel-sel tubuh tidak mendapat

suplai oksigen. Gejala lainnya adalah kulit akan teraba dingin, juga nadi terasa

lemah akibat sumbatan.

d. Penatalaksanaan
Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan

pasien sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan perdarahan

masif, memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko komplikasi perdarahan.

Terbatasnya syarat transfusi ini berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan

komponen darah relatif mirip menyiram bensin dalam api kebakaran, namun

pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan terjadinya hiperfibrinolisis jika

koagulasi sudah maksimal. Sesudah keadaan ini merupakan masa yang tepat

untuk memberi trombosit dan komponen plasma, untuk memperbaiki kondisi

perdarahan.

Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian

antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan

aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat

ini tidak bisa melisis endapan koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya

trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot

setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa normal heparin drip 4-5

U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal setiap

empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering

dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi.

e. Pencegahan/ cara mengatasi


1. Bergerak (Darah bisa menumpuk di kaki saat Anda duduk dalam waktu lama.

Bila pekerjaan Anda menuntut untuk duduk dalam waktu lama, sebaiknya

luangkan waktu berjalan-jalan setiap 1 atau 2 jam)

2. Hidup sehat (Segera ubah kebiasaan buruk seperti merokok atau makan

berlebih agar berat badan tetap normal. Selain itu, minumlah banyak air untuk

mengurangi risiko penggumpalan darah)

3. Hati-hati dengan obat-obatan tertentu (Risiko DVT juga dapat meningkat saat

mengonsumsi pil kontrasepsi. DVT juga bisa diturunkan dari keluarga yang

telah mengalami penyakit ini)

4. Mengetahui tanda dan gejala (DVT terkadang sulit diidentifikasi karena gejala

yang ditunjukkan hampir sama dengan gangguan lain. Perhatikan bila kaki

menunjukkan gejala seperti membengkak, sakit, kemerahan, mengalami

perubahan warna, dan kulit terasa hangat saat dipegang. Bila gumpalan darah

sudah menjalar ke paru-paru biasanya dapat menimbulkan sesak napas secara

tiba-tiba)

5. Lebih proaktif (Bila tubuh menunjukan gejala pembekuan darah, cedera, atau

akan melakukan operasi, maka segeralah berkonsultasi ke dokter.

Informasikan kepada ahli meida bila sedang mengonsumsi pil kontrasepsi,

pernah menjalani operasi, melakukan perjalanan panjang, atau cedera dalam 8

minggu sebelumnya

6. Cara Alami Mengatasi Pembekuan Darah Dengan Mengkonsumsi Green

World Calcium Softgel


f. Komplikasi

Pada ibu yang menderita pembekuan darah, kadar asam empedu akan

meningkat dan akan menghasilkan racun yang akan memasuki darah ibu dan

mengakibatkan beberapa gejala. Kondisi seperti ini harus segera diidentifikasi

karena bisa mendatangkan dampak yang serius untuk kesehaan bayi Anda,

terutama jika sudah memasuki masa kehamilan 36 minggu.

g. Dampak

Resiko terbentuknya gangguan pembekuan darah dapat meningkat oleh faktor-

faktor berikut:

1. Obesitas – Hingga saat ini, ahli kesehatan masih tidak mengetahui bagaimana

obesitas meningkatkan resiko pembekuan darah. Tetapi mereka yakin bahwa

gaya hidup yang banyak duduk, kurang bergerak, perubahan pada kimia

darah, dan sebagainya, dapat membentuk suatu hubungan yang menyebabkan

pembekuan darah.

2. Pil Keluarga Berencana (KB) – Pil KB meningkatkan kadar estrogen pada

tubuh. Tetapi, pil KB juga meningkatkan produksi faktor koagulasi yang

menyebabkan peningkatan resiko pembekuan darah.

3. Aterosklerosis – Kondisi di mana arteri mengeras karena timbunan plak.

Timbunan plak (kolesterol) memiliki tutup yang pada akhirnya akan pecah.

Ketika itu terjadi, tubuh akan mengirim trombosit dan faktor koagulasi ke

daerah tersebut untuk memperbaiki robekan. Kemudian, hal itu akan


menyebabkan pembentukan gumpalan darah yang dapat semakin

mempersempit jalan aliran darah.

Anda mungkin juga menyukai