Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Paritas

2.1.1 Pengertian Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang

wanita. Menurut Prawiroharjo (2007), paritas dapat dibedakan menjadi

primipara, multipara, dan grandemultipara.

Sedangkan menurut Ledewig (2006), paritas kelahiran setelah gestasi 20

minggu tanpa memerhatikan apakah bayi hidup atau mati.

2.1.2 Klasifikasi Paritas

a. Primipara

Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai

titik mampu bertahan hidup (Varney, 2006).

b. Multipara

Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan seorang anak lebih dari

satu kali (Prawiroharjo, 2007).

Multipara adalah seorang ibu yang mengalami dua atau lebih kelahiran

diatas gestasi 20 minggu (Ladewig, 2006). Multigravida adalah wanita

yang telah mengalami dua kehamilan atau lebih dengan janin mencapai

titik mampu bertahan hidup (Varney, 2006).

1
2

c. Grandemultipara

Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan 5 orang anak atau

lebih (Varney, 2006).

2.2 Konsep Abortus Inkomplit

2.2.1 Definisi Abortus Inkomplit

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa konsepsi tertinggal

dalam uterus (Prawiroharjo, 2006).

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan <28 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus, ditandai

dengan rasa nyeri, perdarahan pervaginam banyak, tanda syok (Salmah, 2006).

Abortus inkomplit yaitu proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi

telah keluar melalui jalan lahir (Chrisdiono, 2004).

2.2.2 Etiologi Abortus Inkomplit

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi abortus inkomplit

antaranya:

a. Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3

merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.

Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian

maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi pula angka
3

kematian maternal. Risiko pada paritas satu dan dua dapat ditangani

dengan asuhan obstetrik lebih baik, Sedangkan risiko pada paritas tinggi

dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana (Prawirohadjo,

2006)

Frekuensi abortus inkomplit meningkat bersamaan dengan meningkatnya

angka paritas yaitu 6% pada paritas <2 berakhir dengan abortus, angka ini

meningkat menjadi 16% pada paritas >3 dan seterusnya (Llewellyn, 2002).

b. Usia Ibu

Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah umur 20-30 tahun. Kematian maternal

pada wanita hamil dan melahirkan dibawah umur 20 tahun ternyata 2-5

kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada umur 20-29

tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun

(Prawirohadjo, 2006).

Frekuensi abortus inkomplit yang secara klinis terdeteksi meningkat dari

12 % pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26 % pada

mereka yang usianya lebih dari 40 tahun (Cunningham, 2006).

Prevalensi abortus meningkat sesuai usia ibu, yaitu 12% pada wanita usia

<20 tahun dan 50% pada wanita usia >45 tahun (Scott, 2002).
4

c. Faktor Janin

Kelainan yang sering dijumpai pada abortus adalah gangguan zigot,

embrio, janin, atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan

abortus pada trimester pertama, yakni :

a) kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio atau

kelainan kromosom (monosomo, trisomi, poliploidi).

b) Embrio dengan kelainan likal

c) Abnormalitas pembentukan plasenta (Prawiroharjo, 2006).

d. Kelainan Pada Plasenta

Kelainan plasenta dapat disebabkan karena gangguan pembuluh darah

plasenta dari ibu yang menderita diabetes mellitus yang menyebabkan

oksigenasi plasenta terganggu. Sehingga dapat terjadinya gangguan

pertumbuhan dan kematian janin serta dapat menyebabkan terjadinya

abortus inkomplit (Prawiroharjo, 2007)

e. Penyakit Ibu

Berbagai penyakit ibu dapat menyebabkan abortus misalnya kelainan alat

kandungan yaitu kelainan endometrium dapat menyebabkan abortus

inkomplit. Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus andominalis,

pielonefritis, malaria dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus

atau plasmodium dapat melaui plasenta masuk kejanin, sehingga

menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadilah abortus

(Prawiroharjo, 2002).
5

f. Kelainan Pada Rahim

Kelainan pada rahim diketahui berhubungan dengan gugurnya kehamilan

sejak pergantian abad ini. Kelainan itu mungkin ketidakmampuan serviks,

kelainan bawaan pada fundus rahim, dan kelainan dapatan pada fundus

rahim (Hacker, 2001).

g. Kelainan Traktus Genitalis

Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat

menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat baha hanya retroversion uteri

gravid inkarserata atau mioma submukosa yang memegang perana penting

(Prawiroharjo, 2006).

2.2.3 Gejala Abortus Inkomplit

a. Amenorhoe

b. Perdarahan sedikit sampai banyak, perdarahan storsel (darah beku)

c. Sakit perut dan mules

d. Keluarnya sebagian jaringan

e. Peningkatan suhu tubuh bila disertai infeksi (demam)

f. Uterus lebih kecil dari pada tuanya kehamilan

g. Pembukaan masih ada, mungkin teraba jaringan sisa

h. Perdarahan mungkin makin bertambah, setelah pemeriksaan dalam

i. Tes kehamilan mungkin masih positif, tetapi kehamilan tidak dapat

dipertahankan (Manuaba, 2007).


6

2.2.4 Patofisiologi Abortus Inkomplit

Pada awalnya abortus inkomplit terjadi perdarahan dalam desidua basalis

kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan

hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda

asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk

mengeluarkan isinya. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriolles

menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan

sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan (Prawiroharjo, 2006).

Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah

ketuban pecahi adalah janin, disusul beberapa waktu kemudian dengan

plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.

Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap

antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan villi

koriolis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa sisa

korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus (Prawiroharjo, 2006).

2.2.5 Manifestasi abortus inkomplit

Perdarahan merupakan gejala utama abortus, tetapi tidak semua

perdarahan disebabkan oleh abortus pada kehamilan muda. Pada abortus

inkomplit sudah terjadi abortus dengan mengeluarkan jaringan tetapi sebagian

masih berada didalam uterus. Ini merupakan ancaman terjadinya perdarahan.

Pada pemeriksaan dalam pembukaan servik masih ada, jaringan sisa masih

teraba, perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalam. Tes


7

kehamilan masih positif, tetapi kehamilan tidak dapat dipertahankan (Manuaba,

2007).

2.2.6 Komplikasi Abortus Inkomplit

Komplikasi yang berbahaya pada abortus inkomplit adalah :

a. Perdarahan

b. Perforasi

c. Infeksi

d. Syok.

2.2.6.1 Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian pada

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada

waktunya (Prawiroharjo, 2006).

2.2.6.2 Perforasi

Perforasi uterus dapat terjadi pada pelaksanaan kuret. Jika ada tanda

bahaya, perlu segera dilaksanakan laparotopi dan tergantung dari luas dan

bentuk perforasi, dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya

perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya

cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi

komplikasi (Prawiroharjo, 2006).


8

2.2.6.3 Infeksi

Infeksi yang menyebabkan abortus infeksiosus, yaitu abortus yang disertai

pada genitalia. Infeksi dalam uterus biasanya ditemukan pada abortus

inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa

memperhatihan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh,

terjadilah sepsis dengan kemungkinan diikuti oleh syok (Prawiroharjo, 2006).

2.2.6.4 Syok

Syok pada abortus terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena

infeksi berat (syok endoseptik) (Prawiroharjo, 2006).

2.2.7 Perawatan Abortus Inkomplit

Seorang wanita yang didiagnosa mengalami abortus inkomplit dan tidak

dirawat dirumah sakit, harus segera dikirim kesalah satu rumah sakit. Sebelum

dikirim, dokter yang memeriksa boleh memberikan analgesic kepada pasien (jika

diperlukan) da boleh melakukan pemeriksaan vagina. Setiap hasil konsepsi yang

didapat menonjol keluar dari servik harus dikeluarkan dengan jari tangan atau

sponge forceps, karena jika ditinggalkan dapat mengakibatkan syok. Jika ibu

mengalami perdarahan yang hebat, harus diberikan suntikan ergotamine 0,5 mg

intramuscular.

Di rumah sakit diperlukan intervensi kecuali abortusnya berlangsung dengan

cepat dan perdarahannya minimal. Apabila ada keraguan mnengenai lengkap

tidaknya abortus, pasien harus dibawa kekamar operasi dan uterus dikosongkan

dengan menggunakan sponge forceps diikuti dengan kuret secara cermat.


9

Pada akhir kuretase, diberikan suntikan ergotamin 0.25 mg intravena dan

intramuscular (Llewellyn, 2002).

2.2.8 Penanganan Abortus Inkomplit

Menurut Prawiroharjo (2006), adapun penanganan pada kasus abortus

inkomplit adalah sebagai berikut :

a. Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi) kenali dan atasi setiap

komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis).

b. Hasil konsepsi yang masih tersisa pada servik yang disertai perdarahan

hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum.

Setelah itu evaluasi perdarahan :

a) Bila perdarahan berhenti beri ergometrin 0,2 mg intramuscular atau

misoprostol 400 mg per oral.

b) Bila perdarahan uterus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi

dengan AVM atau D dan K (Dilatasi dan Kuretase). Pilihan tergantung

dari usia gestasi, pembukaan servik dan keberadaan bagian bagian

janin.

c. Bila tidak ada tanda tanda nfeksi, beri antibiotika profilaksis (ampisilin

500 mg oral atau doksisiklin 100 mg).

d. Bila terjadi infeksi, beri ampisilin dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam.

e. Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu, segera

dilakukan evakuasi dengan Aspirasi vakum manual (AVM).


10

f. Bila pasien tampak anemik, berikan sulfat ferosus 600 mg per hari selama

2 minggu (anemia sedang) atau tranfusi darah (anemia berat).

g. Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus atau

cedera intra abdomen (mual/muntah, nyeri punggung, demam, perut

kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri tulang lepas).

h. Bersihkan ramuan tradisional, jamu, bahan kalistik, kayu atau benda benda

lainnya dari segio genitalia.

i. Berika boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding

vagina atau kanalis servisis dan pasien pernah diimunisasi.

j. Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus

(ATS) 1500 unit intramuscular diikuti dengan pemberian tetanus toksoid

0,5 ml setelah 4 minggu.


11

2.3 Kerangka Teori

kerangka teori adalah landasan dari suatu penelitian yang dapat memprediksi

adanya hubungan antar variabel.

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Variabel independen Variabel Dependen

Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian
abortus inkomplit :

1. Paritas
2. Usia ibu Abortus Inkomplit
3. Faktor janin
4. Kelainan pada plasenta
5. Penyakit ibu
6. Kelainan pada rahim
7. Kelainan traktus genitalis

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau

variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dilakukan

(Notoatmojo,2010).

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Paritas Abortus
Inkomplit
12

Keterangan : variabel independen berhubungan dengan variabel dependen.

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang

kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Fatimah, 2009).

Ha : Ada hubungan antara paritas pada ibu hamil dengan kejadian abortus

inkomplit

Ho : Tidak ada hubungan antara paritas pada ibu hamil dengan kejadian abortus

inkomplit.

Anda mungkin juga menyukai