Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak

dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2005).

Imunisasi juga merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif

untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi, dengan demikian, angka

kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta kematian yang

ditimbulkannya pun akan berkurang (WHO, 2007).

Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen

yang serupa tidak terjadi penyakit ( IDAI, 2008 ).

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anank

dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu ( Hidayat, 2008 ).

Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit

infeksi pada bayi, anak dan juga orang dewasa (Indiarti, 2008).

8
9

Imunisasi merupakan reaksi antigen dan antibodi-antibodi, yang dalam

bidang imunologi merupakan kuman atau racun (toxin di sebut sebagai antigen)

(Riyadi, 2009).

2.1.2. Jenis – Jenis Imunisasi

Pada dasar Imunisasi ada 2 macam,yaitu: Imunisasi Aktif dan Pasif :

1. Imunisasi Aktif merupakn pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan

akan terjadi statu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi

imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral

serta dihasilkannya cell memory. Benar - benar terjadi terjadi infeksi maka

tubuh secara cepat dapat merespon. Dalam imunisasi aktif terdapat empat

macam kandungan dalam setiap vaksinnya yaitu :

1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat

atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan ( berupa

polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan, atau bakteri yang

dimatikan ).

2. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.

3. Preservatif, stabilizer, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah

tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.

4. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk

meningkatkan imunogenitas antigen ( Hidayat, 2008 ).

2. Imunisasi Pasif merupakan pemberian zat ( imunoglobulin ), yaitu statu zat

yang di hasilkan melalui statu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
10

manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang

diduga sudah masuk ke dalam tubuh yang terinfeksi ( Hidayat, 2008).

Jenis imunisasi pasif dapat terjadi secara alami atau didapat. Transfer

imunisasi pasif alami terjadi saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke

janinnya melalui plasenta, terjadi akhir trimester pertama kehamilan, dan

jenis antibodi yang ditransfer melalui placenta adalah imunoglobulin G

(igG). Transfer imunitas alami yang terjadi dari ibu ke bayi melalui

kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah imunoglobulin A (igA).

Transfer imunitas pasif dapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau

serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan

tubuhnya. Jenis imunisasi pasif atau seroterapi tergantung dari cara

pemberian dan jenis antibodi yang diinginkan yaitu :

1. Imunoglobulin ( ig )

2. Imunoglobulin yang diberikan secara intravena ( IgIV )

3. Imunoglobulin spesifik ( hyperimmune )

4. Antiserum ( antibodi dari binatang )

5. Plasma manusia

Di Indonesia Imunisasi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu,imunisasi

wajib dan imunisasi yang dianjurkan.

Imunisasi yang diwajibkan menurut (Markum, 2002 ) adalah:

1. BCG

2. Vaksin Hepatitis B
11

3. DPT ( Difteri, Tetanus, Pertusis )

4. Vaksin Poliomielitis

5. Vaksin Campak

6. Vaksin tetanus

7. Vaksin DT ( Difteri, Tetanus )

Imunisasi yang di anjurkan adalah :

1. MMR (Meales, Mumps, Rubella)

2. HIB ( Haemophilus Influenza tipe B )

3. Demam tifoid

4. Varisela

5. Hepatitis A

6. Rabies

7. Influenza

8. Pneumokokus

9. Rotavirus

10. Kolera + ETEC

11. Yellow fever

12. Japanese encephalitis

13. Meningokokus

14. HPV ( human papiloma virus )

( IDAI, 2008 ).
12

2.1.3. Tujuan Program Imunisasi

Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. Menghilangkan

penyakit tertentu pada populasi.

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadi nya penyakit tertentu pada

seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat,

karena dengan imunisasi tubuh akan membuat zat antibodi dalam jumlah yang

cukup banyak sehingga anak menjadi kebal atau imun terhadap penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi tersebut (Ranuh, 2001).

Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit

dan kematiana bayi serta anak yang disebabkan oleh penyait yang sering

berjangkit.

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kematian bayi yang disebabkan karena

tetanus neonatorum ( TT ) di Indonesia cukup tinggi yaitu 67 %. Dalam upaya

mencegah TT maka imunisasi diarahkan kepada pemberian perlindungan bayi baru

lahir dalam minggu-minggu pertama melalui ibu. Eliminasi TT merupakan salah

satu target yang harus dicapai sebagai tindak lanjut dari world Summit for children

yaitu insidens 1 / 10.000 kelahiran hidup pada tahun 2000

( Puslitbang Pemberantas Penyakit, Bidang Litbang Kesehatan ).

2.1.4 Manfaat Imunisasi

1. Untuk anak : Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.


13

2. Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan

bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua

yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak – kanak yang nyaman.

3. Untuk negara : Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang

kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Marimbi,

2010).

2.1.5. Sasaran

Sasaran imunisasi adalah :

1. Semua bayi baru lahir atau bayi usia <2 tahun

2. Pada bayi yanng kontak erat dengan pasien TB

2.2 Konsep BCG

2.2.1 Pengertian BCG

Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah

terjadi nya penyakit TBC primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah

dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat

seperti TBC pada selaput otak, TBC miller (pada seluruh palangan paru) atau TBC

tulang. Imunisasi BCG ini merupakan imunisasi yang mengandung kuman TBC

ynag telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan

diberikan pada bayi umur 2-3 bulan, kemudian cara pemberian imunisasi BCG

melalui intra dermal. Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah

suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas (Hidayat,2005).
14

Imunisasi BCG (basillus calmette Guerin) merupakan imunisasi yang di

gunakan untuk mencegah terjadi nya penyakit TBC yang berat contohnya adalah

TBC pada selaput otak,TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang.

Vaksin TBC merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah

dilemahkan.frekuensi pemberian imunisasi BCG melalui intradermal ( Hidayat,

2008 ).

BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium Bovis hidup

yang dibiakkan berulang selama 1-3 tahun, sehingga didapat basil yang tidak

virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan

sensitivitas terhadap tuberkulin (Dewi, 2010).

Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberikan perlindungan

terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah

infeksi TB berat ( meningitis TB dan TB milier), yang sangat mengancam nyawa

(suharjo dkk,2010).

2.2.2. Fungsi BCG

Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan TBC (Tuberkulosis).

Tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama Mycobacterium

Tuberculosis Complex (andhini,2010).

Vaksinasi BCG memberikan kegagalan aktif terhadap penyakit TBC. BCG

diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin ini mengandung bakteri

bacillus calmette guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000

partikel/dosis (Marimbi,2010).
15

Vaksinasi BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan

efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi

bervariasi antara 50 %-80% terhadap tuberculosis. Pemberian vaksinasi BCG

sangat bermanfaat bagi anak, sedangkan bagi orang dewasa manfaatnya kurang

jelas (suharjo dkk,2010). Untuk membuat kekebalan aktif terhadap penyakit

TBC. Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup. Jenis kuman

TBC ini dilemahkan. Vaksin dilarutkan dengan NaCL 0,9% (pelarut). Vaksin

yang udah dilarutkan harus digunakan dalam waktu 3 jam ( deslidel dkk,2011).

2.2.3. Jadwal Imunisasi BCG

Jadwal Imunisasi

Vaksinasi Jadwal Pemberian Ulangan/Booster Imunisasi untuk


Imunisasi Melawan
BCG 0-2 bulan - Tuberculosis
Hepatitis Waktu lahir 1 tahun pada bayi Hepatitis B
B dosis 1 yang lahir dari ibu
1 bulan-dosis 2 dengan hepatitis B
6 bulan-dosis 3
Dpt dan 3 bulan-dosis 1 18 bulan-booster 1 Dipteria,pertusis,tetanus
polio 4 bulan-dosis 2 6 tahun-booster 2 ,dan polio
5 bulan-dosis 3 12 tahun-booster 3

Campak 9 bulan - Campak


Sumber : (Proverawati,2010)
16

2.2.4. Cara Pemberian Dan Dosis

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai

berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0-2 bulan . Imunisas BCG cukup di

berikan satu kali saja. Pada anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk

melakukan uji mantoux sebelum imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui

apakah ia telah telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji mantoux positif,

anak tersebut tidak selayaknya mendapatkan imunisasi BCG. Adapun cara

penyuntikan BCG menurut (Proverawati,2010) antara lain :

a. Bersihkan lengan dengan kapas air

b. Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum

yang berlubang menghadap ke atas

c. Suntikan 0,05 ml secara intra kutan

2.2.5 Efek Samping

Setelah diberikan imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2

minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat

suntikan yang berubah menjadi pistula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak

perlu pengobatan khusus,karena luka akan sembuh dengan sendirinya secara

spontan. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher

yang terasa padar manun tidak menimbulkan demam (Proverawati,2010).


17

2.2.6 Dampak Bayi Yang Tidak Mendapatkan Imunisasi BCG

Jika anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak

mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman

berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan

kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal.

Anak yang tidak diimunisasi akan menyebarkan kuman-kuman tersebut ke

adik, kakak dan teman lain disekitarnya sehingga dapat menimbulkan wabah yang

menyebar kemana-mana menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak. Oleh

karena itu, bila orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa

membahayakan keselamatan anaknya dan anak-anak lain disekitarnya, karena

mudah tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat atau

kematian. Pada bayi yang tdak pernah diberikan imunisasi BCG atau yang tidak

mendapatkan imunisasi BCG, akan dengan mudah terserang tuberkulosis (TBC)

yang juga dapat menyerang organ-organ lain nya seperti otak, tulang, kelenjar

superfisialis dan lain-lain (Dewi,2010 ).

2.3. Faktor - Faktor Yang Menyebabkan Bayi Tidak Mendapatkan Imunisasi

BCG

2.3.1. Umur Ibu

Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.

Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat
18

resistensi. Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan

pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut (Noor,2000)

Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial

ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin

berhubungan dengan status imunisasi anak mereka.(Muhammad, 2002) .

Dari penelitian Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan

dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05). Penelitian

ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990). Penelitian Salma

Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor utama yang berhubungan dengan

imunisasi BCG adalah umur ibu bahwa ibu yang berumur 30 tahun atau lebih

cenderung imunisasi anaknya tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang berumur

lebih muda. Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim (2001), menunjukkan bahwa

karakteristik ibu yang erat hubungannya dengan status imunisasi BCG anak umur <2

bulan adalah: umur ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat

penelitian.

2.3.2. Pendidikan

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku,

semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan

kesehatan semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor

yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan

seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan

dengan lebih tepat.


19

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu

pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.

Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan ibu (Muhammad,2002).

Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau

pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan

kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan

berpendidikan tinggi, maka wawasan pengetahuan semakin bertambah dan semakin

menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi

untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Sejalan dengan pendapat Slamet, Singarimbun (1986), juga menyebutkan

kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP

keatas sebanyak 30,1%.Berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk

mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas

dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan

mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih

tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di

sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian Cahyono (2003), memberikan gambaran bahwa

anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang

ibunya tinggal di pedesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak


20

memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat

kabar/majalah, radio, TV), dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin

banyak jumlah anak, semakin besar kemungkinan seorang ibu tidak

mengimunisasikan anaknya dengan lengkap. Selanjutnya Masykur (1983) dalam

kesimpulan penelitiannya juga menyatakan ibu-ibu yang tahu tentang imunisasi

tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan secara statistik menunjukkan

ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu

tentang imunisasi. Menurut Lubis (1990), dari suatu penelitian yang dilakukan

didapatkan bahwa kurangnya peran serta ibu rumah tangga dalam hal ini disebabkan

karena kurang informasi (60-75%),kurang motivasi (2-3%) serta hambatan lainnya

(23-37%).

2.3.3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman

yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan

kehidupan. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia

tentang segala sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan

berbagai persoalan hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis. (Azwar, 1996).

Selanjutnya Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung ibu melakukan

imunisasi dasar pada bayi antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan

kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan,

sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000).


21

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu melalui mata dan telinga. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Menurut Slamet (1999), pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya, memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi diartikan sebagai

kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari atau kondisi yang

sebenarnya, analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Evaluasi ini

terkait dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek.

Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam menjaga kebersihan dan

hidup sehat. Slamet (1999) menegaskan bahwa wawasan pengetahuan dan

komunikasi untuk pengembangan lingkungan yang bersih dan sehat harus

dikembangkan yaitu dengan pendidikan dan meningkatkan pengetahuan. Dengan

adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan yang

ditujukan terutama kepada para ibu sebagai anggota masyarakat memberikan

dorongan dan motivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan.


22

Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan serta

informasi yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang

serta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia

dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya

berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan

imunisasi bayi tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan. (Slamet, 1999)

Dari penelitian Muhammad (2002), didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan

pengetahuan tentang imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak

bekerja, dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi ini masih sangat kurang.

Begitupun, walau tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata dikalangan ibu

tidak bekerja sikap dan perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu

yang bekerja. Namun menurut hasil kesimpulan penelitian Idwar (2000), justru

menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 2,324 kali untuk

mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja disebabkan

kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang

bekerja.

2.3.4. Kepercayaan

Kepercayaan terhadap baik buruknya nilai kesehatan didasarkan atas

penilaiannya pada kemanfaatan yang dirasakan dari segi emosi/kejiwaan, sosial,

ekonomi, dan lain-lain kerugian dan akibat yang dirasakannya akan timbul, serta

hambatan-hambatan yang dirasakan (Eko & Hesty, 2009).


23

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena

penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan

kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi (Mirzal,

2008). Setelah imunisasi kadang-kadang timbul kejadian ikutan pasca imunisasi

(KIPI) demam ringan sampai tinggi, bengkak, kemerahan, agak rewel. Itu adalah

reaksi yang umum terjadi setelah imunisasi. Umumnya akan hilang dalam 3-4 hari,

walaupun kadang-kadang ada yang berlangsung lebih lama (Soedjatmiko, 2009).

Imunisasi merupakan upaya medis untuk mencegah terjadinya suatu penyakit.

Dalam agama Islam, imunisasi sah menurut hukum (absah secara syar'i) sehingga

masyarakat tidak perlu ragu untuk melakukan imunisasi sepanjang materi atau bahan

yang digunakan tidak berupa unsur yang haram (Sholeh, 2009).

Orang tua juga harus mengetahui bahwa pemberian imunisasi aman bagi anak,

bahkan saat anak sedang sakit ringan, mempunyai cacat fisik/mental atau mengalami

malnutrisi (Dinkes. Kota Surabaya, 2007).

2.3.5. Dukungan Keluarga

Keberhasilan suatu program imunisasi di masyarakat berkaitan dengan

dukungan dari kelompok masyarakat, salah satunya adalah keluarga. Tanggung

jawab keluarga terhadap imunisasi bayi/ balita sangat memegang peranan penting

sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan imunisasi serta

peningkatan kesehatan anak. Dengan adanya dukungan keluarga mendorong

kemauan dan kemampuan yang ditujukan terutama kepada para ibu sebagai anggota

masyarakat untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan. Semua aktivitas yang


24

dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi bayi tidak lain adalah hasil

yang diperoleh dari dukungan keluarga, baik dari suami maupun anggota keluarga

lainnya. Dukungan keluarga merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang dalam membuat keputusan dengan lebih tepat (Mirzal, 2008).

Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi dan balita

sangat memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap

keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Peran seorang ibu pada

program imunisasi sangatlah penting, oleh sebab itu suatu pemahaman tentang

program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. (Ali, 2002).

2.3.6. Sosial Ekonomi

Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status sosial

ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu :

a) Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah

penyakit atau mendapatkan pelayanan kesehatan

b) Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.

(Azwar,1999)

Menurut Noor, (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya

dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik. Status sosio ekonomi

erat hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat

tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya. Status ekonomi berhubungan

erat pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat.Noor, (2000).


25

Menurut Azwar (1999), dalam melakukan penelitian sosial menggunakan

indikator pekerjaan, pendidikan dan keadaan tempat tinggal dalam menentukan status

sosial ekonomi. Sedangkan Parker dan Bennet memakai indikator pendapatan,

pendidikan, jumlah anak dan sikap terhadap kesehatan.

Selanjutnya Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung ibu

melakukan imunisasi dasar pada bayi antara lain kemampuan individu menggunakan

pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan,

pengetahuan, sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000).

Pada masa yang akan datang di Indonesia akan terjadi perubahan dari negara

agraris menjadi negara industri. Dengan terjadinya peralihan itu, mengakibatkan

banyak tenaga kerja yang kemungkinan tidak akan tertampung disektor industri,

sehingga sebagian besar diantaranya akan terjun ke lapangan kerja informal.

Sementara itu, karena adanya perbaikan pendidikan dan perhatian terhadap

perempuan menyebabkan semakin meningkatnya tenaga kerja perempuan, baik

disektor formal maupun informal. Batasan Ibu yang bekerja adalah ibu-ibu yang

melakukan aktifitas ekonomi mencari penghasilan baik disektor formal maupun

informal, yang dilakukan secara reguler diluar rumah. Tentunya aktifitas ibu yang

bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk memberikan

pelayanan atau kasih sayang terhadap anaknya termasuk perhatian ibu pada imunisasi

dasar anak tersebut. Sosial ekonomi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

tingkah laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu

mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarga, sehingga


26

seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi akan berbeda dengan tingkat sosial

ekonomi rendah.

Keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mengusahakan

terpenuhi nya imunisasi yang lengkap bagi bayi (Notoatmodjo, 2003).

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah landasan dari suatu penelitian yang dapat memprediksi

adanya hubungan antar variabel.

Kerangka teori pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut

Gambar 2.1

Kerangka Teori Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

1 Umur
2 Pendidikan
3 Pengetahuan Imunisasi BCG
4 Kepercayaan
5 Dukungan
keluarga
6 Penghasilan

Keterangan : Vareabel Independen mempengaruhi Variabel Dependen


27

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasar nya adalah kerangka hubungan antara

konsep–konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan di

lakukan. (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep pada penelitian ini terdiri dari 2

variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen, untuk lebih jelas dapat

dilihat 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pendidikan
2. Pengetahuan Imunisasi BCG

3. Penghasilan
keluarga

Keterangan : Vareabel Independen mempengaruhi Variabel Dependen

2.6 Hipotesa

Hipotesa adalah kesimpulan sementara atau dugaan logis tentang keadaan

populasi, dengan demikian nilai keberadaan suatu hipotesis bisa benar atau kah bisa

salah (Afrizal, 2010)


28

Ha :Ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan dan penghasilan keluarga

Dengan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Imunisasi

BCG Pada Bayi Usia 0-2 Bulan Di Puskesmas Simpang Baru Pekanbaru

Tahun 2012.

Ho :Tidak ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan dan penghasilan

keluarga dengan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian

Imunisasi BCG Pada Bayi Usia 0-2 Bulan Di Puskesmas Simpang Baru

Pekanbaru Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai