REFERAT
DISUSUN OLEH:
Novary Djipung
N 111 16 025
PEMBIMBING:
1
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
2
Pengendalian kandung kemih dan usus berkembang secara bertahap
selama periode waktu tertentu. Latihan toilet (toilet training) dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti kapasitas intelektual anak dan maturitas sosial, determinan
kultural, dan interaksi psikologis antara anak dan orangtua. Urutan normal dari
perkembangan pengendalian fungsi usus dan kandung kemih adalah (1)
perkembangan kontinensia fokal nokturnal, (2) perkembangan kontinensia fekal
diurnal, (3) perkembangan kontrol kandung kemih diurnal, dan (4) perkembangan
kontrol kandung kemih nokturnal. 2
Enkopresis meliputi hubungan saling memengaruhi yang rumit antara
faktor fisiologis dan psikologis. Anak enkopretik yang jelas dapat mengendalikan
fungsi ususnya dengan adekuat dan membuang feses dengan konsistensi yang
relatif normal di tempat yang abnormal biasanya memiliki kesulitan psikiatrik.1
Enuresis tidak tampak berhubungan dengan stadium tidur tertentu atau waktu di
malam hari; malahan ngompol tampaknya terjadi secara acak. Penelitian lain
melaporkan bahwa mengompol terjadi karena kandung kemih penuh dan tidak ada
hormon antidiuretik yang tinggi di malam hari. 2
Setelah usia 4 tahun enkopresis pada semua usia tiga atau empat kali lebih
banyak pada laki laki dibandingkan anak perempuan. Pengendalian usus dicapai
oleh lebih dari 95 persen anak pada ulang tahunnya yang keempat dan 99 persen
pada ulang tahun kelima. Setelahnya frekuensi berkurang hingga menjadi benar
benar tidak ada saat usia 16 tahun. Hasil enkopresis bergantung pada penyebab,
kekronisan gejala, dan masalah perilaku yang juga ada. Enkopresis dipengaruhi
oleh keinginan dan kemampuan keluarga untuk turut berpartisipasi di dalam terapi
tanpa menjadi terlalu menghukum dan juga dipengaruhi oleh kesadaran anak
mengenai kapan feses akan keluar. 1
Prevalensi enuresis menurun dengan meningkatnya usia. Jadi, 82 persen
anak berusia 2 tahun, 49 persen anak berusia 3 tahun, 36 persen anak berusia 4
tahun, dan 7 persen anak berusia 5 tahun telah dilaporkan mengalami enuretik
secara teratur. Enuresis biasanya berhenti sendiri. Sebagian besar anak enuretik
merasakan geajalanya ego distonik dan mengalami peningkatan harga diri dan
perbaikan keyakinan sosial jika mereka menjadi kontinen. 2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ENKOPRESIS
2.1.1 Definisi
4
mungkin akibat retensi fisiologis, yang bertumpuk pada peletakan
tinja ditempat yang tidak layak. 3
2.1.2 Etiologi
Tidak adanya latihan toilet yang tepat atau latihan yang tidak
adekuat dapat memperlambat pencapaian kontinensia anak. Bukti
bukti menunjukkan bahwa beberapa anak enkopretik menderita
pengendalian sfingter yang tidak efisien dan tidak efektif seumur
hidup. 2
Anak enkopretik yang jelas mampu mengendalikan fungsi
fungsi ususnya dengan adekuat dan yang menampung feses dengan
konsistensi relatif normal di tempat yang abnormal biasanya
memiliki kesulitan psikiatrik. 2
Enkopresis mungkin disertai dengan masalah perkembangan
neurologi lain, termasuk distraktibilitas yang mudah, rentang atensi
yang pendek, toleransi frustasi yang rendah, hiperaktivitas dan
koordinasi yang buruk. Kadang - kadang anak memiliki ketakutan
khusus dalam menggunakan toilet. 2
Kadang - kadang anak memiliki ketakutan khusus untuk
menggunakan toilet. Enkopresis juga dapat dicetuskan oleh
peristiwa hidup, seperti kelahiran saudara kandung, atau pindah ke
rumah baru. Enkopresis setelah periode panjang kontinensia feses
kadang sebagai suatu regresi setelah stres seperti perpisahan orang
tua, pindah rumah atau mulai sekolah. 1
Banyak anak enkopretik juga menahan feses dan mengalami
konstipasi baik secara disengaja atau sekunder akibat defekasi yang
menyakitkan. Distensi rektum kronis yang ditimbulkan oleh massa
feses yang besar dan keras dapat menyebabkan hilangnya tonus
dinding rektum dan desensitisasi terhadap tekanan. Dengan
demikian, banyak anak yang tidak menyadari keperluan defekasi,
5
dan terjadilah enkopresis limpahan, biasanya dengan jumlah cairan
yang relatif sedikit atau feses lunak yang bocor. 1
2.1.3 Epidemiologi
Dalam kultur barat, pengendalian usus didapatkan oleh
lebih dari 95 persen anak pada usia 4 tahun dan oleh 99 persen
anak pada usia 5 tahun. Setelahnya, frekuensi menurun sampai
sebenarnya tidak ada pada usia 16 tahun. Setelah usia 4 tahun,
enkopresis pada semua usia adalah tiga sampai empat kali lebih
sering pada anak laki-laki dibanding perempuan. Pada usia 7 atau 8
tahun, frekuensi kira-kira adalah 1,5 persen pada anak laki-laki dan
0,5 persen pada anak perempuan. Pada usia 10 sampai 12 tahun,
pengeluaran feses sekali sebulan terjadi pada 1,3 persen anak laki
laki dan 0,3 persen pada anak perempuan. 1
6
untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial
untuk buang air besar di tempat yang layak;
c) Mungkin akibat retensi fisiologis, yang
bertumpuk pada peletakan tinja di tempat yang
tidak layak. Retensi seperti itu mungkin timbul
sebagai akibat pertentangan antara orang tua dan
anak mengenai latihan buang air besar, atau
akibat menahan tinja karena nyari saat buang air
besar (misalnya akibat fisura ani) atau karena
sebab lain. 3
Pada beberapa peristiwa, enkopresis mungkin disertai
ulah memoleskan tinja pada tubuh sendiri atau pada
lingkungan sekitar yang agak jarang, ulah mencongkel
dubur dengan jari atau masturbasi anal. Tidak terdapat
garis pemisah yang jelas antara enkopresis yang disertai
dengan gangguan emosional/perilaku/ dan gangguan
psikiatrik lain dengan enkopresis sebagai gejala
sampingan. Pedoman yang digariskan ialah untuk
memberi kode diagnosis enkopresis bila hal tersebut
merupakan fenomena yang predominan (atau bila
enkopresis itu hanya terjadi kurang dari sekali
sebulan).3
Enkopresis dan enuresis tidak jarang saling
berhubungan dan bila hal ini terjadi, pemberian kode
diagnosis enkopresis haruslah diprioritaskan. 3
Enkopresis ada kalanya timbul menyusul suatu kondisi
organik, seperti fisura ani atau infeksi gastrointestinal;
maka kondisi organik itu harus dijadikan kode
diagnosis yang utama bila kondisi itu merupakan alasan
yang cukup bagi pengeluaran tinja itu, tetapi bila
kondisi organik itu hanya merupakan suatu akibat,
7
bukan sebagai penyebab yang cukup memadai, perlu
diberi enkopresis (disamping kondisi organiknya). 3
8
Beri kode seperti berikut :
Dengan konstipasi dan inkontinensia limpahan
Tanpa konstipasi dan inkontinenasi limpahan
2.1.5 Terapi
Saat anak dibawa untuk terapi, pertentangan dan
penderitaan keluarga lazim ada. Tegangan keluarga mengenai
gejala harus dikurangi dan diciptakan atmosfir yang tidak bersifat
menghukum. Upaya serupa harus dibuat untuk mengurangi rasa
malu anak di sekolah. Harus dilakukan banyak perubahan pada
pakaian dalam dengan pertikaian minimum. Edukasi pada keluarga
dan memperbaiki kesalahan persepsi yang dimiliki keluarga
mengenai buang air besar harus dilakukan sebelum terapi.
Pendekatan fisiologis yang berguna meliputi kombinasi laksatif
harian atau minyak mineral bersama dengan intervensi perilaku
berupa anak duduk di toilet untuk suatu interval waktu yang
ditentukan setiap hari dan diberi hadiah untuk defekasi yang
berhasil. Untuk anak yang tidak mengalami konstipasi dan
memiliki kendali usus yang baik, laksatif tidak diperlukan, tetapi
interval waktu di toilet yang ditentukan juga dapat berguna pada
anak ini. 1
Psikoterapi suportif dan teknik relaksasi dapat berguna di
dalam menerapi ansietas anak enkopretik dan gejala sisa lain,
seperti rendahnya harga diri dan isolasi sosial. Pada anak yang
memiliki pengendalian usus tetapi terus menempatkan fesesnya di
lokasi yang tidak sesuai, intervensi keluarga dapat membantu. Hasil
yang baik terjadi ketika anak merasa peristiwa hidup di dalam
kendalinya. Masalah perilaku yang juga ada meramalkan hasil yang
lebih buruk. Pada semua kasus, kebiasaan usus yang tepat penting
diajarkan. Pada beberapa kasus, teknik biofeedback dapat
membantu. 1
9
Seorang dokter pediatrik harus dihubungi pada kasus
enkopresis dengan konstipasi dan inkontinensia limpah. Pertama,
usus anak harus dibersihkan, dan selanjutnya gerakan feses harus
dipertahankan dengan pelunak feses atau laksatif. Kebiasaan usus
yang baik harus diajarkan.2
2.1.6 Prognosis
Hasil enkopresis bergantung pada penyebab, kekronisan
gejala, dan masalah perilaku yang juga ada. Pada banyak kasus,
enkopresis bersifat sembuh sendiri, dan jarang berlanjut melebihi
masa remaja pertengahan. Anak yang memiliki faktor fisiologis
yang turut berperan, seperti motilitas lambung yang buruk, dan
ketidakmampuan merelaksasi otot sfingter anus, lebih sulit diterapi
dibandingkan dengan anak yang mengalami konstipasi tetapi tonus
sfingternya normal. 1
Enkopresis adalah gangguan yang cukup menjijikan bagi
sebagian besar orang, termasuk anggota keluarga; jadi, ktegangan
keluarga; jadi ketegangan keluarga seringkali tinggi. Teman sebaya
anak juga peka terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan
perkembangan dan sering mengasingkan anak. Anak enkopretik
sering dikambinghitamkan oleh teman sebayanya dan dihindari
oleh orang dewasa. Banyak anak enkopretik memiliki harga diri
yang rendah dan menyadari penolakan diri mereka yang terus
menerus. Secara psikologis, anak anak mungkin tampak tidak
peduli terhadap gejala, atau mereka terlibat dalam pola enkopresis
sebagai cara mengekspresikan kemarahan. 2
Hasil kasus enkopresis dipengaruhi oleh keinginan dan
kemampuan keluarga untuk turut berpartisipasi di dalam terapi
tanpa terlalu menghukum dan juga dipengaruhi oleh kesadaran
anak mengenai kapan feses akan keluar. 1
10
2.1 ENURESIS
2.2.1 Definisi
11
kering secara konsisten; sedangkan enuresis sekunder adalah
suatu keadaan dimana anak tersebut setidak tidaknya
mengalami kering secara konsekutif paling sedikit selama 6
bulan. 4
2.2.2 Etiologi
Kontrol kandung kemih yang normal dicapai dengan
bertahap dan dipengaruhi oleh perkembangan neuromuskular dan
kognitif, faktor sosioekonomi, latihan toilet, dan kemungkinan
faktor genetik. Kesulitan pada salah satu atau beberapa bidang
tersebut dapat memperlambat kontinensia urin. Walaupun suatu
penyebab organik mengeluarkan diagnosis enuresi, koreksi defek
anatomis atau menyembuhkan infeksi tidak selalu menyembuhkan
enuresis, yang menyatakan bahwa penyebabnya mungkin tidak
berhubungan dengan kelainan organik pada beberapa kasus. 2
Kira kira 75 persen anak anak enuretik memiliki sanak
saudara derajat pertama yang juga atau pernah enuretik. Angka
kesesuaian adalah lebih tinggi pada kembar monozigot
dibandingkan dizigot. Risiko anak untuk enuresis ditemukan lebih
dari tujuh kali lebih besar jika ayahnya enuretik. 1
Beberapa penelitian melaporkan bahwa anak enuretik
memiliki kandung kemih dengan kapasitas emosional yang normal
jika dianestesi tetapi kandung kemih yang secara fungsional kecil,
sehingga anak merasa dorongan untuk miksi dengan urin yang
sedikit di dalam kandung kemih. Penelitian lain melaporkan bahwa
mengompol terjadi karena kandung kemih penuh dan tidak ada
hormon antidiuretik yang tinggi di malam hari. Faktor tersebut
memungkinkan curah urin yang lebih tinggi dari biasanya. Enuresis
tidak tampak berhubungan dengan stadium tidur tertentu atau
waktu di malam hari; malahan ngompol tampak terjadi secara acak.
Pada sebagian besar kasus kualitas tidur adalah normal. Sedikit
12
bukti yang menyatakan bahwa tidur anak enuretik adalah lebih
bising dibandingkan anak lain. 2
Stresor psikososial tampaknya mencetuskan berbagai kasus
enuresis. Pada anak kecil gangguan terutama berhubungan dengan
kelahiran adik, perawatan di rumah sakit antara usia 2 dan 4 tahun,
mulai sekolah, kehancuran keluarga karena perceraian dan
kematian, dan pindah ke rumah baru. 1
2.2.3 Epidemiologi
Prevalensi enuresis menurun dengan meningkatnya usia.
Jadi, 82 persen anak berusia 2 tahun, 49 persen anak berusia 3
tahun, 36 persen anak berusia 4 tahun, dan 7 persen anak berusia 5
tahun telah dilaporkan mengalami enuretik secara teratur. Tetapi
angka prevalensi adalah bervariasi, tergantung pada populasi yang
diteliti dan toleransi untuk gejala dalam berbagai kelompok kultur
dan sosioekonomi. 2
Penelitian epidemiologi di luar negeri menunjukkan usia 6
7 tahun 80% anak secara penuh mengendalikan kandung
kemihnya, sedangkan 20% lagi mengalami enuresis nokturnal,
enuresis diurnal atau keduanya. Insiden enuresis menurun sesuai
dengan semakin bertambahnya usia, sehingga pada usia 14 tahun
insidens enuresis hanya 2-3%. 5
Penelitian di pulau Wight melaporkan bahwa 15,2 persen
anak laki laki berusia 7 tahum kadang kadang enuretik dan
bahwa 6, 7 persen anak laki laki adalah enuretik sekurangnya satu
kali dalam seminggu. Penelitian melaporkam bahwa 3,3 persen
anak perempuan berusia 7 tahun adalah enuresis sekurangnya satu
kali dalam seminggu. Pada usia 10 tahun prevalensi enuresis secara
keseluruhan telah dilaporkan sebesar 3 persen. 2
13
pada anak dengan gejala selama siang hari dan malam hari, dan
pada anak yang mempertahankan gejala sampai masa kanak lanjut.
2
14
A. Pengeluaran urin berulang ke baju atau tempat tidur
(baik involuntar atau disengaja). 1
B. Perilaku ini secara klinis signifikan seperti yang
ditunjukkan oleh frekuensi sedikitnya dua kali
dalam seminggu selama sedikitnya 3 bulan berturut
turut atau adanya penderitaan atau hendaya yang
secara klinis signifikan di dalam fungsi sosial,
akademik (atau pekerjaan), atau area fungsi penting
lainnya.1
C. Usia kronologis sedikitnya 5 tahun (atau tingkat
perkembangan setara). 1
D. Perilaku ini tidak hanya disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya diuretik)
atau keadaan medis umum (misalnya diabetes, spina
bifida, gangguan bangkitan). 1
Rinci jenisnya: 1
Hanya nokturnal
Hanya diurnal
Nokturnal dan diurnal
15
C. Usia kronologis sedikitnya 5 tahun (atau tingkat
perkembangan setara). 3
D. Perilaku ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis
dari suatu zat (misalnya diuretik, obat antipsikotik)
atau keadaan medis lainnya (misalnya diabetes,
spina bifida, gangguan bangkitan). 3
2.2.5 Terapi
Modalitas terapi yang telah berhasil digunakan untuk
enuresis mencakup intervensi perilaku dan farmakologis. Angka
pemulihan spontan yang relatif tinggi selama periode yang lama
juga ditemukan. Langkah pertama di setiap rencana terapi adalah
untuk mengkaji ulang pelatihan buang air di toilet yang sesuai.
Teknik berguna lainnya mencakup membatasi cairan sebelum tidur
dan night lifting untuk melatih anak buang air di toilet. 1
Terapi Perilaku. Classsic conditioning dengan bel (atau
lonceng) serta perlengkapan bantalan umumnya terapi yang
paling efektif untuk enuresis, dengan kesembuhan terdapat
pada lebih dari 50 persen kasus. Kesulitan dapat mencakup
ketidakpatuhan anak dan keluarga, penggunaan
perlengkapan dengan tidak tepat, serta kekambuhan.
Pelatihan kandung kemih-pemberian dorongan atau hadiah
untuk menunda buang air kecil dengan waktu yang semakin
lama pada jam jam bangun juga telah digunakan.
16
Meskipun kadang kadang efektif, metode ini diputuskan
tidak mengungguli lonceng dan bantalan. 1
Farmakoterapi. Obat bukanlah lini pertama terapi untuk
enuresis dan sering tidak diiingankan sama sekali. Ketika
masalah ini demikian mengganggu sehingga secara
signifikan mengganggu fungsi anak, beberapa obat dapat
dipertimbangkan, meskipun masalah sering kambuh segera
setelah obat dihentikan. Imipramine (Tofranil) efektif dan
disetujui untuk digunakan di dalam menerapi enuresis masa
kanak, terutama untuk jangka-pendek. Desmopressin
(DDAVP), suatu senyawa antiduretik yang tersedia dalam
semprotan intranasal, menunjukkan keberhasilan awal di
dalam mengurangi enuresis. 6
Psikoterapi. Meskipun banyak teori psikologis dan
psikoanalitik mengenai enuresis telah dikembangkan, studi
terkontrol menemukan bahwa psikoterapi saja bukanlah
terapi yang efektif untuk enuresis. Meskipun, demikian
psikoterapi dapat berguna untuk menghadapi masalah
psikiatrik yang juga ada serta kesulitan emosional atau
keluarga yang muncul akibat gangguan ini. 1
2.2.6 Prognosis
Enuresis biasanya bersifat sembuh sendiri, dan anak
akhirnya dapat tetap tidak mengalami enuresis tanpa adanya gejala
sisa psikiatrik. Sebagian besar anak enuretik merasakan gejala
mereka sebagai ego-distonik dan menikmati meningkatnya harga
diri serta meningkatnya kepercayaan sosial ketika mereka menjadi
kontinensia. Enuresis setelah sedikitnya masa 1 tahun tanpa
enuresis biasanya dimulai pada usia antara 5 sampai 8 tahun; jika
gangguan ini terjadi jauh di kemudian hari, terutama selama masa
17
dewasa, penyebab organik harus diteliti. Sejumlah bukti
menunjukkan bahwa onset enuresis yang lambat pada anak lebih
sering terkait dengan kesulitan psikiatrik yang terdapat bersamaan
dibandingkan dengan enuresis tanpa sedikitnya masa 1 tahun bebas
enuresis. Kekambuhan terdapat pada anak yang tidak lagi
mengalaminya secara spontan dan pada mereka yang diobati.
Kesulitan emosional dan sosial yang signifikan pada anak anak
enuretik biasanya mencakup citra diri yang buruk, harga diri yang
berkurang, malu dan keterbatasan sosial, serta konflik
intrakeluarga.1
18
selama sedikitnya 3 sedikitnya 3 bulan.
bulan.
Tidak dituliskan Usia kronologis Usia kronologis
kriteria usia sedikitnya 4 tahun sedikitnya 4 tahun
kronologis (atau tingkat (atau tingkat
perkembangan perkembangan setara).
setara).
Tidak ada spesifikasi Dengan konstipasi dan Dengan konstipasi dan
inkontinensia inkontinensia
limpahan limpahan
2.3.1 ENURESIS
19
enuresis itu (enuresis
non-organik sekunder
Enuresis tidak lazim Usia kronologis Usia kronologis
didiagnosis terhadap sedikitnya 5 tahun sedikitnya 5 tahun
anak dibawah usia 5 (atau tingkat (atau tingkat
tahun atau dengan perkembangan perkembangan setara).
usia mental kurang setara).
dari 4 tahun
- Perilaku ini tidak Perilaku ini tidak
hanya disebabkan disebabkan oleh efek
oleh efek fisiologis fisiologis dari suatu
langsung dari suatu zat (misalnya diuretik,
zat (misalnya diuretik) obat antipsikotik) atau
atau keadaan medis keadaan medis lainnya
umum (misalnya (misalnya diabetes,
diabetes, spina bifida, spina bifida, gangguan
gangguan bangkitan). bangkitan)
Tidak ada rincian Rinci jenisnya: Rinci jenisnya:
jenis Hanya nokturnal Hanya nokturnal
Hanya diurnal Hanya diurnal
Norkturnal dan Norkturnal dan diurnal
diurnal
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis edisi 2. Jakarta: EGC;
2014.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis jilid dua. Jakarta : Binarupa aksara; 2010.
21
Ped. 2016; 1(2): 1-7. [cited 2018 March 15]. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
6. Raj VMS. Review on enuresis. ARC J of Ped. 2016; 2(1): 9-16. [cited 2016
March 15]. Available from https://www.arcjournals.org
22