GANGGUAN KONVERSI
Disusun Oleh:
Aulia Dirma
2007501010003
Pembimbing:
dr. Malawati, Sp. KJ
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun referat dengan judul “Gangguan Konversi” ini diajukan sebagai
salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian/SMF
Ilmu Kedokteran Jiwa RSJ Aceh, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Malawati, Sp.KJ
yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan
tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-
rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat
selesai pada waktunya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
referat ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sekalian demi kesempurnaan referat ini. Harapan penulis
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL...................................................................................... iv
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi.................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi........................................................................... 3
2.3. Etiologi.................................................................................... 4
2.4. Klasifikasi............................................................................... 5
2.5. Faktor Risiko........................................................................... 7
2.6. Gejala Klinis........................................................................... 8
2.7. Diagnosis ............................................................................... 12
2.8. Diagnosis Banding.................................................................. 14
2.9. Tatalaksana............................................................................. 16
2.10. Prognosis............................................................................... 16
BAB IIIKesimpulan.................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 19
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Membedakan karakteristik gejala-gejala gangguan konversi...........13
iv
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Gangguan konversi merupakan gangguan yang ditandai dengan
munculnya gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan baik dari segi medis
maupun neurologis meliputi ingatan masa lampau, kesadaran terhadap identitas
dan penginderaan, dan kontrol gerakan tubuh yang terkait dengan faktor
psikologis seperti stres dan konflik yang dapat menimbulkan disfungsi tubuh
bermakna. Karakteristik utama pada gangguan konversi adalah berkurangnya
fungsi motorik dan sensorik seperti kehilangan penglihatan tiba-tiba, kesulitan
berbicara, kehilangan sensasi, mutisme, dan bangkitan non epileptik. Masalah
yang ditemukan pada gangguan ini bersifat dibawah kendali kesadaran. Gangguan
yang terjadi dapat berlangsung dalam hitungan jam bahkan hari.(2,4,5)
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan bahwa 30% pasien saraf memiliki gejala fisik yang tidak
dapat dijelaskan dengan penyebab organik, dan 18% diantara pasien tersebut
selanjutnya didiagnosa dengan gangguan konversi. Prevalensi pasien yang
mengalami gejala mirip gangguan konversi diperkirakan sebanyak 20-25% pada
suatu rumah sakit, 5% diantaranya memenuhi kriteria gangguan konversi.(6)
Gangguan konversi dianggap sebagai diagnosa yang paling sering ditemukan oleh
psikiatri di Negara berkembang. Pada tahun 2007, data di Pakistan menunjukkan
prevalensi gangguan konversi pasien rawat inap dan rawat jalan di Departemen
kejiwaan sebanyak 12,4% dan 4,8% sementara di India dan Turki sebanyak 31%
dan 27,2%.(2) Selain itu, gangguan konversi lebih banyak ditemukan di asia
dibandingkan barat. Prevalensi penderita gangguan konversi di negara barat
diperkirakan sebesar 1-3% pada poliklinik psikiatri sedangkan di Asia mencapai
10%.(7)
Prevalensi gangguan konversi lebih banyak ditemukan pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 10:1, paling banyak ditemukan pada remaja
dan dewasa muda.. Individu dengan gangguan konversi memiliki riwayat
3
4
2.4 Klasifikasi
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia edisi ke III (PPDGJ-III), yang termasuk kedalam gangguan konversi
adalah sebagai berikut (5):
- Amnesia Disosiatif
Karakteristik utama pada amnesia disosiatif adalah kehilangan daya ingat
yang bersifat selektif yakni kejadian penting yang baru terjadi, tidak disebabkan
oleh gangguan mental organik serta kelupaan atau kelelahan yang biasa terjadi.
Anamnesis yang cermat perlu dilakukan dalam membedakan amnesia disosiatif
dengan amnesia buatan yang disebabkan oleh simulasi secara sadar atau
malingering karena keduanya paling sulit dibedakan. Oleh karena itu, diperlukan
penilaian mengenai kepribadian premorbid dan motivasi secara detail. Amnesia
buatan pada umumnya berhubungan dengan permasalahan keuangan, bahaya
kematian, serta hukuman penjara dan hukuman mati.
- Fugue Disosiatif
Fugue Disosiatif harus dapat dibedakan dari fugue pasca iktal yang terjadi
setelah bangkitan epilepsi lobus temporalis yang pada umumnya dapat dibedakan
6
- Komorbiditas
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengalami gangguan konversi
memiliki penyakit kejiwaan seperti depresi, gangguan cemas menyeluruh, serta
campuran dari depresi dan gangguan cemas. Orang dengan penyakit kejiwaan
tersebut cenderung lebih sensitif dan mudah stresyang menyebabkan mereka lebih
berisiko mengalami gangguan konversi.
tersebut biasanya lebih parah ketika diperhatikan oleh orang lain. Gangguan
berjalan yang lazim terlihat pada penderita adalah astasia-abasia yang merupakan
gerakan berjalan ataksik liar dan terhuyung-huyung disertai dengan gerakan tubuh
yang kasar, tidak eratur, menyentak, dan lengan melambai yang tidak dapat
dikendalikan. Jika pasien jatuh, ia tidak mengalami cedera. Paralisis dan paresis
dapat mengenai satu, dua, atau keempat ekstremitas. Distribusi daerah yang
terkena gangguan tidak sesuai dengan jaras saraf dan refleks dalam batas normal.
Tidak ditemukan adanya fasikulasi dan atrofi otot kecuali gangguan konversi
dialami dalam jangka waktu yang lama. Pemeriksaan elektromiografi dalam batas
normal.
- Gejala Bangkitan
Gejala lain yang terdapat pada gangguan konversi ialah kejang semu.
Kejang semu dan sungguhan sangat sulit dibedakan oleh klinisi jika hanya melihat
penampakan klinis. Apalagi, sepertiga pasien dengan kejang semu juga
mengalami epilepsi. Untuk membedakan keduanya, dapat dilihat apakah pasien
menggigit lidah, mengalami inkontinensia urin, dan cedera setelah jatuh yang
lazim ditemukan pada kejang sungguhan. Pada kejang semu, refleks pupil dan
muntah tetap ada dan kadar prolaktin tidak mengalami peningkatan setelah
kejang.
2.7 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan psikiatri yang menyeluruh sangat diperlukan
dalam mendiagnosis gangguan konversi agar didapatkan data yang jelas mengenai
onset munculnya gejala, adanya stressor dan komorbid penyerta. (3) Diagnosis
gangguan konversi dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit organik,
menemukan gejala positif yaitu fungsi tubuh yang terganggu, dan terdapat
penjelasan psikologis untuk gejala yang dialami.(8)
Kriteria diagnosis untuk gangguan konversi menurut DSM-5 adalah sebagai
berikut(9) :
1. Terdapat satu atau lebih gejala perubahan fungsi sensorik atau motorik
10
3. Terdapat penyebab psikogenik atau peristiwa sulit yang baru saja dialami
1. Gejala anestesia pada gangguan konversi memiliki batas yang amat jelas
yang pada umumnya merupakan gambaran pemikiran pasien terhadap
fungsi tubuhnya.
2. Terdapat ketidakcocokan antara hilang rasa dengan modalitas
penginderaan neurologis lain misalnya hilang rasa yang disertai parestesia
3. Kehilangan penglihatan pada gangguan konversi jarang bersifat total,
umumnya berupa penurunan ketajaman penglihatan, pandangan kabur,
atau tunnel vision. Kemampuan motorik masih baik meskipun ada
gangguan penglihatan
4. Gangguan penghidu serta tuli disosiatif jarang sekali ditemukan
disamping tidak adanya kondisi medis yang menyertai. Sebagai contoh, seorang
individu merasakan bahwa ia mengalami kanker namun sebenarnya hal tersebut
tidak ada.(3)
- Gangguan Buatan
Gangguan buatan merupakan kondisi dimana seorang individu bertingkah
seolah-olah ia mengalami penyakit fisik atau kejiwaan yang pada kenyataannya
individu tersebut tidak benar-benar sakit. Gangguan ini termasuk kedalam
gangguan jiwa karena melibatkan kesulitan emosional yang berat. Individu
dengan gangguan buatan dengan sengaja membuat atau memperberat gejala-gejala
suatu penyakit dalam beberapa cara. Sebagai contohnya, mereka bisa berbohong
atau memalsukan suatu gejala penyakit, melukai diri sendiri untuk menjadi sakit,
atau merubah hasil pemeriksaan lab untuk membuat seolah-olah ia atau orang
yang didekatnya terlihat sakit. Individu dengan gangguan buatan mempunyai
suatu keinginan di dalam dirinya untuk terlihat sakit atau terluka tanpa kebutuhan
untuk mencapai keuntungan personal atau finansial.(3)
- Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan dengan kondisi medis atau neurologis
yang telah ada. Individu yang mengalami gangguan ini memiliki preokupasi
terhadap gejala-gejala tersebut yang dapat menyebabkan distress yang berlebihan
pada diri pasien.(3)
- Malingering
Malingering atau berpura-pura sakit sesungguhnya tidak termasuk dalam
gangguan kejiwaan. Akan tetapi, psikiater dan ahli saraf akan menemukan seorang
individu berpura-pura mengalami gangguan penyakit kejiwaan atau saraf pada
saat praktik. Malingering dapat didefinisikan sebagai berpura-pura memiliki
penyakit fisik, psikiatri, atau neurologis dengan sengaja dan maksud tertentu
untuk memperoleh keuntungan baik secara personal maupun finansial. Individu
yang mengalami gangguan ini sadar sepenuhnya dan mengetahui sebab ia
melakukannya.(3)
2.9 Tatalaksana
16
- Psikoterapi
Terapi yang dahulu biasa diberikan pada pasien gangguan konversi yaitu
hipnotis dan psikoanalisis. Namun, angka keberhasilan kedua terapi tersebut
terbilang rendah. Saat ini, terapi yang dinilai lebih efektif adalah Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) yang bertujuan untuk mengubah pola pikiran pasien
yang tidak biasa mengenai gejala neurologis semu yang dialami. Keberhasilan
psikoterapi bergantung pada kesadaran pasien akan adanya stressor psikologis
yang berhubungan dengan gejala konversi. Dengan tercapainya metode tersebut,
maka gejala dapat hilang. Namun, banyak pasien yang resisten terhadap
psikoterapi. Hal ini disebabkan oleh penolakan pasien untuk mengakui bahwa
terdapat dasar psikologis dalam timbulnya gejala. Pencapaian dalam keberhasilan
psikoterapi harus mencakup dua hal yaitu membuat pasien paham terhadap dasar
psikologis penyebab timbulnya gejala serta mengedukasi pasien mengenai
penanganan stress serta pikiran yang dapat mempengaruhi tubuh.
- Fisioterapi
Terapi fisik dapat menjadi pilihan yang efektif pada gangguan konversi
dalam mengatasi gejala fisik dan komplikasi sekunder seperti kelemahan dan
kekakuan otot yang dapat terjadi akibat tidak beraktivitas. Latihan dapat dimulai
dari tugas yang mudah yang semakin lama semakin sulit terbukti efektif pada
penanganan gangguan konversi.(3)
- Farmakoterapi
Pasien gangguan konversi yang memiliki penyakit kejiwaan penyerta
seperti gangguan cemas dan depresi, terapi dengan obat-obatan juga perlu
diberikan. Obat yang digunakan dalam terapi gangguan konversi meliputi anti
depresi, anti ansietas, atau obat lainnya tergantung jenis penyakit kejiwaan yang
menyertai.(3)
2.10 Prognosis
Prognosis baik jika gejala yang muncul bersifat akut, terutama gejala yang
memiliki pemicu yang jelas dapat mengalami resolusi sempurna (70-90% pasien).
Gejala yang sudah lama menetap mempunyai prognosis yang lebih buruk.(8)
18
Diagnosis yang ditemukan lebih awal pada usia muda akan memperbaiki outcome
di masa yang akan datang. Prediktor dari prognosis yang buruk pada gangguan
konversi adalah kepercayaan pasien akan penyakitnya yang tidak akan sembuh,
faktor psikologis yang menyertai, serta keuntungan personal dan finansial yang
diterima pasien.(9)
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19