Anda di halaman 1dari 24

Tinjauan Pustaka

EPIBLEPHARON

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior pada Bagian/SMF Imu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin/RSUDZA Banda Aceh

Disusun oleh :

Julio Levi Sinaga

Pembimbing :
dr. Rahmi H. Adriman, M. Kes, Sp. M

BAGIAN/SMF IMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan
manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul “Epiblepharon”. Shalawat beriring salam
kami sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan
panutan bagi umatnya.
Adapun tinjauan pustaka ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalankan
kepaniteraan klinik senior pada bagian/SMF Imu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala, RSUDZA Banda Aceh. Kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Rahmi H. Adriman, M. Kes, Sp.
M, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan kami terima dengan tangan
terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................3

A. Definisi .......................................................................................................................3
B. Anatomi Palpebra........................................................................................................5
C. Epidemiologi..............................................................................................................10
D. Etiopatogenesis..........................................................................................................10
E. Gambaran Klinis .......................................................................................................12
F. Diagnosis....................................................................................................................13
G. Penatalaksanaan.........................................................................................................13
H. Differensial Diagnosis...............................................................................................17
I. Komplikasi.................................................................................................................20
J. Prognosis....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

1
BAB I
PENDAHULUAN

Epiblefaron merupakan suatu kelainan kelopak mata kongenital maupun didapat di


mana terdapat lapisan kulit horizontal dan otot orbikularis yang berada di bawahnya mendorong
bulu mata ke arah dalam dan umumnya mengenai kelopak mata bawah dan mengenai kedua
mata.(1)
Pada epiblefaron, muskulus pretarsal dan kulit pada kelopak mata bawah berada di atas
margo palpebra inferior dan membentuk sebuah lipatan horizontal yang menyebabkan silia
membentuk posisi vertikal. Oleh karena itu, margo palpebra tetap dalam posisi normal
untuk bola mata. Epiblefaron paling banyak ditemukan pada anak-anak dari Asia. (2)
Gejala yang umumnya muncul akibat kelainan ini yaitu di mana bulu mata mengarah ke
dalam bola mata adalah rasa tidak nyaman, iritasi, rasa mengganjal seperti ada benda asing,
hiperlakrimasi, injeksio konjungtiva, dan kemosis. (3)
Bulu mata biasanya tidak mengenai kornea kecuali saat melirik ke bawah, dan hal ini
jarang menyebabkan bekas pada kornea. Epiblefaron biasanya tidak memerlukan penanganan
operasi karena akan menghilang seiring dengan perkembangan tulang wajah. Namun,
kadang-kadang epiblefaron dapat menyebabkan keratitis, di mana pada kasus ini, lipatan
kulit dan otot yang berlebih harus di potong (pada kasus kelopak mata bawah) dan kemudian
kulit tersebut disatukan. (2)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Epiblefaron adalah kelainan kongenital pada kelopak mata di mana terdapat lipatan kulit
yang horizontal dan muskulus orbikularis di bawahnya yang mendorong bulu mata mengarah
ke bola mata dengan posisi kelopak mata yang normal. Selain itu, epiblefaron juga dapat
diartikan sebagai suatu kelainan kongenital bilateral di mana muskulus lamela pada kulit margo
palpebra bagian anterior berada di atas margo palpebra yang menyebabkan bulu mata mengarah
ke dalam bola mata. Walaupun epiblefaron memiliki penampakan yang mirip dengan entropion,
namun etiologinya cukup berbeda. Epiblefaron disebabkan oleh ketiadaan lipatan kelopak
mata bawah dan terdapat perlekatan fasia yang menyatukan lamela anterior dan posterior pada
daerah tersebut. Dengan kontraksi muskulus orbikularis, lamela anterior akan naik di atas
margo palpebra, dan memutar bulu mata ke dalam. Epiblefaron lebih sering ditemukan pada
kelopak mata orang Asia, khususnya ketika terdapat epikantus dan pada orang-orang
dengan indeks massa tubuh di atas normal. (1),(4)

B. ANATOMI PALPEBRA
Mata bagian luar terdiri atas kelopak mata, bulu mata (silia), puntum lakrimal, karunkula,
plika semilunaris, kornea, dan konjungtiva.(5) Namun, pada kasus ini, palpebra akan dibahas
lebih lanjut.

Gambar 1. Gambar mata eksternal


Kelopak mata atau palpebra terdiri atas lapisan luar dan dalam. Lapisan luar terdiri atas
kulit, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan serat otot lurik dari otot orbicularis oculi, yang
berfungsi untuk menutup mata. Lapisan dalam terdiri atas tarsal plate, yang membentuk
kelopak mata. selain itu, yang juga termasuk lapisan dalam adalah tarsal otot - otot polos levator
palpebra yang masuk ke dalam tarsal plate dan konjungtiva palpebra.(3)

Gambar 2. Gambar palpebra superior potongan sagital. (a) otot orbikularis, (b) septum
orbita, (c) bantalan lemak preaponeurotik, (d) aponeurosis levator, (e) lempeng tarsal, (f)
otot supratarsal Muller, (g) konjungtiva
Anatomi pembedahan kelopak mata dibagi atas lamela posterior dan anterior. Lamela
anterior terdiri dari kulit dan otot orbikularis okuli, sedangkan tarsus dan konjungtiva
membentuk lamela posterior. Kedua lamela terbagi sepanjang margo palpebra oleh garis abu-
abu (grey line), yang secara struktural terdiri dari otot Riolan (otot orbikularis pretarsal). Tepat
pada bagian posterior garis abu-abu terletak orifisium kelenjar meibom. Lapisan
mukokutaneous terletak pada bagian posterior bukaan kelenjar meibom. Mucocutanous
junction adalah bagian di mana konjungtiva palpebra tidak berkeratin bertemu dengan
margo palpebra yang berkeratin. Margin palpebra yang normal harus memiliki tepi anterior dan
tepi posterior yang berbatas tegas, yang tampak hampir persegi bila dilihat dalam potongan
melintang. (3)
Gambar 3. Gambar skematik sederhana anatomi palpebra normal
Kelopak mata atau palpebra terbagi atas 7 lapisan struktural , yaitu sebagai berikut(2):
1. Kulit dan jaringan subkutan
2. Otot protaktor
3. Septum orbita
4. Lemak orbita
5. Otot retraktor
6. Tarsus
7. Konjungtiva
Gambar 4. Anatomi Palpebra Superior dan Inferior
Kulit dan jaringan subkutan
Kulit melapisi permukaan eksternal tubuh dan memberikan perlindungan signifikan
terhadap trauma, radiasi sinar matahari, suhu ekstrim, dan dehidrasi. Kulit pada kelopak mata
merupakan lapisan kulit tertipis dari tubuh dan tidak memiliki lapisan subkutan. Karena kulit
pada bagian palpebra dikaitkan dengan pergerakan konstan dari setiap kedipan mata, kulit dapat
menjadi longgar seiring dengan bertambahnya usia. Pada kedua kelopak mata jaringan pretarsal
melekat kuat ke jaringan dibawahnya, dimana jaringan preseptal kurang kuat melekat, sehingga
dapat menjadi tempat akumulasi dari cairan. Kontur dari kulit kelopak mata dibatasi oleh
lipatan kelopak mata dan garisnya. Lipatan kelopak mata merupakan perkiraan melekatnya
aponeurosis dari otot levator ke jaringan pretarsal dan kulit.(3),(2)
Variasi dari ras dapat dilihat dari lokasi lipatan kelopak mata. Kelopak mata orang asia relatif
lebih rendah karena septum orbita pada orang asia bersatu dengan aponeurosis diantara
pinggiran kelopak mata dan batas superior dari tarsus. Hal ini mengakibatkan jaringan lemak
preaponeurosis mengambil posisi lebih inferior dan anterior.(2)
Otot Protraktor
Otot Orbikularis okuli merupakan otot protraktor utama dari kelopak mata. Kontraksi
dari otot ini dapat mengecilkan fisura palpebra. Otot orbikularis ini dapat dibagi menjadi
pretarsal, preseptal dan orbital. Bagian pretarsal dan preseptal berkaitan dengan pergerakan
involuter dari kelopak mata (berkedip). Bagian pretarsal dari kelopak mata atas dan bawah
memiliki origo bagian profunda pada puncak dari sistem lakrimal dan origo superfisial pada
tendon dari kantus medial. Pada daerah dekat kanalikulus, bagian dari otot orbicularis pars
pretarsal bersatu untuk membentuk anyaman serat yang dikenal sebagai otot horner, yang
berjalan dari belakang tendon pada kantus medial. Otot pretarsal superior dan inferior kemudian
bersatu pada sisi kantus lateral membentuk tendon kantus lateral. (2)
Otot preseptal muncul dari sisi atas dan bawah dari tendon kantus medial. Otot preseptal
inferior berasal dari satu tendon yan ama. Pada kelopak mata atas, Pada kelopak mata atas, otot
preseptal memiliki ujung anterior dari tendon utama Kelopak mata atau palpebra terdiri atas
lapisan luar dan dalam. Lapisan luar terdiri atas kulit, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan
serat otot lurik dari otot orbicularis oculi, yang berfungsi untuk menutup mata. Lapisan dalam
terdiri atas tarsal plate, yang membentuk kelopak mata. selain itu, yang juga termasuk lapisan
dalam adalah tarsal otot - otot polos levator palpebra yang masuk ke dalam tarsal plate dan
konjungtiva palpebra.(3)

Gambar 5. Otot orbikularis dan pembagiannya. A otot frontalis, B otot Korugator


supersilia, C otot Procerus, D Otot orbikularis (bagian orbital), E Otot Orbikularis
(bagian preseptal), F otot Orbikularis (bagian pretarsal), G Tendon kantus medial, H
tendon kantus lateral

Bagian orbital dari otot orbikularis berasal dari sisi anterior dari tendon kantus medial,
prosesus orbitalis dari os frontal, dan procesus frontalis dari otot maksilla di depan dari puncak
lakrimal anterior. Serat ototnya membentuk elips dan berinsersi tepat dibawah origonya. Dekat
dengan ujung dari kelopak mata, terdapat struktur otot khusus, berupa otot Riolan yang terletak
lebih posterior dari otot orbikularis dan membentuk garis abu-abu. Otot Riolan ini berperan
dalam ekskresi dari kelenjar meibom, proses berkedip, dan posisi dari bulu mata.(2)

Septum Orbita
Merupakan struktur jaringan fibrosa berlapis berasal dari periosteum pinggian kavum
orbita superior dan inferior pada arkus marginalis.(2)
Lemak Orbita
Terletak di posterior dari septum orbita dan anterior dari aponeurosis levator palpebra
pada kelopak atas, dan fascia kapsulopalpebral pada kelopak mata bawah. Lemak orbital ini
penting sebagai penanda dari pembedahan kelopak mata dan perbaikandari laserasi palpebra
karena struktur ini terletak dibawah dari septum orbita dan di didepan dari aponeurosis levator.
(2)

Otot Retraktor
Otot retraktor dari kelopak mata berupa otot levator disertai dengan aponeurosisnya
serta otot superior tarsal (Otot Muller). Pada kelopak mata bawah, retraktornya berupa fascia
capsulopalpebral, dan otot tarsal inferior.(2)
Retraktor kelopak mata atas memiliki origo di apex dari orbita, terdapat pula suatu
ligament transversus superior (Ligamen Whitnall) pada area transisi dari otot levator ke
aponeurosis levator. Ligamen ini berfungsi sebagai penahan dari kelopak mata atas dan jaringan
orbital superior. Ligamen Whitnall ini analog dengan ligament Lockwood di kelopak mata
inferior. Otot Levator dipersarafi oleh percabagan superior dari Nervus Sentralis III, yang juga
mempersarafi otot rektus superior. Otot Muller berorigo di bawah dari aponeurosis levator
palpebra. Otot ini diinervasi oleh sistem saraf simpatis. Fascia kapsulopalpebral di palpebra
inferior analog dengan aponeurosis levator pada palpebra superior. Otot tarsal inferior analog
dengan otot Muller.(2)
Tarsus
Tarsus merupakan jaringan ikat padat, kuat dan berfungsi sebagai penunjang dari
palpebra. Panjang dari tarsus pada palpebra superior sekitar 10-12 mm. Ukuran vertikal pada
pertengahan palpebra sekitar 4 mm. Tarsus memiliki perlekatan kuat dengan periosteum
melalui tendon kantus baik medial maupun lateral. Tarsus ini dapat bergeser secara horizontal
seiring bertambahnya usia dengan peregangan dari tendon lateral dan medial. Tarsus memiliki
tebal sekitar 1 mm dan berkurang pada sisi medial dan lateral. Dalam tarsus juga terdapat suatu
kelenjar sebasea holokrin.(2)
Gambar 6. Palpebra, diseksi dari elemen strukturalnya
Konjungtiva
Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa non keratinisasi. Terbentuk di lapisan posterior
dari palpebra dan mengandung sel goblet dan kelenjar lakrimal aksesorius Wolfring dan
Krause. Kelenjar lakrimal aksesorius ini terutama terdapat pada kelopak mata atas dan bawah.
Kelenjar Wolfring terletak pada pinggir dari tarsus, dan kelenjar Krause ditemukan terutama
pada forniks.(2)
Margo Palpebra
Pinggir dari palpebra terdiri dari lapisan mukosa berupa konjungtiva, ujung dari otot
orbikularis, dan epitel kutaneus. Selain itu juga terdapat bulu mata dan kelenjar yang
berfungsi melindungi permukaan bola mata. Tautan mukokutaneus dari pinggir palpebra
sering disebut sebagai Gray Line. Gray line ini merupakan bagian terisolasi dari otot orbikularis
(Riolan) terletak anterior dari tarsus. Tautan mukokutaneus ini terletak di posterior dari muara
kelenjar meibom. Panjang fisura palpebralis kurang lebih 30 mm. Bagian utama dari
margin palpebra disebut sebagai Ciliary margin memiliki batas yang tegas antara sisi anterior
dan posterior.(2)
Gambar 7. Anatomi Margin Palpebra

Vaskularisasi
Jaringan vaskuler dari palpebra dapat mempercepat penyembuhan dan pertahanan
terhadap infeksi. Suplai arteri dari palpebra berasal dari 2 cabang utama, yakni (1) Arteri
karotis interna melalui arteri oftalmika dan percabangannya (arteri lakrimal dan
supraorbita) dan (2) Karotis eksterna melalui percabangan dari wajah (arteri angularis dan
temporalis). Terdapat sirkulasi kolateral dari kedua sistem ini, yang beranastomosis di palpebra
superior dan inferior. (2)
Drainase vena dapat dibagi menjadi dua yakni pretarsal dan posttarsal. Jaringan
pretarsal berjalan menuju vena angularis pada sisi medial dan juga vena temporal superfisial
pada sisi lateral. Drainase posttarsal menuju ke vena orbitalis dan percabangan dari vena fasialis
serta pleksus pteriogoid. Pembuluh limfe pada sisi medial menuju ke nodulus limfatikus
submandibular. Pada sisi lateral, menuju ke nodus preaurikuler superfisial dan kemudian
menuju ke nodus servikal.(2)

C. Epidimiologi
Prevalensi epiblefaron adalah sekitar 10% dari populasi pediatrik dengan predileksi
pada kelompok umur yang lebih muda, yaitu 46% hingga 52,2% pada infant, 24% pada
usia 1 tahun, 7% pada usia 5-6 tahun, dan 2% pada usia 10-18 tahun. Tidak terdapat
perbedaan prevalensi epiblefaron pada laki-laki dan perempuan.(6-8)
Epiblefaron umumnya mengenai kedua mata (bilateral) secara bersamaan walapun
derajat keparahannya berbeda. Pada 81% kasus, hanya mengenai palpebra inferior,
pada 12% kasus mengenai palpebra superior dan inferior, dan sisanya yaitu sebanyak 7%
hanya mengenai palpebra superior. Epiblefaron paling sering terjadi pada bagian medial
(nasal) palpebra inferior (1),(6-8).
Bila dibandingkan dengan ras kauskasoid, bangsa Asia umumnya memiliki tulang nasal
yang akan berkembang seiring dengan bertambahnya usia, dan dilapokan bahwa sebanyak
12,6% anak-anak Asia pada usia 7 hingga 14 tahun dengan epiblefaron. Epiblefaron
merupakan perkembangan kelopak mata yang abnormal yang umumnya terjadi pada anak-
anak di Asia.(1, 9)
D. Etiopatogenesis
Etiologi epiblefaron belum diketahui secara pasti. Walaupun etiologi epiblefaron masih
belum jelas, namun beberapa penulis menyebutnya sebagai kelainan kongenital, di mana secara
terdapat defek anatomis yang diyakini sebagai akibat ketiadaan adhesi otot retraktor pada
palpebra inferior dengan lamela anterior sehingga menyebabkan kulit dan otot terlipat ke atas. (7,
10)

Salah satu faktor yang berkontribusi pada pathogenesis epiblefaron adalah kegagalan
otot retraktor kelopak mata untuk memeroleh akses ke kulit. Terdapat bukti yang mendukung
teori ini adalah walaupun dengan traksi kulit tidak mengubah arah bulu mata dan fakta bahwa
epiblepharon akan membaik seiring dengan bertambahnya usia dan maturasi tulang wajah yang
akan menarik otot retraktor palpebra inferior, menyebabkan inversi spontan bulu mata.(11)

Gambar 8. Diagram Epiblefaron. Bulu mata selalu mengarah ke atas.


AL-LER (anterior layer of lower eyelid retraktor); IOM (inferior obliq muscle), IRM
(inferior rectus muscle), LL(Lockwood’ s ligament); OS(orbital septum); OOM
(orbicularis oculi muscle); PL-LER (posterior layer of lower eyelid retraktors);
RS(redundant skin); SMFT(submuscular fibrous tissue)

Otot retraktor kelopak mata bawah adalah struktur belapis ganda. Lapisan anterior
berasal dari ligament Lockwood, menyatu dengan septum orbita dan jaringan submuskular
fibrosa dan melekat pada permukaan anterior lempeng tarsal inferior dan lapisan subkutaneus
melalui otot orbikularis okuli. Lapisan posterior adalah lapisan traksi utama pada retraktor
kelopak mata bawah, termasuk serat otot halus, dan masuk ke permukaan anterior, inferior, dan
posterior lempeng tarsal inferior. Karena lempeng tarsal tidak menggulung ke dalam, namun
tetap pada posisi normal, sehingga pada epiblefaron, lapisan posterior tidak terlalu memegang
peranan yang signifikan dalam proses terjadinya epiblefaron, dan diyakini bahwa faktor utama
terjadinya epibelfaron adalah lapisan anterior otot retraktor palpebra inferior. (12)
Ketiadaan lipatan palpebra inferior pada pasien dengan epiblefaron diperkirakan
memiliki peranan bahwa serat retraktor palpebra inferior gagal mencapai permukaan kulit.
Namun demikian, sebaiknya diingat bahwa kebanyakan penduduk bangsa Asia tidak memiliki
lipatan pada palpebra inferior, walaupun lapisan serat retraktor anterior palpebra inferior
mencapai kulit. Sebagai tambahan, lapisan lemak di depan retraktor palpebra inferior
menempati region anterosuperior palpebra inferior sehingga mencegah terbentuknya lipatan
pada palpebra inferior. Jadi, tidak direkomendasikan untuk membentuk lipatan kelopak mata
inferior pada operasi epiblefaron pada ras Asia. (12)
Faktor lain yang diduga sebagai penyebab epiblefaron adalah lemahnya perlekatan
antara otot orbikularis okuli pars tarsalis dan tarsus yang berada di bawah kulit, sehingga
menyebabkan terbentuknya lipatan kulit dekat margo palpebra dan mendorong bulu mata ke
arah kornea. Hipertrofi otot orbikularis okuli juga dianggap sebagai faktor kausatif epiblefaron,
namun hal ini tidak didukung dengan penelitian secara mikroskopis.(12)
Sehingga secara ringkas, terdapat 2 hal yang diduga sebagai penyebab epiblefaron
adalah perkembangan otot retraktor palpebra inferior yang tidak adekuat, yang ditandai
dengan ketiadaan perlekatan otot retraktor pada kelopak mata bawah dan otot orbikularis
pretarsal menyisip terlalu dekat dengan margo palpebra. Kemudian, kulit dan otot yang terletak
di depan lempeng tarsal terdorong ke depan, di atas lempeng tarsal, dan menyebabkan hipertrofi
otot dan kulit. Dengan kulit palpebra yang berlebih dan kurangnya adesi otot orbikularis okuli
pada lempeng tarsal, sehingga menyebabkan berpindahnya lipatan kulit di atas lempeng tarsal.
Lapisan kulit ini menyebabkan silia terbalik ke arah bola mata, yang menyebabkan silia
menyentuh dan mengiritasi kornea, terutama ketika melirik ke bawah.(9)

E. GAMBARAN KLINIS
Pada epiblefaron, otot pretarsal dan kulit palpebra terletak di atas margo palpebra dan
mendorong silia ke arah bola mata. Palpebra dan margo palpebra berada pada posisi normal.
Umumnya tampak pada usia muda dengan gejala mata merah atau terdapat tanda-tanda iritasi
termasuk eritema konjungtiva. Apabila epiblefaron terjadi pada palpebra inferior maka silia
akan terdorong ke atas, apabila terjadi pada palpebra superior maka silia akan terdorong ke
bawah, namun lebih sering terjadi pada palpebra inferior. Selain itu, silia dapat bersentuhan
dengan kornea pada mata dengan posisi normal atau pada saat melirik ke atas maupun ke
bawah. Fotofobia dapat menunjukkan bahwa terdapat iritasi kornea.(3, 12)
Gambar 9. Epiblefaron : lipatan kulit berlebih pada palpebra inferior mendorong silia ke
kornea
F. DIAGNOSIS
Adapun penegakan diagnosis epiblefaron dapat dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisis pada kelopak mata.
1.) Anamnesis
Pada epiblefaron, di mana, kausanya diduga adalah kongenital, maka dapat gali
informasi mengenai perlangsungannya. Selain itu, berdasarkan penelitian, keluhan utama yang
membawa pasien datang berobat adalah adanya sensasi menggajal (seperti adanya benda asing)
merupakan keluhan terbanyak. Keluhan lainnya dapat berupa adanya kotoran mata, fotofobia,
hiperlakrimasi,
penurunan tajam penglihatan, sering menggosok mata, gatal dan sering
berkedip.(6, 9)
2.) Pemeriksaan Fisis
Epiblefaron adalah abnormalitas perkembangan palpebra yang ditandai dengan adanya
lipatan kulit tambahan dan adanya peregangan otot orbikularis okuli pada pars tarsalis yang
melewati dan saling tumpang tindih dengan margo palpebra. Maka, melalui inspeksi, dapat
dilihat bahwa ketika silia yang normal mengarah ke depan, maka dengan adanya epiblefaron,
maka silia akan mengarah ke kornea.(6)
Selain itu, karena epiblefaron mendorong silia ke arah kornea dan/atau konjungtiva, pada
pemeriksaan fisis juga dapat ditemukan gejala-gejala berupa iritasi konjungtiva, mata merah,
dan epifora.(2)
G. PENATALAKSANAAN
Pada banyak kasus, epiblefaron akan sembuh secara spontan seiring dengan bertambahnya
usia, umumnya pada usia enam atau tujuh tahun , ketika tulang wajah mengalami
perkembangan. Pengobatan mungkin saja dibutuhkan apabila terdapat beberapa gejala iritasi
okuler, misalnya pemberian lubrikasi topikal yang dapat mengurangi gejala. Akan tetapi,
lubrikasi topikal tidak akan melembutkan bulu mata, tetapi hanya membuat bulu mata tidak
terlalu bersifat merusak.(6)
Indikasi untuk intervensi operasi meliputi konjungtivitis kronik, keratopati disertai lakrimasi
da fotofobia, kebiasaan menggosok mata akibat gatal yang mengganggu, dan sering berkedip,
serta apabila gejala masih menetap hingga usia di atas sembilan tahun. (6, 10)
Adapun tujuan operasi adalah untuk menciptakan perlekatan atau adesi antara lamela
anterior dengan retraktor palpebra inferior yang dapat mendesak silia palpebra inferior sehingga
membalikkan arahnya agar tidak ke arah dalam.(10)
Prosedur operasi secara kosmetik meliputi insisi kulit di bawah bulu mata (insisi subsiliar),
eksisi sejumlah kecil kulit dan otot orbikularis okuli pars tarsalis, dan kemudian fiksasi kulit
yang berbantal silia ke bawah tarsus dengan eversi (prosedur Hotz yang dimodifikasi). Tingkat
kesuksesan teknik ini adalah sebesar 90%. Prosedur ini biasanya membutuhkan waktu 30 menit
untuk setiap palpebra dan dilakukan dibawah anestesi umum untuk anak-anak. Namun, terdapat
angka rekurensi sebesar 4,9% hingga 23% dengan teknik ini. Untuk mengurangi rekurensi,
dilakukan penambahan teknik, yaitu membagi margo palpebra (lid margin splitting
technique) pada operasi koreksi epiblefaron. Prosedur ini meliputi eksisi kulit dan otot dan
teknik penjahitan kulit silia (a cilia-everting suture technique). (6, 10)
Teknik operasi Hotz yang dimodifikasi
Sebuah garis insisi kulit subsiliaris digambar secara horizontal dari temporal hingga
pungtum inferior sesuai sepanjang lebar kelopak mata, 1mm di bawah garis silia. Infiltrasi local
lidokain 2% dicampur epinefin dengan rasio 1:100.000 diberikan secara subkutan sepanjang
garis yang digambar. Setelah persiapan tadi, palpebra superior di tarik ke atas dengan
menggunakan penjahitan traksi dengan benang silk 4-0 untuk menghindari kekaburan
margo palpebra inferior oleh silia superior. Pembelahan margo palpebra dilakukan pertama kali.
(10)
Insisi sedalam 1 mm dibuat sepanjang grey line dengan pisau skalpel nomor 15 setelah
menahan palpebra inferior dengan forsep kalazion. Pemebedahan dilakukan mulai dari lateral
pungtum ke sepertiga atau setengah medial palpebra inferior sesuai dengan batas garis
horizontal epiblefaron. (10)

Gambar 12. Gambar skematik. (A) garis putus-putus mewakili garis insisi. Margo
palpebra dibelah sepanjang garis grey li ne sedalam 1 mm. insisi kulit dan otot
orbikularis adalah 1 mm di bawah garis silia. (B) penempatan jahitan pembalikan bulu
mata memperbaiki jaringan subkutan di atas penutupan kulit bagian atas hingga margo
tarsus bagian bawah.
Kulit subsiliaris diinsisi dengan skalpel nomor 15 sepanjang garis yang telah ditentukan
sebelumnya sementara kelopak mata ditahan dengan forsep kalazion. Kemudian, forsep
kalazion diangkat dan diseksi dilakukan secara inferior antara otot orbikularis dan tarsus
menggunakan kauter monopolar hingga margin tarsus tampak. Otot orbikularis okuli pars
tarsalis yang tetap berada di bawah tepi atas insisi kulit dipotong menggunakan gunting
Westcott hingga lempeng tarsal lebih tampak. Jaringan subkutan pada tepi atas kulit subsiliaris
yang diinsisi disatukan dengan margin tarsus inferior secara interuptus sebanyak lima hingga
tujuh jahitan menggunakan nilon 8-0, memastikan eversi silia ke arah luar. Tepi bawah kulit
yang diinsisi diangkat untuk menutupi tepi kulit atas (yang saat ini dijahit ke tarsus). Sebuah
garis dibuat pada kulit bagian bawah yang tumpang tindih untuk menyesuaikan dengan tepi
luka kulit bagian atas yang berada di bawahnya, dan kemudian kulit yang berlebih ini dipotong
dengan menggunakan gunting Steven. Kulit lalu ditutup dengan benang 6-0 yang cepat terserap.
Setelah itu, diberikan antibiotic pada luka operasi dan kemudian diberikan kompresi dingin
pada 12 jam pertama postoperasi. (10)
Saat ini, terdapat beberapa variasi teknik operasi, seperti penjahitan seluruh ketebalan kelopak
mata, jahitan yang tertanam, eksisi kulit dan otot orbikularis dengan atau tanpa fiksasi kulit
,atau eksisi jaringan subkutaneus ke lempeng tarsal dan reposisi anterior lamelar, dilaporkan
telah digunakan sebagai teknik operasi epiblefaron. Teknik penjahitan non insisional,
contohnya, oleh, bersifat sederhana, namun memiliki angka rekurensi dan infeksi yang tinggi
yaitu 23% - 29%. Modifikasi Hotz adalah teknik yang paling banyak digunakan hingga saat ini.
Prosedur ini relative sederhana, tetapi terdapat banyak reseksi kulit sehingga dapat
menyebabkan ektropion dan retraksi kelopak mata. Rotating suture technique secara umum
berhasil dilakukan dan memiliki komplikasi yang minimal. Prosedur ini melibatkan ekspos
lempeng tarsal dan kemudian menutupnya bersama dengan jaringan subkutan.(9, 10)
H. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1.) Entropion
Entropion adalah suatu kondisi di mana margo palpebra terputar ke arah dalam sehingga
silia menyentuh bola mata dan jarang terjadi pada anak-anak. Entropion dapat diklasifikasikan
menjadi kongenital, spastik, involusional (senile), atau sikatrikal. Pada entropion, margo
palpebra terputar ke dalam, baik oleh karena skar pada lamela posterior, involusional
retraktor, atau
karena kelemahan kelopak mata horizontal. (12)
Involusional entropion adalah penyebab entropion terbanyak pada orang usia lanjut,
lebih sering terkena palpebra inferior karena palpebra superior memiliki lempeng tarsal yang
lebih lebar dan lebih stabil. Tanda dan gejalanya antara lain iritasi ocular, rasa mengganjal pada
mata, hiperlakrimasi, injeksio konjungtiva, palpebra inferior terlipat ke dalam dengan bulu mata
yang tersembunyi (bisa intermitten ataupun terus-menerus yang terjadi pada saat mata ditutup
paksa atau berkedip dalam posisi supine.(3, 12)

Gambar 14. Involusional entropion


Sikatrikal entropion adalah entropion yang disebabkan oleh skar dan pemendekan
permukaan konjungtiva palpebra. Hal ini biasa disebabkan oleh infeksi, penyakit inflamasi,
trauma kimia, dan post operasi. Gejala dapat berupa iritasi ocular, rasa mengganjal, nyeri,
mata merah, hiperlakrimasi, banyak kotoran mata, skar pada konjungtiva, dan keratopati.
Sikatrikal entropion dapat terjadi baik pada palpebra superior, inferior, maupun kedua palpebra.
(12)

2.) Distikiasis
Distikiasis berasal dari kata “di” yang berarti dua dan “ stichos” yang berarti
baris. Distikiasis merupakan suatu kelainan di mana terdapat sebaris bulu mata tambahan yang
berasal dari orifisium glandula Meibom. Hal ini disebabkan oleh adanya pembentukan bulu
mata abnormal pada apparatus pilosebasea Meibom, kelainan ini bersifat dapat bersifat acquired
(didapat), maupun kongenital (autosomal dominan), dan jarang ditemukan. Glandula Meibom
itu sendiri dapat tidak berkembang sempurna, atrofi, maupun normal. Silia pada distikiasis
umumnya lebih halus, lebih pendek, dan memiliki pigmen yang kurang. (3, 12)

Gambar 15. Distikiasis dengan barisan bulu mata yang tidak komplit
Distikiasis yang didapat terjadi ketika glandula Meibom (sebasea) yang normal pada
lempeng tarsal ditransformasikan menjado folikel rambut (unit pilosebasea) oleh stimulis
mekanik ataupun kimiawi. Stimulus ini dapat berupa kronik inflamasi seperti blefaritis dan
meibomitis, kondisi sikatrik pada mukosa seperti sindrom Steven-Johnsen, luka bakar kimia
yang berat, dan trauma pada glandula Meibom.(3)
Pertumbuhan bulu mata yang abnormal pada glandula Meibom dapat diliat dengan lebih
baik pada pemeriksaan slit lamp, di mana bulu mata yang abnormal dapat terlihat baik pada
satu atau lebih kelopak mata, dan barisan bulu mata yang lengkap jarang ditemukan.
Pertumbuhan bulu mata yang abnormal ini dapat menyebabkan iritasi pada kornea.(12)

3.) Trikiasis
Trikiasis adalah suatu kondisi yang didapat (acquired) di mana bulu mata terputar ke
arah bola mata. Pada trikiasis, bulu mata tumbuh secara abnormal, yang ditandai dengan adanya
satu atau lebih silia palpebra superior atau inferior yang terbalik ke dalam. Bulu mata ini dapat
sangat halus, tipis, dam tidak berpigmen (rambut lanugo), dan hanya dapat dilihat secara
mikroskopis. Pada beberapa ras, trikiasis pada pada palpebra inferior umumnya tumbuh dekat
pungtum. Pada kebanyakan kasus, trikiasis terjadi sebagai akibat proses penuaan pada kelopak
mata, dan tidak terdapat penyakit yang mendasari.(3, 4)
Pada trikiasis, bulu mata berada pada arah yang salah setelah tumbuh melalui folikel
dengan sudut yang ganjil, baik melalui glandula meibom, maupun melalui area pada kelopak
mata maupun konjungtiva yang normalnya bebas dari pertumbuhan bulu mata. Pada trikiasis,
margo palpebra dan barisan bulu mata berada pada posisi yang normal (hanya bulu mata yang
terputar ke dalam dan mengenai kornea), sedangkan pada entropion, palpebra terbalik ke arah
dalam sehingga bulu mata menggesek bola mata. (3, 4)

Gambar 16. Trikiasis


Pasien biasa mengeluhkan adanya sensasi benda asing dalam mata dan iritasi permukaan
ocular kronik. Abrasi kornea, injeksio konjungtiva, secret mukoid, dan epifora biasa ditemukan.
Pada kasus yang berat, ulkus kornea yang nyata dapat terlihat. (4)

K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul akibat epiblefaron adalah akibat adanya gesekan antara silia
dan permukaan bola mata, sehingga dapat menimbulkan konjungtivitis, keratopati, keratititis,
maupun ulkus kornea. Selain itu, komplikasi yang dapat timbul adalah adanya gangguan
refraksi dalam hal ini adalah astigmat.
Selain akibat entropion itu sendiri, komplikasi yang dapat timbul adalah sebagai akibat dari
teknik pemnedahan, misalnya teknik penjahitan non insisional Quickert yang memiliki angka
rekurensi dan infeksi yang tinggi yaitu 23% - 29%. Modifikasi Hotz adalah teknik yang paling
banyak digunakan hingga saat ini, tetapi terdapat banyak reseksi kulit sehingga dapat
menyebabkan ektropion dan retraksi kelopak mata.(10)

L. PROGNOSIS
Prognosis epiblepharon adalah baik di mana re-operasi atau operasi kembali jarang dilakukan
karena sekali koreksi, epiblepharon tidak mengalami rekurensi. (12)
DAFTAR PUSTAKA

1. Irimpan Lazar Francis RM, Nayan Joshi, Nadir Ali Mohammed Ali. Effectiveness of
lash rotating sutures for the correction of Kongenital Epiblepharon. Brunei Int Med J.
2014;10:133-7.
2. Ophtalmology AAo. Facial and Eyelid Anatomy. Cantor LB RC, Cloffi GA, editor2014-
2015.
3. Leonid Sklorin Jr OD, FAAI, FAOCO. Eyelid misdirection and its management US:
www.optometry.co.uk; 2002 [cited 2015 16 Oktober].
4. Jonathan J. Dutton GSG, Alan D. Proia. Diagnostic Atlas of Common Eyelid Disease.
New York: Informa Healthcare; 2007. 265 p.
5. Jane Olver LC. External eye and anterior segment. Ophtalmology at a glance.
Massachusetts: Blackwell Science; 2005. p. 25-6.
6. Shen S. Epiblepharon-A development eyelid anomaly Singapore:
www.singhealth.com.sg; 2009 [updated 2009; cited 2015 16 Oktober].
7. Chen CY N-CA. Successful treatment of lower eyelid epiblepharonby injection of
botulinum toxin A in patients under two years of age. Nepal J Ophtalmol. 2013;5:177-
81.
8. S Noda SH, T Setogawa. Epiblepharon with inverted eyelashes in Japanese Children. I.
Incidence and symptoms. British Journal of Ophtalmology. 1989;73:126-7.
9. Jong Soo Kim SWJ, Mun Chong Hur, Yoon Hyung Kwon, dkk. The clinical
characteristics and surgical outcomes of epiblepharon in Korean children : A 9 year
experience. Hindawi Journal of Ophtalmology. 2014:105.
10. Sang Won Hwang SIK, Jong Hyun Kim, Na Jum Kim, Ho-Kyung Choung. Lid margin
split in the surgical correction od epiblepharon. Acta Ophtalmol. 2008;86:87-90.
11. Hirohiko Kakizaki IL, Yasuhiro Takahashi, Dinesh Selva. Eyelash inversion
epiblepharon : Is it caused by redundant skin? Clinical Ophtalmology. 2009;3:247-50.
12. Jeffrey A. Nered KDC, Mark A. Alford. Rapid Diagnosis in Ophtalmology :
Oculoplastic and reconstructive surgery. Jay S D, Marian S. Macsai, editor. England:
Mosby Elsevier; 2008. 267 p.

Anda mungkin juga menyukai