(STIKes PERTAMEDIKA)
Aprilia Wahyuni/21218138/2019
Program Profesi/Ners S1 Keperawatan
LAPORAN PENDAHULUAN
PALATOSCHISIS
(Cleft Lips) Celah Bibir dan (Cleft Palate) Celah Langit-langit adalah suatu
kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan
langit-langit keras mulut. Celah bibir (biasa disebut secara ‘Bibir sumbing’) adalah
suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya
berlokasi tepat dibawah hidung. Cleft palate atau palatoschisis merupakan
kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum
tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan
terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis,
sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. (Sodikin, 2011)
2. Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa
mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi
struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut :
a. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di
belahan foramen insisivum.
b. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
c. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
d. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya
utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Tingkat kelahiran biasa bervariasi mulai dari ringan sampai parah (celah bias
sampai hidung).
Beberapa jenis bibir sumbing yang di ketahui yaitu :
a. Unilateral Inkomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
c. Bilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi di ke dua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
3. Anatomi
Palatum dibentuk oleh palatum durum disebelah depan dan palatum mole
disebelah belakang. Alveolus membatasi atau memberi pinggir pada palatum
durum. Palatum durum meliputi juga premaxilla pada tengah – tengah depan yang
membentang kebelakang sampai foramen insisivum. Sebagian besar dari palatum
durum dibentuk oleh sepasang maxila. Sebelah belakang dari maxila adalah tulang
tulang platina. Vaskularisasi utama dari palatum datang melalui foramen palatum
major. Vaskularisasi yang lain, yang lebih kecil melalui foramen palatum minus,
dan dari sisi nasal dari palatum mole mengikuti nervus palatinum posterior.
Palatum mole melekat erat pada tepi posterior dari tulang – tulang palatum dengan
adanya palatal aponeurosis. Terdapat dua otot utama : mm. Levator palate yang
menarik palatum kearah atas dan belakang, dan mm. Tensor palati yang mengitari
prosesus hamuli dari os sphenoidalis dan berfungsi sesuai nama yang diberikan
padanya. Otot – otot lain membantu pada proses berbicara dan menelan meliputi
m. Palatoglosus, m. Palatopharyngeus, m. Stylopharyngeus, dan m. Cronstrictor
pharyngeus superior. Inervasi dari m. Levator palati adalah meliputi plexus
pharingeus. M. Tensor palatini dipersarafi oleh cabang mandibulare dari n.
Trigemini. Meskipun mukosa dari palatum durum nasal spine posterior sangat
mudah diidentifikasi.
Celah atau sumbing biasanya mengikuti garis fusi sedemikian rupa sehingga pada
sebelah depan dari foramen insisivum, celah terletak antara maxila dan premaxila,
dan melalui alveolus anatar gigi taring dan gigi seri. Celah yang melalui garis
median pada struktur depan (kasus yang jarang) adalah suatu perkecualian.
Struktur dari sebelah depan dari foramen insisivum (meliputi alveolus, bibir,
nasala floor, dan cartilago alaris) dinamakan struktur prepalatal atau stuktur
palatum primer. Struktur yang terletak disebelah belakang dari foramen insisvum
dinamakan struktu palatal atau struktur palatum sekunder.
4. Etiologi
Belum di ketahui pasti. Hipotesis yang di ajukan antara lain :
a. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama embrional dalam hal
kuatitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam
folat, vitamin C dan zn).
b. Pengaruh obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.
c. Infeksi,khususnya viral ( toksoplasma ) dan klamidal
d. Faktor genetik
Kelainan ini juga diduga terjadi akibat lnfeksi virus yang di derita ibu pada
kehamilan trimester pertama.
5. Pathofisiologi
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan
proses nasal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8
minggu. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu.
Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses
perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan keduabelas.
Dalam proses migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut dipisahkan oleh lidah
untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau pemindahan
ini, jika atau lidah tidak berhasil turun dalam waktu yang cukup singkat,bagian
lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut namun palatum tidak
pernah menyatu. Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai
langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik,
kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan,
makan, minum, dan bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada
bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga
bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake
minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran
nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut,
bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
PATWAY
Insufisiensi zat toksikosis selama infeksi genetik
Untuk tumbuh kembang kehamilan
Fase embrio
Palatoskisis
Ketidakmampuan mengeluarkan
Sekresi sekunder dari palatoskis adanya luka pada jaitan
6. Manifestasi Klinis
a. Refleks mengisap Asi yang terganggu, akibat adanya kondisi pathologis
b. Adanya gangguan pertumbuhan anatomi nasofaring
c. Adanya disfungsi tuba eustachius yang dapat mengakibatkan terjadinya otitis
media, serta gangguan pendengaran.
d. Pada Palatoskisis Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, keras
dan foramen incisive.
e. Ada rongga pada hidung.
f. Distorsi hidung
g. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
h. Kesukaran dalam menghisap/makan.
7. Komplikasi
a. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan
fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara
bahkan dapat menghambatnya
b. Terjadinya otitis media
c. Aspirasi
d. Distress pernafasan
e. Resiko infeksi saluran nafas
f. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
h. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak
tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
i. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan
jaringan paruh.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. PRE OP
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defek fisik
2) Resiko Aspirasi
3) Ketidakefetifan Pola Nafas Berhubungan dengan adanya sesak
4) gangguan rasa nyaman b/d bayi rewel, menangis
b. POST OP
1) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka pembedahan
2) Resiko Infeksi
3. INTERVENSI
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan
medis untuk
pemberian obat
yang sesuai
(antibiotik )
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
6 Nyeri Akut Berhubungan Setelah 1. Lakukan 1. Nyeri adalah
dengan adanya luka mendapatkan pengkajian nyeri pengalaman subyektif
pembedahan tindakan secara yang tampil dalam
keperawatan komprehensif variasi respon verbal
diharapkan pasien termasuk lokasi, non verbal yang juga
tidak mengalami karakteristik, bersifat individual
nyeri dengan durasi, frekuensi, sehingga perlu
kriteria : kualitas dan digambarkan secara
- Mampu faktor presipitasi rinci untuk menetukan
mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi intervensi yang tepat
(tahu penyebab nonverbal dari 2. Rasional : Untuk
nyeri, mampu ketidaknyamana mengetahui keadaan
menggunakan n ketidaknyaman klien
tehnik 3. Gunakan teknik 3. Agar lebih seberapa
nonfarmakologi komunikasi tingkat nyeri
untuk mengurangi terapeutik untuk 4. untuk mengetahui
nyeri, mencari mengetahui tingkat dan lokasi
bantuan) pengalaman nyeri
- Melaporkan nyeri pasien
bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang
berkurang dengan mempengaruhi
menggunakan respon nyeri
manajemen nyeri
4. Evaluasi
1. bayi menunjukan penambahan berat badan yang tepat.
2. Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan Mampu
melakukan oral hygiene
3. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batasan normal.
4. Bayi tampak nyaman dan istirahat dengan tenang.
5. luka sembuh dan tidak tertutup kasa
6. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid I.Jakarta:EGC