Anda di halaman 1dari 22

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

(STIKes PERTAMEDIKA)
Aprilia Wahyuni/21218138/2019
Program Profesi/Ners S1 Keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN

PALATOSCHISIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Labio palato schisis adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus
nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embrionik
(Arif Mansyur, 2001).
Labiopalatoskisis merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan
bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167).
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna
L. 2004).

(Cleft Lips) Celah Bibir dan (Cleft Palate) Celah Langit-langit adalah suatu
kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan
langit-langit keras mulut. Celah bibir (biasa disebut secara ‘Bibir sumbing’) adalah
suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya
berlokasi tepat dibawah hidung. Cleft palate atau palatoschisis merupakan
kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum
tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan
terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis,
sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. (Sodikin, 2011)

2. Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa
mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi
struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut :
a. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di
belahan foramen insisivum.
b. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
c. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
d. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya
utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Berdasarkan organ terlihat :


 Celah bibir (labioschisis)
 Celah gusi (gratoschisis)
 Langit-langit ( palatoschisis )

Tingkat kelahiran biasa bervariasi mulai dari ringan sampai parah (celah bias
sampai hidung).
Beberapa jenis bibir sumbing yang di ketahui yaitu :
a. Unilateral Inkomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
c. Bilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi di ke dua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.

3. Anatomi
Palatum dibentuk oleh palatum durum disebelah depan dan palatum mole
disebelah belakang. Alveolus membatasi atau memberi pinggir pada palatum
durum. Palatum durum meliputi juga premaxilla pada tengah – tengah depan yang
membentang kebelakang sampai foramen insisivum. Sebagian besar dari palatum
durum dibentuk oleh sepasang maxila. Sebelah belakang dari maxila adalah tulang
tulang platina. Vaskularisasi utama dari palatum datang melalui foramen palatum
major. Vaskularisasi yang lain, yang lebih kecil melalui foramen palatum minus,
dan dari sisi nasal dari palatum mole mengikuti nervus palatinum posterior.

Palatum mole melekat erat pada tepi posterior dari tulang – tulang palatum dengan
adanya palatal aponeurosis. Terdapat dua otot utama : mm. Levator palate yang
menarik palatum kearah atas dan belakang, dan mm. Tensor palati yang mengitari
prosesus hamuli dari os sphenoidalis dan berfungsi sesuai nama yang diberikan
padanya. Otot – otot lain membantu pada proses berbicara dan menelan meliputi
m. Palatoglosus, m. Palatopharyngeus, m. Stylopharyngeus, dan m. Cronstrictor
pharyngeus superior. Inervasi dari m. Levator palati adalah meliputi plexus
pharingeus. M. Tensor palatini dipersarafi oleh cabang mandibulare dari n.
Trigemini. Meskipun mukosa dari palatum durum nasal spine posterior sangat
mudah diidentifikasi.
Celah atau sumbing biasanya mengikuti garis fusi sedemikian rupa sehingga pada
sebelah depan dari foramen insisivum, celah terletak antara maxila dan premaxila,
dan melalui alveolus anatar gigi taring dan gigi seri. Celah yang melalui garis
median pada struktur depan (kasus yang jarang) adalah suatu perkecualian.
Struktur dari sebelah depan dari foramen insisivum (meliputi alveolus, bibir,
nasala floor, dan cartilago alaris) dinamakan struktur prepalatal atau stuktur
palatum primer. Struktur yang terletak disebelah belakang dari foramen insisvum
dinamakan struktu palatal atau struktur palatum sekunder.

4. Etiologi
Belum di ketahui pasti. Hipotesis yang di ajukan antara lain :
a. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama embrional dalam hal
kuatitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam
folat, vitamin C dan zn).
b. Pengaruh obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.
c. Infeksi,khususnya viral ( toksoplasma ) dan klamidal
d. Faktor genetik
Kelainan ini juga diduga terjadi akibat lnfeksi virus yang di derita ibu pada
kehamilan trimester pertama.

5. Pathofisiologi
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan
proses nasal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8
minggu. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu.
Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses
perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan keduabelas.
Dalam proses migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut dipisahkan oleh lidah
untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau pemindahan
ini, jika atau lidah tidak berhasil turun dalam waktu yang cukup singkat,bagian
lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut namun palatum tidak
pernah menyatu. Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai
langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik,
kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan,
makan, minum, dan bicara.

Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada
bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga
bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake
minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran
nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut,
bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
PATWAY
Insufisiensi zat toksikosis selama infeksi genetik
Untuk tumbuh kembang kehamilan

Fase embrio

Kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu

Adanya celah pada garis tengah

Palatoskisis

Kegagalan Fungsi Palatum pada garis tengah

Reflek asi mengisap terganggu terbukanya palatum

Pucat, turgor kulit jelek terjadi infeksi saluran nafas


Perut Kembung Bayi Rewel Menangis Sesak
BB Menurun Tidak dapat beristrahat Bayi Sulit Bernafas
Gangguan tumbuh Kembang dengan tenang dan nyaman
Pola Nafas tidak
Ketidakseimbangan efektif
Gangguan Rasa Nyaman
Nutris Kurang dari
Kebutuhan

Ketidakmampuan mengeluarkan
Sekresi sekunder dari palatoskis adanya luka pada jaitan

Resiko terjadi masuknya adanya inflamasi


makanan kesaluran nafas
Resiko infeksi
Resiko Aspirasi

pada luka pembedahan


Nyeri akut Nyeri dipersepsikan Respon Hipotalamus
`

6. Manifestasi Klinis
a. Refleks mengisap Asi yang terganggu, akibat adanya kondisi pathologis
b. Adanya gangguan pertumbuhan anatomi nasofaring
c. Adanya disfungsi tuba eustachius yang dapat mengakibatkan terjadinya otitis
media, serta gangguan pendengaran.
d. Pada Palatoskisis Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, keras
dan foramen incisive.
e. Ada rongga pada hidung.
f. Distorsi hidung
g. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
h. Kesukaran dalam menghisap/makan.

7. Komplikasi
a. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan
fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara
bahkan dapat menghambatnya
b. Terjadinya otitis media
c. Aspirasi
d. Distress pernafasan
e. Resiko infeksi saluran nafas
f. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
h. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak
tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
i. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan
jaringan paruh.

8. Pemeriksaan Penunjang Labio Palatoskisis


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap)
b. Pemeriksaan Diagnosis
- Foto Rontgen
- Pemeriksaan fisik
- MRI untuk evaluasi abnormal
9. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
 Masalah yang dapat terjadi adalah resiko tersedak
 Ibu harus dilatih untuk memberikan Asi, yang harus diberikan secara hati
hati dan sering beristirahat jika tetap mengalami kesukaran. Asi dapat di
pompa dan diberikan dengan sedotan sedikit – sedikit. Perhatikan agar
pompa payudara dan gelas penampung Asi selalu diseduh agar tidak
terjadi terkontaminasi.
b. Medis
 Tindakan operasi pertama di kerjakan untuk menutup celah bibir
berdasarkan kriteria tube of ten yaitu umur > 10 minggu (3 bulan) > 10
pon (5 kg), > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui.
 Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan (palatolasti0. di
kerjakan sedini mungkin (15-24bulan) sebelum anak mampu bicara
lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara.
 Setelah operasi, anak dapat belajar dari orang lain atau melakukan spech
therapist untuk melatih atau mengajar anak bicara dengan normal.
 Pada umur 8-9 tahun dilakukan operasi penambahan tulang pada celah
alveolus / maksila untuk memungkinkan ablioefodenti mengatur
pertumbuhan gigi di kanan-kiri celah supaya normal.
c. Pencegahan infeksi.
 Menaati praktek pencegahan infeksi terutama kebersihan tangan serta
memakai sarung tangan.
 Memperhatikan dengan seksam proses yang telah terbukti bermanfaat
untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda kotor,ikuti
dengan sterilisasi dan desinfeksi tingkat tinggi.
 Selalu memoerhatikan teknik aseptik sewaktu melakukan tindakan yang
bersifat infasif seperti : suction endotracheal,melakukan penyuntikan
obat-obat pada akses perifer maupun vena central, pemasangan kateter
urine,dll.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata pasien dan biodata penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien menderita insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama
masa embrional.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pengaruh obat tetatologik termasuk jamu dan kontrasepsi
hormonal,kecanduan alkohol.
d. Riwayat keluarga
Anggota keluarga ada yang bibir sumbing.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
 Keadaan konjungtiva
 Keadaan sclera
 Keadaan lensa
2) Hidung
 Kemampuan penglihatankepekaan penciuman
 Adanya polip/hambatan lain pada hidung, adanya pilek.
3) Mulut dan Bibir
 Warna bibir
 Apakah ada luka
 Apakah ada kelainan
4) Leher
 Keadaan vena jugularis
 Apakah ada pembesaran kelenjar.
5) Telinga
 Bentuk telinga
 Kepekaan pendengaran
 Kebersihan telinga
6) Dada
 Bentuk dan irama napas
 Keadaan jantung dan paru-paru
7) Abdomen
 Ada kelainan atau tidak
 Bentuknya supel atau tidak
8) Genitalia
 Kebersihan daerah genetalia
 Ada edema atau tidak
 Keadaan alat genetalia
9) Ekstermitas atas dan bawah
 Bentuknya normal atau tidak
 Tonus otot kuat atau lemah
10) Kulit
 Warna kulit
 Turgor kulit
f. Pengkajian Perpola
1) Aktivitas / istirahat
 Sulit mengisap Asi
 Sulit menelan Asi
 Bayi rewel,menangis
 Tidak dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman
2) Sirkulasi
 Pucat
 Turgor kulit jelek
3) Makanan / cairan
 Berat badan menurun
 Perut kembung
 Turgor kulit jelek, kulit kering
4) Neurosensori
 Adanya trauma psikologi pada orang tua
 Adanya sifat kurang menerima, sensitif
5) Nyaman / nyeri
 Adanya resiko tersedak
 Disfungsi tuba eustachi
 Adanya garis jahitan pada daerah mulut

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. PRE OP
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defek fisik
2) Resiko Aspirasi
3) Ketidakefetifan Pola Nafas Berhubungan dengan adanya sesak
4) gangguan rasa nyaman b/d bayi rewel, menangis
b. POST OP
1) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka pembedahan
2) Resiko Infeksi
3. INTERVENSI

No Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakseimbangan Setelah 1. Bantu ibu dalam 1. Membantu ibu dalam
nutrisi kurang dari mendapatkan menyusui, bila ini adalah memberikan Asi dan
kebutuhan tubah tindakan keinginan ibu. Posisikan posisi puting yang
b/d defek fisik keperawatan di dan stabilkan puting susu stabil membentuk
harapkan terjadi dengan baik di dalam kerja lidah dalam
keseimbangan rongga mulut. pemerasan susu.
nutrisi dapat 2. Bantu menstimulasi 2. Karena pengisapan di
teratasi dengan refleks ejeksi Asi secara perlukan untuk
kriteria : manual / dengan pompa menstimulasi susu
 tidak pucat payudara sebelum yang pada awalnya
 turgor kulit menyusui mungkin tidak ada
membaik 3. Gunakan alat makan 3. Membantu kesulitan
 kulit lembab, khusus, bila makan bayi,
perut tidak menggunakan alat tanpa mempermudah
kembung puting. (dot, spuit asepto) menelan da mencegah

 bayi letakan formula di aspirasi

menunjukan belakang lidah 4. Mempermudah dalam

penambahan 4. Melatih ibu untuk pemberian Asi

berat badan yang memberikan Asi yang 5. Untuk mencegah

tepat. baik bagi bayinya terjadinya


5. Menganjurkan ibu untuk mikroorganisme yang
tetap menjaga kebersihan, masuk
apabila di pulangkan 6. Untuk mendapatkan
6. kolborasi dengan ahli nutrisi yang seimbang
gizi.
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
2 Resiko aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. untuk mengetahui
tindakan keperawatan kesadaran, kemampuan menelan
pasien tidak reflek batuk dan pasiean
mengalami kemampuan 2. mengetahui fungsi
aspirasi dengan menelan paru
kriteria: 2. Monitor status 3. mempertahankan jalan
- Klien dapat paru nafas
bernafas dengan 3. Pelihara jalan 4. agar tidak terjadi
mudah, tidak nafas resiko aspirasi
irama, frekuensi 4. Potong makanan 5. agar obat lebih
pernafasan normal kecil kecil gampang diminum
- Pasien mampu 5. Haluskan obat dan mengurangi
menelan, sebelum resiko aspriasi
mengunyah tanpa pemberian 6. untuk meningkatkan
terjadi aspirasi, 6. Naikkan kepala ekspansi paru
dan Mampu 30-45 derajat
melakukan oral setelah makan
hygiene
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
3 Ketidakefektifan Pola Setelah mendapatkan 1. Identifikasi faktor 1. Rasionalisasi: dengan
Nafas Berhubungan tindakan keperawatan penyebab mengidentifikasi
dengan adanya sesak di harapkan Pola nafas 2. Kaji fungsi penyebab, kita dapat
Kembali Efektif tidak pernapasan, catat menentukan jenis
terjadi dengan kriteria kecepatan defusi pleura,
: pernapasan, dispnea, sehingga dapat
1) pasien mampu sianosis, dan mengambil tindakan
melakukan batuk perubahan tanda yang tepat.
efektif. vital 2. Rasionalisasi : distres
2) Irama, frekuensi, pernapasan dan
3. Berikan posisi
dan kedalaman perubahan tanda vital
fowler/semifowwler
pernapasan berada dapat terjadi
(tidur bersandar)
pada batasan sebagaiakibat stres
tinggi dan miring
norma. Pada fisiologis dan nyeri.
pada posisi yang
pemeriksaan Bisa juga
sakit dan bantu
rontgen dada, menunjukkan
pasien untuk latihan
tidak ditemukan terjadiya shock akibat
napas dalam dan
adanya akumlasi hipoksia
batuk efektif.
cairan, dan bunyi 3. Rasionalisasi : posisi
4. Auskultasi bunyi
napas terdengar fowler
napas.
jelas. memaksimalkan
ekspansi paru dan
menurunkan upaya
napas. Ventilasi
maksimal membuka
area atelektasis dan
meningkattan gerakan
sekret pada jalan
napas besar untuk
kemudian di keluarkan
4. Rasionalisasi : bunyi
napas dapat menurun,
bahkan tidak ada, pada
area kolaps yang
meliputi satu lobus,
segmen paru, atau
eluruh area paru
(unilateral).
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
4 gangguan rasa nyaman b/d Setelah Observasi 1. Dapat
bayi rewel, menangis mendapatkan 1. Kaji tanda-tanda menidentifikasikan
tindakan vital, perhatikan rasa sakit akut dan
keperawatan di tackikardi dan ketidak nyamanan
harapkan masalah peningkatan 2. Ketidak nyamanan
nyeri dapat pernapasan. mungkin di sebabkan
terkontrol dengan 2. Kaji penyebab oleh adanya proses
kriteria : ketidaknyamanan inflamasi
 Bayi tidak rewel yang mungkin 3. Membantu mengetahui
 Tidak menangis selain dari derajat ketidak
 Bayi mengalami prosedur operasi nyamana dan
tingkat 3. Kaji skala nyeri, keefektifan analgesik
kenyamana yang catat lokasi, sehingga memudah
optimal intensitas nyeri dalam memberi

 Bayi tampak Mandiri tindakan

nyaman dan 4. Anjurkan keluarga 4. Mengurangi rasa nyeri

istirahat dengan untuk melakukan 5. Memberi rasa aman

tenang. masase ringan dan nyaman


5. Jelaskan orangtua 6. Analgesik menelan
atau keluarga SSP yang memberi
untuk terlibat respon pada observasi
dalam perawatan nyeri
bayi
6. Kolaborasi,
berikan analgesik
/ sedatif sesuai
instruksi.
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
5 Resiko infeksi Setelah Observasi
mendapatkan 1. Kaji tanda-tanda 1. Menentukan intervensi
tindakan vital. selanjutnya.
keperawatan 2. Kaji tanda-tanda 2. Membantu tindakan
diharapkan infeksi yang tepat
masalah infeksi 3. Mencegah dan
tidak terjadi Mandiri mengurangi transmisi
dengan kriteria : 3. Jaga area kuman
- luka sembuh dan kesterilan luka 4. Mencegah kontaminasi
tidak tertutup operasi patogen
kasa 4. Lakukan aseptik 5. Melindungi dari
dan sumber infeksi,
desinfeksidalam mencegah infeksi
perawatan luka silang
5. Cuci tangan 6. Mengurangi
sebelum dan kontaminasi pasien
sesudah dari agen infeksius
melakukan 7. Menjaga kesterilan
tindakan luka
perawatan luka. 8. Membantu mencegah
infeksi.
Penkes
6. Menjelaskan
kepada keluarga
untuk
menciptakan
lingkungan yang
bersih dan bebas
dari kontaminasi
dari luar
7. Menjelaskan
kepada keluarga
untuk menjaga
kebersihan luka

Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan
medis untuk
pemberian obat
yang sesuai
(antibiotik )
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
6 Nyeri Akut Berhubungan Setelah 1. Lakukan 1. Nyeri adalah
dengan adanya luka mendapatkan pengkajian nyeri pengalaman subyektif
pembedahan tindakan secara yang tampil dalam
keperawatan komprehensif variasi respon verbal
diharapkan pasien termasuk lokasi, non verbal yang juga
tidak mengalami karakteristik, bersifat individual
nyeri dengan durasi, frekuensi, sehingga perlu
kriteria : kualitas dan digambarkan secara
- Mampu faktor presipitasi rinci untuk menetukan
mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi intervensi yang tepat
(tahu penyebab nonverbal dari 2. Rasional : Untuk
nyeri, mampu ketidaknyamana mengetahui keadaan
menggunakan n ketidaknyaman klien
tehnik 3. Gunakan teknik 3. Agar lebih seberapa
nonfarmakologi komunikasi tingkat nyeri
untuk mengurangi terapeutik untuk 4. untuk mengetahui
nyeri, mencari mengetahui tingkat dan lokasi
bantuan) pengalaman nyeri
- Melaporkan nyeri pasien
bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang
berkurang dengan mempengaruhi
menggunakan respon nyeri
manajemen nyeri
4. Evaluasi
1. bayi menunjukan penambahan berat badan yang tepat.
2. Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan Mampu
melakukan oral hygiene
3. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batasan normal.
4. Bayi tampak nyaman dan istirahat dengan tenang.
5. luka sembuh dan tidak tertutup kasa
6. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid I.Jakarta:EGC

Marylin, Dongoes. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC

Marlin, Doengoes . 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Ngastinya. 2005. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC


Sodikin. 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai