Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

INTERAKSI OBAT, EFEK SAMPING OBAT DAN TOXICOLOGY OBAT

MATA KULIAH : ILMU DASAR KEPERAWATAN II

DISUSUN OLEH

NAMA : SALSABILA SIMBALA

NIM : 01909010087

KELAS : KEPERAWATAN A SEMESTER 2

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES GRAHA MEDIKA KOTA KOTAMOBAGU

2019/2020
A. Pengertian
1. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan segala perubahan efek yang ada dalam suatu obat dengan
pemakaiannya diselingi dengan obat lainnya. Interaksi obat juga dapat dikatakan sebagai
suatu reaksi obat yang dikonsumsi dengan makanan atau obat tradisional lainnya

Pada penelitian yang ada di Amerika telah menunjukkan bahwa setiap tahunnya hampir
100.000 orang harus menjalani perawatan di rumah sakit bahakan mengalami kematian.
Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi obat serta efek samping obat yang tidak
seimbang.

Pada dasrnya interaksi obat merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk
pengurangan efektifitas dari obat tersebut. Hal tersebut dikuatkan dengan uji klinis yang
telah dilakuakn diberbagai tempat.

Pada obat yang memiliki interaksi yang kuat tentu saja perlu diperhatikan indek terapi
rendahnya. Terutama pada glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain
itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.

Interaksi dan pengelompokkan obat didasrkan pada keterlibatan suatu proses farmakologi
taupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinentik selalu ditandai dengan beberapa
perubahan yang ada pada kadar plasma obat, area bawah kurva.

Sedangkan interaksi farmakodinamik biasanya lebih dihubungkan dengan segala


kemampuan suatu obat yang ada untuk mnegubah efek obat obat tanpa mengubah sifat-
sifat yang ada dari farmakokinentik.

2. Efek Samping Obat


efek samping obat adalah semua efek yang tidak dikehendaki yang membahayakan atau
merugikan pasien (adverse reactions ) akibat penggunaan obat. Masalah efek samping
obat tidak bisa dikesampingkan karena dapat menimbulkan berbagai dampak dalam
penggunaan obat baik dari sisi ekonomik, psikologik dan keberhasilan terapi. Dampak
ekonomik seperti meningkatnya biaya pengobatan dan dampak psikologik pada
kepatuhan penderita dalam minum obat akan berakibat kegagalan terapi.

Efek samping obat dikelompokkan dalam 2 katagori yaitu efek samping obat yang dapat
diperkirakan dan efek samping yang tidak dapat diperkirakan seperti reaksi alergi dan
idiosikratik. Efek samping yang dapat diperkirakan dapat timbul karena aksi farmakologi
yang berlebihan misalnya penggunaan obat antidiabetik oral menyebabkan efek samping
hipoglikemia dan hipotensi pada pasien stroke yang menerima obat hipertensi dosis
tinggi. Gejala penghentian obat dapat menimbulkan munculnya kembali gejala penyakit
semula atau menimbulkan reaksi pembalikan terhadap efek farmakologi obat sehingga
pasien memerlukan dosis yang makin lama makin besar respon karena penghentian obat,
misalnya hipertensi berat karena penghentian klonidin. Efek samping yang tidak berupa
efek utama obat juga sering terjadi. Pada sebagian besar obat munculnya efek samping ini
sudah dapat diperkirakan sehingga tenaga kesehatan sudah mewaspadai munculnya efek
samping ini. Sebagai contoh adalah adanya keluhan pedih,mual, muntah akibat
penggunaan obat-obat penghilang nyeri dan radang serta rasa ngantuk setelah minum obat
anti alergi atau obat mabuk perjalanan.

3. Toxicology Obat
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai bahan
kimia dan fisik pada semua sistem kehidupan. Dalam istilah kedokteran, toksikologi
didefinisikan sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan bermacam obat dan
unsur kimia lain serta penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan
penggunaan obat dan bahan kimia tersebut. Toksikologi sendiri berhubungan dengan
farmakologi, karena perbedaan fundamental hanya terletak pada penggunaan dosis yang
besar dalam eksperimen toksikologi.

Setiap zat kimia pada dasarnya adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh
dosis dan cara pemberian. Salah satu pernyataan Paracelsus menyebutkan “semua
substansi adalah racun; tiada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan racun dari
obat”. Pada tahun 1564 Paracelsus telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan
mengatakan, bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola
facit venenum). Pernyataan Paracelcus tersebut sampai saat ini masih relevan. Sekarang
dikenal banyak faktor yang menyebabkan keracunan, namun dosis tetap merupakan
faktor utama yang paling penting.

B. Penyebab
1. Interaksi Obat
Berikut ini adalah berbagai penyebab interaksi obat berdasarkan jenis interaksinya:
 Interaksi obat dengan obat
Interaksi ini terjadi ketika seseorang mengonsumsi dua obat atau lebih secara
bersamaan. Semakin banyak obat yang dikonsumsi, semakin tinggi risiko
interaksi yang mungkin terjadi.

Interaksi obat dengan obat dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan obat


dalam menyembuhkan penyakit atau meningkatkan risiko munculnya efek
samping obat. Misalnya, Anda minum dua jenis obat yang dapat menyebabkan
rasa kantuk, maka Anda akan cenderung mengalami rasa kantuk dua kali lipat.

 Interaksi obat dengan makanan atau minuman


Beberapa obat tidak boleh dikonsumsi bersamaan atau berdekatan waktunya
dengan makanan atau minuman tertentu. Misalnya, mengonsumsi suplemen zat
besi bersamaan dengan teh bisa menurunkan penyerapan zat besi oleh tubuh.

Contoh lainnya adalah mengonsumsi warfarin bersamaan atau berdekatan


waktunya dengan konsumsi sayuran hijau, seperti bayam, dapat menurunkan
efektivitas warfarin.

Oleh karena itu, penting untuk mematuhi cara minum obat yang benar agar efek
interaksi obat tersebut tidak terjadi.

 Interaksi obat dengan penyakit


Interaksi obat selanjutnya adalah interaksi obat dengan penyakit. Penggunaan
obat tertentu dapat memperburuk penyakit lain yang Anda derita. Misalnya, obat
antiinflamasi non steroid (OAINS) bisa menambah keluhan penderita gangguan
lambung.

Contoh lainnya adalah penggunaan obat pada orang yang sedang menderita
gangguan hati. Ketika mengalami gangguan hati, kemampuan organ ini untuk
membersihkan zat kimia yang tidak terpakai oleh tubuh juga terganggu, sehingga
risiko keracunan obat, terutama obat yang diproses di hati, akan meningkat.

Dampak interaksi obat bisa ringan, bisa juga serius. Jadi, Anda perlu berhati-hati
saat mengonsumsi obat. Gunakan obat sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan. Sebaiknya berkonsultasilah dulu dengan dokter sebelum mengonsumsi
obat apa pun. Apalagi bila Anda memiliki kondisi medis tertentu.
2. Efek Samping Obat
Faktor penyebab terjadinya efek samping obat dapat berasal dari faktor pasien dan faktor
obat. Faktor pasien meliputi umur, genetik dan penyakit yang diderita. Pada pasien anak-
anak (khususnya bayi) sistem metabolism belum sempurna sehingga kemungkinan
terjadinya efek samping dapat lebih besar, begitu juga pada pasien geriatrik (lansia) yang
kondisi tubuhnya sudah menurun. Pada pasien dengan penyakit tertentu seperti gangguan
hati dan ginjal penggunaan obat perlu perhatian khusus karena dapat menyebabkan efek
samping yang serius. Faktor obat yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek
samping seperti pemilihan obat, jangka waktu penggunaan obat, dan adanya interaksi
antar obat. Masing masing obat memiliki mekanisme dan tempat kerja yang berbeda-beda
sehingga dapat menimbulkan efek samping yang berbeda.

Munculnya efek samping suatu obat tergantung dengan usia, berat badan, jenis kelamin,
dan kondisi kesehatan Anda secara menyeluruh. Selain itu, tingkat keparahan penyakit
Anda dapat meningkatkan peluang efek samping itu muncul.

Pasalnya, semakin parah masalah kesehatan Anda, semakin banyak dan beragam obat
yang dikonsumsi. Hal ini yang kemudian membuat efek samping obat dapat muncul.

3. Toxicology Obat
Salah satu penyebab toxicology adalah keracunan obat. Keracunan obat adalah kondisi
yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan obat, baik dosis yang berlebihan
maupun kesalahan dalam mengombinasikan obat. Gejala dan cara mengatasi keracunan
obat dapat berbeda tergantung pada jenis obat yang dikonsumsi.
 Gejala keracunan obat
Gejala keracunan obat bisa berbeda-beda, tergantung pada jenis dan dosis obat
yang dikonsumsi, serta kondisi kesehatan orang tersebut ketika mengonsumsi
obat. Gejala keracunan obat juga sering kali berupa efek samping obat tersebut,
namun dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi.

Beberapa gejala umum yang dapat muncul pada seseorang yang mengalami
keracunan obat adalah sebagai berikut:
 Gangguan pencernaan, seperti mual, muntah atau muntah darah, sakit
perut, diare, dan perdarahan pada saluran cerna.
 Nyeri dada
 Detak jantung lebih cepat (dada berdebar).
 Sulit bernapas atau sesak napas.
 Pusing atau sakit kepala.
 Kejang
 Penurunan kesadaran, bahkan hingga koma.
 Kulit atau bibir kebiruan.
 Hilang keseimbangan.
 Kebingungan atau gelisah.
 Halusinasi

Seperti dikatakan sebelumnya, gejala keracunan obat dapat berbeda, sesuai jenis obat
yang menyebabkan keracunan. Sebagai contoh, seseorang yang keracunan obat
opioid akan mengalami gejala dan tanda klinis seperti pupil mata mengecil, napas
melambat, lemas, mual, muntah, perubahan detak jantung, dan menjadi kurang
waspada.
Sedangkan keracunan paracetamol dapat menimbulkan gejala mengantuk, kejang,
sakit perut, mual, muntah, kerusakan hati, hingga koma. Kelebihan dosis paracetamol
sangat berbahaya, dan biasanya baru muncul tiga hari setelah obat dikonsumsi.

C. Penanganan
1. Interaksi Obat
 Baca label obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan pada
Dokter yang meresepkan
 Baca semua aturan pakai, peringatan dan pencegahan interaksi obat yang
tercantum pada label obat dan kemasan
 Minum obat dengan air putih kecuali mendapat rekomendasi cara pakai lainnya
dari Dokter atau Apoteker
 Jangan mencampur obat dengan makananatau membuka cangkang kapsul kecuali
atas petunjuk Dokter
 Jangan mencampur obat dengan air panas ataupun minuman berperisa
 Vitamin atau suplemen kesehatan sebaiknya jangan diminum bersamaan dengan
obat
 Saat konsultasi dengan Dokter, beritahukan semua jenis obat dan vitamin yang
sedang dikonsumsi saat ini untuk mencegah terjadinya interaksi

2. Efek Samping Obat


 Berikan perhatian khusus terhadap konsumsi obat dan dosisnya pada anak dan
bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hati dan
jantung.
 Perhatikan petunjuk pada leaflet/ kemasan obat. Biasanya tertera efek samping
yang mungkin terjadi, dengan begitu kita akan menjadi lebih waspada.
 Perhatikan juga riwayat alergi yang terjadi. Bisa ditelusuri dari riwayat alergi
yang terjadi di keluarga maupun alergi obat yang pernah terjadi.
 Gunakan obat dengan indikasi yang jelas dan tepat, sesuai dengan yang
diresepkan dokter.
 Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus
 Bila dalam pengobatan terjadi gejala penyakit baru, atau kondisi malah tidak
membaik, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena
perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena
efek samping obat harus segera periksa ke dokter untuk mencegah hal yang tidak
dinginkan

3. Toxicology Obat
 Cek denyut nadi, pola napas, dan saluran pernapasannya. Lakukan resusitasi
jantung paru atau RJP, yaitu pemberian napas buatan dan penekanan pada dada,
bila penderita tidak merespon ketika dipanggil, tidak bernapas, tidak terdengar
detak jantung, serta tidak teraba denyut nadi.
 Jangan biarkan atau menyuruh penderita muntah, kecuali petugas medis
menyarankan demikian.
 Jika penderita muntah dengan sendirinya, segera bungkus tangan Anda dengan
kain, lalu bersihkan jalan napas (tenggorokan dan mulut) orang tersebut dari
muntahan.
 Sebelum paramedis datang, baringkan tubuh penderita menghadap ke kiri, dan
buatlah penderita berada pada posisi yang cukup nyaman.
 Jangan memberikan penderita makanan atau minuman apapun yang dianggap
mampu menetralisir racun, seperti cuka, susu, atau jus lemon.
 Jika penderita tidak sadarkan diri, jangan memberikan atau memasukkan apa pun
ke dalam mulutnya.

Anda mungkin juga menyukai