Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN HIV/AIDS DAN NAPZA


PENDIDIKAN KESEHATAN
EDUKASI PENCEGAHAN SEKUNDER

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Masmun Zuryati, M.Kep
DISUSUN OLEH:
Kelompok 2 Transfer A

Aulya Bagaswara (20210910170049)


Diah Saputri (20210910170004)
Dwi Novrita M (20210910170035)
Fitri Maelasari (20210910170009)
Lita Janiar I (20210910170012)
Nurul Imsakiyah (20210910170075)
Siti Mulyanah (20210910170044)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit HIV/AIDS di berbagai negara menjadi ancaman tersendiri sebagai

masalah kehidupan sosial dan kesehatan, sehingga kebijakan pemerintah maupun

lembaga-lembaga atau organisasi internasional yang berperan dibutuhkan dalam

menanggulangi penyebaran HIV/AIDS ini. Disetiap negara-negara masih

memungkinkan memiliki masalah terhadap kesehatan terutama pada penyakit yang

dapat menular dan berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial. Namun negara-negara

yang ada di dunia

terinfeksi virus HIV yang sangat membahayakan ini, tidak hanya di negara berkembang
saja melainkan negara maju pun banyak masyarakatnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS.

Penyakit mematikan ini menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia mulai dekade

80an di kawasan Amerika Utara. Sedangkan virus dari penyakit ini ialah Human

Immuno Deficiency virus (HIV), yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 1983

sebagai penyebab timbulnya penyakit HIV/AIDS.

Human Immuno Deficiency virus (HIV) merupakan retrovirus yang terdiri dari

sampul dan inti. HIV merupakan virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh atau

perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang menyebabkan AIDS. Dan AIDS

merupakan definisi yang diberikan kepada orang terinfeksi HIV pada stadium infeksi

berat. Virus ini terbagi menjadi dua sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Virus ini

menyerang sel limfosit, Limfosit adalah sel darah putih yang merupakan bagian penting

dari sistem kekebalan tubuh. -CD4 (salah satu sel darah putih). Virus HIV ditemukan

dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan vagina dan darah.
AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama

lima hingga sepuluh tahun atau lebih. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih

yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS

(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit

akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. Ketika individu sudah tidak lagi

memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke

dalam tubuh. Karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang

tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud HIV/AIDS ?

2. Apakah penyebab HIV/AIDS ?

3. Bagaimanakah tahapan perubahan HIV/AIDS ?

4. Bagaimanakah penularan HIV/AIDS ?

5. Apakah gejala HIV/AIDS ?

6. Bagaimanakah pencegahan secara primer, sekunder, tersier pada HIV/AIDS ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud HIV/AIDS

2. Untuk mengetahui penyebab HIV/AIDS

3. Untuk mengetahui tahapan perubahan HIV/AIDS

4. Untuk mengetahui penularan HIV/AIDS

5. Untuk mengetahui gejala HIV/AIDS

6. Untuk mengetahui pencegahan sekunder pada HIV/AIDS


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian HIV/AIDS

HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired

berarti didapat, bukan keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita.

Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan

kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat

kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir.

AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama
lima hingga sepuluh tahun atau lebih. HIV (Human Immunodeficiency Virus)
merupakan

virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang

bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS

(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit

akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. Ketika individu sudah tidak lagi

memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke

dalam tubuh. Karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang

tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya.

Orang yang baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. Hanya saja lama

kelamaan sistem kekebalan tubuhnya makin lama semakin lemah, sehingga semua

penyakit dapat masuk ke dalam tubuh. Pada tahapan itulah penderita disebut sudah

terkena AIDS.
B. Penyebab HIV/AIDS

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen,

dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target utama HIV adalah

limfosit CD 4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus

ini akan mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam

informasi genetik dari sel yang diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic

acid) menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase.

DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya

diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus

membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan.

Cepat lamanya waktu seseorang yang terinfeksi HIV mengembangkan AIDS

dapat bervariasi antar individu. Dibiarkan tanpa pengobatan, mayoritas orang yang

terinfeksi HIV akan mengembangkan tanda-tanda penyakit terkait HIV dalam 5-10

tahun, meskipun ini bisa lebih pendek. Waktu antara mendapatkan HIV dan diagnosis

AIDS biasanya antara 10‘15 tahun, tetapi terkadang lebih lama. Terapi antiretroviral

(ART) dapat memperlambat perkembangan penyakit dengan mencegah virus

bereplikasi dan

oleh karena itu mengurangi jumlah virus dalam darah orang yang terinfeksi (dikenal
sebagai 'viral load').

C. Tahapan perubahan HIV/AIDS

a) Fase 1

Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah t erpapar dan

terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah.
Pada fase ini antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami

gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).

b) Fase 2

Umur infeksi : 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu

sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan

pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu

(biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).

c) Fase 3

Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala AIDS.

Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu

malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak

sembuh- sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat

badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.

d) Fase 4

Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan

tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang

disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru-paru yang menyebabkan
radang paru-paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit

atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu,

dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.

WHO menetapkan empat stadium klinis HIV, sebagaimana berikut:

a) Stadium 1 : tanpa gejala.

b) Stadium 2 : penyakit ringan.


c) Stadium 3 : penyakit lanjut.

d) Stadium 4 : penyakit berat.

D. Penularan HIV/AIDS

a. Media penularan HIV/AIDS

HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari individu

yang terinfeksi, seperti darah, air susu ibu, air mani dan cairan vagina. Individu tidak

dapat terinfeksi melalui kontak sehari-hari biasa seperti berciuman, berpelukan,

berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan atau air.

b. Cara penularan HIV/AIDS

a) Hubungan seksual : hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah

terpapar HIV.

b) Transfusi darah : melalui transfusi darah yang tercemar HIV.

c) Penggunaan jarum suntik : penggunaan jarum suntik, tindik, tato, dan pisau

cukur yang dapat menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama

dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-

cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah.

d) Ibu hamil kepada anak yang dikandungnya


(1) Antenatal : saat bayi masih berada di dalam rahim, melalui plasenta.

(2) Intranatal : saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau cairan vagina.

(3) Postnatal : setelah proses persalinan, melalui air susu ibu. Kenyataannya 25-

35% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sudah terinfeksi di negara

berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang tertular HIV tertular

dari ibunya.
E. Gejala HIV/AIDS

Gejala-gejala HIV bervariasi tergantung pada tahap infeksi. Meskipun orang

yang hidup dengan HIV cenderung paling menular dalam beberapa bulan pertama,

banyak yang tidak menyadari status mereka sampai tahap selanjutnya. Beberapa minggu

pertama setelah infeksi awal, individu mungkin tidak mengalami gejala atau penyakit

seperti influenza termasuk demam, sakit kepala, ruam, atau sakit tenggorokan.

Ketika infeksi semakin memperlemah sistem kekebalan, seorang individu dapat

mengembangkan tanda dan gejala lain, seperti kelenjar getah bening yang membengkak,

penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Tanpa pengobatan, mereka juga bisa

mengembangkan penyakit berat seperti tuberkulosis, meningitis kriptokokus, infeksi

bakteri berat dan kanker seperti limfoma dan sarkoma kaposi.

F. Pencegahan HIV

Lima cara untuk mencegah penularan HIV, dikenal konsep “ABCDE” sebagai berikut.

a) A (Abstinence): artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang

belum menikah.

b) B (Be faithful): artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak

berganti-ganti pasangan).
c) C (Condom): artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan

menggunakan kondom.

d) D (Drug No): artinya Dilarang menggunakan narkoba.

e) E (Education): artinya pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV,

cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.


G. Pencegahan HIV/AIDS

Permasalahan HIV/AIDS telah menjadi beban kesehatan masyarakat global

dimana kasusnya telah tercatat peningkatannya terus menerus baik di negara maju

maupun negara berkembang. Sehingga perlu adanya upaya yang lebih efektif untuk

menangani penyakit AIDS ini dengan upaya pencegahan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) kata pencegahan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mencegah

atau penolakan terhadap suatu hal. Bila dispesialisasikan dalam bahasa kesehatan ,

pengertian dari pencegahan adalah segala bentuk aksi yang bertujuan untuk mencegah

penyakit agar tidak sampai terjadi. Pencegahan juga bisa berarti upaya untuk

mengeradikasi, eliminasi dan mengurangi dampak dari penyakit dan ketidakmampuan

manusia (Porta 2008).

Macam-macam pencegahan terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder

dan pencegahan tersier. Berikut penjelasan dari macam-macam pencegahan penyakit

HIV/AIDS :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan pencegahan garda terdepan dimana

pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi insiden dari suatu penyakit.


Pencegahan ini lebih mensasar pada pendekatan perseorangan dan komunitas

seperti promosi kesehatan dan upaya proteksi spesifik (Porta 2008).

Pencegahan ini hanya dapat efektif apabila dilakukan dan dipatuhi dengan

komitmen masyarakat dan dukungan politik yang tinggi


Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap

sehatataumencegahorangsehatmenjadisakit.Pencegahanprimer

merupakan hal yang paling penting, terutama dalam merubah perilaku.

Dalam permasalahan HIV/AIDS , pencegahan primer sangatlah

diharapkan untuk menjadi upaya terbaik dalam menekan peningkatan

kejadian kasus HIV/AIDS. Biasanya pencegahan primer lebih

menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan,sikap dan perilaku seseorang

dan komunitas terhadap penyakit HIV/AIDS dan metode penularannya.

Berikut contoh upaya pencegahan primer untuk penyakit HIV/AIDS yang

dapat dilakukan :

a. Promosi Kesehatan

a) Penyuluhan Kesehatan menjadi upaya yang sering dilaksanakan

dalam pencegahan HIV/AIDS. Upaya ini sebagai upaya

pencerdasan bagi sasaran komunitas untuk memperbaiki

pengetahuan dan persepsi tentang penyakit,Faktor

risiko,metode penularan dan pencegahan dari Penyakit

HIV/AIDS (Chin & Editor 2000). Kegiatan penyuluhan

ini dilakukan pada

kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV yaitu anak-


anak, remaja, kelompok Penasun ( pengguna Narkoba dan

suntik ), Kelompok pekerja seks, berganti-ganti pasangan seks

dan lain lain. Hampir seluruh kelompok umur berisiko untuk

penyakit ini. Akan tetapi sekitar 40% kelompok yang berisiko

adalah kelompok remaja usia 20 ‘ 29 tahun (K et al. 2010).


b) Beberapa survei menyebutkan adanya pemahaman masyarakat

yang masih minim terkait penyakit HIV/AIDS, sehingga upaya

penyuluhan ini menjadi langkah awal dalam pengendalian

penyakit HIV/AIDS. Metode penyuluhan sangat bervariasi

diantaranya melalui ceramah dengan media poster dan leaflet,

diskusi, Forum Group Discussion dan membentuk KSPAN

( Kelompok Siswa Peduli HIV/AIDS ) pada tiap sekolah yang

dilatih dan dibina untuk menjadi edukator untuk melakukan

penyuluhan kepada temanteman sekolah (S et al. 2012).

c) Pada negara afrika tepatnya di morogoro, ada sebuah program

sosial yang bersinergi dengan puskesmas setempat untuk

memberikan penyuluhan terkait penyakit HIV/AIDS kepada

kelompok ibu-ibu khususnya ibu hamil pada program

Integrated maternal and newborn health care. Program ini

diimplementasikan oleh kementerian kesehatan dan keadilan

sosial negara melalui Jhpiego, dan seluruh 18 departemen

kesehatan di 4 wilayah rural dan peri-urban. Jadi program ini


dilakukan pada daerah rural dan periurban. Jadi program ini

diintegrasikan dengan dilakukannya tes HIV dan dilanjutkan

pada upaya edukasi (An et al. 2015).

b. Proteksi Spesifik

Penularan virus HIV dapat ditularkan melalui hubungan

seksual dengan orang yang berisiko, penggunaan jarum suntik yang


tidak steril dan bebarengan, dan penularan dari ibu hamil ke

janinnya. Adapun upaya proteksi spesifik yang sudah

direkomendasikan untuk pengendalian penyakit HIV/AIDS sebagai

berikut :

a) Menurut permenkes nomor 21 tahun 2013 telah dijelaskan

penanggulangan HIV/AIDS pada pasal 14 tentang

pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual

dilakukan melalui :

(1) Tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan

yang berisiko.

(2) Setia dengan pasangan

(3) Menggunakan kondom secara konsisten pada saat

berhubungan

(4) Menghindari penyalahgunaan obat atau zat adiktif

narkoba

(5) Melakukan pencegahan lain seperti melakukan

sirkumsisi.
Dalam melakukan hubungan seksual, proteksi penularan

HIV/AIDS dapat efektif dilakukan untuk mengurangi risiko melalui

(Men & Estimate 2015) :

(1) Mempunyai satu pasangan seks yang berisiko rendah

(2) Pasangan seks sesama ODHA ( Orang dengan

HIV/AIDS )
(3) Dan tidak melakukan hubungan seks

c. Adapun proteksi penularan HIV/AIDS yang tidak melalui hubungan

seksual diantaranya pembuatan program layanan alat suntik steril

dan tes darah sebelum melakukan transfusi darah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah upaya

pencegahan AIDS adalah dengan KIE (komunikasi, informasi dan

edukasi), yaitu memberikan informasi kepada kelompok risiko tinggi

bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat

diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran

virus HIV, yakni :

a) Melalui hubungan seksual.

HIV dapat menyebar melalui hubungan seks pria ke

wanita, wanita ke pria maupun pria ke pria. Hubungan

melalui seks ini dapat tertular melalui cairan tubuh penderita

HIV yakni cairan mani, cairan vagina dan darah.

Upaya pencegahannya adalah dengan cara, tidak


melakukan hubungan seksual bagi orang yang belum

menikah, dan melakukan hubungan seks hanya dengan satu

pasangan saja yang setia dan tidak terinfeksi HIV atau tidak

berganti-ganti pasangan. Juga mengurangi jumlah pasangan

seks sesedikit mungkin. Hindari hubungan seksual dengan

kelompok resiko tinggi menular AIDS serta menggunakan


kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan

kelompok risiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.

b) Melalui darah.

Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan cara

transfusi yang mengandung HIV, penggunaan jarum suntik

atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas

digunakan orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan

dengan baik. Juga penggunaan pisau cukur, gunting kuku,

atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.

Upaya pencegahannya dengan cara, darah yang

digunakan untuk transfusi diusahakan terbebas dari HIV

dengan memeriksa darah donor. Pencegahan penyebaran

melalui darah dan donor darah dilakukan dengan skrining

adanya antibodi HIV, demikian pula semua organ yang akan

didonorkan, serta menghindari transfusi, suntikan, jahitan dan

tindakan invasif lainnya yang kurang perlu.

Upaya lainnya adalah mensterilisasikan alat-alat (jarum


suntik, maupun alat tusuk lainnya) yang telah digunakan,
serta

mensterilisasikan alat-alat yang tercemar oleh cairan tubuh

penderita AIDS. Kelompok penyalahgunaan narkotika harus

menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam

badannya serta menghentikan kebiasaan menggunakan jarum

suntik bersamaan. Gunakan jarum suntik sekali pakai

(disposable).
c) Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya.

Penularan dapat terjadi pada waktu bayi masih berada

dalam kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi

dilahirkan serta pada saat menyusui. ASI juga dapat

menularkan HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi pada saat

mengandung maka ada kemungkinan bayi yang dilahirkan

sudah terinfeksi HIV. Maka dianjurkan agar seorang ibu tetap

menyusui anaknya sekalipun HIV.

Bayi yang tidak diberikan ASI berisiko lebih besar

tertular penyakit lain atau menjadi kurang gizi. Bila ibu yang

menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil

maka dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar

2/3 daripada yang tidak mendapat pengobatan.

WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah

penularan vertikal dari ibu kepada anak yaitu dengan cara

mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS,

apabila

sudah terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak


terjadi kehamilan, bila sudah hamil dilakukan pencegahan

supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah

terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA

dan keluarganya.
2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan pencegahan ini kedua dari teori

pencegahan penyakit. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi dan

meminimalisir prevalensi penyakit dengan durasi waktu yang cukup singkat.

Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan pengobatan tepat (Porta

2008). Berikut salah satu contoh upaya pencegahan sekunder sebagai berikut

a. Deteksi Dini

Salah satu deteksi dini yang dapat diupayakan adalah

perlindungan buruh migran Indonesia khususnya BMI ( Buruh

Migran Indonesia ) melalui upaya deteksi dini di bandara dan

pelabuhan. Deteksi dini yang dilakukan berupa mencermati aktivitas

oleh BMI ketika proses pemberangkatan dan kedatangan di bandara

dan pelabuhan di Surabaya Jawa timur. Pengamatan dilakukan

dengan pemberian pertanyaan terkait permasalahan kesehatan dan

cek kesehatan berdasarkan risiko HIV/AIDS yang ada. Selanjutnya

hasil dari pengamatan tersebut di laporkan oleh petugas di Gedung

Pendataan Kepulangan Khusus Tenaga Kerja Indonesia ( GPKTKI).


Harapannya hasil dari pengamatan tersebut bisa menjadi dasa ran

utama untuk intervensi dini dan pengaturan langkah selanjutnya

untuk pengobatan lebih dini (Kinasih et al. 2015).

Contoh dalam upaya deteksi dini HIV/AIDS adalah pada

sasaran kelompok berisiko tinggi yaitu kelompok pekerja seks.

Upaya yang dilakukan hampir sama pada penjelasan sebelumnya.


Beda nya dalam pemantauan ini , pihak dari puskesmas setempat

yang berwewenang untuk melakukan pengamatan. Pengamatan

dilakukan dengan mendata tempat-tempat yang digunakan sebagai

lokalisasi masyarakat (Kakaire et al. 2015).

b. Pengobatan Tepat

Pengobatan yang spesifik merupakan upaya tepat setelah

mendapatkan pelaporan dari deteksi dini. Walaupun HIV/AIDS

sampai saat ini belum ditemukan obat paten untuk menyembuhkan

HIV/AIDS, namun peranan obat ini dapat menjadi penghambat dan

memperpanjang perkembangan virus HIV di dalam tubuh.

Sebelum ditemukan pengobatan ARV ( Anti Retrovirus ) yang

ada saat ini, pengobatan yang ada hanya disasarkan pada penyakit

opportunistik yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Berikut macam-

macam pengobatan yang digunakan :

a) Penggunaan TMP-SMX oral untuk profilaktif

b) Pentamidin aerosol untuk mencegah pneumonia P. Carinii.

c) Tes tuberkulin pada penderita TBC aktif

Pada tahun 1999, telah ditemukan satu-satunya obat yang

dapat mengurangi risiko penularan HIV/AIDS perinatal dengan

penggunaan AZT. Obat ini diberikan sesuai dengan panduan yang

sesuai.
Akhirnya WHO merekomendasikan untuk penggunaan Anti

retroviral bagi para penderita HIV/AIDS. Keputusan untuk memulai

dan merubah terapi ARV harus dipantau dengan memonitor hasil

pemeriksaan lab baik plasma HIV RNA ( Viral load) maupun

jumlah

sel CD4 + T (Rumah & Sanglah 2011).

InfeksiHIV/AIDSmenyebabkanmenurunnyasistemimunsecara

progresif sehingga muncul berbagai infeksi oportunistik yang akhirnya dapat

berakhir pada kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat

maupun vaksin yang efektif. sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi

dalam tiga kelompok sebagai berikut :

a. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan

umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang

baik, obat simptomatik dan pemberian vitamin.

b. Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan untuk

mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai

infeksi HIV/AIDS. 28 Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan

infeksi

sekunder adalah protozoa (Pneumocystis carinii, Toxoplasma, dan


Cryptotosporidium), jamur (Kandidiasis), virus (Herpes,

cytomegalovirus/CMV, Papovirus) dan bakteri (Mycobacterium

TBC, Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus, dll).

Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan

jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan terus-menerus.


c. Pengobatan antiretroviral (ARV), ARV bekerja langsung

menghambat enzim reverse transcriptase atau menghambat kinerja

enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki

kualitas hidup, menjadikan infeksi opurtunistik Universitas Sumatera

Utara menjadi jarang dan lebih mudah diatasi sehingga menekan

morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV belum dapat

menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan ini terakhir dari tahap pencegahan

penyakit. Pencegahan tersier bertujuan untuk membatasi akibat dari penyakit

yang dapat terjadi pada jangka waktu yang relatif lama dan juga memperbaiki

kualitas hidup seseorang untuk bisa lebih membaik (Porta 2008).

Dalam topik penyakit HIV/AIDS hampir dipastikan orang yang

terinfeksi HIV/AIDS akan berujung pada kematian. Beberapa contoh yang

bisa diterapkan adalah penggunaan terapi ARV. Hingga sampai saat ini,

hanya ARV yang masih menjadi terapi efektif untuk menghambat

perkembangan

virus HIV dalam menyerang CD4+T. Keterlambatan dalam penggunaan


terapi ARV akan meningkatkan mortalitas (Rumah & Sanglah 2011).

ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar

penderitadapatmelakukanaktivitassepertisemula/seoptimalmungkin.

Misalnya :

a. Memperbolehkannya untuk membicarakan hal-hal tertentu dan

mengungkapkan perasaannya.
b. Membangkitkan harga dirinya dengan melihat keberhasilan

hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah.

c. Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya.

d. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat

mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain.

e. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak

dapat disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal) yang

mencakup, pemberian kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi,

menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi toleransi maksimal

terhadap permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri (bisa

dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi, meditasi,

maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian

meliputi penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan

bantuan mempersiapkan pemakaman.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired

berarti didapat, bukan keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita.

Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan

kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat

kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir.

B. Saran

Perempuan dengan HIV/AIDS harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah

dan masyarakat karena mereka membutuhkan dukungan moril yang lebih terutama

karena statusnya sebagai korban dari pasangannya. Pemerintah perlu memberi

informasi mengenai gambaran postif dari ODHA agar stigma yang ada berkurang

sehingga masyarakat menjadi tidak takut untuk melakukan tes HIV dengan begitu

pencegahan penularan juga akan terlaksana lebih baik. Perlu adanya peningkatan

promosi program pencegahan penularan dari ibu ke anak. Perbaikan sarana pelayanan

kesehatan umum sangat diperlukan perlu adanya pelatihan khusus pada petugas kesehatan

agar mengetahui pelayanan yang prima untuk ODHA secara khusus.


DAFTAR PUSTAKA

An, S.J. et al., 2015. Program synergies and social relations : implications of integrating HIV

testing and counselling into maternal health care on care seeking. , pp.1‘12.

https://inilah.com/rileks/2268307/ini-metode-pencegahan-penularan-penyakit-hiv-aids 18 Juni

2021(diakses online)

Kakaire, O. et al., 2015. Clinical versus laboratory screening for sexually transmitted infections

prior to insertion of intrauterine contraception among women living with HIV / AIDS : a

randomized controlled trial. , 30(7), pp.1573‘1579.

Kinasih, S.E. et al., 2015. Perlindungan buruh migran Indonesia melalui deteksi dini HIV / AIDS

pada saat reintegrasi ke daerah asal The protection of Indonesian migrant workers

through early detection of HIV / AIDS at the time of reintegration into the place of

origin. , pp.198‘210.

Rumah, D.I. & Sanglah, S., 2011. PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI ANTI RETRO

VIRUS LEBIH AWAL TERHADAP MORTALITAS PADA KO-INFEKSI TBHIV. J

Peny Dalam, Volume 12, pp.121‘125.

Anda mungkin juga menyukai