Anda di halaman 1dari 18

Menganalisis Bahaya Penularan dan Pencegahan Penyakit

HIV/AIDS

Hanum Aydina Mumtaz

XI Kuliner 1
A. Pengertian Penyakit HIV/AIDS
1) Virus HIV
HIV adalah virus berbentuk sangat kecil yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia. Bentuk HIV seperti binatang bulu babi (binatang laut) yang berbulu tegak
dan tajam. Tubuh manusia mempunyai sel-sel darah putih yang berfungsi untuk
melawan dan membunuh bibit-¬bibit atau kuman-kuman penyaki yang masuk ke
dalam tubuh nanusia.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV, maka virus ini akan menyerang sel darah
putih. Selanjutnya akan merusak dinding sel darah putih untuk masuk ke dalam sel dan
merusak bagian yang memegang peranan pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang
telah dirusak tersebut menjadi lemah dan tidak lagi mampu melawan kuman-kuman
penyakit. Lambat-laun sel darah putih yang sehat akan sangat berkurang. Akibatnya,
kekebalan tubuh orang tersebut menjadi menurun dan akhirnya sangat mudah
terserang penyakit. Orang yang telah terinfeksi HIV dalam beberapa tahun pertama
belum menunjukkan gejala apapun. Sehingga secara fisik kelihatan tidak berbeda
dengan orang lain yang sehat. Namun dia mempunyai potensi sebagai sumber
penularan, artinya dapat menularkan virus kepada orang lain. Setelah periode 7 hingga
10 tahun, atau jika kekebalan tubuhnya sudah sangat melemah karena berbagai infeksi
lain, seorang pengidap HIV mulai menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda
bermacam-macam penyakit yang muncul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada
keadaan ini orang tersebut disebut sebagai penderita AIDS.

2) Penyakit AIDS
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome yang
bahasa Indonesia-nya adalah Sindroma, merupakan kumpulan gejala dan tanda
penyakit. Deficiency dalam bahasa Indonesia berarti kekurangan. Immune berarti
kekebalan, sedangkan Acquired berarti diperoleh atau didapat. Dalam hal ini,
“diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan penyakit keturunan. Seseorang
menderita AIDS bukan karena keturunan dari penderita AIDS, tetapi karena terjangkit
atau terinfeksi virus penyebab AIDS. Oleh karena itu, AIDS dapat diartikan sebagai
kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem
kekebalan tubuh seseorang. AIDS merupakan fase terminal (akhir) dari infeksi HIV.
Bagi seorang AIDS penyakit tersebut dapat menjadi berat, bahkan dapat menimbulkan
kematian. Misalnya penyakit influensa, pada orang sehat penyakit ini, akan sembuh
dengan sendirinya dalam waktu kurang lebih satu minggu, meskipun tidak diobati
sama sekali asalkan penderita makan, tidur dan istirahat yang cukup. Sedangkan pada
pengidap HIV dan penderita AIDS, penyakit influensa ini akan menetap lebih lama
bahkan semakin parah pada waktu tertentu. Seorang penderita AIDS dapat meninggal
oleh penyakit infeksi lain yang menyerang dirinya akibat kekebalan tubuhnya yang
terganggu.

B. Bahaya Penyakit HIV/AIDS


Bahaya Besar Penyakit HIV/AIDS, yaitu:
1) AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang
mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh
manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuhnya sehingga mudah
terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, kanker lainnya. Dan sampai saat ini
belum ditemukan vaksin pencegahnya atau obat untuk penyembuhannya.
2) Kematian. Menurut perhitungan WHO (1992) tidak kurang dari 3 orang di seluruh
dunia terkena infeksi virus AIDS setiap menitnya. Dan yang mengerikan adalah
jumlah penderita 70% adalah kalangan pemuda/usia produktif.
3) Serangan bagi anak muda. Kelompok resiko tinggi terjangkitnya penyakit bahaya ini
adalah homoseksual, heteroseksual, promiskuitas (Perkawinan lebih dari satu),
penggunaan jarum suntik pecandu narkotik dan free sex serta orang-orang yang
mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama (khususnya para remaja/generasi
muda usia 13-25 tahun).
4) Tidak bermoral. Pola dan gaya hidup barat sebagai konsekuensi modernisasi,
industrialisasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah menyebabkan
perubahan-perubahan nilai kehidupan yang cenderung mengabaikan nilai-nilai moral,
etik, dan agama, termasuk nilai-nilai hubungan seksual antar individu.
5) Permasalahan lain yang berdampak sangat tinggi bagi penularan virus AIDS adalah
remaja yang meninggalkan rumah tanpa izin dan menjadi anak jalanan,
6) Bunuh Diri. Jika seseorang menderita penyakit ini, maka akan menimbulkan depresi
yang mendalam, semangat hidup rendah dan hilang kepercayaan diri. Permasalahan
ini telah banyak memakan korban jiwa, sebab dari merekamereka yang terjangkit
penyakit ini selalu mengakhiri penyakit yang di deritanya dengan bunuh diri.
7) Gila. Orang yang Hilang kepercayaan diri, banyak dijauhi orang karena penyakit
yang dideritanya ini akan menimbulkan stress yang begitu berat, jika stress yang
diderita terus dibiarkan maka akan menyebabkan kegilaan alias tidak mempunyai
kesadaran normal.

C. Penularan Penyakit HIV/AIDS


1) Cara Penularan HIV/AIDS
 Hubungan seksual yang tidak aman
Hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap HIV. Hubungan
seksual ini bisa homoseksual maupun heteroseksual.
 Menggunakan jarum suntik atau jarum suntik lainnya (tato, akupuntur, tindik)
yang tidak steril.
Menggunakan jarum suntik atau jarum suntik lainnya lalu diberikan
kepada seseorang pengidap HIV setelah itu digunakan kembali kepada orang
yang tidak memiliki penyakit HIV, hal tersebut juga dapat menularkan
penyakit HIV/AIDS.
 Kehamilan dan menyusui
HIV dapat ditularkan dari ibu hamil ke bayi dalam kandungan maupun
saat persalinan. Selain itu, cara penularan HIV/AIDS bisa melalui proses
menyusui, sebab HIV dapat menular melalui cairan ASI.
 Transfusi darah atau organ
Meski jarang, cara penularan HIV/AIDS bisa terjadi ketika melakukan
transfusi darah atau donor organ yang terkontaminasi virus HIV. Namun,
resiko penularannya sangat kecil. Sebab, biasanya dilakukan pengujian
terlebih dahulu sebelum darah atau organ didonorkan. Usai operasi, organ
yang diterima juga diuji kembali. Hal ini bisa membantu mendeteksi
penularan HIV dengan cepat sehingga penderita dapat segera memperoleh
penanganan yang tepat.

2) Gejala penularan HIV/AIDS


Gejala penularan HIV/AIDS terjadi beberapa hari atau beberapa minggu setelah
terinfeksi HIV, seseorang mungkin akan menjadi sakit dengan gejalagejala seperti flu,
yaitu:
 Demam
 Rasa lemah dan lesu
 Sendi-sendi terasa nyeri
 Batuk
 Nyeri tenggorokan
Gejala-gejala ini hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja, lalu
hilang dengan sendirinya.
Gejala Selanjutnya adalah memasuki tahap di mana sudah mulai timbul gejala
yang mirip yang dengan gejala-gejala penyakit lain, yaitu:
 Demam perkepanjangan
 Penurunan berat badan (lebih dari 10% dalam waktu 3 hari)
 Kelemahan tubuh yang menggangu/menurunkan aktivitas fisik sehari-hari
 Pembengkakan kelenjar di lehet, lipat paha, dan ketiak
 Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas
 Batuk dan sesak nafas lebih dari 1 bulan secara terus menerus
 Kulit gatal dan bercak-bercak kebiruan

Penyakit yang disebabkan baik oleh virus lain, bakteri, jamur, atau parasit (yang
bisa juga hidup dalam tubuh kita), yang bila sistem kekebalan tubuh baik kuman ini
dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini pengidap HIV telah berkembang
menjadi penderita AIDS. Gejala AIDS yang timbul adalah:

 Radang paru
 Radang saluran pencernaan
 Radang karena jamu di mulut dan kerongkongan
 Kanker kulit
 TBC
 Gangguan susunan saraf

Pada umumnya penderita AIDS akan meninggal dunia sekitar 2 tahun setelah
gejala AIDS ini muncul.

3) Perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia


Saat baru terinfeksi, HIV akan masuk ke dalam tubuh dan membelah diri menjadi
sangat banyak. Sebagai perlawanan dari keadaan tersebut, sistem kekebalan tubuh
akan memproduksi sel darah putih khusus (CD4) untuk mengendalikan jumlah HIV
yang berlebihan.
Di sisi lain, sel CD4 merupakan target utama dari infeksi HIV. Jadi, alih-alih
mengendalikan jumlah HIV, virus tersebut malah menginfeksi dan menghancurkan
sel CD4. Berikut tahapan bagaimana HIV dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh:
1. Binding
Proses HIV menyerang imun diawali dengan virus ini menempel pada
permukaan sel CD4.
2. Fusion
Setelah menempel, dinding HIV akan menyatu dengan dinding sel CD4. Hal
ini menyebabkan HIV dapat masuk ke dalam sel CD4. Saat masuk ke dalam
sel tersebut, HIV akan mengeluarkan materi genetik dalam bentuk RNA juga
enzim-enzim.
3. Reserve Transcriptase
Tahap ini merupakan salah satu enzim yang dikeluarkan HIV di dalam sel
CD4. Enzim ini berfungsi mengubah materi genetik HIV, dari RNA menjadi
DNA.
4. Integrase
Integrase merupakan enzim lain yang dikeluarkan HIV. Enzim ini membantu
memasukan DNA HIV ke dalam DNA sel CD4, sehingga saling menyatu.
5. Replication
Setelah DNA HIV dan sel CD4 menyatu, maka virus akan meggunakan sel
CD4 utuk membentuk bagian-bagian baru dari HIV, khususnya dalam bentuk
protein.
6. Assembly
Protein dan bagian HIV yang diproduksi oleh sel CD4 akan menuju
permukaan sel dan membentuk virus baru yang imatur.
7. Budding
Pada tahapan terakhir ini, HIV imatur akan didorong keluar dari sel CD4.
Begitu keluar, HIV akan menjadi matur dan dapat kembali menyerang sel
CD4 lainnya, sehingga mengulang-ulang siklus infeksi ini. Awalnya, sistem
kekebalan tubuh akan merespons dengan memproduksi lebih banyak sel CD4.
Namun setelah beberapa waktu, tubuh akan “kelelahan” sehingga tidak bisa
menyeimbangkan laju hancurnya sel CD4.

Pada akhirnya, akan terjadi ketidakseimbangan, yaitu jumlah virus atau viral
load yang tinggi dan jumlah sel CD4 yang rendah. Keadaan itu
mengakibatkan sistem kekebalan tubuh tidak lagi mampu mengontrol HIV,
sehingga penderita akan terlihat sangat sakit.

Untuk diketahui, pada orang yang sehat, jumlah CD4 berkisar antara 500-
1500. Jika jumlah itu berkurang hingga 200 atau lebih rendah, berarti sistem
kekebalan tubuh sudah rusak.

Perjalanan cepat atau lamanya perkembangan HIV pada seorang pengidap HIV
sangatlah bersifat individual. Setiap orang sangat mungkin mengalami kejadian atau
gejala yang berlainan. Secara umum, pesatnya perkembangan dari HIV positif ke arah
AIDS tergantung pada berbagai faktor: riwayat medis, status kekebalan tubuh atau
immunitas, adanya infeksi lain, perawatan yang diperoleh dan lain-lain. Di samping
itu, gizi dan kebersihan lingkungan hidupnya juga berpengaruh pada taraf
kesehatannya secara umum. Polusi udara dan udara yang lembab tanpa ventilasi yang
memadai, dapat dengan cepat menurunkan kesehatan paru-paru pengidap HIV. Pola
makan yang kurang sehat dan gizi yang buruk juga dapat memperburuk kesehatan
dari orang yang HIV positif.
Menurut WHO, awalnya diperkirakan hanya sebagian kecil dari mereka yang
terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala AIDS. Namun kini ditemukan bahwa sekitar
20% dari mereka yang HIV positif akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu 10
tahun setelah terinfeksi. Sedangkan 50% lainnya, dalam waktu 15 tahun.
Berdasarkan keterangan di atas, seseorang bisa saja terkena HIV dan tidak
menunjukkan gejala apapun (Asymptomatic) dalam waktu yang cukup lama (3-10
tahun). Karenanya, kita tidak bisa mendeteksi apakah seseorang adalah pengidap HIV
atau tidak berdasarkan penampilan fisiknya saja. Meskipun seseorang tidak
menunjukkan gejala apapun, ia sudah dapat menularkan HIVpada orang lain.
Seringkali orang tersebut tidak menyadari dirinya sudah terkena HIV. Lebih jauh lagi,
meskipun ia sudah tahu dirinya mengidap HIV, mungkin ia tidak bisa membuka
statusnya dengan mudah karena tidak yakin terhadap reaksi orang lain.

4) Perilaku beresiko tinggi


Orang-orang yang memiliki perilaku berisiko tinggi menularkan atau tertular HIV
artinya orang-orang yang mempunyai kemungkinan besar terkena infeksi HIV atau
menularkan HIV dikarenakan perilakunya. Mereka yang memiliki perilaku berisiko
tinggi itu adalah:
 Wanita dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan dalam melakukan
hubungan seksual, dan pasangannya.
 Orang-orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, seperti
hubungan seks melalui dubur (anal) dan mulut misalnya pada homo seksual
dan biseksual.
 Penyalahgunaan narkotika dengan suntikan, yang menggunakan jarum suntik
secara bersama (bergantian).
 Orang yang berhubungan seksual dengan dengan pengguna narkoba suntik.
Karena pengguna narkoba suntik berisiko tinggi terkena HIV, maka
berhubungan seksual dengannya pun dapat meningkatkan risiko kamu untuk
terkena HIV.
 Orang yang melakukan hubungan intim tanpa menggunakan kondom.
Gunakanlah kondom berbahan lateks atau poliuretan yang baru setiap kali
berhubungan seks. Seks anal lebih berisiko daripada seks vaginal. Risiko HIV
juga tinggi pada orang yang memiliki banyak pasangan seksual.
 Orang yang sering membuat tato atau melakukan tindik. Mengingat jarum
suntik dapat menjadi media penularan virus, jadi bila kamu ingin membuat
tato atau melakukan tindik, pastikan jarum suntik yang digunakan steril.
 Melalui Kehamilan, Persalinan, atau Menyusui. Ibu yang terinfeksi HIV
selama masa kehamilan dapat menularkan virus tersebut ke bayinya. Namun,
risiko penularan HIV pada bayi dapat diturunkan bila ibu segera mendapatkan
pengobatan.
5) Hal-hal yang tidak menularkan HIV
Banyak orang mengira jika HIV bisa ditularkan melalui air liur serta menghirup udara
yang sama dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Padahal kenyataannya,
HIV/AIDS tidak bisa ditularkan melalui dua hal tersebut. Berikut hal hal yang tidak
dapat menularkan HIV.
 Air liur. Virus HIV tidak bisa ditularkan melalui air liur karena persentase
virusnya sangat kecil dan sangat lemah untuk ditularkan pada orang lain.
 Gigitan serangga penghisap darah, seperti nyamuk. Virus HIV tidak bisa
ditularkan melalui gigitan nyamuk, karena nyamuk tidak memasukkan darah
ke orang yang digigit berikutnya.
 Mengonsumsi makanan yang kurang matang.
 Peralatan yang sudah disterilkan di dokter gigi tidak bisa menularkan
HIV/AIDS.
 Menggunakan atau menyentuh barang yang sebelumnya sudah pernah
dipegang atau digunakan oleh ODHA.
 Virus HIV tidak bisa ditularkan melalui berpelukan dan berjabat tangan.
 Menghirup udara yang sama dengan ODHA tidak dapat menularkan
HIV/AIDS.
 Jauhi HIV/AIDS dan jangan jauhi ODHA karena HIV/AIDS hanya bisa
ditularkan melalui cairan tubuh.
 Penderita AIDS bersin atau batuk-batuk di depan kita
 Sama-sama berenang di kolam renang
 Menggunakan WC yang sama dengan pengindap HIV

D. Pencegahan Penyakit HIV/AIDS


Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan maupun vaksin untuk
mencegah penyakit ini. Upaya-upaya pencegahan harus dikaitkan dengan bagaimana
penularan AIDS dapat terjadi, yang telah dibicarakan sebelumnya.
1. Pencegahan Penularan Melalui Hubungan Seksual
Telah kita ketahui bahwa infeksi HIV terutama terjadi melalui hubungan seksual.
Oleh sebab itu pencegahan penularan melalui hubungan seksual memegang peranan
paling penting. Untuk itu setiap orang perlu memiliki perilaku seksual yang aman
dan bertanggungjawab, yaitu:
a. Tidak melalukan seks bebas
Seks bebas punya beragam definisi yang sesuai dengan norma dan aturan
yang berlaku di masyarakat. Salah satu definisinya, melakukan hubungan
seksual tanpa ikatan pernikahan dan dilakukan dengan banyak orang.
b. Jangan berhubungan dengan pasangan yang terinfeksi
Saat pasanganmu terinfeksi penyakit menular seksual, seperti sifilis atau
gonore, hindarilah untuk melakukan hubungan seksual dengannya.
Sebaiknya lakukan pengobatan dahulu ke dokter sampai penyakit tersebut
benar-benar sembuh. Biasanya dokter nanti akan menyarankan dirimu kapan
dapat kembali berhubungan intim dengan pasangan, bila keadaannya sudah
aman.
c. Gunakan kondom
Menurut ahli dari Centers for Disease Control and Prevention, penggunaan
kondom secara konsisten efektif untuk mencegah penyakit menular seksual.
Apalagi, bagi mereka yang aktif secara seksual dan sering bergonta-ganti
pasangan. Meskipun terkadang enggak dapat mencegah penyakit seksual
sepenuhnya, alat kontrasepsi ini efektif jika pemakaiannya benar.
d. Sunat pada laki-laki
Hal yang satu ini terbukti dapat memangkas risiko kaum adam untuk terkena
penyakit HIV dari hubungan seksual sebanyak 60 persen. Enggak cuma itu
saja, kata ahli sunat juga bisa membantu untuk mencegah penularan herpes
dan infeksi HPV.
e. Setia pada satu pasangan
Setia pada satu pasangan tidak hanya baik bagi kebahagian hidupmu saja.
Kesetiaan ini juga bisa mencegah dirimu dan pasangan dari penyakit menular
seksual.
f. Bentengi diri dengan vaksin
Menurut kata ahli, beberapa penyakit seksual bisa dicegah dengan pemberian
vaksinasi dewasa. Misalnya, hepatitis B, kutil kelamin, dan kanker serviks
yang disebabkan oleh Human papillomavirus (HPV). Vaksinasi HPV
sebenarnya direkomendasikan untuk anak perempuan berusia 9-13 tahun.
Namun, wanita di bawah 26 tahun yang belum divaksin juga disarankan
untuk melakukannya segera.
g. Mempertebal iman dan takwa agar tidak terjerumus ke dalam hubungan
hubungan seksual diluar nikah
2. Pencegahan Penularan Melalui Darah
a. Menggunakan jarum suntik yang steril
Penggunaan alat-alat seperti, jarum suntik, alat cukur, alat tusuk untuk tindik,
perlu memperhatikan masalah sterilisasinya. Tindakan desinfeksi dengan
pemanasan atau larutan desinfektan merupakan tindakan yang sangat penting
untuk dilakukan.
b. Transfusi darah
Harus dipastikan bahwa darah yang digunakan untuk transfusi tidak tercemar
HIV. Perlu dianjurkan pada seseorang yang HIV (+) atau mengindap virus
HIV dalam darahnya, untuk tidak menjadi donor darah. Begitu pula dengan
mereka yang mempunyai perilaku berisiko tinggi, misalnya sering
melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan.
c. Penggunaan produk darah dan plasma
Sama halnya dengan darah yang digunakan untuk transfusi, maka terhadap
produk darah dan plasma (cairan darah) harus dipastikan tidak tercemar HIV.
3. Pencegahan penularan dari ibu kepada anak
Seorang ibu yang terinfeksi HIV, risiko penularan terhadap janin yang
dikandungnya atau bayinya cukup besar, kemungkinannva sebesar 30-40 %. Risiko
itu akan semakin besar bila si ibu telah terkena atau menunjukkan gejala AIDS. Oleh
karena itu, bagi seorang ibu yang sudah terinfeksi HIV dianjurkan untuk
mempertimbangkan kembali tentang kehamilan. Risiko bagi bayi terinfeksi HIV
melalui susu ibu sangat kecil, sehingga tetap dianjurkan bagi si ibu untuk tetap
menyusukan bayi dengan ASI-nya.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), berikut ini beberapa
hal yang bisa ibu lakukan untuk mencegah penularan HIV ke bayi:
a. Lakukan tes HIV secepat mungkin
Bila ibu atau pasangan terlibat dalam perilaku yang membuat ibu berisiko
terkena HIV, lakukan tes HIV lagi pada trimester ketiga kehamilan. Ibu juga
perlu mendorong pasangan untuk melakukan tes HIV. Semakin dini HIV
didiagnosis dan diobati, semakin efektif obat HIV untuk mencegah penularan
ke bayi.
b. Minum obat pencegah HIV bila ibu tidak mengidap HIV, tapi berisiko
Bila ibu memiliki pasangan dengan HIV dan sedang merencanakan untuk
hamil, bicarakan dengan dokter kandungan tentang PrPP (profilaksis pra
paparan). PrPP bisa membantu melindungi ibu dan bayi dari penularan HIV
saat ibu mencoba hamil, selama kehamilan atau saat menyusui.
c. Minum obat untuk mengobati HIV
Bila ibu mengidap HIV, minumlah obat HIV seperti yang sudah diresepkan
oleh dokter selama kehamilan dan persalinan. Hal itu bisa mengurangi risiko
ibu menularkan HIV ke bayi menjadi 1 persen atau kurang. Setelah
melahirkan, ibu sebaiknya jangan menyusui karena ASI mengandung HIV.
Berikanlah obat HIV pada bayi selama 4–6 minggu setelah lahir.
d. Tidak melakukan hubungan seks, bagi yang belum nikah.
e. Selalu menghindarkan diri dari penggunaan obat-obat terlarang (narkotik,
heroin, ganja, dan lain-lain).
f. Menjauhkan diri dari minuman yang bisa memabukkan.

E. Pengobatan Penyakit AIDS


Meski sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, tetapi ada jenis
obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut sebagai
antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan oleh
virus HIV untuk menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4.
Beberapa jenis obat ARV adalah:
a. AZT (Azidothimidine).
b. DDI (Dideoxynosine).
c. DDC (Dideoxycytidine).
Akan tetapi obat AZT, DDI, DDC ini belum menjamin proses penyembuhan. Ini
mungkin hanya memperpanjang hidup penderita untuk 1 atau 2 tahun saja. Karena
sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus ini secara total. Demikian
juga cara perawatan yang optimal untuk menyempurnakan kembali sistem kekebalan
penderita AIDS belum ditemukan. Penelitian-penelitian menemukan vaksin dan obat
AIDS terus dilakukan oleh para dokter, terutama di negara-negara maju namun di
samping itu pengindap HIV atau penderita AIDS membutuhkan cara perawatan
/pengobatan lain yaitu psikoterapi, konseling, keluarga dan terapi kelompok.

F. Tes HIV
Tes HIV adalah suatu tes darah yang khusus dipakai untuk memastikan seseorang
telah terinfeksi HIV atau tidak. Terjadinya infeksi HIV ini dapat dideteksi dengan
mengetes adanya zat anti atau disebut anti bodi terhadap HIV di dalam darah seseorang.
Oleh sebab itu, tes semacam ini secara lengkap disebut tes antibodi HIV, walaupun
kadang orang sering menyebut Tes HIV saja. Jadi, tes ini tidak untuk melihat adanya
virus dalam darah penderita. Tes jenis inilah yang umumnya dipakai untuk penyaringan
darah donor sebelum transfusi darah diberikan. Walaupun demikian, terdapat juga tes
untuk mengetahui adanya partikel virus atau HIV itu sendiri, atau disebut antigen, yang
dilakukan untuk tujuan tertentu.
Pada infeksi HIV, adanya antibodi yang dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
laboratorium ini adalah setelah 1 sampai 6 bulan seseorang terinfeksi atau tertular HIV.
Sedangkan sebelum waktu ini, permeriksaan darah tidak akan menunjukkan adanya
antibodi HIV (disebut hasil tes negatif) walaupun sebenarnya di dalam tubuhnya sudah
ada HIV. Periode inilah yang dikenal dengan sebutan periode jendela (window period).
Walaupun pemeriksaan darahnya masih negatif namun orang tersebut sudah dapat
menularkan HIV kepada orang lain.
1) Macam-macam tes untuk mendeteksi infeksi HIV
 Tes serologi
Tes serologi ini terdiri atas tes cepat, tes ELISA, dan tes Western blot.
a) Tes cepat.
Tes ini dilakukan pada jumlah sampel yang lebih sedikit dan waktu
tunggu kurang dari 20 menit. Tes ini sudah ditunjuk oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia untuk mendeteksi antibodi terhadap
HIV-1 maupun 2.
b) Tes ELISA.
Berfungsi mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2 yang
dilakukan dengan ELISA (enzyme-linked immunisorbent assay).
Sampel darah dimasukkan ke cawan petri yang berisi antigen HIV.
Jika darah mengandung antibodi terhadap HIV, darah akan mengikat
antigen. Lalu, enzim akan ditambahkan ke cawan petri untuk
mempercepat reaksi kimia. Jika isi cawan berubah warna,
kemungkinan besar orang yang menjalani tes terinfeksi HIV. Untuk
memastikannya, dokter akan menyarankan tes lanjutan dengan tes
Western blot.
c) Tes Western blot
Tes western blot adalah tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang
sulit. Jika hasilnya positif, akan muncul serangkaian pita yang
menandakan adanya pengikatan spesifik antibodi terhadap protein
virus HIV. Ini hanya dilakukan untuk menindaklanjuti skrining ELISA
yang positif.
 Tes virologis dengan PCR
Tes HIV ini perlu dilakukan terhadap bayi yang baru dilahirkan oleh ibu yang
positif mengidap HIV. Tes virologis dengan PCR memang dianjurkan untuk
mendiagnosis anak yang berumur kurang dari 18 bulan.
Ada dua jenis tes virologis, yakni HIV DNA kualitatif (EID) dan HIV RNA
kuantitatif.
a) Tes HIV DNA kualitatif berfungsi mendeteksi virus dan tidak
bergantung pada keberadaan antibodi (kerap digunakan pada bayi).
b) Tes RNA kuantitatif mengambil sampel dari plasma darah. Tak cuma
bayi, tes tersebut juga dapat digunakan untuk memantau terapi
antiretroviral (ART) pada orang dewasa.
 Tes HIV antibodi-antigen
Tes HIV satu ini mendeteksi antibodi terhadap HIV-1, HIV-2, dan protein
p24. Protein p24 adalah bagian dari inti virus (antigen dari virus). Meski
antibodi baru terbentuk berminggu-minggu setelahnya terjadinya infeksi,
tetapi virus dan protein p24 sudah ada dalam darah. Sehingga, tes tersebut
dapat mendeteksi dini infeksi.
2) Hasil tes HIV
 Hasil tes positif (+) berarti seseorang mempunyai antibodi (zat anti) terhadap
virus HIV, dengan demikian ia tentu telah terinfeksi HIV. Hasil positif ini
juga berarti, orang tersebut dapat menularkan HIV kepada orang lain.
 Hasil tes negatif dapat berarti:
a) Orang tersebut tidak terinfeksi HIV
b) Orang tersebut terinfeksi HIV, tetapi tes tersebut dilakukan pada
“periode jendela” yaitu masa 1-6 bulan sejak orang tersebut terinfeksi
HIV. Tubuh masih belum membentuk anti bodi, oleh karena anti bodi
baru terbentuk 1-6 bulan setelah infeksi.
c) Hasil tes Elisa yang positif, harus dipastikan dengan cara Western
Bloot
 Bila hasil tes negatif, maka untuk memastikan, tes diulangi lagi setelah 3-6
bulan.
3) Penerapan tes HIV
Tes HIV wajib dilakukan terhadap darah transfusi, alat tubuh atau jaringan tubuh, sel
telur atau sperma yang disumbangkan atau didonorkan. Namun tes HIV sebaiknya
dilakukan pada mereka yang:
a) Mempunyai perilaku berisiko tinggi.
b) Pernah menjalani transfusi darah beberapa tahun yang lalu.
c) Tidak sembuh-sembuh dari gejala demam, batuk atau diare yang lama.
d) Mengalami penurunan berat badan yang banyak tanpa sebab yang jelas.
e) Orang yang khawatir sudah tertular HIV
4) Manfaat tes HIV
a. Diketahuinya status HIV (positif / negatif), apalagi bila tes dilakukan lebih dini
berarti adanya infeksi diketahui sejak dini. Dengan demikian dapat segera dimulai
upaya-upaya perawatan agar gejala AIDS tidak segera muncul.
b. Namun di samping manfaat ini, ada juga dampak negatif yang mungkin diderita
oleh sebagian orang sebagai akibat tes HIV. Bagi mereka yang diberi tahu hasil
tes HIV-nya positif, merasakan adanya masalah yang berat sehingga dapat terjadi
gangguan emosi, rasa terpukul yang hebat juga dapat terjadi, karena adanya
stigmatisasi terhadap mereka, berupa tindakan diskriminasi atas berbagai hal,
seperti tempat tinggal/perumahan, pekerjaan, pendidikan atau lain-lain serta
penderita mungkin dikucilkan. Oleh sebab itulah informasi yang benar dan tepat
perlu disebarluaskan di kalangan masyarakat dan di semua sektor kehidupan, agar
stigmatisasi, dan diskriminasi terhadap pengidap HIV tidak terjadi.
5) Persyaratan tes HIV
a. Harus dilaksanakan dengan sukarela.
b. Seseorang yang akan di tes harus diberikan informasi yang lengkap dan benar
mengenai tes HIV. Sesudah memahami benar-benar mengenai tes, maka harus
memberikan persetujuan tertulis (informed consent).
c. Kepada orang yang akan menjalani tes harus diberikan konseling sebelum tes dan
sesudah tes. Konseling ini dimaksudkan antara lain untuk membantu
mempersiapkan mental penderita dan mengatasi masalah yang mungkin dihadapi.
d. Hasil tes dirahasiakan.
G. Aktivitas Pembelajaran Mengenai Bahasa Penularan dan Pencegahan Penyakit
HIV/AIDS
Admin disperkimta, 2018 “7 cara penularan HIV/AIDS dan Pencegahannya”,
https://disperkimta.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/7-cara-penularan-aids-dan-
pencegahannya-97 ; dr. Rizal Fadli, 2020 “Siapa Saja Kelompok Orang yang Berisiko
Terkena HIV?”, https://www.halodoc.com/artikel/siapa-saja-kelompok-orang-yang-
berisiko-terkena-hiv ; Putri Vanya Karunia Maulia, 2020 “Perjalanan Infeksi HIV ke
dalam Tubuh Manusia”,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/09/134500769/perjalanan-infeksi-hiv-
dalam-tubuh-manusia?page=all ; pdca_ikm, 2021 “Pencegahan Penyebaran Seksual
HIV”, http://pkmseberang.padang.go.id/pencegahan-penyebaran-seksual-hiv/
#:~:text=Mencegah%20Terkena%20HIV&text=Pilih%20perilaku%20seksual%20yang
%20kurang,lainnya%20seperti%20gonore%20dan%20klamidia. ; Putri Vanya Karunia
Maulia, 2021 “Pencegahan dan Penularan Hal Yang Tidak Menularkan HIV/AIDS”,
https://spiritia.or.id/portal/index.php/informasi/detail/247 ; dr. Sara Elise Wijono Mres,
2022, “Bagaimana HIV Menyerang Sistem Kekebalan Tubuh Manusia?”,
https://www.klikdokter.com/info-sehat/hiv-aids/bagaimana-hiv-menyerang-sistem-
kekebalan-tubuh-manusia ; Sumaryoto dan Soni Nopembri, 2017 “Menganalisis Bahaya
Penularan dan Pencegahan Penyakit HIV/AIDS”,
https://static.buku.kemdikbud.go.id/content/pdf/bukuteks/k13/bukusiswa/PJOK%20Kelas%20XI
%20BS%20press.pdf

Anda mungkin juga menyukai