HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh, sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi akibat
serangan virus HIV. Penyakit ini dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan
penyakit.
Penularan HIV-AIDS
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV-AIDS adalah sebagai
berikut:
1. Berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan
kondom
2. menggunakan jarum suntik bersama-sama
3. Melakukan transfusi darah
Dan perlu diketahui bahwa HIV tidak dapat ditularkan melalui udara, air, keringat, air
mata, air liur, gigitan nyamuk, ataupun sentuhan fisik.
Virus HIV tidak terdapat dalam air liur karena di dalamnya mengandung beberapa
protein dan enzim yang memiliki fungsi berbeda, seperti Inhibitor protease leukosit
sekretori (SLPI) yang merupakan enzim yang mencegah HIV menginfeksi monosit dan sel T,
yang merupakan jenis sel darah putih bagian dari sistem kekebalan tubuh. Air liur
mengandung konsentrasi SLPI yang jauh lebih tinggi ketimbang cairan vagina dan rektum.
Inilah mengapa HIV terkandung di dalam seluruh cairan tubuh, kecuali air liur.
Berciuman dengan pengidap HIV tidak meningkatkan risiko tertular HIV jika dilakukan
dengan mulut tertutup. Apabila dilakukan dengan mulut dalam keadaan terbuka,
dikhawatirkan sang pengidap memiliki luka atau gusi berdarah. Berciuman dengan pengidap
yang memiliki luka dalam mulutnya, virus akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi
tubuh. Kalau sudah begitu, bisa langsung tertular
Atau dengan kata lain, Air liur, air mata, dan keringat bukanlah perantara penularan HIV
yang ideal. Hal ini dikarenakan cairan-cairan tersebut tidak mengandung jumlah virus aktif
yang cukup banyak untuk bisa menularkan infeksi ke orang lain.
Parahnya lagi, dalam laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sekitar 1.188 anak di
Indonesia positif HIV. Data ini diperoleh selama Januari-Juni 2022. Kemenkes mencatat
penderita HIV lebih banyak laki-laki ketimbang perempuan. Kalau data tahun lalu, 75 persen
laki-laki dan 25 persen perempuan. Penderita terbanyak dialami mereka yang usia produktif.
Adapun faktor tingginya kasus HIV-AIDS di Indonesia adalah karena persoalan ini masih
dipandang tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Persoalan seks di luar nikah
bertabrakan dengan norma masyarakat yang membuat informasi edukasi kesehatan seksual
seperti penyakit menular seksual terhambat.
Selain itu, hubungan seks di luar nikah dan gonta-ganti pasangan memang beresiko.
Kemudian juga penggunaan jarum suntik narkoba secara bersamaan serta penularan dari
ibu hamil menjadi faktor pendorong seseorang terkena HIV-AIDS.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada sekitar 38,4 juta
orang hidup dengan HIV di seluruh dunia pada tahun 2021.
Dari jumlah itu, mayoritas berasal dari wilayah Afrika, yakni 25,6 juta kasus. Wilayah
Asia Tenggara dan Amerika Serikat menempati urutan berikutnya dengan jumlah kasus HIV
masing-masing sebanyak 3,8 juta kasus. Kemudian diikuti wilayah Eropa dengan 2,8 juta
kasus. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 36.902 kasus.
Meskipun Penyakit HIV-AIDS meski bisa diobati, tapi pengidapnya tak akan pernah
sembuh. Jika seseorang telah terdiagnosa HIV dan tercatat, serta terlaporkan dalam Sistem
Informasi HIV, maka datanya akan terus ada sampai meninggal. Maka dari itu lebih baik
mencegah dari pada mengobati. Adapun pencegahan dari penyakit HIV-AIDS adalah
sebagai berikut.
1. Melakukan Hubungan Seksual yang Aman
Yaitu dengan menggunakan kondom sebagai upaya pencegahan penularan
HIV/AIDS. Selain itu, hindari juga melakukan hubungan seksual dengan bergonta-
ganti pasangan. Selain HIV-AIDS, cara ini juga dapat mencegah terjadinya penularan
sexually transmitted disease atau penyakit seksual lain, seperti infeksi HPV, penyakit
gonore.
2. Menghindari Penggunaan Alat Pribadi Bersama Orang Lain
seperti sikat gigi dan alat cukur, sebaiknya tidak digunakan bersama dengan orang
lain. Hal ini bertujuan untuk menghindari resiko penularan berbagai penyakit dan
infeksi akibat kontak langsung dengan cairan tubuh orang lain yang tidak diketahui
riwayat penyakitnya.
3. Menghindari Penggunaan Jarum Suntik Bersama
Penggunaan jarum suntik bersama dapat menjadi jalur penularan HIV-AIDS.
Pasalnya, jarum suntik yang sempat digunakan oleh orang lain akan menyisakan
darah. Apabila jarum suntik tersebut telah digunakan oleh orang dengan HIV/AIDS,
tentu risiko penularan HIV-AIDS menjadi lebih tinggi.
4. Melakukan Sunat
Hal ini telah dipastikan oleh Lembaga Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau
CDC dari Amerika Serikat. CDC Amerika Serikat menyatakan bahwa sunat yang
dilakukan oleh pria dapat mengurangi risiko infeksi HIV/AIDS hingga 60 persen.
5. Menghindari Penggunaan Obat-Obatan Terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam mengontrol tindakannya. Apabila tidak mampu mengontrol tindakannya,
maka dapat menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan berisiko, seperti
berhubungan seksual yang tidak aman. Karena itulah, menghindari penggunaan
obat-obatan terlarang dapat dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya
penularan HIV/AIDS.
6. Penggunaan Antiretroviral (ARV)
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dilakukan dengan rutin
mengonsumsi antiretroviral atau ARV. Apabila ibu hamil mengidap HIV, sebaiknya
konsumsi obat ARV berdasarkan anjuran dokter.
7. Rutin Melakukan Skrining HIV
Rutin melakukan skrining HIV adalah cara mencegah HIV/AIDS yang sangat penting
untuk dilakukan. Langkah ini menggunakan sampel darah vena yang dilakukan di
laboratorium menggunakan metode rapid test. Skrining HIV ini juga dapat
membantu seseorang mendeteksi infeksi penyakit tersebut sedini mungkin.
Pasalnya, infeksi HIV yang terdeteksi sedini mungkin dapat mencegah terjadinya
komplikasi penyakit serius lain dan tidak berkembang menjadi AIDS.