KONSELING HIV
A. Pengertian HIV
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu suatu penyakit yang
ditimbulkan sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel
darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh
(Endang P & Elisabeth Siwi, 2015).
HIV yaitu virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh. AIDS adalah yang
berarti kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang sifatnya
diperoleh (bukan bawaan) (Eny Kusmiran, 2011).
Seseorang yang tertular HIV positif disebut ODHA (orang dengan HIV dan
AIDS), dan OHIDA adalah orang yang hidup dengan AIDS.
B. Infeksi HIV
HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal,
horisontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara
langsung dan diperantai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh
darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intek seperti
yang terjadi kontak seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-
11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah.
1. Transmisi infeksi HIV ini dapat melalui 3 cara :
a. Secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak
Anak-anak terinfeksi HIV dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya
sewaktu hamil,sewaktu persalinan dan setelah melahirkan melalui pemberian
air susu ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%, sewaktu
persalinan 10-20% dan saat pemberian ASI 10-20%. Virus dapat ditemukan
dalam ASI sehingga ASI merupakan perantara penularan HIV dari ibu ke bayi
pascanatal. Bila mungkin pemberian air susu oleh ibu yang terinfeksi
sebaiknya di hindari.
b. Secara transeksual (homoesksual maupun heteroseksual)
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV diberbagai
belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagina,
cairan serviks. Virus akan terkonsentrasi dalam cairan semen terutama bila
terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam cairan, seperti pada keadaan
peradangan genetalia misalnya uretritis, epididimis, dan kelainan lain yang
berhubungan dengan PMS.
Hubungan seksual lewat anus adalah merupakan transmisi infeksi HIV yang
lebih mudah karena pada anus hanya terdapat membran mukosa rektum yang
tipis dan mudah robek sehingga anus mudah terjadi lesi, bila terjadi lesi maka
2
d. Tahap AIDS
Tahap akhir atau yang disebut full blown AIDS, pada umumnya muncul gejala
yang khas yaitu adanya gejala mayor dan minor.
4. Tanda-tanda Terserang HIV
Gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari 2 gejala yaitu :
gejala Mayor (umum terjadi) dan gejala Minor (tidak umum terjadi).
a. Gejala mayor :
1) BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
5) Dimensia atau HIV Ensefalopati.
b. Gejala minor :
1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
2) Dermatitis generalisata.
3) Adanya herpes zostermulti sekmental dan herpes zoster berulang.
4) Kandidias orofaringeal.
5) Herpes simpleks kronis progresif.
6) Limfa denopati generalisata.
7) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
8) Retinitis virus sitomegalo
5. HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti
a. Bersentuhan dengan ODHA.
b. Berjabat tangan dengan ODHA.
c. Berciuman, bersin dan batuk.
d. Melalui makanan dan minuman.
e. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
f. Berenang bersama ODHA dikolam renang.
HIV mudah mati diluar tubuh karena terkena air panas, sabun dan bahan pencuci
hama.
C. Konseling HIV/AIDS
1. Pengertian
Konseling adalah proses ketika seseorang yang mengalami kesulitan (klien)
dibantu untuk merasakan dan selanjutnya bertindak dengan cara yang lebih
memuaskan dirinya melalui interaksi dan seseorang yang tidak terlihat yakni
konselor. Konselor memberikan informasi dan reaksi untuk mendorong klien
mengembangkan perilaku agar dapat berhubungan secara lebih efektif dengan
dirinya sendiri dan lingkungannya (Lewis dalam Nursalam, 2007).
Konseling HIV/AIDS merupakan dialog antara seseorang (klien) dengan
pelayan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan
orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasi diri dengan stres dan
sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIV/AIDS.
4
b. Mereka yang sedang di tes untuk HIV (sebelum dan sesudah tes).
c. Mereka yang sedang mencari pertolongan di akibatkan perilaku resiko yang
lalu dan sekarang sedang merencanakan masa depannya.
d. Mereka yang tidak mncari pertolongan namun berperilaku risiko tinggi.
e. Orang yang mempunyai masalah akibat infeksi HIV (pekerjaan, perumahan,
keuangan, keluarga, dan lain-lain), sebagai akibat infeksi HIV.
5. Petugas Konseling
Selain dokter, perawat, psikolog, psikoterapis, pekerja sosial, dan orang dengan
profesi lain dapat dianjurkan dan dilatih untuk memberikan dukungan konseling.
Petugas konseling tidak harus merupakan petugas kesehatan yang ahli. Guru,
penyuluh kesehatan, petugas laboratorium, pemuka agama, kelompok kerja muda,
dukun tradisional, dan anggota kelompok masyarakat dapat menolong dalam
konseling pencegahan maupun konseling dukungan untuk ODHA. Jadi, pada
dasarnya yang dapat menjadi petugas konseling adalah mereka yang masih
mempunyai ruang untuk orang lain dalam dirinya.
6. Konseling Versus Edukasi Kesehatan
Perbedaan konseling dan edukasi kesehatan
1. Tujuan VCT:
a. Upaya pencegahan HIV/AIDS.
b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan
mereka tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
c. Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan
mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi
antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam mayarakat.
2. Tahap VCT
a. Sebelum deteksi HIV (Pra-Konseling)
Pra-konseling juga disebut konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang
penting dalam konseling ini, yaitu aplikasi perilaku klien yang menyebabkan
dapat klien berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS dan apakah klien mengetahui
tentang HIV/AIDS dengan benar. Apabila perilaku klien tidak berisiko,
biasanya setelah mengetahui dengan benar bagaimana cara AIDS menular,
maka klien akan membatalkan pemeriksaan. Konselor harus lebih berhati-hati
pada klien dengan perilaku berisiko tinggi karena harus diteruskan dengan rinci
tentang akibat yang akan timbul apabila hasil tes sudah keluar. Tujuan dari
konseling ini adalah untuk mengubah pola tingkah laku. Di Amerika Serikat
setelah konseling ini berhasil, maka klien akan membubuhkan tanda tangan
pada surat persetujuan diperiksa yang antara lain berisi keamanan klien
bahwa identitasnya tidak akan dibocorkan.
Hal yang perlu ditanyakan oleh konselor yaitu ada tidaknya sumber
dukungan moral dalam hidup klien yang dapat membantu ketika menunggu
hasil tes sampai hasil diagnosis keluar (apa pun hasil, tesnya baik positif atau
negatif). Masa ketika menunggu hasil tes adalah masa yang paling berat bagi
klien. Saat itu, jika tidak ada seorangpun sebagai pendukung moral maka
konselor diharapkan dapat bertindak sebagai keluarga bagi klien.
Tujuan konseling pra-tes HIV/AIDS: terdapat beberapa tujuan
dilakukannya konseling pra-tes pada klien yang akan melakukan tes
HIV/AIDS. Tujuan tersebut adalah agar:
1) Klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS.
2) Klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya.
3) Klien dapat menurunkan rasa kecemasannya.
4) Klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam kehidupannya.
5) Klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes darah
HIV/AIDS atau tidak.
Lima prinsip praktis konseling pra-tes HIV
1) Motif dari klien HIV/AIDS; klien yang secara sukarela (voluntary) dan
secara paksa (compulsory) mempunyai perasaan yang berbeda dalam
menghadapi segala kemungkinan, baik pra-tes atau pasca tes.
2) Interpretasi hasil pemeriksaan :
a) Uji saring atau skrining dan tes konfirmasi.
b) Asimptomatik atau gejala nyata (Full Blown Symptom).
7
2. Western Bolt, test ini dapat mendeteksi kehadiran antibodi HIV dengan lebih
akurat tetapi lebih mahal dari ELISA.
3. DIPSTICK HIV ( En Te Be), test ini merupakan jenis test yang cepat dan murah.
Sifat cukup sensitif dan spesifik dalam melihat kelainan darah.
Daftar Pustaka
Kurniawati, Ninuk Dian. Nurs, Nursalam M. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Kusmiran, Eny. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta: Salemba
medika.
Pinem, Saroha. (2009). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM.
Purwoastuti, Th. Endang. Walyani, E.S. (2015). Panduan Materi Kesehatan Reproduksi
dan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
14
MAKALAH
KONSELING HIV
Oleh: