Anda di halaman 1dari 6

REFLEKSI

DALAM KARYA PELAYANAN

OLEH :

THERESIA TRI WINARTI


NPM : 201943040

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA
2020
SEBUAH REFLEKSI DALAM KARYA PELAYANAN
“ MOMEN CARING SAAT MENDAMPINGI
PASIEN DALAM SAKRATUL MAUT”

A. Deskripsi
Mengingat kejadian tanggal 21 Januari 2017 sekitar jam 09:00, saat
itu saya sedang mengikuti simulasi bencana rumah sakit, sebagai pengatur
skenario dalam pelaksanaan simulasi tersebut, saya harus keliling di setiap
zona. Waktu itu ada hal yang kurang pas dalam pelaksanaannya sehingga
saya harus memberikan arahan kepada petugas sekurity yang jaga, maka
saya berjalan ke arah pos sekurity di depan ruang hemodialisa .Seharusnya
ini tidak saya lakukan , karena itu bisa menjadi bahan evaluasi, tapi entah
bagaimana saya tetap bergerak ke arah pos sekurity. . Pada saat saya sedang
berjalan, sayup-sayup nama saya dipanggil oleh seorang anak lali-laki,
spontan saya merespon saya menengok ke arah suara tersebut. Saya lihat
ada pasien yang sedang di dorong oleh perawat menuju ruang hemodialisa
dan ternyata pasien tersebut adalah teman saya .Teman sekaligus pasien
saya juga, penderita CKD stage IV, HD rutin seminggu dua kali. Saat itu
pasien tersebut seseg, posisi duduk, dan tangan memegang pengaman
tempat tidur. Lalu saya berlari mengejar, dan saya langsung di samping
pasien, memegang tangannya, dan saat itu juga langsung teman saya
melepaskan pegangan di pengaman tempat tidur, tubuhnya langsung
terjatuh di bed (lunglai), sampai di tengah ruang hemodialisa pasien kejang.
Naluri saya sebagai perawat muncul pontan saya teriak minta tolong “pasien
henti jantung”, saya mulai melakukan pijat jantung sambil meminta teman
yang lain untuk memberikan ventilasi, pasang monitor , ambil defibrilator
di IGD, dan juga mengarahkan keponakan pasien untuk memanggil
orangtuanya (kakak pasien), yang ada dalam pikiran saya pasien harus
mendapatkan sakramen orang sakit, keselamatan jiwa menjadi hal penting.
Sambil melakukan pijat jantung saya juga memberikan semangat ke pasien,
untuk bangkit , saya membisikan ke telinga teman saya, agar mohon kepada
Tuhan agar diberi kekuatan. Saya emosional dan hampir menangis waktu
itu, tetapi saya harus kuat. Betapa heroik suasana saat itu, proses resusitasi
berhasil, pasien kembali ke perfusi spontan (ROSC).Keluarga sudah hadir,
tampak kesedihan dari keluarga, namun mereka tetap tenang, tampak pasrah
dengan semua yang telah terjadi. Pasien mulai stabil dengan support
inotropik dan vasopressor, pasien mendapatkan Sakramen Minyak Suci, dan
diputuskan untuk dilakukan hemodialisa. Pada saat itu keluarga sempat
bingung untuk mengambil keputusan, akhirnya saya berikan penguatan
bahwa manusia berupaya, Tuhan yang menentukan. Proses HD berjalan
sekitar 30 menit, kondisi pasien turun, henti jantung lagi,akhirnya
dilakukan resusitasi lagi ,20 menit tidak respon pasien dinyatakan
meninggal. Rasa duka dan kehilangan tidak hanya dirasakan oleh keluarga,
saya mengalami hal yang sama, teman saya adalah sosok yang rendah hati,
baik, perhatian dan sabar. Saya menyesal belum mampu melakukan tugas
dengan baik.

B. Feeling
Yang saya pikirkan waktu itu adalah melakukan tindakan untuk
menyelamatkan pasien tersebut, sehingga saya berani memulai melakukan
resusitasi. Walaupun saat itu saya tidak sedang berdinas, artinya secara
uniform saya tidak memakai baju perawat, tetapi dengan kompetensi yang
saya miliki, saya memberanikan diri untuk memulai melakukan resusitasi.
Hal itu terjadi spontan, naluri sebagai perawat kritikal muncul ketika
menemukan kondisi kegawatan. Saya memberikan apresiasi kepada teman-
teman di ruang hemodialisa, karena mendukung dan langsung berespon
dengan situasi tersebut sehingga proses resusitasi berjalan dengan lancar.
Saya menyadari bahwa tanpa dukungan tim semua tidak akan berjalan
dengan baik. Dalam menghadapi sakratul maut, saya bisa merasakan bahwa
sahabat saya berterima kasih dengan upaya yang kami lakukan, ada
kepasrahan akan kehendak Tuhan. Saya merasakan juga bahwa sahabat saya
ini sepertinya menunggu momen yang tepat, menunggu kehadiran saya,
walaupun semua itu adalah jalan Tuhan semata, tetapi saya meyakini bahwa
semua itu bukan hanya kebetulan namun sudah diatur demikian bagusnya
oleh Sang Pencipta. Bukan tanpa sebab kalau sahabat saya tersebut memiliki
kepercayaan yang lebih dengan saya, karena awal mula dia mau dilakukan
hemodialisa, karena suport dari saya , saya memberikan harapan dan
keyakinan bahwa tindakan cuci darah bukanlah sesuatu yang menakutkan.

C. Evaluasi
Secara pribadi sebenarnya saya menyesalkan terjadinya penurunan
kondisi pasien sampai meninggal. Pasien sudah mengeluh sesak nafas sejak
malam, tetapi hal itu di analisa sesak nafas karena CKD, padahal bisa jadi
sebenarnya kemungkinan pasien mengalami serangan jantung. Harusnya
sebelum memulai simulasi saya mampir menengok terlebih dahulu, tetapi
saya tidak melakukan karena waktunya mepet. andaikan waktu itu saya bisa
hadir sebelum kejadian, kemungkinan ada harapan pasien bisa
diselamatkan. Saya menyesal mengapa tidak memperhatikan intuisi saya ,
namun saya menyadari bahwa saya memiliki keterbatasan. Menyadari
memiliki tanggung jawab sehingga harus konsisten dengan tugas saya untuk
menyiapkan simulasi sehingga saya mengabaikan intuisi. Kebetulan teman
saya di tunggu oleh keponakan yang belum dewasa, jadi belum bisa
mengerti apa yang terjadi, seandainya ada keluarga lain yang menunggu ,
tentunya ada hal yang bisa disampaiakan ke petugas terkait kondisi pasien
tersebut.Keluarga bisa menerima keadaan itu, mereka tampak pasrah, hal
itu didukung juga karena sejak awal mereka sudah memahami penyakit
yang diderita pasien, dan dua kali pasien mengalami serangan jantung.

D. Analisa
Dari pengalaman mendampingi pasien, maka saya bisa
mendapatkan makna bahwa hidup harus berarti, lakukan semua dengan
penuh keikhlasan dan cinta tanpa memperhatikan bagaimana penilaian
orang lain, karena setiap hal yang dilakukan dengan sepenuh hati , akan
sangat di rasakan oleh pasien dan keluarga, walaupun ungkapan terima
kasih itu tidak selalu terlontar melalui kata-kata, akan tetapi saya meyakini
mereka berterima kasih lewat doa-doa mereka. Dari doa-doa mereka
mengalir berkat dalam hidup saya, selalu merasakan pertolongan Tuhan saat
mengalami ketidakberdayaan. Hal ini makin memberikan semangat kepada
saya untuk terus maju mengembangkan diri agar lebih kompeten,
meningkatkan kepekaan terhadap intuisi, tidak menyerah oleh situasi sulit,
dan menyerahkan segala kesulitan kepada Tuhan, dan selalu optimis bahwa
segala sesuatu pasti akan selesai dan indah pada waktunya. Saya menyadari
bahwa tindakan yang saya lakukan mampu tersebut tidak sepenuhnya tepat,
tapi naluri sebagai seorang perawat mampu menghilangkan rasa khawatir,
meretas batas kemanusiaan, tidak lagi memikirkan regulasi, dan segala
aturan managemen. Semua didasarkan dari rasa empati akan penderitaan
orang lain dan itu semua memberikan energi yang luar biasa kepada saya
untuk makin berani melakukan kebaikan dalam segala situasi walaupun
kadang beresiko untuk diri saya. Walaupun apa yang saya lakukan belum
membuahkan hasil, namun saya merasa puas telah berani mengambil
keputusan untuk bertindak.
Dan tindakan saya tersebut mampu menghipnosis semua petugas di
situ untuk melakukan tindakan dengan cepat, sementara saat itu saya hadir
bukan sebagai perawat jaga, namun teman-teman perawat HD mau
melakukan, itu juga membawa kebahagiaan dan keharuan. Mereka
menyatakan terinspirasi dengan apa yang saya lakukan untuk mengambil
peran sebagai leader dalam proses resusitasi. Walaupun berduka tetapi
keluarga mampu menanggapi peristiwa kehilangan itu dengan penuh
kepasrahan kepada kehendak Yang di Atas, rasa duka tampak dari expresi
wajah, mereka menangis, namun bisa menerima situasi itu dengan lapang
dada, mereka sungguh mampu memaknai hidup adalah milik Sang Khalik,
menjadikan mereka mampu memaknai kematian sebagai tujuan hidup
menuju Yang Maha Kuasa, menjadikan pengalaman tersendiri untuk saya.
Saya bisa merasakan bagaimana duka yang mendalam ketika kehilangan
seorang yang sangat di cintai.
E. Rencana Tindak Lanjut
Ke depan saya memiliki harapan dan niat untuk makin
menumbuhkan caring behavior dalam pelayanan baik di rumah sakit
maupun di lingkungan masyaraka, sehingga saya makin bisa merasakan
caring moment saat bersama dengan pasien
Dari pengalaman mendampingi pasien , saya masih lemah dan perlu
meningkatkan atribut caring consience, sebab jika waktu saya mau
mendengarkan hati nurani saya, saya akan menengok teman saya dan
memastikan kondisi nya sejak awal, sehingga kemungkinan tidak akan
terjadi kondisi yang berat sampai henti jantung. Kesempatan yang
terlewatkan juga adalah ketika saya menyadari belum menyiapkan pasien
dan keluarga dalam menghadapi kehilangan dan kematian, saat itu saya
terlalu percaya diri bahwa pasien akan survive dengan cuci darah rutin, dan
tidak menyadari bahwa kejadian serangan jantung sering terjadi pada pasien
CKD. Hidup adalah misteri, maka dari itu saya perlu meningkatkan
carative yang kesepuluh yaitu Opening and attending to mysterious
dimensions of one’s life-death; soul care for self and the one-being-cared
for; “allowing and being open to miracles.

Anda mungkin juga menyukai