Anda di halaman 1dari 14

NAPZA

A. Pengertian
Napza adalah singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya. Napza berupa zat yang bila masuk ke dalam tubuh dan akan
mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan
gangguan pada fisik, psikis, dan fungsi sosial (Sumiati dkk, 2009).
Narkoba (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) yakni zat-zat
kimiawi jika dimasukkan kedalam tubuh manusia (baik secara oral, dihirup
maupun intravena, suntik) dapat mengubah pikiran, suasana hati, dan
perasaan dan perilaku seseorang (Dalami, 2009).
Penyalahgunaan Napza adalah pemakaian Napza secara terus menerus
atau sekali-sekali secara berlebihan dan tidak menurut petunjuk dokter
(WHO, 1984). Menurut DepKes (2001) bahwa penyalahgunaan Napza adalah
penggunaan Napza secara patologis (diluar tujuan pengobatan) yang sudah
berlangsung selama paling sedikit satu bulan berturut-turut dan menimbulkan
gangguan dalam fungsi sosial, sekolah, atau pekerjaan (Sumiati dkk, 2009).
Penyalahgunaan zat dapat didefinisikan sebagai penggunaan obat dengan
cara yang tidak sesuai dengan norma sosial atau standar medis walaupun
terdapat konsekuensi negatif (Videbeck, 2008).

B. Rentang Respon Gangguan Penggunaan Zat Adiktif


Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi
yang ringan sampai berat, indikator rentang respon ini berdasarkan perilaku
yang ditampakkan oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif
sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan


Eksperimental: kondisi pengguna tahap awal yang disebabkan rasa ingin tahu
dan coba-coba.
Rekreasional: penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman
untuk berekreasi.
Situasional: mempunyai tujuan secara individual dan sudah merupakan
kebutuhan pribadi, biasanya saat seseorang mengalami
masalah dan berpedoman untuk lari dari masalah tersebut.
Penyalahgunaan: penggunaan zat yang sudah cukup patologis dan digunakan
secara rutin minimal selama 1 bulan.
Ketergantungan: penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis.

C. Klasifikasi
Penyalahgunaan Napza dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Experimental users (Eksperimental)
Mereka pada umumnya menggunakan Napza tanpa motivasi tertentu dan
hanya didorong oleh perasaan ingin tahu saja. Pemakian Napza ini hanya
sekali-sekali dengan dosis yang relatif kecil, belum ada ketergantungan
fisik maupun psikologik. Kelompok pengguna ini jumlahnya terbanyak.
2. Recreational users/Causal users (Rekreasional)
Mereka sudah lebih sering menggunakan Napza, namun pemakaiannya
terbatas hanya pada waktu-waktu pesta atau sewaktu-waktu berekreasi
bersama. Pemakai biasanya memiliki keterikatan yang tinggi dengan
kelompoknya. Umumnya mereka belum mengarah pada pemakaian yang
berlebihan.
3. Situational users/Circumtantional users (Situasional)
Mereka menggunakan Napza bila menghadapi situasi yang sulit karena
mereka beranggapan tidak dapat/tidak sanggup mengatasi masalah tadi
tanpa bantuan Napza. Pengguna Napza pada golongan ini dapat
merupakan suatu pola tingkah laku tertentu yang mendorong individu
untuk lebih sering mengulangi perbuatannya, sehingga risiko untuk
menjadi pecandu lebih besar dibanding dengan kelompok a dan b.
4. Intensified users (Penyalahgunaan)
Mereka sudah menggunakannya secara kronis, paling tidak sehari sekali.
Kelompok ini sudah merasa butuh menggunakan Napza untuk
mendapatkan kenikmatan atau untuk melarikan diri dari tekanan atau
masalah yang sedang dihadapi.
5. Compulsive dependence users (Ketergantungan)
Mereka menggunakan secara lebih sering, dengan dosis yang tinggi.
Mereka tidak dapat lagi melepaskan kebiasaannya tanpa menderita
goncangan dan gangguan psikis dan fisik mereka sudah menderita
gangguan mental yang berat dan memerlukan perawatan khusus.

D. Jenis-jenis Narkoba/Napza
Napza terdiri dari opiat, ganja, kokain, sedatif hipnotik, amfetamin,
halusinogen, alkohol, inhalansia, nikotin, dan kafein. Jenis-jenis Napza yang
menjadi masalah penyalahgunaan di Indonesia adalah opiat (misalnya heroin
atau putau), ganja (cimeng, gelek), sedatif hipnotik (benzodiazepin, misalnya
lexo, pil BK), alkohol (minuman keras, misalnya wisky, arak) dan amfetamin
(misalnya ekstasi, shabu-shabu).

E. Faktor Presipitasi
1. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan.
2. Reaksi sebagai prinsip kesenangan: menghindari rasa sakit, relaks agar
menikmati hubungan interpersonal.
3. Kehilangan sesuatu yang berarti: orang yang dicintai, pekerjaan, karena
drop out sekolah.
4. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, sekolah, kelompok teman sebaya.
5. Dampak komplesisitas era globalisasi: film/iklan, transportasi lancar.
Sumber koping yang dapat/biasa digunakan adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi efektif dan keterampilan asertif.
2. Sistem pendukung sosial yang kuat.
3. Alternatif kegiatan yang menyenangkan.
4. Keterampilan kerja.
5. Kemampuan menurunkan stress.
6. Motivasi untuk mengubah perilaku.

F. Etiologi/Faktor Predisposisi
Penyebab yang tepat tidak diketahui, tetapi berbagai faktor diduga
berkontribusi pada perkembangan gangguan yang berhubungan dengan zat.
Kebanyakan penelitian tentang faktor biologi, dan genetik telah dilakukan
pada penyalahgunaan alkohol, tetapi studi psikologis, sosial, dan lingkungan
juga meneliti obat lain.
1. Faktor biologi: anak-anak dari orang tua alkoholik berisiko tinggi
mengalami alkoholisme dan ketergantungan obat dari pada anak-anak dari
orang tua nonalkoholik. Peningkatan risiko ini sebagian akibat faktor
lingkungan, tetapi ada bukti bahwa faktor genetik juga penting.
2. Faktor sosial dan lingkungan: faktor budaya, sikap sosial, perilaku teman
sebaya, hukum, serta biaya dan ketersediaan zat mempengaruhi
penggunaan zat awal dan lanjutan. Secara umum, zat yang menimbulkan
sedikit ketidaksetujuan masayarakat, seperti alkohol dan kanabis
digunakan oleh anak muda yang mencoba-coba; obat seperti kokain dan
opioid, yang lebih mahal dan angka ketidaksetujuan masyarakat lebih
tinggi digunakan oleh orang yang lebih tua.
3. Faktor psikologis: inkonsistensi perilaku orang tua, model peran yang
buruk, dan kurangnya asuhan membuat anak mengadopsi gaya koping
maladaptif yang sama, hubungan yang kacau, dan penyalahgunaan zat.
Anak-anak yang membenci kehidupan keluarga mereka bahkan mungkin
menyalahgunakan zat ketika dewasa karena mereka tidak memiliki
keterampilan koping adaptif dan tidak dapat membina hubungan yang
berhasil. Alkohol dapat digunakan sebagai mekanisme koping atau cara
untuk mengurangi stres dan ketegangan, meningkatkan perasaan kuat, dan
mengurangi derita psikologis. Akan tetapi, alkohol dosis tinggi secara
aktual meningkatkan ketegangan otot dan kegugupan.

G. Stressor Pencetus Gangguan Penggunaan Zat Adiktif


Stressor dalam kehidupan merupakan kondisi pencetus terjadinya gangguan
penggunaan zat adiktif bagi seseorang atau remaja, menggunakan zat
merupakan cara untuk mengatasi stress yang dialami dalam kehidupannya.
Beberapa stressor pencetus adalah:
1. Pernyataan dan tuntutan untuk mendiri dan membutuhkan teman sebaya
sebagai pengakuan.
2. Reaksi sebagai cara untuk mencari kesengan, individu berupaya untuk
menghindari rasa sakit dan mencari kesenangan, rileks agar lebih
menikmati hubungan interpersonal.
3. Kehilangan orang atau sesuatu yang berarti seperti pacar, orang tua,
saudara, drop out dari sekolah atau pekerjaan.
4. Diasingkan oleh lingkungan, rumah, sekolah, kelompok teman sebaya,
sehingga tidak mempunyai teman.
5. Kompleksitas dan ketegangan dari kehidupan modern.
6. Tersedianya zat adiktif dilingkungan dimana seseorang berada khususnya
pada individu yang mengalami pengalaman kecanduan zat adiktif.
7. Pengaruh dan tekanan teman sebaya (diajak, dibujuk, diancam).
8. Kemudahan mendapatkan zat adiktif dan harganya terjangkau.
9. Pengaruh film dan iklan tentang zat adiktif seperti alkohol dan nikotin.
10. Pesan dari masyarakat bahwa penggunaan zat adiktif dapat
menyelesaikan masalah.

H. Tanda dan Gejala


Pengaruh narkoba pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan
zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat
berbeda pada jenis zat yang berbeda.
1. Tanda dan gejala intoksikasi
a. Opiat: eforia, mengantuk, bicara cadel, konstipasi, penurunan
kesadaran.
b. Ganja: eforia, mata merah, mulut kering, banyak bicara dan tertawa,
nafsu makan meningkat, gangguan persepsi.
c. Sedatif-hipnotik: pengendalian diri berkurang, jalan sempoyongan,
mengantuk, memperpanjang tidur, hilang kesadaran.
d. Alkohol: mata merah, bicara cadel, jalan sempoyongan, perubahan
persepsi, penurunan kemmpuan menilai.
e. Amfetamin: selalu terdorong untuk bergerak, berkeringat, gemetar,
cemas, depresi, paranoid.
2. Tanda dan gejala putus zat
a. Opiat: nyeri, mata dan hidung berair, perasaan panas dingin, diare,
gelisah, tidak bisa tidur.
b. Ganja: jarang ditemukan.
c. Sedatif hipnotik: cemas, tangan gemetar, perubahan persepsi,
gangguan daya ingat, tidak bisa tidur.
d. Alkohol: cemas, depresi, muka merah, mudah marah, tangan gemetar,
mual muntah, tidak bisa tidur.
e. Amfetamin: cemas, depresi, kelelahan, energi berkurang, kebutuhan
tidur berkurang.

I. Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkoba/Napza


Dampak penyalahgunaan dan ketergantungan napza, antara lain merugikan
atau membahayakan kesehatan, fungsi sosial, pendidikan atau pekerjaan,
ekonomi (keuangan) dan hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Opiat
Ketergantungan heroin atau putau dapat mengakibatkan timbulnya
perilaku manipulatif, misalnya sering berbohong dan mencuri. Perilaku
manipulatif disebabkan karena adanya sugesti yaitu keinginan yang kuat
sekali untuk menggunakan putau kembali. Adanya sugesti ini membuat
pasien tidak mampu mengendalikan diri untuk mencari dan medapatkan
putau, bahkan dengan cara memanipulasi orang lain. Heroin atau putau
sering digunakan dengan jarum suntik, sehingga berbahaya untuk
penularan penyakit Hepatitis C dan HIV/AIDS. Zat ini juga
mengakibatkan kematian karena over dosis.
2. Ganja
Penggunaan ganja dapat mengakibatkan gangguan pada persepsi,
sinestesia dan sindroma amotivasional. Gangguan persepsi misalnya 10
menit dirasakan seperti satu jam dan jarak 10 meter dipersepsikan
sebagai jarak 100 meter. Hal ini membahayakan pasien jika membawa
kendaraan bermotor. Sinestesia, misalnya saat mendengar musik, melihat
warna-warna cemerlang disekitarnya yang membuat pasien merasa lebih
menikmati suara musik. Sindroma amotivasional yaitu sekumpulan
gejala yang timbul karena sudah lama menggunakan ganja dalam jumlah
yang banyak. Gejalanya yaitu dapat menurunkan kemampuan membaca,
berbicara dan berhitung, kemampuan bergaul terhambat, menghindari
persoalan bukan menyelesaikannya, gerak anggota badan lambat,
perhatian terhadap lingkungan berkurang sampai sampai tidak bereaksi
dipanggil, mudah percaya mistik, kurang semangat bersaing, kurang
memikirkan masa depan. Penggunaan ganja diisap seperti rokok.
Tanaman ganja yang sudah dirajang dikeringkan, kemudian dilinting
seperti tembakau. Zat ini dapat mengakibatkan penyakti pada paru-paru.
3. Sedatif Hipnotik
Sedatif hipnotik diminum berupa tablet terdiri dari jenis barbiturat dan
benzodiazepin. Benzodiazepin labih sering disalahgunakan dari pada
barbiturat. Penyalahgunaan sedatif (sejenis obat penenang) dan hipnotik
(sejenis obat tidur) dapat membuat hilangnya kesadaran dan kurangnya
pengendalian diri yang mengakibatkan terjadinya perkelahian dan tindak
kejahatan seperti menipu, mencuri, merampok sampai membunuh. Hal
ini dapat meresahkan masyarakat. Perubahan perilaku lainnya yang
terjadi adalah pasien bersikap lebih kasar dibandingkan sebelumnya, pola
tidur berubah, sering tidak menyelesaikan tugas, membolos, sehingga
prestasi sekolah menurun bahkan sampai dikeluarkan dari sekolah.
4. Alkohol
Peminum berat alkohol dapat mengakibatkan antara lain, terjadinya
gangguan pada lambung, timbulnya penyakit pada hati, jantung, susunan
saraf dan kemunduran daya ingat. Pasien yang mabuk mengalami
perubahan persepsi, koordinasi dan penurunan kemampuan menilai,
pasien ini berbahaya bila mengendarai kendaraan bermotor karena nya
sering mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Selain itu, beberapa tindak
kejahatan terjadi karena pelaku berada dibawah pengaruh alkohol.
5. Amfetamin
Amfetamin terdiri dari MDMA (Methylene Dioxy Methamphetamin) dan
Meth-amfetamin. MDMA atau ekstasi, contohnya adalah ineks berbentuk
tablet atau pil yang diminum. Meth-amfetamin, contohnya shabu-shabu
berbentuk kristal, penyalahgunaan amfetamin dapat menimbulkan
gangguan pada jantung, pernapasan, depresi, dan paranoid. Paranoid
adalah perasaan tidak aman, terancam, dan curiga yang dapat
mengakibatkan timbulnya kekerasan pada diri sendiri atau orang lain.
Contohnya pasien yang merasa akan ditangkap akan menyerang orang
lain yang dianggap sebagai ancaman. Penggunaan amfetamin dosis tinggi
dapat mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan karena terjadinya
rangsangan yang berlebihan pada susunan saraf pusat.

J. Dampak Fisik Akibat Penggunaan Zat Adiktif


1. Cellulitis, phlebitis
2. Septicemia, becteroal endicarditis
3. HIV infeksi
4. Hepatitis B dan C, chirosis hepatis
5. Erosi dan iritasi pada hidung
6. Bronchitis
7. Gastritis
8. Penyakit kulit kelamin

K. Proses Keperawatan
1. Masalah Keperawatan
a. Alkoholisme, perubahan proses keluarga.
b. Ansietas.
c. Koping individu tidak efektif.
d. Perubahan proses keluarga.
e. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
f. Risiko terhadap infeksi.
g. Risiko terhadap cedera.
h. Gangguan rasa nyaman: nyeri.
i. Perubahan peran orang tua.
j. Defisit perawatan diri.
k. Perubahan persepsi sensori: halusinasi, ilusi.
l. Disfungsi seksual.
m. Gangguan proses pikir: waham.
n. Perilaku kekerasan.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko perilaku kekerasan b.d intoksikasi psikotropik (sedatif
hipnotik), alkohol.
b. Risiko mencederai diri b.d putus zat ekstasi.
c. Panik (cemas berat) b.d putus zat alkohol.
d. Cemas b.d intoksikasi ganja.
e. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d putus zat opioida.
f. Keputusasaan b.d putus zat ekstasi.
g. Risiko infeksi b.d pola penggunaan opioida.
h. Gangguan persepsi sensori: halusinasi, ilusi, b.d putus zat alkohol,
psikotropik.
i. Perilaku manipulatif b.d putus zat opioida.
j. Gangguan pola tidur b.d putus zat alkohol, psikotropik, opioida.

3. Perencanaan tindakan keperawatan


Tujuan umum:
a. Klien akan mengatasi adiksi dengan rasa nyaman.
b. Klien terhindar dari cedera diri/perilaku kekerasan.
c. Klien menjauhi diri dari Napza yang dapat mengubah alam
perasaannya.
d. Klien termotivasi untuk mengikuti program jangka panjang.
e. Klien menggunakan koping positif untuk mengatasi masalahnya.

4. Tindakan keperawatan secara umum adalah sebagai berikut:


a. Rencana pendidikan kesehatan jiwa untuk mencegah penggunaan
napza.
b. Tindakan keperawatan pada penyalahgunaan dan ketergantungan obat.
c. Secara berkesinambungan menjaga keamanan dan kenyamanan fisik
klien secara optimal.
d. Meningkatkan penegmbangan alternatif metode pemecahan masalah
dalam kondisi stres atau konflik.
e. Mempersiapkan klien pulang ke rumah.

5. Evaluasi
a. Klien mengalami/mencapai keutuhan fisik dan harga diri secara
alamiah.
b. Tingkah laku klien merefleksikan meningkatnya pengertian tentang
adanya hubungan antara stres dengan kebutuhan untuk menggunakan
napza.
c. Sumber koping klien adekuat untuk membantu klien berubah.
d. Klien mengenal kecemasannya dan sadar akan perasaannya.
e. Klien menggunakan sumber koping adaptif.
f. Klien mempunyai alternatif atau belajar pendekatan alternatif untuk
mengatasi stres atau ansietasnya.
g. Klien mampu secara periodik tetap tidak menggunakan napza.

L. Prinsip Penatalaksanaan Keperawatan


1. Prinsip Biopsikososiospiritual (Stuart Sundeen)
Secara biologis dengan memberikan asuhan yang aman, memelihara
martabat klien, dan mempertahankan kondisi bebas dari zat adiktif.
Psikologis: bersama dengan klien mengevaluasi pengalaman yang lalu dan
mengidentifikasi aspek positif untuk mengatasi kegagalan. Sosial: dengan
konseling pada keluarga, terapi kelompok untuk para pecandu dan selft
help group (kelompok dimana anggotanya terdiri atas klien yang ingin
bebas dari narkotika dan saling memberikan motivasi). Spiritual: dengan
pendekatan agama dan memperkuat keimanan seseorang.
2. Prinsip Community Therapeutic (Budi Anna Keliat)
Metode ini adalah dengan cara sebagai berikut:
a. Slogan yang berisi norma dan nilai positif.
b. Pertemuan pagi untuk membahas klien. Kegiatan ini dilakukan oleh
perawat dan semua klien ketergantungan napza.
c. Talking to: yaitu memperingatkan dengan cara ramah.
d. Learning experience: yaitu pemberian tugas yang bersifat membangun
untuk mengubah perilaku negatif.
e. Pertemuan kelompok dan pertemuan umum.
3. Prinsip Prestasi (Yosep)
a. Prayer yaitu dengan ceramah agama dan diskusi keagamaan.
b. Reconsiliation of family yaitu diskusi dengan keluarga untuk membantu
klien mengurangi sugesti dan memutuskan hubungan dengan zat
adiktif.
c. Environment condusif yaitu menghindari orang dan tempat yang adiksi.
d. Say not yaitu tidak akan pernah mencoba zat adiktif.
e. Time management yaitu membuat jadwal kegiatan harian secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan klien dan memasukkan kegiatan
yang bermanfaat bagi klien.
f. Activity of dinamyc yaitu membuat target prestasi harian untuk
mengatasi bosan dan selingan istirahat saat beraktivitas.
g. Subject of future yaitu membuat perencanaan tahunan untuk menjadi
sukses.
Daftar Pustaka

Dalami, Ermawati. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta: Trans Info Media
Kusumawati, Farida. Hartono, Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Sumiati dkk. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta: TIM

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, H. Iyus. Sutini, Titin. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance
Mental Health Nursing. Bandung: Refika Aditama
TUGAS INDIVIDU

NAPZA

Mata Kuliah Keperawatan Jiwa Program Studi S-1 Keperawatan B

Oleh:

Erlina Mega Candra (30120116023K)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

PADALARANG

2017

Anda mungkin juga menyukai