Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MANAJEMEN OK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN POST OP

Dosen Pembimbing:
Lilis Magfiroh S.Kep.,Ns., M.Kep

Oleh: Kelompok 3
Arifatus Sholihah Isrotul Ainiyah
Asmaul Khusnaini Lucky Nuri Arini
Dewi Ratna Sari Miftakhul Khoiriyah
Fathur Rohman M. Burhanudin Ayatullah
Jannatun Kurniawati

VIII C S1-KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipresentasikan kepada teman-teman
Mahasiswa Program S1 Keperawatan Semester VIII-C STIKES Muhammadiyah
Lamongan, dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan Urtikaria.

Lamongan, April 2017

Mengetahui
Dosen Pembimbing

Lilis Magfiroh S.Kep.,Ns., M.Kep

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan konsep asuhan
keperawatan ini dengan baik. Konsep asuhan keperawatan ini disusun untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Sistem Integumen. Dalam makalah ini kami
membahas tentang Konsep Asuhan Keperawatan Urtikaria. Dalam menyusun
konsep asuhan keperawatan ini penulis banyak mendapat bimbingan serta
motivasi dari beberapa pihak, oleh karenanya kami mengucapkan Alhamdulillah
dan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs.H.Budi Utomo, Amd.Kep.,M.Kes, selaku ketua STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
2. Bapak Arifal Aris, S.Kep.Ns., M.Kes, selaku Kaprodi S-1 Keperawatan.
3. Lilis Magfiroh S.Kep.,Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing.
4. Teman-teman sekalian yang membantu support.
Penyusunan konsep asuhan keperawatan ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritikan
dari semua pihak. Penulis berharap semoga konsep asuhan keperawatan ini
bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca khususnya.

Lamongan, April 2017

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi merupakan sebuah tindakan yang bagi sebagian besar
klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini
dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya
tindakan anastesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat klien terancam
takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek anastesi. Tindakan operasi
membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar teliti karena hal ini
menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru dan pernafasan. Untuk itu
diperlukan perawatan yang komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan
tindakan operasi sampai dengan benar-benar aman dan tidak merungikan klien
maupun petugas.
Setelah dilakukan tindakan operasi tidak hanya berakhir begitu saja, karena
perawatan pasien tetap berlanjut. Sesudah tindakan operasi selesai yaitu
perawatan post operasi atau pasca operasi. Proses keperawatan pasca operasi pada
praktiknya akan dilaksanakan secara berkelanjutan baik diruang pemulihan, ruang
intensif, dan ruang rawat inap bedah.
Masalah yang dapat terjadi pada pasien pasca operasi diantaranya demam,
muntah-muntah, singultus (kecegukan), masalah psikosis, tukak decubitus,
penyembuhan luka lambat dan dehisensi, perdarahan, hematoma, seroma, infeksi
pada luka pembedahan, dan juga dapat terjadi komplikasi yang lebih serius seperti
pada jantung (Schrock, 1995). Karena itu diperlukan proses keperawatan pada
pasien pasca operasi. Proses keperawatan pada pasien pacsa operasi diarahkan
untuk menstabilkan batas normal (equilibrium) fisiologi pasien, menghilangkan
nyeri dan pencegahan komplikasi (Ajidah, 2014).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pasca operasi terdiri dari 8 tindakan
yang meliputi pengelolaan jalan nafas, monitor sirkulasi, monitoring cairan dan
elektrolit, monitoring suhu tubuh, menilai dengan aldrete score, pengelolaan
keamanan dan kenyamanan pasien, serah terima dengan petugas ruang operasi dan
serah terima dengan petugas ruang perawatan (bangsal) (Rothrock,1999).

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari keperawatan Pasca Operasi?
2) Apa saja tahap-tahapan dari keperawatan Pasca Operasi?
3) Apa komplikasi dari keperawatan Pasca Operasi?
4) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Post Operasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah manajement OK dengan judul “Konsep Asuhan Keperawatan Post
Operasi.”
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1) Untuk mengetahui definisi Keperawatan Post Operasi
2) Untuk mengetahui tahap-tahapan dari keperawatan Pasca Operasi
3) Untuk mengatahui komplikasi dari keperawatan Pasca Operasi
4) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Post Operasi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Pasca-operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
(Uliyah & Hidayat, 2008).
Tahap pasca-operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah
ke unit pasca-operasi dan berakhir saat pasien pulang. Pada tahap ini perawat
berusaha untuk memulihkan fungsi pasien seoptimal dan secepat mungkin
(Baradero et al, 2008).
Pada perawatan pasca-operasi diperlukan dukungan untuk pasien,
menghilangkan rasa sakit, antisipasi dan mengatasi segera komplikasi,
memelihara komunikasi yang baik dengan tim, rencana perawatan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien (Lestari, 2008). Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan
(bangsal) setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan general
anesthesia, maka kita perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk
menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu
di observasi di ruang pemulihan (recovery room).
Pemindahan dari ruang operasi ke unit perawatan pasca-anastasia (PACU),
yang juga disebut sebagai ruang pasca-anastesia (PARR). Memindahkan pasien
pasca-operatif dari ruang operasi ke unit perawatan pasca-anastesia (PACU)
adalah tanggung jawab ahli anastesi dengan anggota bedah yang bertugas. PACU
biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih dibawah
pengaruh anastesia atau yang pulih dari anastesia ditepatkan di unit ini untuk
kemudahan akses ke: Perawat yang disiapkan dalam merawat pasien pascaoperatif
segera, ahli anastesi dan ahli bedah dan alat pemantau dan peralatan khusus,
medikasi, dan penggantian.

2.2 Tahapan Keperawatan Pascaoperasi


Majid etal (2011) membagi perawatan pasca-operasi meliputi beberapa
tahapan, diantaranya adalah:
2.2.1 Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit
perawatan pasca-operasi (RR: Recovery Room) memerlukan pertimbangan-
pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak insisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak insisi bedah harus selalu
dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Selain itu pasien
diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan
selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu
posisi ke posisi lainnya. Posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral
ke posisi terlentang. Pemindahan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat
menimbulkan masalah gangguan vaskuler. Pasien harus dipindahkan secara
perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat
tidur, gaun pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera
diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi.
Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan
pengikatan diatas lutut dan siku serta side-rail harus dipasang untuk mencegah
terjadi resiko injuri, untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien.
Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi
dengan optimal. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat
sirkuler dan perawat anastesia dengan koordinasi dari dokter anastesi yang
bertanggung jawab.
2.2.2 Perawatan pasca-operasi di ruang pemulihan
Pasien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room: RR)
sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi
syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). Perbandingan
perawat-pasien saat pasien dimasukkan ke RR adalah 1:1 (Baradero et al, 2008).
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu
pernafasan: oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter
nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu, di ruang ini juga harus
terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat
untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti: apparatus tekanan darah,
peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan,
defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan
medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Pasien pasca-operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur khusus yang
nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti: pemindahan
darurat. Kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan, seperti
tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan
perawatan. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien
untuk dikeluarkan dari RR adalah: fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil
oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yangadekuat, tanda-tanda vital
stabil, termasuk tekanan darah, orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang,
haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam, mual dan muntah dalam kontrol, nyeri
minimal (Majid et al, 2011).
Pasien tetap berada dalam RR sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh
anestesi, yaitu pasien telah mempunyai tekanan darah yang stabil, fungsi
pernapasan adekuat, saturasi O2 minimum 95%, dan tingkat kesadaran yang baik.
Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis
antara lain: TD: tekanan sistolik < 90–100 mmHg atau > 150 - 160 mmHg,
diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg; heart rate (HR): < 60 x /menit atau >
10 x/menit; suhu: suhu > 38,3 oC atau kurang < 35 oC; meningkatnya kegelisahan
pasien dan pasien tidak BAK lebih dari 8 jam pasca-operasi (Gruendemann &
Billie, 2005).
2.2.3 Transportasi pasien ke ruang rawat (bangsal)
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat
dengan mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer
pasien, pastikan score pasca-operasi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien
sudah cukup stabil. Waspadai adanya henti nafas, vomitus, aspirasi selama
transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien:
1) Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari
sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.
2) Sumber daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh
melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan
kegawat-daruratan yang mungkin terjadi selama transportasi.
3) Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal: tabung oksigen,
sampai selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan
dengan lengkap dan dalam kondisi siap pakai.
4) Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan
sebagainya. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisi pasien harus
benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan pasien.
5) Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat.
Ekstra waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.
2.2.4 Perawatan di ruang rawat (bangsal)
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus perawat
lakukan, yaitu (Majid et al, 2011):
1) Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang,
dan komplikasi.
2) Manajemen luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami perdarahan abnormal.
3) Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM (range of motion), nafas
dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali
fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.

4) Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
5) Discharge planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien
dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan
sehubungan dengan kondisi atau penyakitnya pasca-operasi.
2.3 Pathway
Anastesi

Menghambat hantaran Menekan fungsi Menekan pusat Memblokade impuls


listrik ke otak mukosiliar saluran pernafasan (medulla saraf dan sensasi
pernafasan oblongata) nyeri
Menghambat efek membran Tindakan
eksiltator neurotransmitter Penimbunan mukus Depresi otot-otot pembedahan
asam glutamate pada subtipe pernafasan
reseptor NMDS Insisi pembedahan
Mukus berlebih Hambatan
Menghilangkan kesadaran kemampuan otot-
Nyeri
otot respirasi
Bersihan jalan nafas untuk
Delirium, Disorientasi tidak efektif mengembangkan
paru-paru dan
Resiko Injury dinding dada

Luka
Peningkatan Pembedahan
tekanan PaCo2
dan penurunan
2.4 Masalah Keperawatan Kerusakan
PaO2
1) Nyeri Intgeritas Kulit
2) Kerusakan Integritas kulit
3) Gangguan pertukaran gas Pernafasan menjadi
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif lambat dan dangkal
5) Risiko injury

Gangguan
Pertukaran Gas
2.5 Komplikasi Pascaoperatif
Menurut Potter, Patricia (2005) komplikasi dari pasca operatif adalah:
1) Sistem pernafasan
(1) Atelektasis
Adalah kolapsnya alveolus dengan ditahannya sekersi mukus. Tanda dan
gejala antara lain peningkatan frekuensi pernapasan, dipsnea, demam, dari
auskultasi terdengar krakels pada lobus paru yang mengalami kolaps, dan adanya
batuk produktif. Atelektasis disebabkan oleh ekspansi paru yang tidak adekuat.
Anestesi, analgetik, dan posisi yang tidak dimobilisasi menyebabkan ekspansi
paru yang tidak maksimal. Klien yang menjalani bedah abdomen bagian atas,
yang merasa nyeri saat melakukan napas dalam, beresiko tinggi mengalami
komplikasi ini.
(2) Pneumonia
Adalah peradangan pada alveoli yang disebabkan oleh proses infeksi.
Peradangan dapat terjadi pada satu atau beberapa lobus paru. Pneumonia pada
lobus paru bagian bawah yang tergantung sering terjadi pada klien bedah dengan
yang tidak dapat melakukan mobilisasi. Tanda dan gejalanya antara lain demam,
kedinginan, menggigil, batuk produktif, nyeri dada, mukus purulen, dan dispnea.
Pneumonia disebabkan oleh buruknya ekspansi paru yang disertai oleh
penumpukan sekresi. Bakteri residen yang umum berada dalam saluran
pernapasan adalah Diplococcus pneumoniae, yang merupakan penyebab
penumonia yang paling sering.
(3) Hipoksia
Adalah konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang tidak adekuat. Tanda
dan gejalanya antara lain gelisah, dispnea, tekanan darah tinggi, takikardia,
diaforesis, dan sianosis. Hipoksia disebabkan karena pernapasan ditekan oleh
anestesi dan analgetik. Peningkatan retensi mukus dan gangguan ventilasi terjadi
karena nyeri atau kurangnya penggantian posisi.
(4) Emboli pulmonal
Adalah embolus yang menyumbat arteri pulmonal dan mengganggu aliran
darah dari satu atau lebih lobus paru. Tanda dan gejalanya antara lain dipsnea,
nyeri dada yang tiba-tiba sianosis, takikardia, dan penurunan tekanan darah. klien
yang beresiko mengalami komplikasi ini adalah klien bedah yang tidak boleh
melakukan mobilisasi, yang sebelumnya telah mengalami gangguan sirkulasi atau
koagulasi.
2) Sistem sirkulasi
(1) Perdarahan
Adalah hilangnya sejumlah darah secara eksternal maupun internal dalam
jangka waktu yang singkat. Tanda dan gejalanya sama dengan tanda dan gejala
syok hipovolemik. Perdarahan disebabkan oleh lepasnya jahitan atau lepasnya
bekuan darah pada tempat insisi. Klien dengan gangguan koagulasi beresiko
tinggi mengalami komplikasi ini.
(2) Syok hipovolemik
Adalah perfusi jaringan dan sel akibat hilangnya volume cairan dalm
sirkulasi. Tanda dan gejalanya antara lain: hipotensi, kelemahan, dan nadi yang
cepat, kulit yang dingin dan lembab, pernapasan cepat, gelisah, dan menurunnya
pengeluaran urine. Pada klien bedah, syok hipovolrmik biasanya disebabkan oleh
perdarahan.
(3) Tromboflebitis
Adalah peradangan vena yang biasanya disertai dengan bekuan darah.
umumnya terjadi pada vena kaki. Tanda dan gejalanya antara lain bengkak dan
peradangan pada tempat vena berada dan sakit atau nyeri kram. Vena terasa keras,
seperti tali, dan sensitif terhadap sentuhan. Nyeri pada betis terjadi saat klien
berjalan atau kaki dalam keadaan dorsofleksi (tanda Homan). Statis vena terjadi
karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama. Trauma dinding pembuluh darah
dan hiperkoagulasi darah akan meningkatkan resiko peradanagn pembuluh darah.
(4) Trombus
Adalah terbentuknya bekuan darah yang menempel ke dinding bagian dalam
vena atau arteri, yang dapat menyumbat lumen pembuluh darah. Trombus
disebabkan disebabkan oleh statis vena dan trauma pembuluh darah. cedera vena
pada kaki, abdomen, pelvis, dan pembuluh darah besar sering terjadi setelah
pembedahan. Trombus juga terbentuk akibat meningktanya koagulasi darah.
(5) Embolus
Adalah potongan trombus yang terlepas dan bersirkulasi di dalam pembuluh
darah sehingga menempel pada pembuluh darah lain, biasanya menempel pada
pembuluh darah paru-paru, jantung atau otak.
3) Sistem gastrointestinal
(1) Distensi abdomen
Adalah retensi udara di dalam usus. Tanda dan gejalanya antara lain
meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani pada perkusi abdomen.
Klien mengeluh perut terasa penuh dan “nyeri karena gas”. Distensi disebabkan
oleh peristaltik usus yang melambat akibat anestesi, manipulasi usus, atau
imobilisasi.
(2) Konstipasi
Adalah buang air besar yang jarang. Setelah pembedahan hal ini tidak perlu
dikhawatirkan, terutama jika klien menjalani persiapan usus preoperatif setelah
klien memakan makanan padat, jika dalam waktu 48 jam klien belum defekasi
maka perlu dikhawatirkan. Peristaltik yang melambat dan penundaan konsumsi
diet normal akan menyebabkan konstipasi.
(3) Mual dan muntah
Adalah gejala pengosongan lambung yang tidak tepat atau adanya stimulasi
kimia dari pusat muntah. Klien mengeluh ingin muntah atau lambung terasa
penuh atau nyeri. Mual dan muntah disebabkan oleh nyeri berat, distensi
abdomen, takut, obat-obatn, makan atau minum sebelum peristaltik kembali, dan
stimulasi refleks muntah.
4) Sistem genitourinaria
(1) Retensi urin
Adalah akumulasi urine didalam kandung kemih yang terjadi secara
involunter akibat hilangnya tonus otot. Tanda dan gejalanya antara lain klien tidak
mampu berkemih, gelisah, dan distensi kandung kemih. Retensi urine ini terjadi
dalam waktu 6-8 jam setelah pembedahan. Retensi disebabkan oleh pengaruh
anestesi dan analgesik narkotik. Manipulasi jaringan secara lokal disekitar
kandung kemih dan edema mengganggu tonus otot. Pengaturan posisi klien yang
buruk akan mengganggu refleks berkemih.
5) Sistem integumen
(1) Infeksi luka
Adalah masuknya mikroorganisme patogen ke dalam jaringan luka dalam
atau superfisial; tanda dan gejalanya antara lain: hangat, kemerahan dan perih
pada kulit di sekitar insisi. Klien dapat menderita demam dan menggigil. Materi
purulen dapat keluar dari drain atau dari tepi luka yang terpisah. materi purulen ini
dapat muncul dalam 3-6 hari setelah pembedahan. Infeksi disebabkan oleh
buruknya teknik aseptik dan luka yang terkontaminasi sebelum tindakan
pembedahan.
(2) Dehisens luka
Adalah terpisahnya tepi luka dari garis jahitan. Tanda dan gejalanya antara
lain: meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada di bawahnya.
Biasanya terjadi 6-8 hari setelah pembedahan. Malnutrisi, obesitas, radiasi pada
tempat pembedahan pada fase preoperatif, lansia, sirkulasi jaringan yang buruk,
dan regangan pada tempat jahitan akibat batuk dapat menyebabkan dehisens.
(3) Eviserasi luka
Adalah keluarnya organ dan jaringan internal melalui insisi. Biasanya terjadi
6-8 hari setelah pembedahan. Klien yang mengalami dehisens beresiko
mengalami eviserasi.
(4) Surgical mump (parotis)
Adalah bengkaknya kelenjar parotid sehubungan dengan buruknya
perawatan mulut. Surgical mump disebabkan oleh karena obstruksi kelenjar
parotid.
6) Sistem saraf
(1) Nyeri yang tidak bisa diatasi.
Mungkin berhubungan dengan luka atau balutan, cemas, atau pengaturan
posisi.

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1) Identitas Pasien : meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat,
pekerjaan, No.RM.
2) Keluhan Utama : Pasien selesai dilakukan tindakan
pembedahan yang dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa
memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada keluhan
3) Riwayat Kesehatan Sekarang : pasien yang telah selesai dilakukan
tindakan pembedahan yang masih dibawah pengaruh anastesia atau yang
pulih dari anastesia. Tanyakan megenai gejala-gejala ketidaknyamanan
setelah ditempatkan ditempat tidur. Penginderaan rasa nyeri seringkali
meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur.
Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan perubahan
intensitas rasa nyeri.
4) Riwayat Penyakit Dahulu : pasien yang di indikasikan untuk
melakukan suatu pembedahan atau operasi baik operasi mayor maupun
operasi minor. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami pembedahan
sebelumnya, dan apakah pasien mempunyai penyakit DM.
5) Riwayat Penyakit Keluarga : tanyakan apakah keluarga ada yang
menderita penyakit DM.
6) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum : baik
(2) Kesadaran : composmentis-koma
(3) TTV :
TD : Menurun/normal
N : Meningkat/normal
RR : Meningkat/normal
S : Meningkat/Menurun

TD, RR, Nadi harus dicatat setiap 15 menit pada beberapa kasus lebih sering
hingga penderita stabil. Sesudah itu TTV harus dicatat setiap 1 jam selama
beberapa jam, kemudian setiap 4 jam. Frekuensi observasi ini terutama
tergantung pada sifat pembedahan itu dan keadaan pasien. Suhu biasanya
dicatat setiap 4 jam, tetapi beberapa pasien selama pembedahan menjadi
hipotermi dan lainnya menderita demam sebelum pembedahan, pasien
dimonitoring lebih sering.
(4) Review of System
Breath (B1) : Pasien yang belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola
nafas, tanda-tanda obstruksi, pernafasan cuping hidung, frekuensi nafas,
pergerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara nafas tambahan:
apakah tidak ada obstruksi total, udara nafas yang keluar dari hidung,
sianosis pada ekstremitas, auskultasi: adanya wheezing atau ronki, saat
pasien sadar: tanyakan adakah keluhan pernafasan, jika tidak ada keluhan:
cukup diberikan O2, jika terdapat tanda-tanda obstruksi: diberikan terapi
sesuai kondisi (aminofilin, kortikosteroid, tindakan triple manuver airway).
Blood (B2) : Pada sistem kardiovaskuler dinilai tekanan darah,
nadi, perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi ± syok) dan kadar Hb.
Brain (B3) : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan
GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan TIK.
Bladder (B4) : Pada sistem urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas,
warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi,
apakah ada kerusakan ginjal saat operasi, gagal ginjal akut (GGA).
Bowel (B5) : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi
lambung, tanda-tanda cairan bebas, distensi abdomen, perdarahan lambung
pasca-operasi, obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain,
misalnya: hepar, lien, pancreas, dilatasi usus halus. Pada pasien operasi
mayor sering mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena
pasien bernafas dengan diafragma.
Bone (B6) : Pada system musculoskletal dinilai adanya tanda-tanda
sianosis, warna kuku, perdarahan post-operasi, gangguan neurologis: gerakan
ekstremitas.
(5) Pola Fungsional Gordon
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pasien masih dibawah pengaruh
anastesia atau yang pulih dari anastesia.
b. Nutrisi atau Metabolik : tidak diperkenalkan menelan apa-apa sesudah
kebanyakan operasi yang besar dalam kasus yang lain, makanan khusus
dapat diberikan dengan segera. Bila fungsi pencernaan mulai berfungsi
cairan boleh diberikan dan makanan boleh diberikan bilamana kita sudah
mengetahui bahwa cairan yang diberikan dapat ditoleransi.
c. Eliminasi : Penderita yang memakai kateter dimonitor setiap jam seperti
halnya TTV lainnya. Bila tidak dipasang kateter, penderita tidak buang air
kecil pada waktu tertentu yang paling baik adalah 6 jam setelah
pembedahan.
d. Aktivitas atau Latihan : Pasien harus diperintahkan untuk berbaring
ditempat tidur sehingga keadaan stabil. Posisi mula-mula biasanya
terlentang tetapi penderita harus dibalikkan kesisi kiri atau kanan setiap 30
menit sementara ia tidak sadarkan diri dan setiap jam sesudahnya.
Selanjutnya pasien disuruh menggerakkan kaki secara aktif atau pasif
setiap jam hingga diperbolehkan berjalan. Posisi harus ditentukan
misalnya terlentang kaki ditempat tidur, diganjal, duduk dan sebagainya.
e. Tidur atau Istirahat : bila pasien masih dalam kondisi dibawah pengaruh
anastesi tidak ada masalahnya. Bila pasien sudah dalam kondisi sadar
biasanya pasien merasakan nyeri atau masalah lain yang dapat menganggu
tidur atau istirahatnya.
f. Kognitif atau Perseptual : pasien yang setelah dilakukan operasi biasanya
kemampuan sensasi (seperti pengelihatan, pendengaran, penghidu,
pengecapan, sensasi perabaan) belum kembali sepenuhnya dan akan
bertahap kembali ke semula.

g. Persepsi Diri/ Konsep Diri :


- Kaji persepsi keluarga (hal yang dipikirkan keluarga saat ini, harapan
keluaga setelah anak menjalani perawatan, perubahan yang dirasa
setelah sakit).
- Kaji bagaimana persepsi klien/keluaga terhadap tubuhnya, adakah
pengaruh pembedahan yang dialami terhadap persepsi klien tersebut)
h. Peran atau Hubungan: Kaji bagaimana hubungan pasien dengan orang lain
(keluarga, tenaga kesehatan, pasien lain), apakah keadaan penyakitnya
mempengaruhi hubungan tersebut)
i. Seksualitas atau Reproduksi
j. Koping atau Toleransi Stres : Kaji bagaimana upaya keluarga klien dan
klien dalam menghadapi masalah penyakitnya sekarang
k. Nilai atau kepercayaan
7) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat
medis, dan manifestasi klinik post operasi. Pemeriksaan laboratorium post operasi
secara umum, antara lain:
a. Hematokrit, analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaan darah
lengkap
b. Pemeriksaan urine setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dam
insufisiensi ginjal.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post operasi meliputi
(Baradero, 2008; Carpenito, 2006; Nanda, 2010 dalam Majid et al 2011):
1) Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia,
imobilisasi, nyeri.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan, drain dan
drainage.
3) Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama
pembedahan.
4) Risiko injury berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi, analgesik.
5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan
post operasi

3.3 Renaca Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Keperwatan Hasil
Gangguan pertukaran NOC : NIC:
gas, berhubungan Respiratory Status : Gas 1. Airway Management
dengan efek sisa exchange 2. Identifikasi pasien
anesthesia, Vital Sign Status perlunya pemasangan
imobilisasi, nyeri Kriteria Hasil : alat jalan nafas
1. Klien mampu buatan.
mendemonstrasikan 3. Keluarkan sekret
batuk efektif dan suara dengan batuk atau
nafas yang bersih, tidak suction.
ada sianosis dan 4. Auskultasi suara
dyspneu (mampu nafas, catat adanya
mengeluarkan sputum, suara tambahan.
mampu bernafas 5. Atur intake untuk
dengan mudah, tidak cairan
ada pursed lips). mengoptimalkan
2. Memelihara kebersihan keseimbangan.
paru paru dan bebas 6. Kaji tanda-tanda vital
dari tanda tanda pasien.
distress pernafasan.
3. Tanda tanda vital dalam
rentang normal
Kerusakan integritas NOC : NIC :
kulit berhubungan Tissue Integrity 1. Pressure Management
dengan luka Skin and Mucous 2. Anjurkan pasien untuk
pembedahan, drain Membranes menggunakan pakaian
dan drainage. Kriteria Hasil : yang longgar, hindari
1. Tidak ada luka/lesi kerutan pada tempat
pada kulit tidur.
2. Perfusi jaringan baik 3. Jaga kebersihan kulit
3. Menunjukkan agar tetap bersih dan
pemahaman dalam kering.
proses perbaikan kulit 4. Mobilisasi pasien (ubah
dan mencegah posisi pasien) setiap
terjadinya secara dua jam sekali
berulang 5. Monitor kulit akan
4. Klien mampu adanya kemerahan
melindungi kulit dan Oleskan lotion atau
mempertahankan minyak/baby oil pada
kelembaban kulit dan derah yang tertekan.
perawatan alami 6. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat.
Nyeri berhubungan NOC : NIC :
dengan 
incisi Pain Level 1. Pain Management
pembedahan 
dan Pain control 2. Lakukan pengkajian
posisi selama Comfort level nyeri secara
pembedahan. Kriteria Hasil : komprehensif
1. Klien mampu termasuk lokasi,
mengontrol nyeri (tahu karakteristik, durasi,
penyebab nyeri, frekuensi, kualitas
mampu menggunakan dan faktor presipitasi
tehnik nonfarmakologi 3. Observasi reaksi
untuk mengurangi nonverbal dari
nyeri, mencari ketidaknyamanan
bantuan). 4. \Gunakan teknik
2. Mampu mengenali komunikasi terapeutik
nyeri (skala, intensitas, untuk mengetahui
frekuensi dan tanda pengalaman nyeri
nyeri). pasien.
3. Menyatakan rasa 5. Kaji kultur yang
nyaman setelah nyeri mempengaruhi respon
berkurang. nyeri.
Risiko injury NOC : Risk Kontrol NIC :
berhubungan dengan Kriteria Hasil : 1. Environment
effect anesthesia, 1. Klien terbebas dari Management
sedasi, analgesi. cedera. (Manajemen
2. Klien mampu lingkungan)
menjelaskan 2. Sediakan lingkungan
cara/metode yang aman untuk
untukmencegah pasien
injury/cedera. 3. Identifikasi kebutuhan
3. Klien mampu keamanan pasien,
menjelaskan factor sesuai dengan kondisi
resiko dari fisik dan fungsi
lingkungan/perilaku kognitif pasien.
personal. 4. Menyediakan tempat
4. Mampu memodifikasi tidur yang nyaman
gaya hidup untuk dan bersih.
mencegah injury. 5. Menempatkan saklar
5. Mampu mengenali lampu ditempat yang
perubahan status mudah dijangkau
kesehatan. pasien.
6. Memberikan
penerangan yang
cukup.
7. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
8. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
Kekurangan volume NOC: NIC :
cairan berhubungan Fluid balance Hydration 1. A Fluid management
dengan kehilangan Nutritional Status : Food 2. Timbang
cairan intra dan post and Fluid Intake popok/pembalut jika
operasi. Kriteria Hasil : diperlukan
1. Mempertahankan urine 3. Pertahankan catatan
output sesuai dengan intake dan output
usia dan BB, BJ urine yang akurat.
normal, HT normal. 4. Monitor status
2. Tekanan darah, nadi, hidrasi ( kelembaban
suhu tubuh dalam batas membran mukosa,
normal. nadi adekuat,
3. Tidak ada tanda tanda tekanan darah
dehidrasi, Elastisitas ortostatik ), jika
turgor kulit baik, diperlukan.
membran mukosa 5. Monitor masukan
lembab, tidak ada rasa makanan / cairan
haus yang berlebihan. dan hitung intake
kalori harian.
6. Monitor status
nutrisi.
7. Dorong masukan
oral.
8. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output.
9. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan.
3.4 Evaluasi
Untuk mengevaluasi berhasilnya intervensi keperawatan, perlu
dibandingkan antara perilaku pasien dan hasil yang diharapkan (Baradero et al,
2008). Intervensi keperawatan dikatakan berhasil apabila pasien dapat:
1) Mempertahankan jalan nafas yang paten, dan auskultasi paru yang tidak
menunjukkan rales.
2) Bisa batuk secara efektif
3) Mempertahankan frekuensi nadi dan tekanan darah pada tahap pra-operasi.
4) Orientasi yang baik terhadap waktu, orang, tempat dan bisa
menggerakkan semua ekstermitas.
5) Memiliki haluaran urin lebih dari 30 ml/jam dan tidak ada edema.
6) Mengungkapkan bahwa nyeri dapat ditoleransi, ekspansi wajah relaks,
dan tidak ada nyeri
7) Suhu tubuh dalam batas normal
8) Memiliki kulit utuh, tanpa lecet, kemerahan
9) Tidak ada mual-muntah, dapat minum sedikit-sedikit tanpa muntah
10) Menunjukkan tanda penyembuhan luka tanpa infeksi.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan
psikologi kembali normal. Periode post operatif meliputi waktu dari akhir
prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan daya
hidupnya.
Pedoman perawat pasca operatif harus sesuai dengan elemen-elemen seperti
tanda-tanda vital, perawatan luka, penanganan nyeri, posisitempat tidur,
penggantian cairan, diet.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah
masalah yang kemungkinan muncul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan
yang cepat dan akurat sangan dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang
memperlama perawatan dirumah sakit atau membahayakan diri pasien.
Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sangat pentingnya
dengan prosedur pembedahan itu senidri.

4.2 Saran
Pada pasien post operasi sebaiknya pemberian nutrisi segera setelah operasi
lebih diutamakan karena telah dibuktikan memiliki banyak keuntungan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Bagi perawat yang memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan post operatif harus lebih memperhatikan dan tahu
pada bagian-bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada klien dengan post
operatif ini yang perlu ditekankan.
Untuk pasien semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-
pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya dalam asuhan keperawatan pada klien dengan post operatif, karena
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan sangat
penting bagi pasien maupun perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. et al. (2008). Prinsip dan Praktek Keperawatan Perioperatif.


Jakarta: EGC.
Carpenito, L. J. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Majid, e. al. (2011). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
Nanda. (2010). Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
Prima Medika.
Potter, P. A. (2005). Buku Ajar Fundamenral Keperawatan: Kosep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
Uliyah, Musrifatul & Alimul Hidayat Aziz. (2008). Keperawatan Dasar Praktik
Klinik Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai