Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SUPERVISI DI RUANG NILAM


RS. Dr. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

MAGFIRAH
1814901210160

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS B
BANJARMASIN, 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
SUPERVISI

A. Pengertian Supervisi
Supervisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan berupa pengawasan, pengontrolan,
pengendalian maupun pengevaluasian (KBBI, 2014). Menurut Gillies (1994),
menyatakan supervisi atau pengawasan merupakan salah satu dari prinsip perilaku
kepemimpinan. Supervisi dilakukan untuk melihat pekerjaan yang sedang
berlangsung dan memperbaikinya apabila terjadi pelaksanaan yang tidak baik.
Menurut RCN (2007), supervisi adalah proses memastikan kegiatan dilaksanakan
sesuai dengan tujuan organisasi, dengan cara melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan.

Fayol dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa supervisi merupakan


pemeriksaan apakah segala sesuatunya terjadi sesuai dengan rencana yang telah
disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan
yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat
diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara
langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan
yang kemudian bila ditemukan masalah segera dilakukan bantuan yang bersifat
langsung guna mengatasinya (Suarli, 2012).

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa supervisi adalah kegiatan yang
direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan
mereka secara efektif. Supervisi tidak hanya sekedar mengontrol melihat apakah
segala kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah
ditentukan, tetapi supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-
syarat personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan
keperawatan secara efektif dan efesien.

NHS (2012), mendefenisikan supervisi adalah sebuah kegiatan professional untuk


pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang saling membantu melalui
proses pembelajaran sesuai dengan tanggung jawab dalam tindakan praktek.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam (2011), bahwa
supervisi dalam praktek keperawatan professional merupaka suatu proses
pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-
tugas dalam mencapai tujuan organisasi.
Supervisi adalah pengawasan langsung yang dilakukan untuk mengawasi
pekerjaan atau prestasi orang lain. Supervisi meliputi penilaian kepada individu
untuk melihat kegiatan apa yang telah selesai dan apa yang mungkin masih perlu
untuk diselesaikan sepanjang hari (Tappen, Weiss, & Whitehead 2010). Menurut
Swanburg (2010), menyatakan bahwa supervisi adalah suatu proses untuk
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas keperawatan.
Pelayanan asuhan keperawatan akan sulit dipertahankan dan ditingkatkan tanpa
melakukan supervisi.

Kron (1987), menyatakan bahwa supervisi adalah merencanakan, mengarahkan,


membimbing, mengajar, mengobservasi, memotivasi, memperbaiki,
mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap perawat dengan
sabar, adil serta bijaksana. Hasil dari pelaksanaan supervisi diharapkan setiap
perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman,
cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
dari perawat yang bersangkutan.

Supervisi klinis adalah mekanisme dukungan untuk praktisi profesional klinis di


mana mereka dapat berbagi pengalaman organisasi, perkembangan dan emosional
dengan aman dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Proses
ini akan menyebabkan peningkatan kesadaran termasuk akuntabilitas dan praktek
reflektif ( Lynch & Happel, 2008).

Berdasarkan beberapa uraian pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa


supervisi adalah suatu kegiatan profesional dalam pelayanan keperawatan yang
dilakukan oleh manajer kepada bawahan. Proses supervisi merupakan kegiatan
pembelajaran, pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta serta memberikan dukungan kepada bawahan dan merupakan
pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan.

B. Tujuan Supervisi
Menurut Gillies (1994), tujuan dari supervisi adalah untuk memeriksa, menilai dan
memperbaiki penampilan kerja pegawai sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Swanburg (2010) mengatakan tujuan supervisi adalah (1)
Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan pekerjaan itu
sendiri. (2) Memperhatikan rencana, kegiatan, dan evaluasi dari pekerjaannya. (3)
Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan bimbingan
individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada kemampuan ketrampilan
keperawatan.

Menurut Suarli (2012), tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada


bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan
memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil
yang baik. Supervisi yang baik adalah supervisi yang dilakukan secara berkala.

C. Pelaksana Supervisi
Menurut Suyanto (2008), supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau
bagian yang bertanggung jawab antara lain:
1. Kepala Ruangan
Kepala ruangan bertanggung jawab melakukan supervisi pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien diruang perawatan yang
dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam
memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung
disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan
tersebut.
2. Pengawas Perawatan (Supervisor)
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit fungsional
(UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya
pelayanan keperawatan.
3. Kepala Bidang Keperawatan
Kepala bidang keperawatan yang merupakan top manajer dalam bidang
keperawatan, bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui para pengawas perawatan.
Suarli (2012), mengemukakan bahwa yang bertanggung jawab melakukan
supervisi adalah atasan langsung yang memiliki kelebihan dalam organisasi
tersebut. Karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi meliputi: (1)
Atasan langsung dari yang disupervisi, apabila tidak memungkinkan, dapat
ditunjuk staf khusus dengan batas-batas dan wewenang dan tanggung jawab yang
jelas. (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis
pekerjaan yang akan disupervisi. (3) Memiliki keterampilan melakukan supervisi
artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta teknik supervisi. (4) Memiliki sifat
edukatif dan suportif, bukan otoriter. (5) Mempunyai waktu yang cukup, sabar,
dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku
bawahan yang disuperisi.
D. Teknik Supervisi
Menurut Arwani (2006), secara teknis supervisi dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung. Supervisi langsung bertujuan untuk proses pembimbingan,
arahan, dan pencegahan serta memperbaiki kesalahan yang terjadi, maka supervisi
langsung lebih tepat digunakan. Supervisi yang ditujukan untuk memantau proses
pelaksanaan tugas kepearawatan yang telah dijalankan maka supervisi tidak
langsung lebih tepat digunakan. Supervisi langsung dilakukan pada kegiatan yang
sedang berlangsung. Supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan
pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah.

Supervisi tidak langsung dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan pasien
dan catatan asuhan keperawatan pada shift pagi, sore dan malam. Dapat juga
dengan menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima shift, ronde
keperawatan maupun rapat. Supervisor tidak melihat langsung kejadian
dilapangan sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Hasil temuan dari
supervisi tidak langsung memerlukan klarifikasi dan umpan balik diberikan agar
tidak terjadi salah persepsi dan masalah segera dapat diselesaikan (Suyanto, 2008).

Menurut Suarli (2012), teknik pokok supervisi mencakup empat hal yaitu (1)
menetapkan masalah dan prioritasnya, (2) menetapkan penyebab masalah, (3)
melaksanakan jalan keluar, (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

Douglas dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan


aktivitas supervisi perlu mempertimbangkan hubungan interpersoanal dan
komunikasi. Aktivitas tersebut meliputi teknis ataupun objektif yang meliputi: (1)
menurumuskan tujuan perawatan realistis untuk klinik kesehatan, pasien dan
personel keperawatan, (2) membrikan prioritas utama untuk kebutuhan pasien atau
klien sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan, (3) melaksanakan koordinasi
untuk efesiensi pelayanan yang diberikan oleh bagaian penunjang, (4)
mengidentifikasi tanggung jawab untuk seluruh kegiatan yang dilakukan staf
perawatan, (5) memberikan perawatan yang aman dan berkesinambungan, (6)
mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas yang bervariasi dan
pengembangan staf perawatan, (7) memberikan kepemimpinan terhadap anggota
staf untuk bantuan dalam hal pengajaran, konsultasi dan evaluasi, (8) mempercayai
anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka sepakati, (9)
menginterpretasikan protokol untk berespon terhadap hal-hal incidental, (10)
menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam keadaan darurat, (11) memberikan
laporan ringkas dan jelas, (12) menggunakan proses kontrol manajemen untuk
mengkaji kualitas pelayanan yang diberikan dan mengawasi penampilan kerja
individu dan kelompok staf perawatan.

Menurut Kirk, Eaton & Auty (2000), proses supervisi dapat dilakukan dengan cara
self-supervision, one-to-one supervision dan team supervision. Bush (2005),
mengemukakan supervisi dapat dilakukan dengan cara one-to-one dengan expert
berasal dari disiplin ilmu yang sama, one-to-one dengan expert berasal dari disiplin
ilmu yang berbeda, one-to-one yang dilakukan oleh rekan, group supervision dan
network supervision. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan meningkatkan
hubungan interpersonal sehingga tujuan dari supervisi dapat tercapai (Heron
1990).

E. Kompetensi Supervisor
Seorang supervisor keperawatan dalam melaksanakan supervisi harus memiliki
kemampuan (1) memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat
dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan, (2) memberikan saran, nasehat
dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan, (3) mmeberikan motivasi
untuk meningkatkan semangat kerja staff dan pelaksana keperawatan, (4) mampu
memahami dinamika kelompok, (5) memberikan latihan dan bimbingan yang
diperlukan, (6) melakukan penilaian terhadap penampilan kerja perawat, (7)
mengadakan pengawasan agar agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik
(Suyanto, 2008).

F. Peran dan Fungsi Supervisi


Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang diharapkan oleh
perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Menurut Kron (1987) peran
supervisor adalah sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai.
1. Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu membuat
perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang
supervisor banyak membuat keputusan mendahulukan tugas dan pemberian
arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan waktunya,
bagaimana, mengapa, termasuk memberikan instruksi.
2. Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan
arahan yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten
dibagiannya dan membantu perawat pelaksana dalam menampilkan tugas
dengan aman dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai
kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan indikasi yang
penting, bicara pelan dan jelas, pesannya masuk akal, hindari pengarahan
dalam satu waktu, pastikan arahan dapat dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti.
Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien
berkualitas tinggi, maka supervisor harus mengarahkan staf pelaksana untuk
melaksanakan tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit.
Pengarahan sangat penting karena secara langsung berhubungan dengan
manusia, segala jenis kepentingan, dan kebutuhannya. Tanpa adanya
pengarahan, karyawan cenderung melakukan pekerjaan menurut cara pandang
mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang seharusnya dilakukan,
bagaimana melakukan dan apa manfaatnya.
3. Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi harus
dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan pasien.
Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan pengajaran
atau pelatihan untuk membantu pelaksana dalam menerima informasi. Prinsip
dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang
meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau mengubah perilaku, gagasan,
sikap dan cara mengerjakan sesuatu.
4. Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat
memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat dikerjakan
apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan
observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi penilaian hasil kerja
perawat pelaksana saat melaksanakan asuhan keperawatan selama periode
tertentu seperti selama masa pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus
menerus selama supervisi berlangsung dan tidak memerlukan tempat khusus.
Pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan diri, peningkatan
kemampuan untuk mendukung pasien, peningkatan kemampuan dalam hubungan
dengan pasien, dan peningkatan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab
kualitas supervisi menunjukkan bahwa kepuasan dalam pelaksanaan supervisi
mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan (Berggren & Severinsson,
2005).

Peran yang dilakukan supervisor saat pelaksanaan supervisi meliputi mengamati


dan membimbing, memberikan sikap yang mendukung, dan mampu
mengidentifikasi masalah bersama pasien dan pelaksanaan berfokus pada teoritis
(Christiansen, at al, 2011).
Berdasarkan Departement of Health Human Service (DHHS) (2009), fungsi
seorang supervisor klinik adalah:
1. Teacher: membantu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
meningkatkan kesadaran diri, melalui proses pembelajaran dengan
mengidentifkasi kebutuhan untuk meningkatkan professional. Supervisor
adalah guru, pelatih dan seorang role model profesional.
2. Consultant: sebagai konsultan kinerja serta memantau masalah yang ada dan
juga menentukan alternatif penyelesaian masalah untuk mencapai tujuan
bersama. Konsultan sebagai unit terdepan dalam organisasi untuk mengenali
dan mengatasi masalah yang ada.
3. Coach: memberikan dukungan dalam pembentukan moral, menilai kebutuhan
serta kekuatan, menyarankan berbagai pendekatan klinis, model serta
mengatasi kelelahan melalui pelatihan terus menerus.
4. Mentor (role model): supervisor mengajarkan supervisees melalui peran
model, memfasilitasi pengembangan professional serta melatih generasi
berikutnya.

Menurut Farington (1995), Hawkins & Shohet (1989) dalam White at.all (1998),
mengemukakan bahwa fungsi supervisi meliputi:
1. Fungsi edukasi yang meliputi pengembangan skill, dan kemampuan
memberikan pemahaman terhadap orang lain. Pengembangan skill perawat
pelaksana dilakukan melalui proses pembelajaran. Seorang manager harus
mampu mengajarkan dan memberikan pelatihan yang terus menerus tentang
apa yang belum diketahui oleh perawat pelaksanaan. Meningkatkan apa yang
telah diketahui untuk pelayanan keperawatan yang lebih baik. Melalui
supervisi manager tidak hanya mampu mengajarkan tetapi harus mampu
memerankan apa yang diajarkan sehingga perawat pelaksana langsung dapat
melihat tidak hanya pada saat supervisi berlangsung namun juga dalam
kegiatan sehari-hari.
2. Fungsi supportive yaitu pemberian dukungan terhadap masalah yang dihadapi
dalam pelaksanaan praktek serta meningkatkan hubungan interpersonal.
Manager/supervisor memberikan dukungan kepada perawat pelaksana.
Dukungan yang diberikan dapat dirasakan oleh perawat pelasana,
memberikan kesempatan untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi
dan mampu meredam konflik yang ada di antara perawat.
3. Fungsi manajerial yaitu merupakan quality kontrol dalam pemberian
pelayanan klinik . Seorang manager adalah pengawas untuk tetap menjaga
kualitas pelayanan keperawatan. Manager harus mampu mengidentifikasi
masalah kualitas pelayanan. Apabila kualitas tersebut menurun maka manager
harus mampu mencari penyebab dan mampu memberikan penyelesaian
masalah.

Menurut Severinson (2001), Bush (2005), Dowson, at. all. (2012), supervisi adalah
merupakan pengawasan manajerial yang bertujuan untuk memfasilitasi dan
mendorong praktek profesional yang terdiri dari tiga fungsi utama supervisi yaitu:
1. Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk mengembangkan
keterampilan. Proses edukatif adalah pembelajaran antara supervisor dengan
perawat pelaksana. Manager mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dan
membantu perawat pelaksana untuk meningkatkan pemahaman dari setiap
pelayanan asuhan keperawatan . seorang manager melatih perawat pelaksana
untuk meningkatkan teknik-teknik dalam bekerja sehingga meningkatkan
pelayanan asuhan keperawatan. Pelaksanaan kegiatan edukatif memberikan
kesempatan kepada perawat pelaksana untuk mengeksplor dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki.
2. Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan professional yang terus-
menerus untuk mengurangi stress dan kelelahan. kegiatan ini berfungsi untuk
mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi perawat pelaksana dalam
pemberian pelayanan keperawatan. Permasalahan dapat disebabkan kelelahan
dalam bekerja, stress akibat beban kerja. Fungsi restorative dapat dilakukan
dengan menggali emosi ketika bekerja. Manager harus mampu untuk
meredam konflik yang terajadi. Keseluruhan tim harus memiliki sikap yang
saling mendukung sehingga memberikan kenyamanan dalam bekerja.
3. Fungsi normative, meliputi fungsi manajerial untuk perbaikan, peningkatan
dan pengendalian kualitas praktek profesional pelayanan keperawatan. Fungsi
normative untuk peningkatan dan perbaikan standar contoh mengkaji (Standar
Prosedur Operasional) SPO yang telah ada yang kemudian dapat diperbaiki
jika diperlukan. Kegiatan ini memberikan kepada perawat pelaksana untuk
lebih meningkatkan kemampuan dalam manajemen pengelolaan pasien.
Penerapan fungsi ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau
rapat untuk membahan pelayanan keperawatan yang ada saat ini. Tujuan yang
diharapkan dari fungsi ini adalah adanya perubahan yang lebih baik dalam
tindakan pemberian pelayanan keperawatan, pemecahan masalah,
meningkatkan praktik, kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas kerja.
Menurut Swanburg (2010), supervisi dilakukan untuk mengontrol tingkat
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini memerlukan tindakan
koreksi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas, kebijakan
serta prosedur yang digunakan sebagai standar. Tindakan-tindakan perbaikan
dapat bersifat benar, disiplin atau mendidik. Tempat evaluasi saat melakukan
supervisi berada di lingkungan perawatan pasien dan pelaksana supervisi harus
menguasai struktur organisasi, uraian tugas, standar hasil kerja, metode penugasan
dan dapat mengobservasi staf yang sedang bekerja. Penilaian membuat perawat
mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis & Huston, 2010).

Menurut Suarli (2012), supervisor harus menyadari fungsinya sebagai berikut: (1)
Mengatur dan mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan
menyangkut pelaksana standar asuhan keperawatan yang telah disepakati. (2)
Menilai dalam memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian
asuhan keperawatan. (3) Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong
kearah peningkatan kualitas asuhan keperawatan. (4) Membantu (asistensing),
memberi dukungan (supporting) dan mengajak untuk diikutsertakan (sharing).

G. Model Supervisi
Menurut Suyanto (2008), beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam
kegiatan supervisi antara lain:
1. Model konvensional
Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan
kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk
mengoreksi kesalahan dan memata-matai staff dalam menjalankan tugas.
Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi
positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.
2. Model ilmiah
Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga
tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi
yang dilakukan dengan model ini memiliki karakteristik: a) dilakukan secara
berkesinambungan, b) dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar
supervisi yang baku, c) menggunakan data yang obyektif sehingga dapat
diberikan umpan balik dan bimbingan.
3. Model klinis
Supervisi ini bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam
mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan kinerjanya dalam
pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi yang dilakukan secara
sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh
seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.
4. Model artistik
Model ini dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa
aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan di
supervisi. Pendekatan interpersonal akan menciptakan hubungan saling
percaya sehingga hubungan antara perawat pelaksana dengan supervisor akan
terbuka yang mempermudah proses supervisi.
Beberapa model supervisi telah dikembangkan antara lain Model Proctor: model
ini mengembangkan bahwa seorang supervisor harus memenuhi tiga fungsi utama
utama yaitu: restoratif, formatif dan normative. Model ini yang memandu praktek
supervisi tidak boleh terlalu preskriptif, tetapi bertindak sebagai kerangka kerja
yang didukung oleh prinsip teori (Bush, 2005). Model lain adalah The CLEAR
(integratif) model menjelaskan tugas atau proses pengawasan meliputi beberapa
komponen yaitu kontrak, mendengarkan, mengeksplorasi, tindakan dan meninjau.
Komponen kontrak menggambarkan adanya proses sebelum pelaksanaan supervisi
melalui sesi negosiasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Komponen
mendengarkan meliputi adanya proses menjadi seorang pendengar yang aktif.
Komponen mengeksplorasi dilakukan dengan menggunakan pertanyaan untuk
mendapatkan informasi baru dalam kemajuan klinis. Komponen tindakan dan
meninjau dilakukan sebagai kegiatan terakhir. Dilakukan dengan proses
bimbingan secara bertahap berdasarkan teoritis. Supervisi yang dilakukan
berdasarkan kerangkan kerja yang bertujuan untuk pengembangan supervisees.
Supervisor harus menyadari elemen utama dalam model ini adalah: murah hati,
bermanfaat, bersikap terbuka, mau belajar, bijaksana dan pemikiran, manusiawi,
sensitive (Berggren & Severinsson, 2005).
Supervisi Keperawatan
Pilihan Jawaban
Tidak
Kadang-
No Pernyataan Selalu pernah
kadang
dilakukan dilakuka
dilakukan
n
Supervisor menetapkan kegiatan yang akan
1.
di supervisi
2. Supervisor menetapkan tujuan supervisi
Supervisor ikut dalam pendokumentasian
3. kegiatan pelayanan bersama-sama ketua
tim dan perawat pelaksana
Supervisor meneliti dokumentasi status
4.
klien
Supervisor mendapatkan hal-hal yang perlu
5.
di lakukan pembinaan
Supervisor memanggil ketua tim dan
6. perawat pelaksana yang perlu dilakukan
pembinaan
Supervisor mengklasifikasi permasalahan
7.
yang ada
Supervisor memberikan masukan pada
8.
ketua tim dan perawat pelaksana
9. Supervisor mengevaluasi hasil bimbingan
Supervisor memberikan reward atau umpan
10. balik kepada ketua tim dan perawat
pelaksana

DAFTAR PUSTAKA

Swanburg, R. C. (2010). Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan Untuk


Perawat Klinis. Jakarta: EGC

Suarli. (2012). Manajemen Keperawatan Dengan Aplikasi Pendekatan Praktis.


Jakarta: Erlangga
Banjarmasin, Januari 2020

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(........................................) (Misrah, S.Kep., Ns)

Anda mungkin juga menyukai