PENDAHULUAN
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak
daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak
pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka
kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu
sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada
penelitiannya di RSUP sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3%
penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu
semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala
dan 75% dari kehamilan cukup bulan.
Dilihat dari skala diatas bila masalah tersebut tidak teratasi maka
angka mortalitas bayi akan meningkat. Jumlah bayi yang cacat akan
meningkat dan tentu saja akan mempengaruhi masa depan anak tersebut.
Dampak lebih lanjut suatu negara akan kehilangan para penerus bangsa.
1
otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai
dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang
diakibatkan oleh berbagai penyebab.
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2
pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi
kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan
penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10
% kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. Sumber lain
menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di
atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak.
2
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Konsensus tentang definisi Cerebral palsy yang terbaru yaitu,
Cerebral palsy adalah suatu terminasi yang umum yang meliputi suatu
kelompok kelainan yang bersifat non-progresif, tetapi seringkali
berubah dan menampakkan sindrom kelainan gerakan sekunder,
sebagai akibat kerusakan atau anomali pada susunan saraf pusat diawal
perkembangan sel–sel motorik. (Kuban, 1994; Soetjiningsih, 1995;
Stanley, 2000).
Pada anak–anak, hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan
gangguan fungsi dapat berubah. Abnormalitas pada tonus motorik atau
gerakan yang terjadi pada beberapa minggu atau beberapa bulan
pertama kelahiran, secara teratur akan meningkat selama tahun pertama
kehidupan.
Namun setelah anak berusia lebih dari satu tahun, tonus motorik
menjadi berkurang, dimana kondisi ini terus berlanjut hingga akhirnya
ia didiagnosa menderita Cerebral palsy. (Kuban, 1994) Pada penelitian
yang dilakukan oleh Collaborative Perinatal Project menunjukkan
bahwa hingga mereka berusia 7 tahun, hampir dua pertiga dari anak–
anak yang mengalami diplegia spastik dan setengah dari anak– anak
yang mengalami Cerebral palsy pada ulang tahun pertama mereka,
tampak tumbuh normal atau tidak menunjukkan tanda–tanda Cerebral
palsy. Padahal dibalik itu semua, secara relatif tanda–tanda motorik
nonspesifik, seperti hipotonia, yang telah ada pada minggu–minggu
atau bulan–bulan pertama kehidupan, berkembang menjadi spastisitas
dan abnormalitas ekstrapiramidal, hingga mereka melalui usia satu atau
dua tahun. Anggapan bahwa myelinasi akson–akson dan pematangan
neuron dalam ganglia basalia, terjadi sebelum spastisitas, distonia dan
athetosis, dapat dibuktikan. Beberapa ahli menganjurkan bahwa
diagnosis definitif Cerebral palsy sebaiknya ditunda sampai anak
berusia dua tahun. Jika dokter melakukan diagnosis sebelum akhir
tahun pertama, maka selanjutnya diagnosa ini harus diberitahukan pada
keluarga penderita sebagai suatu diagnosis yang bersifat sementara.
5
(Kuban, 1994) Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasar
keterlibatan alat gerak atau ekstremitas (monoplegia, hemiplegia,
diplegia dan quadriplegia), dan karakteristik disfungsi neurologik
(spastik, hipotonik, distonik, athetonik atau campuran).
1. Pranatal
a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik,
kelainan kromosom (Soetjiningsih, 1995).
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson,
1994).
c. Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun
(Fletcher, 1993).
d. Infeksi intrauterin : TORCH dan sifilis.
e. Radiasi sewaktu masih dalam kandungan.
f. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia
maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu
hipertensi, dan lain – lain).
6
g. Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan,
rokok dan alkohol.
h. Induksi konsepsi. (Soetjiningsih, 1994).
i. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati,
riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau
lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental atau sensory
deficit). (Boosara,2004).
j. Toksemia gravidarum.
a. Inkompatibilitas Rh.
b. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian
pranatal pada salah satu bayi kembar (Soetjiningsih, 1994).
c. Maternal thyroid disorder.
d. Siklus menstruasi yang panjang.
e. Maternal mental retardation.
f. Maternal seizure disorder (Boosara, 2004).
2. Perinatal
a. Anoksia / hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah
brain injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya
anoksia. Hal initerdapat pada keadaan presentasi bayi
abnormal, disproporsi sefalo–servik, partus lama, plasenta
7
previa, infeksi plasenta, partusmenggunakan instrumen tertentu
dan lahir dengan seksio caesar.(Anonim. 2002).
1. Prematuritas
2. Berat badan lahir rendah
3. Postmaturitas
4. Primipara
5. Antenatal care
6. Hiperbilirubinemia
Bentuk Cerebral Palsy yang sering terjadi adalah
athetosis, hal ini disebabkan karena frekuensi yang tinggi pada
anak–anak yang lahir dengan mengalami hiperbilirubinemia
tanpa mendapatkan terapi yang diperlukan untuk mencegah
peningkatan konsentrasi unconjugatedbilirubin. Gejala–gejala
kernikterus yang terdapat pada bayi yang mengalami jaundice
biasanya tampak setelah hari kedua dan ketiga kelahiran. Anak
menjadi lesu dan tidak dapat menyusu dengan baik.
Kadangkala juga terjadi demam dan tangisan menjadi lemah.
Sulitmendapatkan Reflek Moro dan tendon pada mereka, dan
gerakan otot secara umum menjadi berkurang. Setelah
beberapa minggu, tonus meningkat dan anak tampak
mengekstensikan punggung dengan opisthotonus dan diikuti
dengan ekstensi ektremitas. (Swaiman, 1998).
8
1. Status gizi ibu saat hamil
2. Bayi kembar (Soetjiningsih, 1995)
3. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan
kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya
bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah. (Soetjiningsih, 1995).
4. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat
atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan
gejala sisa berupa CP. (Soetjiningsih, 1995).
5. Kelahiran sungsang
6. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam
dan kala II lebih dari 1 jam. Pada primigravida biasanya
kala I sekitar 13 jam dan kala II sekitar 1,5 jam.
Sedangkan pada multigravida, kala I : 7 jam dan kala II :
1/5 jam. Persalinan yang sukar dan lama meningkatkan
risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin.
(Wiknjosastro, 2002).
9
f. Malnutrisi (Eve, et,al., 1982)
1. Spastik
a. Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami
spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas
atas.
b. Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada
prematuritas. Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang
traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi
tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal.
c. Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang
biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang
lengan pada salah satu sisi tubuh.
d. Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas.
Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah
satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
e. Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi
juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity)
pada tungkai.
2. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan
dengannya. Pada CP tipe ini terjadi abnormalitas bentuk postur
tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas gerakan. Otak
mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga gerakan–
10
gerakan yang dihasilkan mengalami kekuatan, irama dan akurasi
yang abnormal.
b. Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan
involunter, tidak terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala
melakukan gerakan stereotype.
c. Atonik
Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas
dan kelemahan pada kaki. Walaupun mengalami hipotonik
11
namun lengan dapat menghasilkan gerakan yang mendekati
kekuatan dan koordinasi normal.
d. Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan
ektrapiramidal, seringkali ditemukan adanya komponen
ataksia.
a. Level 1 (ringan)
Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak
memerlukan pengawasan orangtua, cara berjalan cukup stabil,
dapat bersekolah biasa, aktifitas kehidupan sehari–hari 100 %
dapat dilakukan sendiri.
b. Level 2 (sedang)
Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk
ambulasi ialah brace, tripod atau tongkat ketiak. Kaki / tungkai
masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat badan.
Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan
sendiri dan dapat bersekolah.
c. Level 3 (berat)
Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk,
merangkak atau mengesot, dapat bergaul dengan teman–
temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa
keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu
bantuan, tetapi masih dapat bersekolah. Alat ambulasi yang
tepat ialah kursi roda.
d. Level 4 (berat sekali)
Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki,
kebutuhan hidup yang vital (makan dan minum) tergantung
12
pada orang lain. Tidak dapat berkomunikasi, tidak dapat
ambulasi, kontak kejiwaan dan rasa keindahan tidak ada.
13
1. Gangguan pada otot yaitu kaku / terlalu lemah.
2. Kurangnya koordinasi otot(ataksia)
3. Getaran atau gerakan tidak sadar
4. Gerakan lambat
5. Lebih menyukai menggunakan sisi tubuh seperti
menyeret kakinya saat merangkak
6. Kesulitan berjalan seperti berjalan kaki atau gaya
berjalan jongkok
7. Kesulitan menelan atau kesulitan menghisap
makanan
8. Penundaan dalam perkembangan bicara atau
kesulitan bicara.
14
c. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada
golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun tidak.
d. Foto rontgent kepala.
e. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan
yang dibutuhkan.
f. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari
retardasi mental.
2.1.6 Penatalaksanaan Cerebral Plasy
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada
keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim
antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter
THT,ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist,
pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang
tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah
kontraktur perlu dipehatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau
tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal
dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas,
dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang
untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik
dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang
berlebihan.
d. Obat-obatan
Tidak ada obat untuk cerebral palsy tetapi pelatihan otot awal dan
latihan khusus dapat bermanfaat dimulai sebelum anak
mengembangkan kebisaan yang salah dan pola otot yang salah.
Pencegahan komplikasi dan membantu individu untk menjalankan
15
kehidupan sepenuhnya, hanya dibatasi oleh ggn otot dan ggn
sensori (Wilson 2007 ).
e. Keperawatan
Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada
umumnya dijumpai adanya gangguan pergerakan sampai retardasi
mental, dan seberapa besarnya gangguan yang terjadi bergantung
pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Dewasa ini
gangguan dari pertumbuhan atau perkembangan janin dirumah-
rumah bersalin yang telah maju sudah dapat dideteksi sejak dini
bila kehamilan dianggap berisiko. Juga ramalan mengenai ramalan
bayi dapat diduga bila mengetahui keadaan pada saat perinatal
(lihat penyebab). Selain itu setelah diketahui dari patologi anatomi
palsy cerebal bahwa gejala dini ini dapat terlihat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir, sebenarnya beratnya gejala sisa mungkin
dapat dikurangin jika dilakukan tindakan lebih dini. Disinilah
peranan perawat dapat ikut mencegah kelainan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah:
a. Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang
berisiko (baca status bayi secera cermat mengenai riwayat
kehamilan/kelahirannya). Jika dijumpai adanya kejang atau
sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan
semestinya.
b. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan
pada otak walaupun selama diruang perawatan tidak terjadi
kelainan agar dipesankan pada orang tua atau ibunya jika
melihat sikap bayi yang tidak normal supaya segera dibawa
konsultasi kedokter.
16
b. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping
disebabkan karena kelumpuhan hemiplegia.
c. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat
mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu
berbaring di tempat tidur.
d. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
e. Gangguan mental. Anak Cerebral Palsy tidak semua tergangu
kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada
taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi
mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara
tidak wajar.
17
Di klasifikasikan sbg primer & sekunder
Primer : idiopati ( penyebab tidak spesifik).
Sekunder: (oleh kompresi pembuluh darah pada percabangan kecil
arteri terjadi di dekat .
Meskipun beberapa hipotesis telah dikemukakan, penyebab
neuralgia trigeminal belum dijelaskan secara penuh dalam literatur.
Bagi sebagian besar pasien, penyebabnya tidak diketahui. Penyebab
dilaporkan yang paling umum dari akar saraf. kompresi mekanik dari
saraf trigeminal dapat terjadi sebagai saraf meninggalkan pons dan
melintasi ruang subarachnoid menuju gua Meckel. Paling umum, saraf
dikompresi oleh arteri utama, biasanya arteri cerebellar superior. Ketika
rasa sakit dirasakan di divisi kedua atau ketiga dari saraf trigeminal,
temuan biasa adalah kompresi dari bagian rostral dan anterior saraf oleh
arteri cerebellar superior, jika sakit yang dirasakan dalam distribusi
divisi ophthalmic, yang biasa temuan adalah kompresi saraf oleh
anterior arteri cerebellar inferior. Selain itu, telah mendalilkan bahwa
kompresi saraf trigeminal oleh tumor dan pembuluh darah lainnya dapat
menyebabkan gangguan.
18
Ini adalah hipotesis bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh
fokus abses dan resorpsi tulang dengan iritasi saraf trigeminal di rahang
atau mandibula. Virus varicella, yang menyebabkan herpes zoster,
kadang-kadang juga menyebabkan rasa sakit di daerah trigeminal yang
sangat sulit untuk mengobati.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara
sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang
bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan
19
akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau
pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.
Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia
lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang
cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat
lamanya nyeri ini.
20
akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus
trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia
Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri "salah tempat" yang
melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut. Mengapa terjadi
perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa
mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah
dengan beberapa faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan
sebagainya. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter
besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um
saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus,
ataupun vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara
benar, keluhan akan hilang.
21
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik Trigeminal Neuralgia
a. Terapi Farmakologi
22
( EuropeanFederation of Neurological Society ) disarankan
terapai neuralgia trigeminaldengan carbamazepin ( 200-1200
mg sehari ) dan oxcarbamazepin
Karbamazepine
23
atau mulai timbulefek samping. Selama periode remisi dosis dapat
dikurangi secara bertahap.Karbamazepine dapat dikombinasi dengan
fenitoin atau baklofen bila nyerimembandel, atau diubah ke
oxykarbazepine.
Oxykarbamazepin
Lamotrigine
24
terapi 4 - 8 minggu. Dapat jugaterjadi kelainan berupa deskuamasi
atau terkait gejala parah demam ataulimfadenopati indikasi Stevens -
Johnson sindrom yang membutuhkan penghentian segera.
Phenitoin
Baklofen
Gabapentin
25
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama
efektifnyadengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih
sedikit. Dosis awal biasanya3x300 mg/hari dan ditambah hingga
dosis maksimal. Reaksi merugikan palingsering adalah somnolen,
ataksia, Fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian
secara cepat harus dihindari.
b. Terapi Pembedahan
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
NOC
Domain : II- physiologic Health
Classes : K. Digestion & Nutrition
Outcomes : 1008 Nutritional status : food and fluid intake
NIC
Domain : 1. Physiological: Basic
Classes : D. Nutrition Support
Interventions : 1030 Eating Disorders Management
Intervensi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
2. Monitor adanya penurunan berat badan dan gula darah
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Monitor intake dan output cairan
5. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan
27
6. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papila lidah dan cavitas oral
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour
Classes : Q – Health Behavior
Outcomes : 1616Body Mechanics Performance
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : O. Behaviour Therapy
Interventions : 4310 Activity Therapy
Intervensi :
1. Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan
tertentu
2. Berkolaborasi dengan okupasi terapis, fisik, atau rekreasi dalam
perencanaan dan monitoring program kegiatan
3. Membantu pasien untuk memilih kegiatan dan tujuan prestasi bagi
kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
4. Membantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi cacat di tingkat
aktivitas
5. Mendorong keterlibatan dalam kegiatan kelompok atau terapi
6. Memberikan aktivitas motorik untuk meredakan ketegangan otot
7. Membantu pasien dan keluarga untuk memantau kemajuan sendiri
terhadap pencapaian tujuan
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour
Classes : Q – Health Behavior
Outcomes : 1616 Body Mechanics Performance
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien tidak
mengalami trauma dengan kriteria hasil:
1. Tidak ditemukan adanya keseleo
2. Tidak adanya mobilitas gangguan pada otot
28
3. Pasien terbebas dari trauma fisik
NIC
Domain : 4. Safety
Classes : V. Risk management
Interventions : 6486 Environmental Management : Safety
Intervensi :
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu.
2. Menghindari lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
3. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
4. Menempatkan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Memindahkan barang – barang yang dapat membahayakan
6. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
NOC
Domain : II- Physiologic Health
Classes : E – Cardiopulmonary
Outcomes : 0406 Tissue Perfusion: Cerebral
NIC
Domain : 4. Safety
Classes : V. Risk Management
Interventions : 6680 Vital Signs Monitoring
Intervensi :
1. Pantau tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
2. Pantau tekanan darah setelah pasien telah mengambil obat
3. Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan sebelum, selama dan setelah
aktivitas
4. Memantau warna kulit, suhu, dan kelembaban
5. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
29
6. Monitor level kebingungan dan orientasi
7. Monitor tonus otot pergerakan
8. Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
9. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behavior
Classes : S. Health Knowledge
Outcomes : 1803 Knowledge: Disease Process
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : S. Patient Education
Interventions : 5510 Health Education
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaiman hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat
4. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
5. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
6. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
NOC
Domain : II- Physiologic Health
Classes : J. Neurocognitive
30
Outcomes : 0903 Communication: Expressive
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : Q. Communication Enhancement
Interventions : 4976Communication Enhancement: Speech Deficit
NOC
Outcomes : 0909 Pain control
31
2.Mengontrol nyeri
3.Mengenal serangan nyeri
NIC
Interventions : pain management 1400
Intervensi :
7. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman
nyeri dan menyampaikan penerimaan respon pasien terhadap nyeri
8. Menggunakan langkah-langkah pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
parah
9. Memonitor kepuasan pasien dengan managemen nyeri pada selang waktu
tertentu
10. Menentukan frekuensi yang diperlukan untuk membuat penilaian
kenyamanan pasien dan melaksanakan rencana monitoring
11. Memberi informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berlangsung, dan ketidaknyamanan diantisipasi dari prosedur
12. Berkolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih
dan menerapkan langkah-langkah nyeri non farmakologi yang sesuai
13. Prosedur penggunaan analgesik yang digunakan jika sesuai
14. Melibatkan keluarga dalam penanganan nyeri jika memungkinkan
15. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
NOC
Outcomes : nutritional status : food and fluid intake (1008)
32
3. Diagnosa : kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi (00126)
NOC
Outcomes : knowledge : health promotion (1823)
NIC
Interventions : health education 5510
Intervensi :
7. Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam menjelaskan
keyakinan kesehatan dan nilai-nilai.
8. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang
tidak sehat atau mengambil risiko dari pada memberi saran untuk
menghindari atau mengubah perilaku
9. Mengidentifikasi faktor internal atau eksternal yang dapat meningkatkan
atau mengurangi
10. Menghindari penggunaan rasa takut sebagai strategi untuk memotivasi
11. Mengidentifikasi sumber daya (misal uang)
NOC
Outcomes : anxiety self-control (1400)
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam kecemasan klien hilang atau berkurang dengan
kriteria hasil :
8. intensitas cemas berkurang
9. Menggunakan stategi koping yang efektif
10. Cemas berkurang
11. Durasi episode termonitor
12. Memonitor manifestasi fisik dari kecemasan
NIC
Interventions : anxiety reduction 5820
Intervensi :
10. Menjelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang mungkin mungkin
dialami selama prosedur
11. Berusaha untuk memahami perspectif pasien dari situasi stress
33
12. Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
13. Mendorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan
14. Memberi aktivitas pengalihan untuk mengurangi ketegangan
15. Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
16. Mendukung penggunaan mekaniisme pertahanan yang tepat
17. Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien
18. Anjurkan pasien pada penggunaan teknik relaksasi
19. Memberi obat untuk mengurangi kecemasan yang sesuia
20. Kaji tanda-tanda verbal dan nonverbal kecemasan
34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
36