Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatitis adalah peradangan hati yang dapat disebabkan oleh virus, toksin, atau
kimia (termasuk obat). Ada beberapa tipe hepatitis seperti akut, kronis, fulminant, dan
alkoholik. Hepatitis karena virus dapat menyebabkan peradangan pada hepar dengan gejala
klinik berupa penyakit kuning yang akut disertai malaise, mual dan muntah, serta dapat pula
disertai peningkatan suhu badan (Black & Hawks, 2014)
Penyakit hepatitis merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati diseluruh
dunia termasuk di Indonesia, yang terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E. Sering muncul
sebagai kejadian luar biasa. Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 miliyar orang di
dunia, sekitar 240 juta orang diantaranya menjadi pengindap hepatitis B kronik, sedangkan
untuk penderita hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5 juta
penduduk di dunia meninggal setiap tahunnya karena penyakit ini. Penyakit ini sangat
berbahaya bagi kehidupan, ditularkan secara fecal oral dan biasanya berhubungan dengan
perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik. Infeksi virus
hepatitis bisa berkembang menjadi sirosis atau pengerasan hati bahkan kanker hati. Sebagai
contoh Hepatitis B, C dan D (jarang) ditularkan secara parenteral, dapat menjadi kronis dan
menimbulkan cirrhosis dan lalu kanker hati.
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes RI tahun 2015 penyakit
hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia, yang
terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E, sering muncul sebagai kejadian luar
biasa, ditularkan secara fekal oral dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat, bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik. Sedangkan Hepatitis B, C dan D
(jarang) ditularkan secara parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan
lalu kanker hati. Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar
240 juta orang diantaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik, sedangkan untuk penderita
Hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Terdapat 1,2 % penduduk di
Indonesia mengidap penyakit hepatitis dan kondisi ini meningkat 2 kali lipat dibandingkan
tahun 2007 yaitu sekitar 0,6 %.
Pada umumnya klien yang menderita penyakit hepatitis ini mengalami Anoreksia atau
penurunan nafsu makan dimana gejala ini diperkirakan terjadi akibat pelepasan toksin oleh
hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi produk yang abnormal sehingga klien ini
haruslah mendapatkan nutrisi yang cukup agar dapat memproduksi enegi metabolik
sehingga klien tidak mudah lelah. Secara khusus terapi nutrisi yang didesain dapat diberikan
melalui rute parenteral atau enteral bila penggunaan standar diet melalui rute oral tidak
adekuat atau tidak mungkin untuk mencegah/memperbaiki malnutrisi protein-kalori. Nutrisi
2

enteral lebih ditujukan pada pasien yang mempunyai fungsi GI tetapi tidak mampu
mengkonsumsi masukan nasogastrik. Nutrisi parenteral dapat dipilih karena status
perubahan metabolik atau bila abnormalitas mekanik atau fungsi dari saluran gastrointestinal
mencegah pemberian makan enteral. Asam amino, karbohidrat, elemen renik, vitamin dan
elektrolit dapat diinfuskan melalui vena sentral atau perifer.
Pentingnya mengetahui penyebab hepatitis bagi klien adalah apabila ada anggota
keluarga menderita penyakit yang sama, supaya anggota keluarga dan klien siap
menghadapi resiko terburuk dari penyakit hepatitis beserta komplikasinya sehingga
penderita mampu menyiapkan diri dengan pencegahan dan pengobatan yaitu: penyediaan
makanan dan air bersih yang aman, sistem pembuangan sampah yang efektif, perhatikan
hygiene secara umum, mencuci tangan, pemakaian kateter, jarum suntik dan spuit sekali
pakai serta selalu menjaga kondisi tubuh dengan sebaik-baiknya. Apabila hal ini tidak
dilakukan dengan benar dan teratur berarti keluarga dan penderita harus siap menerima
resiko komplikasi lainnya dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan memerlukan asuhan keperawatan yang
tepat, disamping itu juga memerlukan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, sehingga akibat dan komplikasi dapat dihindari seperti
memberi penjelasan tentang Hepatitis antara lain: penyebab, tanda dan gejala, pengobatan,
perawatan, penularan dan akibat yang didapat kalau pengobatan tidak dilakukan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menguasai tentang penyakit hepatitis
beserta penjelasan lengkapnya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami apa definisi dari penyakit hepatitis
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari penyakit hepatitis
3. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis penyakit hepatitis
4. Mahasiswa mampu memahami patogenesis dari penyakit hepatitis
5. Mahasiswa mampu memahami analisa data dari penyakit hepatitis
6. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan yang muncul pada
penyakit hepatitis
7. Mahasiswa mampu memahami rencana intervensi keperawatan pada penyakit
hepatitis

1.3 Manfaat
Sebagai bahan refrensi dan masukan untuk melaukan tindakan keperawatan
pada pasien hepatitis.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Hepatitis

Gambar 2.1 Anatomi Hepar

Hepatitis yang disebabkan oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe
hepatitis yang tidak disebabkan oleh virus biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat kimia
atau obat, seperti karbon tetraklorida, jamur dan racun. (Abdurahmat, 2010: 153)
Hepatitis adalah peradangan hati yang dapat disebabkan oleh virus, toksin, atau
kimia (termasuk obat). Ada beberapa tipe hepatitis seperti akut, kronis, fulminant, dan
alkoholik. Hepatitis karena virus dapat menyebabkan peradangan pada hepar dengan gejala
klinik berupa penyakit kuning yang akut disertai malaise, mual dan muntah, serta dapat pula
disertai peningkatan suhu badan (Black & Hawks, 2014)

2.2 Etiologi

Gambar 2.2 Virus Hepatitis


4

2.2.1 Hepatitis A
Hepatitis A pada umumnya dapat di tulari melalui mulut, misalnya melalaui
gelas atau sendok bekas yang di pakai penderita hepatitis A. Kadang-kadang dapat
juga melalui keringat penderita atau melalui jarum suntik bekas yang di pakai pada
penderita pengindap hepatitis A. (Donna Jackson, 2014)

2.2.2 Hepatitis B
Hepatitis B dipancarkan via rute perkutan, sering karena kontak seksual,
penggunaan obat IV, penularan dari ibu ke anak atau mungkin transfusi darah. Dapat
dicegah dengan vaksin. (Donna Jackson, 2014)

2.2.3 Hepatitis C
Penularan hepatitis C pada orang dewasa bisa terjadi melalui kontak seksual
dan bisa pula melalui makanan dan minuman, suntikan ataupun transfusi darah.
Virus hepatitis C juga berbahaya karena sebagian besar penyakit Hepatitis C dapat
berkembang menjadi kronis/menahun dan menjadi pengidap yang selanjutnya akan
menjadi sumber infeksi bagi orang sekitarnya. (Donna Jackson, 2014)

2.2.4 Hepatitis D
Hepatitis D diduga penularannya melalui darah.ko-infeksi hanya dengan
hepatitis B, saat ini tidak ada vaksin untuk yang tersedia untuk hepatitis D. (Donna
Jackson, 2014)

2.2.5 Hepatitis E
Hepatitis e diduga penularannya melalui mulut, tetapi belum ada penelitian
yang lebih mendalam. (Donna Jackson, 2014)

2.3 Jenis-jenis Hepatitis

Gambar 2.3 Jenis Virus Hepatitis


5

2.3.1 Hepatitis A
Hepatitis A (HAV) dahulu disebut hepatitis infeksius. Penyakit ini ditularkan
terutama melalui kontaminasi oral-fekal akibat hygiene yang buruk atau makanan
yang tercemar. Individu yang tinggal di tempat-tempat yang padat yang hygienenya
mungkin tidak adekuat, misalnya pusat penitipan anak, rumah sakit jiwa, penjara dan
penampungan gelandangan, resiko mengindap penyakit ini. Virus kadang-kadang
ditularkan melalui darah. Dibeberapa negara, infeksi HAV tersebar endemik. (Donna
Jackson, 2014)

2.3.2 Hepatitis B
Hepatitis B (HBV) kadang-kadang disebut hepatitis serum. Penyakit ini
bersifat serius yang tersebar diseluruh dunia, dengan penderita infeksi kronis lebih
dari 300 juta orang. Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA untai ganda yang
disebut partikel dane. Virus ini memiliki sejumlah antigen inti dan antigen permukaan
yang telah diketahui secara rinci dan dapat di identifikasi dari sampel darah
pemeriksaan lab. Antigen virus yang biasanya terukur pertama kali dari suatu sampel
darah adalah antigen permukaan diselubung virus yang disebut HbsAg pada infeksi
primer. (Donna Jackson, 2014)
Pada hepatitis B, sel hati mengalami kerusakan akibat respons imun terhadap
antigen ini. Gangguan hanya dapat terjadi pada beberapa bagian dari hati. Hati
menunjukkan bukti cedera dan parut, regenerasi dan proliferasi sel yang mengalami
inflamasi. Selama periode prodroal, pasien yang mengindap HBV dapat mengalami
manifestasi yang diperantarai imun seperti urtikaria dan ruam lain, artralgia, penyakit
serum atau glomerulonefritis. (Donna Jackson, 2014)

2.3.3 Hepatitis C
Hepatitis C (HCV) dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan
penyebab utama hepatitis kronis, sirosis dan kanker hati di seluruh dunia. Penyakit ini
ditularkan melalui darah dan cairan tubuh yang terinfeksi. Pengguna narkoba suntik
merupakan faktor resiko utama untuk infeksi HCV, bertanggung jawab untuk
setengah dari total semua infeksi baru. Hepatitis C akut biasanya bersifat
asimtomatik, jika terjadi gejala sering kali ringan dan tidak spesifik. (Donna Jackson,
2014)

2.3.4 Hepatitis D
Hepatitis D (HDV) Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi
HBV bertambah parah. Infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu
yang mengedap infeksi kronik HBV jadi dapat menyebabkan infeksi hanya bila
6

individu telah mempunyai HBV dan darah infeksius melalui infeksi HDV. Populasi
yang sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, hemofili, resipien transfusi darah
multipel (infeksi hanya individu yang telah mempunyai HBV). Masa inkubasinya
belum diketahui secara pasti. HDV ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis
fulminan, kegagalan hati dan kematian. (Donna Jackson, 2014)

2.3.5 Hepatitis E
Hepatitis E (HEV) Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan
melalui ingeti air yang tercemar. Populasi yang paling sering terinfeksi adalah orang
yang hidup pada atau perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko dimana
sanitasi buruk dan paling sering pada dewasa muda hingga pertengahan. (Donna
Jackson, 2014)

Tabel 2.1 Jenis Hepatitis

TEMUAN
JENIS PENULARAN PROGNOSIS
LABORATORIUM

Antibody hepatitis A:
Biasanya sembuh
HEPATITIS A Oral atau fekal IgM (stadium dini),
sendiri
IgG(stadium lanjut)

Antigen permukaan
hepatitis B (HbsAg)
Ditularkan melalui
Biasanya sembuh dan antigen
darah, khususnya
sendiri.10% inti(HbeAg) yang
dari ibu ke anak.
HEPATITIS B diantaranya dapat diikuti dengan
Juga ditularkan
menjadi hepatitis B antibody terhadap
melalui hubungan
kronis atau fulminan antigen permukaan
seksual
hepatits B dan antigen
inti

Ditularkan melalui
darah (angkat
50% dapat menjadi
HEPATITIS C penularan melalui Antibody hepatitis C
infeksi kronis
hubungan kelamin
rendah)
7

Ditularkan melalui Meningkatkan


darah.ko-infeksi kemungkinan Antigen hepatitis D,
HEPATITIS D
hanya dengan perburukan hepatitis antibody hepatitis D
hepatitis B B
Biasanya sembuh
sendiri, tetapi
Air tercemar, oral Pengukuran virus
HEPATITIS E menimbulkan angka
atau fekal hepatitis E
kematian tinggi pada
wanita hamil

2.4 Patogenesis
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh reaksi toksik
terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia serta infeksi virus melalui cairan tubuh seperti
darah, saliva, semen dan cairan vagina. Setelah virus hepatitis sampai di tubuh melalui
peredaran darah akan menyerang hati dan akan menyebabkan peradangan atau inflamasi
pada hepar sehingga menyebabkan kerusakan hati di lobulus dan generasi sel, nekrosis
parenkim hati dan menyebabkan penurunan fungsi sel hati sehingga mempengaruhi
kekebalan tubuh, adanya reaksi antara antigen antibodi menimbulkan respon imun seperti
demam sehingga timbul hipertermi, respon imun yang timbul kemudian mendukung respon
peradangan.
Perangsangan komponen dan lisis sel serta serangan antibody langsung terhadap
antigen-antigen virus menyebabkan degenerasi sel-sel yang terinfeksi sehingga hati menjadi
edematosa (hepatomegali). Terjadinya hepatomegali menimbulkan keluhan seperti nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, nyeri pada epigastrium, nyeri di hulu hati sehingga
menimbulkan perubahan kenyamanan dan perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan, pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat dan disertai dengan hipermetabolik
sehingga akan menimbulkan keletihan.
Akibat lain dari hepatomegali yaitu muncul blokir drainase hepar yang menyebabkan
stasis empedu dan empedu tetap menkonjugasikan bilirubin, tetapi bilirubin tidak dapat
mencapai usus halus sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan ekskresi urobilinogen di
tinja sehingga tinja berwarna gelap. Bilirubin terkonjugasi tersebut akan masuk kealiran
darah sehingga terjadi kelebihan bilirubin dalam darah yang akan menyebabkan terjadinya
ikterus pada sclera mata, kulit dan membran mukosa lainnya sehingga menimbulkan
kerusakan integritas jaringan. Pada kulit biasanya menyebabkan terjadinya pruritus yang
akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit sebagian besar dari bilirubin
terkonjugasi tersebut akan diekresikan melalui ginjal sehinga warana urin menjadi berwarna
sangat gelap. (Aziz alimul, 2009)
8

2.5 Manifestasi Klinis Hepatitis

Gambar 2.4 Manifestasi Klinis Hepatitis

2.5.1 Hepatitis Akut


1. Tidak enak badan
2. Mual dan muntah
3. Diare atau sembelit
4. Demam tingkat rendah
5. Urin berwarna gelap karena perubahan pada fungsi hati

Gambar 2.5 Perbedaan Urin Penderita Penyakit Hepatitis

Jaundice terjadi karena terlalu banyak bilirubin (pigmen warna kuning) dalam
darah. Bilirubin terbentuk ketika sel darah merah didaur ulang. Bilirubin dibawa
darah ke hati, kemudian masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan dan
terbuang melalui tinja. Penderita kerusakan hati, bilirubin tidak bisa dipindahkan
melalui hati sehingga menumpuk di darah dan tersimpan di kulit dan mata,
mengakibatkan warna kuning pada kulit dan mata.
9

Jaundice tidak terbatas pada warna kuning di kulit saja, yang bisa menjadi
masalah bagi orang Asia yang berwarna kulit kuning. Penderita jaundice juga
mengalami gejala seperti urin berwarna gelap dan tinja berwarna pucat. Hal ini
karena bilirubin tidak bisa sampai ke tinja dan terbuang melalui urine.
6. Ikterik, Jaundice

Gambar 2.6 Ikterik dan Jaundice

Ikterik/Ikterus adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan


menguningnya kulit dan sklera (bagian putih pada bola mata). Ikterus terjadi
ketika ada kadar bilirubin yang berlebihan yang dihasilkan oleh hati ketika
mengeluarkan bilirubin tersebut dari dalam darah atau ketika terjadi kerusakan
hati yang mencegah pembuangan bilirubin dari dalam darah. Penyebab lain dari
ikterus adalah tersumbatnya saluran empedu, yang menurunkan aliran empedu
dan bilirubin dari hati kedalam usus.
7. Kelembekan pada abdomen kanan yang lebih atas
8. Hepatomegaly

Gambar 2.7 Pembesaran pada Hepar


10

Pembesaran ukuran organ hati. Kondisi ini umumnya terjadi karena adanya
penyakit pada organ hati, salah satunya adalah hepatitis.

2.5.2 Hepatitis Kronis


1. Asimtomatik dengan kenaikan enzim liver
2. Gejala-gejala seperti pada hepatitis akut
3. Sirosis karena perubahan fungsi hati

Gambar 2.8 Perbedaan Hati yang Normal dengan Sirosis

Sirosis hati adalah jenjang akhir dari proses fibrosis hati, yang
merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya
penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati akan
kehilangan fungsinya.
4. Asites karena berkurangnya fungsi liver, hipertensi portal meningkat

Gambar 2.9 Asites

Asites adalah penimbunan cairan dalam rongga perut atau peritoneum


yang tidak normal, umumnya diakibatkan penyakit seperti sirosis, kanker, dan
gagal jantung. Cairan asites yang berwarna kuning dan bening ini memenuhi
rongga perut yang berada tepat di bawah diafragma, di bawah rongga dada.
11

5. Perdarahan dari varises esophageal

Gambar 2.10 Varises Esofagus

Varises esofagus adalah pembengkakan pembuluh darah yang


abnormal pada esofagus – tabung yang menghubungkan kerongkongan dengan
lambung. Kondisi ini paling umum terjadi pada orang dengan penyakit hati.
Varises esofagus terjadi saat aliran darah normal menuju hati tersumbat oleh
penggumpalan atau jaringan luka pada hati.
6. Encephalopathy karena menurunnya fungsi hati

Gambar 2.11 Encephalopathy

Hati berfungsi untuk menetralisir zat-zat berbahaya yang masuk ketubuh.


Saat hati memiliki masalah, zat beracun yang biasanya dinetralisir oleh hati
akan menumpuk dan berputar-putar dalam sirkulasi darah. Penumpukan zat-
zat racun yang berputar dalam sirkulasi darah akan masuk ke otak dan
kemudian mengganggu fungsi normal otak. Ensefalopati hepatika dapat
disebabkan oleh kondisi hati kronis seperti infeksi yang menyebabkan Hepatitis
dan overdosis obat.
12

7. Splenomegali

Gambar 2.12 Splenomegali

Splenomegali adalah pembesaran limpa, keadaaan ini biasanya terjadi


akibat proliferasi limfosit dalam limpa karena infeksi di tempat lain tubuh.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Tes fungsi hati
Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pasien untuk
mengecek kinerja hati. Pada tes fungsi hati, kandungan enzim hati dalam darah,
yaitu enzim aspartat aminotransferase dan alanin aminotransferase (AST/SGOT
dan ALT/SGPT), akan diukur. Dalam kondisi normal, kedua enzim tersebut
terdapat di dalam hati. Jika hati mengalami kerusakan akibat peradangan, kedua
enzim tersebut akan tersebar dalam darah sehingga naik kadarnya. Meski
demikian, perlu diingat bahwa tes fungsi hati tidak spesifik untuk menentukan
penyebab hepatitis.
2. Tes antibodi virus hepatitis
Tes ini berfungsi untuk menentukan keberadaan antibodi yang spesifik untuk
virus HAV, HBV, dan HCV. Pada saat seseorang terkena hepatitis akut, tubuh
akan membentuk antibodi spesifik guna memusnahkan virus yang menyerang
tubuh. Antibodi dapat terbentuk beberapa minggu setelah seseorang terkena
infeksi virus hepatitis. Antibodi yang dapat terdeteksi pada penderita hepatitis
akut, antara lain adalah:
a. Antibodi terhadap hepatitis A (anti HAV).
1. Antibodi IgM anti-HAV menunjukan bahwa infeksi hepatitis A baru terjadi
belakangan ini. Antibodi IgM anti-HAV umumnya dapat terdeteksi dalam
darah kurang lebih 2 minggu setelah kontak pertama dengan HAV.
Antibodi jenis ini akan menghilang setelah 3 – 12 bulan setelah infeksi.
13

2. Antibodi IgG anti-HAV menunjukan bahwa Anda pernah terjangkit infeksi


virus hepatitis A. Antibodi IgG anti-HAV akan muncul 8 – 12 bulan setelah
kontak pertama infeksi dan akan
b. Antibodi terhadap hepatitis B (anti HBV).
1. Anti-hepatitis B core (anti-HBc), IgM
 Mendeteksi hanya antibodi IgM pada antigen hepatitis B core
 Digunakan untuk mendeteksi infeksi akut; kadang hadir juga di infeksi
kronis
2. Hepatitis B e-antigen (HBeAG)
 Mendeteksi protein yang diproduksi dan dilepas ke dalam darah
 Sering digunakan sebagai penanda kemampuan untuk menyebarkan
virus ke orang lain (infektivitas), digunakan juga untuk mengawasi
efektivitas terapi. Akan tetapi, ada beberapa tipe (strain) HBV yang
tidak memproduksi e-antigen.
3. Anti-hepatitis B e antibody (Anti-HBe)
 Mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh tubuh sebagai respon
terhadap antigen “e” hepatitis B
 Digunakan untuk mengawasi infeksi akut pada pasien yang telah pulih
dari infeksi HBV akut; anti-HBe akan hadi berbarengan dengan anti-
HBc dan anti-HBs
4. Hepatitis B viral DNA
 Mendeteksi materi geneti HBV dalam darah
 Hasil tes positif mengindikasikan bahwa virus tersebut berkembang
biak dalam tubuh dan pasien yang terjangkit tersebut rentan dalam
menularkan infeksi. Tes ini sering digunakan untuk mengawasi
efektivitas dari terapi antiviral pada orang-orang dengan infeksi HBV
kronis
5. Hepatitis B virus resistance mutations
 Mendeteksi mutasi dalam virus yang menyebabkan infeksi pada
seseorang yang mengakibatkan virus menjadi kebal obat (reverse
transcriptase inhibitors)
 Membantu untuk memilih terapi yang dinilai sesuai, terutama pada
orang-orang yang sebelumnya sudah pernah menjalankan terapi atau
yang tidak memberikan respon terhadap terapi
c. Antibodi terhadap hepatitis C (anti HCV).
1. Tes antibodi hepatitis C
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi antibodi (kekebalan tubuh) yang
dihasilkan tubuh untuk melawan virus. Bila positif, perlu dilakukan
14

pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah penyakit hepatitis C


menjadi kronis atau tidak. Pemeriksaan antibodi hepatitis C akan tetap
positif walaupun seseorang sudah sembuh dari hepatitis C.
2. Tes genetik virus (HCV RNA)
Jika tes ini menunjukkan hasil positif, artinya tubuh gagal membunuh
virus tersebut, dan hepatitis C sudah berkembang menjadi kronis. Tes ini
juga dapat menentukan respon pengobatan.
d. Antibodi terhadap hepatitis C (anti HCV).
Jika ditemukan antibodi anti-hepatitis D (IgM dan IgG anti-HDV), maka
pasien positif menderita hepatitis D. Selain antibody, dapat diperiksa
banyaknya virus dalam darah (viral load) untuk hepatitis D yaitu HDV RNA.
Namun pemeriksaan ini masih jarang tersedia. Perlu diingat bahwa infeksi
HDV hanya bisa terjadi bersamaan atau setelah terjadinya infeksi HBV. Oleh
karena itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi hepatitis B
pada pasien.
3. Tes protein dan materi genetik virus
Pada penderita hepatitis kronis, antibodi dan sistem imun tubuh tidak dapat
memusnahkan virus sehingga virus terus berkembang dan lepas dari sel hati ke
dalam darah. Keberadaan virus dalam darah dapat terdeteksi dengan tes antigen
spesifik dan material genetik virus, antara lain:
a. Antigen material permukaan virus hepatitis B (HBsAg).
b. Antigen material genetik virus hepatitis B (HBeAg).
c. DNA virus hepatitis B (HBV DNA).
d. RNA virus hepatitis C (HCV RNA).
4. USG Abdomen

Gambar 2.13 Hasil USG Abdomen

Dengan bantuan gelombang suara, USG perut dapat mendeteksi kelainan


pada organ hati dan sekitarnya, seperti adanya kerusakan hati, pembesaran
15

hati, maupun tumor hati. Selain itu, melalui USG perut dapat juga terdeteksi
adanya cairan dalam rongga perut serta kelainan pada kandung empedu.
5. Biopsi hati

Gambar 2.14 Biopsi Hati

Dalam metode ini, sampel jaringan hati akan diambil untuk kemudian
diamati menggunakan mikroskop. Melalui biopsi hati, dokter dapat menentukan
penyebab kerusakan yang terjadi di dalam hati.
6. Transplantasi Hati

Gambar 2.15 Transplantasi Hati

Transplantasi Hati adalah pembedahan hati dengan mengangkat seluruh hati


yang sakit pada pasien dan menggantinya dengan sebagian hati dari donor
dengan tujuan untuk meningkatkan angka harapan hidup dan kualitas hidup
pasien. Pasien yang memerlukan transplantasi hati adalah pasien yang
menderita kerusakan hati permanen akibat dari infeksi virus hepatitis, intoksikasi
obat - obatan, keganasan, penyakit autoimmune, atau kelainan bawaan seperti
atresia bilier dan alagille syndrome. Pasien yang akan menjalani transplantasi
hati harus melalui beberapa tahapan, yaitu: Tahapan screening yang berguna
untuk menilai fungsi organ hati pada pasien dan donor dan menilai
kesesuaiannya, tahapan operasi, tahapan recovery atau pemulihan.
16

7. Nilai Normal Pemeriksaan Darah Lengkap

Tabel 2.2 Nilai Normal Pemeriksaan Darah Lengkap

DARAH
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Eritrosi Juta/µL P : 4,0-5,0
Sel Darah Merah) L : 4,5-5,5
Hemoglobin g/dL P :12,0-14,0
(Hb) L : 13,0-16,0
Hematokrit % P : 40-50
(Ht) L : 45-55

Hitung Jenis
Basofil % 0,0-1,0
Eosinofil % 1,0-3,0
Batang1 % 2,0-6,0
Segmen1 % 50,0-70,0
Limfosit % 20,0-40,0
Monosit % 2,0-8,0
Laju Endap Darah mm/jam P : <15
(LED) L : <10
Leukosit (Sel Darah Putih) 103/µL 5,0-10,0
MCH/HER pg 27-31
MCHC/KHER g/dL 32-36
MCV/VER fl 80-96
Trombosit 103/µL 150-400

Fungsi Hati (LFT)


Ukuran Satuan Nilai Rujukan
ALT U/L P : <23
(SGPT) L : <30
AST U/L P : <21
(SGOT) L : <25
Alkaline Fosfatase U/L 15-69
GGT (Gamma GT) U/L 5-38
17

Bilirubin total mg/dL 0,25-1,0


Bilirubin langsung mg/dL 0,0-0,25
Protein total g/L 61-82
Albumin g/L 37-52

Fungsi Ginjal
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Kreatinin U/L P : 60-150
L : 70-160
Urea mg/dL 8-25
Natrium mmol/L 135-145
Klorid mmol/L 94-111
Kalium mmol/L 3,5-5,0

Profil Lipid
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Kolesterol total mg/dL 150-200
HDL mg/dL P : 45-65
L : 35-55
Trigliserid mg/dL 120-190

Lain-lain
Ukuran Satuan Nilai Rujukan
Glukosa (darah, puasa) mg/dL 70-100
Amilase U/L 30-130
Asam Urat mg/dL P : 2,4-5,7
L : 3,4-7,0
18

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Riwayat kesehatan
Riwayat penggunaan alkohol yang lama, penyakit hati karena alkohol, riwayat
penyakit kandung empedu, trauma pada hati perdarahan saluran makanan,
saluran cerna atas, perdarahan yang disebabkan oleh varises oesofagus,
penggunaan obat-obat yang mempengaruhi fungsi hati.
2. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/tonus
3. Sirkulasi
Gejala : Riwayat GJK, kolik, perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker
(mall fungsi hati menimbulkan gagal hati).
Tanda : Disaritmia bunyi jantung ekstra (53, 54).
4. Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites). Penurunan
atau tidak ada tanda bising usus, faeces warna tanah liat, melena, urine gela
pekak.
5. Makanan/cairan
Gejala : Anorexia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna,
mual/muntah.
Tanda : Penurunan BB atau cairan, penggunaan jaringan, edema umum pada
jaringan, kulit kering, turgor jelek, ikterik, angioma spider, nafas berbatu/foetor,
hepatikus, perdarahan gusi.
6. Neurosensori
7. Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan
mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tak
lancar. Asterik (enselopati hepatik)
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis
perifer
Tanda : Prilaku berhati-hati, distraksi, fokus pada diri sendiri.
19

9. Pernafasan
Gejala : Dispna
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi
paru-paru terbatas (asites), hipoksia
10. Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), ikterik, ekimosis,
peteksi, angioma spider/telengiektatis, eritema, palimar.
11. Seksualitas
Gejala : Gangguan mesntruasi, impoten.
Tanda : Atropi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada bawah lengan,
pubis).

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 Data Subjektif: Kurangnya Ansietas


1. Pasien mengeluh bingung pengetahuan
2. Pasien merasa khawatir dengan akibat dari mengenai
kondisi yang dihadapi prognosis
3. Pasien merasa sulit berkonsentrasi penyakit
4. Pasien mengeluh pusing
5. Pasien merasa tidak nafsu makan (Anoreksia)
6. Pasien merasa jantungnya berdegup dengan
kencang (Palpitasi)
7. Pasien merasa tidak berdaya
Data Objektif:
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur

2 Data Subjektif: Penyempitan Pola nafas


1. Pasien mengeluh sesak nafas saat berbaring ruang paru. tidak efektif
Data Objektif:
1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase ekspirasi memanjang
20

3. Pola nafas abnormal (mis. Takipnea,


Bradipnea, Hiperventilasi, Kusmaul, Cheyne-
stokes)
4. Pernafasan purset-lip
5. Pernafasan cuping hidung
6. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
7. Ventilasi semenit menurun
8. Kapasitas vital menurun
9. Tekanan ekspirasi menurun
10. Tekanan inspirasi menurun

3 Data Subjektif: Proses inflamasi Keletihan


1. Pasien merasa energi tidak pulih walaupun kronis sekunder
telah tidur terhadap
2. Pasien merasa kurang tenaga hepatitis
3. Mengeluh lelah
4. Pasien merasa bersalah akibat tidak mampu
menjalankan tanggung jawab
5. Pasien merasa libido menurun
Data Objektif:
1. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
2. Tampak lesu
3. Kebutuhan istirahat meningkat

4 Data Subjektif: Intake yang Defisit nutrisi


1. Pasien mengeluh kram/nyeri abdomen tidak adekuat.
2. Pasien merasa cepat kenyang setelah makan
3. Pasien merasa nafsu makan mulai menurun
Data Objektif:
1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah
rentang ideal
2. Bising usus hiperaktif
3. Otot pengunyah lemah
4. Otot menelan lemah
5. Membran mukosa pucat
6. Sariawan
21

7. Serum albumin turun


8. Rambut rontok berlebihan
9. Diare

5 Data Subjektif: Pembesaran Mobilitas


1. Pasien mengeluh sulit menggerakkan pada hepar Fisik
ekstremitas
2. Pasien mengatakan nyeri saat bergerak
3. Pasien enggan melakukan pergerakan
4. Pasien erasa cemas saat bergerak
Data Objektif:
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentan gerak (ROM) menurun
3. Sendi kaku
4. Gerakan tidak terkoordinasi
5. Gerakan terbatas
6. Fisik lemah

6 Data Subjektif: Pembengkakan Nyeri Kronis


1. Pasien mengeluh nyeri hepar yang
2. Pasien merasa depresi (tertekan) mengalami
3. Pasien merasa takut mengalami cedera inflamasi hati
berulang
Data Objektif:
1. Tampak menangis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktifitas
4. Bersikap protektif (mis. posisi menghindar
nyeri)
5. Waspada
6. Pola tidur berubah
7. Anoreksia
8. Fokus menyempit
9. Berfokus pada diri sendiri

7 Data Subjektif: Kontak Resiko


22

- langsung pada infeksi


Data Objektif: penderita
-

8 Data Subyektif: Proses penyakit Hipertermia


- (infeksi)
Data Obyektif:
1. Suhu tubuh pasien: >36,5o C
2. Kulit merah
3. Takikardia

4. Takipnea
5. Kulit teraba hangat

9 Data Subjektif: Gangguan Hipervolemia


1. Pasien mengeluh sesak nafas saat berbaring mekanisme
Data Objektif: regulasi, retensi
1. Edema anasarka dan/atau edema perifer natrium
2. BB meningkat dalam waktu singkat
3. Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau
Central Venous Pressure (CVP) meningkat
4. Relfeks hepatojugular positif
5. Distensi vena jugularis
6. Terdengar suara nafas tambahan
7. Hepatomegali
8. Kadara Hb/Ht turun
9. Oliguria
10. Intake lebih banyak dari output (balans cairan
positif)
11. Kongesti paru

3.2 Diagnosa Keperawatan


No Daftar Prioritas Diagnosa
1 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai prognosis
penyakit
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan ruang paru
3 Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
23

hepatitis
4 Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
5 Mobilitas fisik berhubungan dengan pembesaran pada hepar
6 Nyeri kronis berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati
7 Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak langsung pada
penderita
8 Hipertermia berhubungan dengan adanya proses infeksi
9 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, retensi natrium

3.3 Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Rencana Intervensi

1 Ansietas Setelah dilakukan Observasi


berhubungan perawatan 2x24 jam 1. Identifikasi saat tingkat asietas
dengan diharapkan pasien tidak berubah (mis, kondisi, waktu,
kurangnya ansietas ditandai dengan : stresor)
pengetahuan 1. Pasien tidak merasa 2. Identifikasi kemampuan
mengenai bingung mengambil keputusan
prognosis 2. Pasien tidak merasa 3. Monitor tanda-tanda ansietas
penyakit khawatir dengan akibat (verbal dan non-verbal)
dari kondisi yang Terapeutik
dihadapi 1. Ciptakan suasana terapeutik
3. Pasien tidak sulit untuk menumbuhkan
berkonsentrasi kepercayaan
4. Pasien tidak mengeluh 2. Temani pasien untuk
pusing mengurangi kecemasan, jika
5. TTV normal (nadi :60- memungkinkan
100x/menit,TD:100- 3. Pahami situasi yang membuat
130/60-90 MmHg, ansietas
RR:12-20x/menit) 4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang

tenang dan meyakinkan


24

6. Tempatkan barang pribadi yang


memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan presepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih menggunakan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu

2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Observasi


efektif perawatan 2x24 jam pola 1. Monitor jalan napas (frekuensi
berhubungan nafas efektif, yang ditandai ,kedalaman , usaha napas)
dengan dengan: 2. Monitor bunyi napas tambahan
penyempitan 1. Jalan nafas paten (mis, gurgling , mengi ,
ruang paru 2. Irama nafas normal wheezing , ronkhi kering)
3. Tidak ada suara nafas 3. Monitor sputum (jumlah ,warna ,
tambahan aroma)
25

4. Tidak ada otot bantu Terapeutik


pernafasan 1. Pertahankan kepatenan jalan
5. Frekuensi nafas napas dengan head-tilt dan
normal/RR: 12- chin-lift (jaw-thrust jika curiga
20x/menit trauma servikal)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada

5. Lakukan penghisapan lendir


kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen , jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari , jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator , ekspektoran ,
mukolitik , jika perlu

3 Keletihan Setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi gangguan fungsi
dengan proses jam keletihan pasien tubuh yang mengakibatkan
inflamasi kronis berkurang , yang ditandai kelelahan
sekunder dengan : 2. Monitor kelelahan fisik dan
terhadap hepatitis 1. tidak terjadi keletihan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
26

Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi


kurang dari perawatan 2 x 24 jam, 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi, 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
berhubungan yang ditandai oleh: makanan
dengan intake 1. Pasien mengatakan 3. Identifikasi makanan yang
yang tidak mual berkurang disukai
adekuat 2. Pasien mengatakan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
nafsu makannya jenis nutrien
meningkat 5. Identifikasi perlunya
3. Porsi diet habis penggunaan selang nasogastrik
4. Tidak terdapat 6. Monitor asupan makanan
penurunan BB 7. Monitor berat badan
27

5. Tonus Otot meningkat 8. Monitor hasil pemeriksaan


laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)

3. Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antlemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

5 Mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan keperawatan selama 2 x 24 1. Identifikasi adanya nyeri atau
dengan jam , pasien dapat keluhan fisik lainnya
pembesaran pada mencapai kemampuan 2. Identifikasi toleransi fisik
hepar aktivitas yang optimal , yang melakukan pergerakan
28

ditandai oleh : 3. Monitor frekuensi jantung dan


1. Pergerakan pasien tekanan darah sebelum memulai
bertambah luas mobilisasi
2. Pasien dapat 4. Monitor kondisi umum selama
melaksanakan aktivitas melakukan mobilisasi
sesuai dengan Terapeutik
kemampuan (dududk, 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
berdiri , berjalan ) dengan alat bantu (mis. pagar
3. Rasa nyeri berkurang tempat tidur)
4. Pasien dapat 2. Fasilitasi melakukan
memenuhi kebutuhan pergerakan, jika perlu
sendiri bertahap 3. Libatkan keluarga untuk
sesuaidengan membantu pasien dalam
kemampuan meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

6 Nyeri kronis Setelah dilakukan Observasi


berhubungan perawatan 2 x 24 jam, nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan berkurang, yang ditandai durasi, frekuensi, kualitas,
pembengkakan dengan: intensitas nyeri
hepar yang 1. Pasien mengatakan 2. Identifikasi skala nyeri
mengalami nyerinya berkurang 3. Identifikasi respons nyeri non
inflamasi hati 2. Nyeri pasien berkurang verbal
menjadi skala ..... 4. Identifikasi faktor yang
3. Pasien mengatakan memperberat dan memperingan
pola tidur tidak nyeri
terganggu 5. Identifikasi pengetahuan dan
4. Pasien mampu keyakinan tentang nyeri
29

memperlihatkan tehnik 6. Identifikasi pengaruh budaya


relaksasi yang efektif terhadap respon nyeri
5. Penggunaan pereda 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
nyeri dengan analgesik kualitas hidup
dan non analgesik 8. Monitor keberhasilan terapi
dengan tepat (sesuai komplementer yang sudah
jadwal dan SOP) diberikan
6. TTV normal (Nadi 60 – 9. Monitor efek samping
80 x/menit, TD: 100- penggunaan analgetik
130/60-90 mmHg, RR: Terapeutik
12-20x/menit) 1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
30

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

7 Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi


pada orang lain perawatan selama 2 X 24 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
berhubungan jam , keluarga dan orang lokal dan sistemik
dengan kontak lain tidak tertular infeksi , Terapeutik
langsung pada yang ditandai olehl : 1. Batasi jumlah pengunjung
penderita 1. Keluarga pasien tau 2. Berikan perawatan kulit pada
tentang cara penularan area edema
2. Orangtua menerapkan 3. Cuci tangan sebelum dan
pola hidup yang sehat sesudah kontak dengan pasien
dan bersih dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi
, jika perlu

8 Hipertermia Setelah dilakukan Observasi


berhubungan perawatan 2 x 24 jam, 1. Identifikasi penyebab
dengan adanya tanda-tanda vital pasien Hipertermia (mis. Dehidrasi,
proses infeksi dalam rentang normal, yang terpapar lingkungan panas,
ditandai dengan: penggunaan inkubator)
31

1. Suhu tubuh 35,5–36,5o 2. Monitor suhu tubuh


C 3. Monitor kadar elektrolit
2. Nadi : 60– 80 x/menit 4. Monitor haluaran urine
RR : 12 – 20 x/menit 5. Monitor kompikasi akibat
TD : 100-130/60-90 mmHg hipertermi
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
8. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu

9 Hipervolemia Setelah dilakukan Observasi


berhubungan perawatan selama 2 x 24 1. Periksa tanda dan gejala
dengan gangguan jam , kebutuhan cairan klien hipervolemia (mis. Ortopnea,
mekanisme dapat terpenuhi sesuai dispnea, edema, JVP/CVP
regulasi, retensi denagn kebutuhan tubuh meningkat, refleks hepatojugular
natrium klien , yang ditandai oleh : positif, suara nafas tambahan)
1. Mengungkapkan faktor- 2. Identifikasi penyebab
32

faktor penyebab dan hipervolemia


metode-metode 3. Monitor status hemodinamik
pencegahan edema . (mis. Frekuensi jantung, tekanan
2. Memperlihatkan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,
penurunan edema CO, CI), jika tersedia
perifer dan sakral . 4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi
(mis. Kadar natrium, BUN,
hematrokit, berat jenis urine)
6. Monitor tanda penigkatan
tekanan onkotik plasma (mis.
Kadar protein dan albumin
meningkat)
7. Monitor kecepatan infus secara
ketat
8. Monitor efek samping diuretik
(mis. Hipotensi, ortortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30-40°
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran
urin <0,5mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
33

2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretik
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
34

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hepatitis yang disebabkan oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe
hepatitis yang tidak disebabkan oleh virus biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat kimia
atau obat, seperti karbon tetraklorida, jamur dan racun.
Virus-virus yang menyebabkan hepatitis dapat menyebabkan cedera dan kematian
hepatosit dengan secara langsung membunuh sel dan dengan merangsang reaksi
peradangan dan imun yang mencederai atau menghancurkan hepatosit. Reaksi peradangan
melibatkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin, pengaktivan komplemen, lisis sel-
sel yang terinfeksi dan sel-sel di sekitarnya, serta edema dan pembengkakan interstisium.
Respon imun yang timbul kemudian mendukung respon peradangan. Perangsangan
komplemen dan lisis sel serta serangan antibodi langsung terhadap antigen-antigen virus
menyebabkan destruksi sel-sel yang terinfeksi. Hati menjadi edematosa sehingga kapiler-
kapiler kolaps dan aliran darah berkurang yang menyebabkan hipoksia jaringan, akhirnya
terbentuk jaringan ikat dan fibrosis dihati.
Semua hepatitis Virus mempunyai gejala yang hampir sama, sehingga secara klinis
hampir tidak mungkin dibedakan satu sama lain.
Pencegahan terhadap hepatitis virus ini adalah sangat penting karena sampai saat
ini belum ada obat yang dapat membunuh virus, sehingga satu-satunya jalan untuk
mencegah hepatitis virus adalah dengan vaksinasi.
35

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1. Jakarta : Salemba
Medika.
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Dialih bahasakan oleh Nampira
R. Jakarta: Salemba Emban Patria
Corwin, Elizabeth J . 2009 . Patogenesis : edisi 3 revisi . Jakarta : Penerbit buku kedokteran
Jackson, Donna. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Dialih bahasakan oleh Dwi P. Jakarta:
Rapha Publishing
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 2016. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2018. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 2019. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai