1 Rumusan Masalah
1.2 Tujuan
1.3 Sitematika Penulisan
3.1 Pengkajian
3.5 Evaluasi
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB II
2
hampir semua cairan tubuh pasien yaitu saliva, getah lambung dan cairan
pleura. Walaupun VHB ditemukan dalam ASI, kontrasi VHB yang di
temukan rendah dan tidak berhubungan dengan resiko transmisi yang
bermakna sehingga tidak beralasan untuk melarang pemberi ASI. Cara
penularan virus ini dapat melalui pasien yang sedang terinfeksi secara akut
maupun melalui seorang karier. (Kapita selekta Kedokteran, edisi III jilid
2. Tahun 2000, 530).
3
2.2 Jenis-jenis Hepatitis
2.2.1 Hepatitis A
2.2.2 Hepatitis B
4
menjurus. Gejalanya meliputi penyakit kuning, lemah, rasa sakit
pada perut dan muntah.
2.2.3 Hepatitis C
5
2.2.4 Hepatitis D
2.2.5 Hepatitis E
2.2.6 Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar
belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang
terpisah.
2.2.7 Hepatitis G
Gejalanya serupa denga penyakit hepatitis C, sering kali
infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan / C. Tidak menyebabkan
hepatitis fulminan ataupun kronik. Penularannya melalui transfusi
darah jarum suntik.
6
2.3 Etiologi
2.3.1 Alkohol
2.3.2 Obat-obatan
7
2.3.4 Faktor Resiko
1. Hepatitis A
a. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat
tidak berselubung berukuran 27 nm
b. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek,
kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan
c. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
d. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene
dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
2. Hepetitis B (HBV)
a. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang
ganda yang memiliki ukuran 42 nm
b. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau
penderita infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral.
Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.
c. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium,
dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien
dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki biseksual serta
homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para
pemaki obat-obat IV juga beresiko.
3. Hepatitis C (HCV)
a. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil,
terbungkus lemak yang diameternya 30 – 60 nm.
b. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga
disebabkan juga oleh kontak seksual.
c. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
d. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
4. Hepatitis D (HDV)
8
a. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35
nm
b. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang
yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita
hemovilia
c. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35
hari
d. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
2.4 Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-
bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini
unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya
inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan
terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis
dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang
menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan
oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien
yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun
jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut
didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,
karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada
duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun
9
bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus
yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak
pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin
dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan
kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat
disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
10
2.5 Pathway
Nyeri Anoreksia
Gglikogenesis Glukoneogenesis
menurun menurun
Perubahan Nutrisi :
Glikogen dalam hepar berkurang
Kurang Dari Kebutuhan
Glikogenolisis menurun
11
2.6 Penatalaksanaan Medik
1) Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat.
Tirah baring selama fase akut. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi
hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
2) Diet
Penderita juga dianjurkan melakukan diet dengan gizi seimbang
merupakan anjuran yang lazim. Makanan berkarbohidrat tinggi,
berprotein atau berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus,
tapi hendaknya dibatasi. Demikian juga garam. Pengurangan
konsumsi garam dimaksudkan untuk mencegah akumulasi cairan
dalam rongga peritoneal serta mencegah pembengkakan pergelangan
kaki. Penderita juga tidak dilarang mengkonsumsi suplemen vitamin
dan mineral sepanjang belum terjadi kerusakan hati. Untuk
mengkonsumsi obat apa pun dan melakukan olahraga, hendaknya
dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter. Pemberian makanan
intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasien terus menerus
muntah
3) Pemberian obat dan antivirus
Penderita penyakit hepatitis diberi obat untuk mengatasi
peradangan yang terjadi di hati. Selain itu pada kasus penyakit
hepatitis yang disebabkan oleh virus, penderita diberi antivirus dengan
dosis yang tepat. Tujuan pemberian antivirus ini adalah untuk
menekan replikasi virus.
Virus membutuhkan sel inang untuk melakukan replikasi
(menggandakan diri). Sel inang dalam kasus hepatitis adalah sel-sel
hati. Proses replikasi virus melalui beberapa tahapan. Tahap pertama
virus melakukan penetrasi (masuk) ke dalam sel inang (sel hati).
Tahap kedua virus melakukan pengelupasan selubung virus. Tahap
ketiga adalah sintesis DNA virus. Tahap keempat adalah tahap
replikasi. Tahap terakhir adalah tahap pelepasan virus keluar dari sel.
12
inang dalam bentuk virus-virus baru. Virus-virus baru inilah yang siap
menginfeksi sel-sel hati lainnya.
Antivirus bekerja menghambat salah satu tahapan tersebut,
tergantung jenis antivirusnya. Beberapa macam antivirus diantaranya
adalah interferon, lamivudin, ribavirin, adepovir dipivoksil, entecavir,
dan telbivudin. Antivirus diberikan berdasarkan hasil tes darah dan
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hasil penelitian menunjukan
bahwa terapi antivirus akan lebih efektif pada kasus hepatitis aktif.
Fungsi hati dan ginjal harus terus di monitor selama terapi
antivirus, sehingga efek samping dapat dicegah sedini mungkin. Pada
kasus hepatitis C, kombinasi terapi interferon dan ribavirin adalah
yang dianjurkan.
a. Interferon
13
b. Lamivudin
c. Ribavirin
14
sel darah. Ribavirin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan
pasien hepatitis C dengan kerusakan ginjal.
d. Adepovir dipivoksil
e. Entecavir
f. Telbivudin
Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi
telbivudin diberikan pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus
dan peradangan hati yang aktif. Telbivudin berfungsi menghambat
enzim DNA polymerase yang membantu proses pencetakan
15
material genetic (DNA) virus saat bereplikasi. Meski belum
didukung data yang cukup bahwa telbivudin aman bagi ibu hamil,
sebaiknya terapi telbivudin tidak diberikan pada ibu hamil mupun
menyusui. Efek samping dari terapi telbivudin antara lain adalah
mudah lelah, sakit kepala, pusing, batuk, diare,mual, nyeri otot,
dan rasa malas.
4) Pasien dirawat bila :
- Dehidrasi berat dengan kesulitan masukkan peroral.
- Kadar SGPT – SGOT > 10 X nilai normal.
- Penanggulangan prilaku atau penurunan kesadaran akibat
enrefalopati hepatits fulmenan, prolong atau relapsing hepatitis.
5) Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh
sendiri.
- Permeriksaan kadar SGOT – SGPT dan bilirubin terkonjugasi
diulang pada minggu ke 2 untuk melihat penyembuhan dan bulan
ke 3 untuk memungkinkan prologed atau relapsing hepatitis.
- Pembatasan aktivitas fisik terutama yang bersifat kompetitis
selama kadar SGPT – SGOT masih > 3 X batas nilai normal.
- Obat-obatan yang diberikan pada px hepatitis biasanya lembiset,
sistenol, hepasil, infeksi rantin dll.
16
Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus
mula –mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit
seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien
masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin
berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan
nyeri tekan.
Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda,
warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada
anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu
pada akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya
berbeda
17
BAB III
3.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien hepatitis menurut Doenges, Moorhouse
dan Gessler (1999:534) adalah :
1) Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a. Pernahkan menerima tranfusi darah, infus dan suntikan
b. Bagaimana kebiasaan makan sehari-hari. Makan-makanan
tertentu (misalnya kerang mentah dari air yang terpolusi)
c. Apakah pasien pernah mengalami infeksi pada saluran
pernafasan atas
d. Apakah ada anggota keluarga atau lingkungan yang menderita
hepatitis.
e. Kontak dengan individu yang diketahui menderita hepatitis
f. Praktik sanitasi yang meragukan (misalnya minum air yang
tidak murni)
g. Mengkonsumsi obat hepatotoksik (misal: salisilat, sulfanamid,
agens antineoplastik, asetamonifen, antikonvulsan)
h. Observasi adanya manifestasi hepatitis
2) Pemeriksaan fisik
Data tergantung pada penyebab dari beratnya kerusakan atau
gangguan hati.
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : terjadi kelemahan, kelelahan, malaise umum.
2. Sirkulasi
Tanda : terjadi bradikardi (hiperbilirubinemia berat, ikterik
pada sklera, kulit dan membran mukosa.
18
3. Eliminasi
Gejala : adanya gejala diare atau konstipasi, feses warna tanah
liat, urine gelap, adanya atau berulangnya hemodialisa.
4. Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia (nafsu makan hilang), penurunan berat
badan atau meningkat (oedema), mual, muntah.
Tanda : asites
5. Neurosensori
Tanda : peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.
6. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas,
miargia, atralgia, sakit kepala, gatal (pruritis).
Tanda : otot tegang, gelisah.
7. Pernafasan
Gejala : tidak minat atau enggan merokok pada perokok
8. Keamanan
Gejala : adanya tranfusi darah
Tanda : demam, urtikaria, lesi mekulopapular, eritema tak
beraturan, eksasebasi jerawat, angioma jaring-jaring, eritema
pasmar, ginekomastia, splenomegali, dan pembesaran nodus
servikal posterior.
9. Seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
3) Pemeriksaan Penunjang
1. ASR (SGOT) / ALT (SGPT) Awalnya meningkat. Dapat
meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak
menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler
yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet,
terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan
sel hati.
19
2. Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
Leukopenia Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
3. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
4. Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
5. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
6. Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein
serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun
pada berbagai gangguan hati.
7. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
8. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati
atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting
untuk sintesis protombin.
9. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk,
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
10. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat. BPS dibersihkan dari darah, disimpan
dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya gangguan dalam satu
proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
11. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
12. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
20
13. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi.
4) Analisa Data
21
DO : Perasaan tidak nyaman pada
- Keadaan umum lemah abdomen bagian kuadran
- nyeri tekan kanan atas
- pasien meringis nyeri
3 DS : Inflamasi pada hepar Gangguan
- Biasanya pasien mengeluh Nutrisi
Peregangan kapsula hati
tidak ada nafsu makan
- Mual dan muntah Hepatomegali
makanannya
Anoreksia
- BB menurun
Mukosa mulut kering
4 DS : Kerusakan sel parenkim, sel Kelelahan
- Biasanya pasien mengeluh hati dan duktuli empedu
kelelahan, sesak, mual-mual intrahepatik
dan pusing.
gg. metabolisme Karbohidrat,
protein dan lemak
DO : Keadaan umum lemah,
Skelera kuning, Gerakan Glikogenesis dan
yang canggung yang lemah glukogenesis menurun
atau lambat.
Glikogenesis menurun
Cepat lelah
22
3.2 Diagnosa NANDA
Kriteria hasil :
Suhu 36 – 37C
Nadi dan RR dalam rentang normal
NIC :
1. Monitor suhu sesering mungkin
23
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Monitor intake dan output
6. Berikan anti piretik:
7. Kelola Antibiotik:………………………..
8. Selimuti pasien
9. Berikan cairan intravena
10.Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
11.Tingkatkan sirkulasi udara
12.Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
13.Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
14.Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Kriteria hasil :
24
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
2. Tentukan makanan kesukaan pasien
3. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan,
anjurkan untuk makan rendah lemak dan protein selama fase
akut.
4. Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat
5. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering dan disajikan selagi
hangat.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang sesuai
untuk pasien.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian Total Parenteral Nutrition
(TPN)
(hepatomegali).
Kriteria hasil :
25
2. Observasi ketidaknymanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-
buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat
6. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic
Kelelahan.
26
Dx 5 : Perubahan kenyamanan berhubungan dengan
Tujuan :
Kriteria hasil :
NIC :
3.4 Evaluasi
Kriteria Skala
Dx 1 :
27
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
1 : berat
2 : substansial
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada ganguan
Dx 2
Dx 3
1 : ekstrim
2 : berat
28
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
Dx 4
Dx 5
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada teori dan kasus di atas, tidak terdapat banyak perbedaan yang
ditimbulkn dari gejala klinis, patofisiologis dan lain-lain. Pada kasus
didapatkan data klien dengan keluhan rasa ngilu seluruh badan, demam,
lemas, mual, muntah, hal ini serupa dengan gejala klinis yang mungkin
30
timbul pada teori hepatitis. Ngilu, nyeri pada kuadran kanan atas,
anoreksia dan mual muntah merupakan bentuk ketidak yamanan dari
manifestasi akibat inflamasi hepar yang menyebabkan peregangan
hati.ketidak nyamanan di atas juga mempengaruhi denyut nadi klien yang
menjadi meningkat.
Demam merupakan salah satu bentuk manifestasi dari proses
inflamasi hepar. Lemas, merupakan manifestasi dari peoses penyakit
akibat terjadinya inflamasi pada hepar yang menimbulkan gangguan suplai
darah normal ke sel-sel hepar yang mengakibatkan kerusakan parenkim,
sel hati, dan duktuli empedu inhaperatik yang akan mengganggu
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehingga timbul
kelemahan/keletihan.
Bentuk respon lain dari proses inflamasi pada hepar yang timbul
pada kasus antara lain, adanya demam, peningkatan suhu, dan peningkatan
leukosit. Gangguan metabolisme pada klien ditandai dengan ikterik, dan
berbagai pemeriksaan bilirubin yang dilakukan. Pada kasus dapat
disimpulkan bahwa klien bukan mengalami hepatitis virus melainkan
hepatitis non virus yang dibuktikan dengan adanya riwayat mengkonsumsi
alkohol lenih dari 7 tahun dan merokok.
Berdasarkan data-data di atas kelompok sepakat mengambil
diagnosa utama yaitu resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
karena .nutrisi merupakan hal terpenting dalam tubuh manusia, gangguan
nutrisi sangat berpengaruh terhadap kerja metabolism tubuh hal ini akan
memperparah keadaan apabila tidak segera diatasi. Diagnosa selanjutnya
yang kelompok ambil adalah intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
karena apabila klien mengalami intoleransi aktivitas otomatis klien tidak
dapat melakukan aktivitas yang biasa dia lakukan untuk memenuhi
kebutuhan maka dari itu kami mengangkat diagnose ini sebagai diagnose
ke dua.
Untuk intervensi pada diagnosa pertama, kelompok sepakat untuk
melakukan tindakan yang menetapkan prinsip menjaga keseimbangan
31
nutrisi klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kilen, dan pada diagnosa
kedua perinsip intervensi yang harus dilakukan adalah memberikan latihan
fisik untuk mencegah terjadinya atropi pada otot, dan memberikan latihan
mandiri klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pada diagnosa ketiga,
kita dapat mencagah timbulnya tanda-tanda infeksi lebih lanjut dan
memberikan kolaborasi obat antibiotik untuk dapat menanganni masalah
di atas.
32
Ajarkan keluarga untuk membantu tiap2 aktifitas yang pasien tidak
bisa melakukannya sendiri, serta mengarahkan keluarga berkaitan dengan
diit pasien.
Ajarkan semua tentang cara-cara mengatasi pasien hepatitis pada
keluarga agar dapat menangani pasien ketika di rumah.
Beritahu pasien dan keluarga pasien kapan ia harus kontrol/check
up ke rumah sakit lagi.
33