Anda di halaman 1dari 34

Analisis survival (Survival analysis) merupakan salah satu analisis

statistika yang dapat di terapi dalam penelitian ini. Analisis ini juga dikenal
dengan istilah analisis daya tahan atau analisis kesintasan. Kelangsungan
hidup penderita suatu penyakit dapat dilihat dan di gambarkan melalui
penggunaan analisis ini. Salah satu caranya yaitu dengan menggambarkan
grafik fungsi survival (Survival function) dan fungsi hazard (hazard
function).

1.1 Rumusan Masalah


1) Apa penyakit hepatitis itu?
2) Apakah ada perbedaan penyakit hepatitis dengan hepatitis jenis lainnya?
3) Apakah penyebab dari penyakit hepatitis?
4) Bagaimana kah proses terjadinya hepatitis? Bagaimana pathway
penyakit hepatitis?
5) Apakah penatalaksanaan/terapi medis yang dilakukan pada pasien
penyakit hepatitis?
6) Bagaiman dokumentasi keperawatan nya sesuai dengan NANDA, NIC
dan NOC?
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
Tujuan umum : Mengeksplorasikan mengenai slah satu gangguan pada
tubuh yaitu Hepatitis
Tujuan khusus : - Untuk mengetahui Konsep Dasar Medik Hepatitis
- Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hepatitis.

1.3 Sistematika Penulisan


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Sitematika Penulisan

BAB II : KONSEP DASAR PENYAKIT HEPATITIS

2.1 Definisi penyakit Hepatitis


2.2 Jenis-jenis Hepatitis
2.3 Etiologi/penyebab
2.4 Patofisiologi
2.5 Pathway
2.6 Terapi Medis/Penatalaksanaan penyakit Hepatitis

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS

3.1 Pengkajian

3.2 Diagnosa NANDA

3.3 Intervensi NIC

3.4 Tujuan NOC

3.5 Evaluasi

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Rencana tindak lanjut

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT HEPATITIS

2.1 Pengertian Hepatitis

Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena


toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan
keperawatan pada anak, 2002; 131).

Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi


terhadap virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan,
2000;145).

Hepatitis di bagi menjadi dua golongan yaitu hepatitis akut dan


kronik (Kapita selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Tahun 2000, 525).

Hepatitis akut adalah penyakit infeksi virus hepatotropik yang


bersifat sistemik dan akut. (Kapita selekta Kedokteran, edisi III jilid 2.
Tahun 2000, 525).

Hepatitis A akut adalah pada golongan usia 5-14 tahun. Banyak


terjadi pada daerah perkotaan dan mengenai sekelompok orang misalnya
keluarga. Penyakit ini merupakan endemis pada negara-negara dengan
higiene dan sanitasi yang di bawah standar. Hepatitis A Akut menular
dengan kontak langsug melalui penyebaran fekal-oral. Virus dikeluarkan
melalui tinja pada 2-3 minggu sebelum dan 8 hari setelah timbulnya
ikterus. (Kapita selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Tahun 2000, 527).

Hepatitis B Akut di Indonesia, jalur penularan infeksi VHB (Virus


Hepatitis B) yang terbanyak adalah secara parenteral yaitu secara vertikal
(Trasmisi maternal-neonatal)/Horisontal (Kontak antar individu yang
sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum suntik
bersama). Hal ini memungkinkan karena VHB dapat di temukan pada

3
hampir semua cairan tubuh pasien yaitu saliva, getah lambung dan cairan
pleura. Walaupun VHB ditemukan dalam ASI, kontrasi VHB yang di
temukan rendah dan tidak berhubungan dengan resiko transmisi yang
bermakna sehingga tidak beralasan untuk melarang pemberi ASI. Cara
penularan virus ini dapat melalui pasien yang sedang terinfeksi secara akut
maupun melalui seorang karier. (Kapita selekta Kedokteran, edisi III jilid
2. Tahun 2000, 530).

Hepetitis C Akut adalah virus hepatitis C (VHC) ditularkan secara


parenteral, melalui transplantasi organ atau hubungan seksual,
intrafamilial, kontak erat dengan penderita infeksi hepatitis C, dan dari ibu
ke bayinya. Jalur penularan utama adalah melalui inokulasi dan trasfusi
darah. (Kapita selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Tahun 2000, 533).

Hepatitis Virus kronis diakibatkan karena terjadinya peradangan


sel hati yang berlanjut hingga timbul kerusakan sel hati. (Kapita selekta
Kedokteran, edisi III jilid 2. Tahun 2000, 534).

Pada hepatitis kronis di mulai pada tahap hepatitis B, Hepatitis B


kronis adalah suatu penyakit infeksi hepatitis akut, yaitu lebih dari 6 bulan.
Infeksi VHB pada masa anak-anak mempunyai resiko menjadi kronis,
terutama pada anak yang mendapat infeksi perinatal. (Kapita selekta
Kedokteran, edisi III jilid 2. Tahun 2000, 534).

Hepatitis C kronis adalah suatu penyakit infeksi di tandai oleh


peradangan hati, lebih lama dari masa penyembuhan infeksi hepatitis akut
yaitu lebuh dari 6 bulan. (Kapita selekta Kedokteran, edisi III jilid 2.
Tahun 2000, 536).

4
2.2 Jenis-jenis Hepatitis

2.2.1 Hepatitis A

Hepatitis A adalah jenis peradangan hati yang disebabakan


oleh suatu virus RNA dari famili enterovirus. Masa inkubasi
penyakit ini adalah 30 hari. Penularannya dapat melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi feses pasiaen. Saat ini sudah
ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu
setelah suntikan pertama sedangkan untuk kekebalan yang panjang
diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan
hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan resiko tinggi
tertular hepatitis A.

Sering kali infeksi hepatitis A pada anak tidak


menimbulkan gejala sedangkan pada orang dewasa menyebabkan
gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata
kuning, dan hilangnya nafsu makan.

2.2.2 Hepatitis B

Hepatitis B adalah salah satu peradangan hati yang


disebabkan oleh suatu virus hepatitis B. Hepatitis B muncul dalam
darah dan menyebar melalui kontak dalam darah, air mani dan
cairan vagina yang terinfeksi atau penggunaan bersama jarum obat.
Hepatitis B merupakan penyakit yang dapat berjalan akut maupun
kronik. Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh secara
sempurna dan mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi sebagian
lagi gagal memperoleh kekebalan. Virus hepatitis B dengan
komponen antigen permukaan (HbsAg). Diameter 42 nm, dengan
“core” 4 nm. “coat virion” merupakan “surface antigen” atau
HbsAg. Surface antigen biasanya diproduksi berlebihan sehingga
dijumpai dalam darah penderita. Pada hepatitis agresif, hati
mengalami peradangan kronik, fibrotik dan mengecil dan dapat

5
menjurus. Gejalanya meliputi penyakit kuning, lemah, rasa sakit
pada perut dan muntah.

2.2.3 Hepatitis C

Hepatitis C adalah penyakit hati yang menular melalui


darah yang disebabkan oleh virus hepatitis C (VHC). VHC
menginfeksi hati menggunakan mesin genetik dalam sel untuk
menduplikasi virus hepatitis C yang akan menginfeksi sel-sel
lainnya sehingga menyebabkan radang dan kerusakan hati, kanker
hati bahkan kematian dikarenakan sampai saat ini tidak adanya
vaksin hepatitis C. Infeksi hepatitis C disebut juga sebagai infeksi
terselubung. Hal ini karena infeksi dini VHC bisa jadi tidak
bergejala atau bergejala ringan atau tidak khas. Hepatitis C
ditularkan melalui kontak seksual, penggunaan obat-obatan dengan
jarum, pemakaian pisau cukur atau sikat gigi secara bersama.

Penularan VHC terutama parenteral. Umumnya terjadi


setelah mendadak kontak darah, seperti transfusi darah atau produk
darah lainnya. Selain itu virus ini juga dapat menular melalui
cairan kelamin (saat hubungan seksual) dan ASI dari ibu pengidap
hepatitis C ke bayinya.

Gejala hepetitis C mirip dengan infeksi hepatitis B. Masa


inkubasi berkisar antara 15-150 hari dengan rata-rata 8 minggu.
Keluhan dan gejala yang ada antara lain kuning, air seni berwarna
gelap,mual, muntah, kembung, tidak nafsu makan, rasa lelah,
demam, menggigil, sakit kepala, sakit perut, mencret, sakit pada
sendi dan otot, serta rasa pegal-pegal.

6
2.2.4 Hepatitis D

Hepatitis D adalah hepatitis D yang disebabkan oleh virus


hepatitis D (VHD) atau virus delta, virus ini adalah virus yang
unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan
keberadaan virus hepatitits D. Penularan melalui hubungn seksual,
jarum suntik dan transfusi darah. Gejala hepatitis D bervariasi,
dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat
progresif.

2.2.5 Hepatitis E

Gejala hepatitis ini mirip dengan hepatitis A, demam, pegel


linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit ini akan
sembuh dengan sendirinya (self-limited), kecuali bila terjadi pada
kehamilan. Penularannya melalui kontaminasi feses.

2.2.6 Hepatitis F

Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar
belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang
terpisah.

2.2.7 Hepatitis G
Gejalanya serupa denga penyakit hepatitis C, sering kali
infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan / C. Tidak menyebabkan
hepatitis fulminan ataupun kronik. Penularannya melalui transfusi
darah jarum suntik.

7
2.3 Etiologi

2.3.1 Alkohol

Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi


alkohol sirosis.

2.3.2 Obat-obatan

Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut


hepatitis toksik dan hepatitis akut.

2.3.3 Tabel etiologi

Type A Type B Type C Type D Type E

Metode Fekal-oral Parenteral Parenteral Parenteral Fekal-


transmisi melalui seksual, jarang perinatal,
oral
orang lain perinatal seksual, memerlukan
orang ke koinfeksi dengan
orang, type B
perinatal
Kepa- Tak ikterik Parah Menyebar Peningkatan Sama
dan luas, dapat insiden kronis dan dengan
rahan
asimto- berkem- gagal hepar akut D
matik
bang sampai
kronis
Sumber virus Darah, Darah, Terutama Melalui darah Darah,
feces, saliva, melalui feces,
saliva semen, darah saliva
sekresi
vagina

8
2.3.4 Faktor Resiko
1. Hepatitis A
a. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat
tidak berselubung berukuran 27 nm
b. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek,
kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan
c. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
d. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene
dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
2. Hepetitis B (HBV)
a. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang
ganda yang memiliki ukuran 42 nm
b. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau
penderita infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral.
Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.
c. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium,
dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien
dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki biseksual serta
homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para
pemaki obat-obat IV juga beresiko.
3. Hepatitis C (HCV)
a. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil,
terbungkus lemak yang diameternya 30 – 60 nm.
b. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga
disebabkan juga oleh kontak seksual.
c. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
d. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
4. Hepatitis D (HDV)

9
a. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35
nm
b. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang
yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita
hemovilia
c. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35
hari
d. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
2.4 Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-
bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini
unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya
inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan
terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis
dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang
menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan
oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien
yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun
jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut
didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,
karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada
duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun

10
bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus
yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak
pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin
dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan
kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat
disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

11
2.5 Pathway

Pengaruh alkohol, virus hepatitis, toksin

Hipertermi Inflamasi pada hepar Peregangan kapsula hati

Perubahan kenyamanan Gangguan suplay darah normal pada


Hepatomegali
sel-sel hepar
Perasaan tidak nyaman di kuadran
Gangguan metabolisme karbohidrat Kerusakan sel parenkim, sel hati dan
kanan atas
lemak dan protein duktulii empedu intrahepatik

Nyeri Anoreksia
Gglikogenesis Glukoneogenesis
menurun menurun

Perubahan Nutrisi :
Glikogen dalam hepar berkurang
Kurang Dari Kebutuhan
Glikogenolisis menurun

Glukosa dalam darah berkurang

Cepat lelah Keletihan

Kerusakan sel parenkim, sel hati dan


duktuli empedu intrahepatik

Obstruksi Kerusakan konjugasi


Gangguan eksresi Kerusakan sel eksresi
empedu Bilirubin tidak sempura dikeluarkan
Retensi bilirubin melalui duktus hepatikus

Regurgitasi pada duktuli


Bilirubin direk meningkat
empedu intra hepatik

Bilirubin direk Ikterus


meningkat

Peningkatan garam Ikterus Larut dalam air


empedu dalam darah

Perubaha Eksresi ke Billirubinuria dan kemih


Pruritus
kenyamanan dalam kemih berwarna gelap

12
2.6 Penatalaksanaan Medik
1) Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat.
Tirah baring selama fase akut. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi
hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
2) Diet
Penderita juga dianjurkan melakukan diet dengan gizi seimbang
merupakan anjuran yang lazim. Makanan berkarbohidrat tinggi,
berprotein atau berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus,
tapi hendaknya dibatasi. Demikian juga garam. Pengurangan
konsumsi garam dimaksudkan untuk mencegah akumulasi cairan
dalam rongga peritoneal serta mencegah pembengkakan pergelangan
kaki. Penderita juga tidak dilarang mengkonsumsi suplemen vitamin
dan mineral sepanjang belum terjadi kerusakan hati. Untuk
mengkonsumsi obat apa pun dan melakukan olahraga, hendaknya
dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter. Pemberian makanan
intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasien terus menerus
muntah
3) Pemberian obat dan antivirus
Penderita penyakit hepatitis diberi obat untuk mengatasi
peradangan yang terjadi di hati. Selain itu pada kasus penyakit
hepatitis yang disebabkan oleh virus, penderita diberi antivirus dengan
dosis yang tepat. Tujuan pemberian antivirus ini adalah untuk
menekan replikasi virus.
Virus membutuhkan sel inang untuk melakukan replikasi
(menggandakan diri). Sel inang dalam kasus hepatitis adalah sel-sel
hati. Proses replikasi virus melalui beberapa tahapan. Tahap pertama
virus melakukan penetrasi (masuk) ke dalam sel inang (sel hati).
Tahap kedua virus melakukan pengelupasan selubung virus. Tahap
ketiga adalah sintesis DNA virus. Tahap keempat adalah tahap
replikasi. Tahap terakhir adalah tahap pelepasan virus keluar dari sel.

13
inang dalam bentuk virus-virus baru. Virus-virus baru inilah yang siap
menginfeksi sel-sel hati lainnya.
Antivirus bekerja menghambat salah satu tahapan tersebut,
tergantung jenis antivirusnya. Beberapa macam antivirus diantaranya
adalah interferon, lamivudin, ribavirin, adepovir dipivoksil, entecavir,
dan telbivudin. Antivirus diberikan berdasarkan hasil tes darah dan
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hasil penelitian menunjukan
bahwa terapi antivirus akan lebih efektif pada kasus hepatitis aktif.
Fungsi hati dan ginjal harus terus di monitor selama terapi
antivirus, sehingga efek samping dapat dicegah sedini mungkin. Pada
kasus hepatitis C, kombinasi terapi interferon dan ribavirin adalah
yang dianjurkan.
a. Interferon

Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel


sistem imun tubuh sebagai respon terhadap adanya virus, bakteri,
parasit, atau sel kanker. Ada tiga jenis interferon yang memiliki
efek antivirus. Ketiganya adalah interferon alfa, beta dan gamma.
Efek antivirus yang paling baik diberikan oleh interferon alfa.
Interferon alfa bekerja hampir pada setiap tahapan replikasi virus
dalam sel inang.

Interferon alfa digunakan untuk melawan virus hepatitis B dan


virus hepatitis C. Interferon diberikan melalui suntikan. Efek
samping interferon timbul beberapa jam setelah injeksi diberikan.
Efek samping dari pemberian interferon diantaranya adalah rasa
seperti gejala flu, demam, mengigil, nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi. Setelah beberapa jam, gejala dari efek samping tersebut
mereda dan hilang. Efek samping jangka panjang yang dapat
timbul adalah gangguan pembentukan sel darah yaitu menurunnya
jumlah sel granulosit (granulositopenia) dan menurunnya jumlah
trombosit (trombositopenia), mengantuk bahkan rasa bingung.

14
b. Lamivudin

Lamivudin adalah antivirus jenis nukleotida yang menghambat


enzim reverse transcriptase yang dibutuhkan dalam pembentukan
DNA. Lamivudin diberikan pada penderita hepatitis B kronis
dengan replikasi virus aktif dan peradangan hati. Pemberian
lamivudin dapat meredakan peradangan hati, menormalkan kadar
enzim ALT dan mengurangi jumlah virus hepatitis B pada
penderita. Terapi lamivudin untuk jangka panjang menunjukkan
menurunnya resiko fibrosis, sirosis dan kanker hati. Namun
lamivudin memiliki kelemahan yang cukup vital yaitu dapat
menimbulkan resistensi virus. Efek samping yang mungkin muncul
dari pemberian lamivudin antara lain rasa lemah, mudah lelah,
gangguan saluran pencernaan, mual, muntah, nyeri otot, nyeri
sendi, sakit kepala, demam, serta kemerahan pada. Efek samping
yang berbahya lainnya adalah radang pankreas, meningkatnya
kadar asam laktat, dan pembesaran hati. Namun umumnya efek
samping tersebut dapat ditolerir oleh pasien. Terapi lamivudin ini
tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

c. Ribavirin

Ribavirin dapat menghambat replikasi RND dan DNA virus.


Ribavirin tersedia dalam bentuk tablet, spray (semprot), dan
suntikan. Pada penderita hepatitis C, ribavirin biasanya ditujukan
sebagai terapi kombinasi bersamaan dengan terapi interferon alfa.
Efek samping pada penggunaan ribavirin spray adalah iritasi ringan
pada mata, bersin-bersin dan kemerahan pada kulit. Sementara
terapi ribavirin tablet dan injeksi dapat menimbulkan efek samping
berupa nyeri kepala, gangguan saluran pencernaan, kaku badan,
dan mengantuk. Pemakaian jangka lama ribavirin dapat
menyebabkan anemia, limfopenia serta berkurangnya pembentukan

15
sel darah. Ribavirin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan
pasien hepatitis C dengan kerusakan ginjal.

d. Adepovir dipivoksil

Adepovir dipivoksil berfungsi sebagai penghenti proses


penggandaan untai DNA (DNA chain terminator), meningkatkan
jumlah sel yang berperan dalam sistem imun (sel NK) dan
merangsang produksi interferon dalam tubuh. Kelebihan adepovir
dipivoksil dibandingkan dengan lamivudin adalah jarang
menimbulkan resistensi virus.

Efek samping yang ditimbulkan adepovir dipivoksil antara lain


adalah nyeri pada otot, punggung, persendian, dan kepala. Selain
itu terdapat juga gangguan pada saluran pencernaan seperti mual
atau diare, gejala flu, radang tenggorokan, batuk dan peningkatan
kadar alanin aminotransfrase. Gangguan fungsi ginjal juga dapat
terjadi pada dosis berlebih.

e. Entecavir

Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase yang


dibutuhkan dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah
jarang menimbulkan resistensi virus setelah terapi jangka panjang.
Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah nyeri
kepala, pusing, mengantuk, diare, mual, muntah, nyeri pada ulu
hati dan insomnia.

f. Telbivudin
Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi
telbivudin diberikan pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus
dan peradangan hati yang aktif. Telbivudin berfungsi menghambat
enzim DNA polymerase yang membantu proses pencetakan

16
material genetic (DNA) virus saat bereplikasi. Meski belum
didukung data yang cukup bahwa telbivudin aman bagi ibu hamil,
sebaiknya terapi telbivudin tidak diberikan pada ibu hamil mupun
menyusui. Efek samping dari terapi telbivudin antara lain adalah
mudah lelah, sakit kepala, pusing, batuk, diare,mual, nyeri otot,
dan rasa malas.
4) Pasien dirawat bila :
- Dehidrasi berat dengan kesulitan masukkan peroral.
- Kadar SGPT – SGOT > 10 X nilai normal.
- Penanggulangan prilaku atau penurunan kesadaran akibat
enrefalopati hepatits fulmenan, prolong atau relapsing hepatitis.
5) Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh
sendiri.
- Permeriksaan kadar SGOT – SGPT dan bilirubin terkonjugasi
diulang pada minggu ke 2 untuk melihat penyembuhan dan bulan
ke 3 untuk memungkinkan prologed atau relapsing hepatitis.
- Pembatasan aktivitas fisik terutama yang bersifat kompetitis
selama kadar SGPT – SGOT masih > 3 X batas nilai normal.
- Obat-obatan yang diberikan pada px hepatitis biasanya lembiset,
sistenol, hepasil, infeksi rantin dll.

2.6.1 Manifestasi Klinik


Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus
secara umum sama. Manifestasi klinik dapat dibedakan
berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing –
amsing stadium adalah sebagai berikut.
 Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien
mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam,
nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi
lebih coklat.

17
 Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus
mula –mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit
seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien
masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin
berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan
nyeri tekan.
 Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda,
warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada
anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu
pada akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya
berbeda

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS

3.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien hepatitis menurut Doenges, Moorhouse
dan Gessler (1999:534) adalah :
1) Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a. Pernahkan menerima tranfusi darah, infus dan suntikan
b. Bagaimana kebiasaan makan sehari-hari. Makan-makanan
tertentu (misalnya kerang mentah dari air yang terpolusi)
c. Apakah pasien pernah mengalami infeksi pada saluran
pernafasan atas
d. Apakah ada anggota keluarga atau lingkungan yang menderita
hepatitis.
e. Kontak dengan individu yang diketahui menderita hepatitis
f. Praktik sanitasi yang meragukan (misalnya minum air yang
tidak murni)
g. Mengkonsumsi obat hepatotoksik (misal: salisilat, sulfanamid,
agens antineoplastik, asetamonifen, antikonvulsan)
h. Observasi adanya manifestasi hepatitis

2) Pemeriksaan fisik
Data tergantung pada penyebab dari beratnya kerusakan atau
gangguan hati.
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : terjadi kelemahan, kelelahan, malaise umum.
2. Sirkulasi
Tanda : terjadi bradikardi (hiperbilirubinemia berat, ikterik
pada sklera, kulit dan membran mukosa.

19
3. Eliminasi
Gejala : adanya gejala diare atau konstipasi, feses warna tanah
liat, urine gelap, adanya atau berulangnya hemodialisa.
4. Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia (nafsu makan hilang), penurunan berat
badan atau meningkat (oedema), mual, muntah.
Tanda : asites
5. Neurosensori
Tanda : peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.
6. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas,
miargia, atralgia, sakit kepala, gatal (pruritis).
Tanda : otot tegang, gelisah.
7. Pernafasan
Gejala : tidak minat atau enggan merokok pada perokok
8. Keamanan
Gejala : adanya tranfusi darah
Tanda : demam, urtikaria, lesi mekulopapular, eritema tak
beraturan, eksasebasi jerawat, angioma jaring-jaring, eritema
pasmar, ginekomastia, splenomegali, dan pembesaran nodus
servikal posterior.
9. Seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
3) Pemeriksaan Penunjang
1. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)  Awalnya meningkat. Dapat
meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak
menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler
yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet,
terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan
sel hati.

20
2. Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
Leukopenia Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
3. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
4. Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
5. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
6. Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein
serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun
pada berbagai gangguan hati.
7. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
8. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati
atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting
untuk sintesis protombin.
9. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk,
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
10. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat. BPS dibersihkan dari darah, disimpan
dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya gangguan dalam satu
proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
11. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
12. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.

21
13. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi.

Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin


menimbulkan bilirubinuria.

4) Analisa Data

No Pengelompokan data Etiologi Masalah

1. DS:  Pasien mengatakan inflamasi pada Hipertermi


nyeri pada perut bagian
kanan atas seperti ditusuk –
tusuk, badannya panas, lobus dan zona portal hepar
pusing, badan terasa lemas
dan tidak dapat berjalan.
yang disebabkan oleh virus
DO: Cek TTV, Nyeri tekan hepatitis
pada epigastrium dengan
skala 3 (menurut simetri),
terdapat massa pada palpasi
hati didaerah epigastrium,
Adanya bunyi timpani,
Mukosa bibir kering,
Konjungtiva anemis.
2. DS : Inflamasi pada hepar Nyeri
- Biasanya pasien mengeluh
Peregangan kapsula hati
nyeri
- gelisah Hepatomegali
- pembengkakan hepar

22
DO : Perasaan tidak nyaman pada
- Keadaan umum lemah abdomen bagian kuadran
- nyeri tekan kanan atas
- pasien meringis nyeri
3 DS : Inflamasi pada hepar Gangguan
- Biasanya pasien mengeluh Nutrisi
Peregangan kapsula hati
tidak ada nafsu makan
- Mual dan muntah Hepatomegali

DO : Perasaan tidak nyaman pada

- Keadaan umum lemah abdomen bagian kuadran

- Tidak menghabiskan kanan atas

makanannya
Anoreksia
- BB menurun
Mukosa mulut kering
4 DS : Kerusakan sel parenkim, sel Kelelahan
- Biasanya pasien mengeluh hati dan duktuli empedu
kelelahan, sesak, mual-mual intrahepatik
dan pusing.
gg. metabolisme Karbohidrat,
protein dan lemak
DO : Keadaan umum lemah,
Skelera kuning, Gerakan Glikogenesis dan
yang canggung yang lemah glukogenesis menurun
atau lambat.
Glikogenesis menurun

Glukosa dalam darah


berkurang

Cepat lelah

23
3.2 Diagnosa NANDA

Menurut Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda


2005. 2006. Definisi dan Klasifikasi) :

1. Hipertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah


sekunder terhadap inflamasi hepar
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (hepatomegali)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan
anoreksia
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelelahan
5. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan pruritus terhadap
akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.

3.3 Interfensi NIC & Tujuan / Kriteria Evaluasi NOC


Dx 1 : Hypertermi berhubungan dengan invasi agent
dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi
hepar.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan


diharapkan suhu tubuh pasien normal.

NOC : Tidak terjadi peningkatan suhu (Thermoregulasi)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama………..pasien menunjukkan: Suhu tubuh
dalam batas normal.

Kriteria hasil :

 Suhu 36 – 37C
 Nadi dan RR dalam rentang normal
NIC :
1. Monitor suhu sesering mungkin

24
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Monitor intake dan output
6. Berikan anti piretik:
7. Kelola Antibiotik:………………………..
8. Selimuti pasien
9. Berikan cairan intravena
10.Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
11.Tingkatkan sirkulasi udara
12.Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
13.Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
14.Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Dx 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhungan dengan anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan nutrisi pasien dapat adekuat

NOC : Status gizi, Asupan makanan, cairan

dan zat gizi dengan

Kriteria hasil :

1. Makanan oral, pemberian makanan lewat selang atau nutrisi


parenteral total
2. Mempertahankan berat badan dalam batas normal
3. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
4. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan

NIC     : Pengelolaan Nutrisi

25
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
2. Tentukan makanan kesukaan pasien
3. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan,
anjurkan untuk makan rendah lemak dan protein selama fase
akut.
4. Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat
5. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering dan disajikan selagi
hangat.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang sesuai
untuk pasien.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian Total Parenteral Nutrition
(TPN)

Dx 3 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

(hepatomegali).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan Nyeri dapat berkurang atau hilang.

NOC : Pain level

Kriteria hasil :

1. Nyeri berkurang atau hilang


2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10

NIC    :     Penatalaksanaan nyeri

1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,


keparahan, factor presipitasinya

26
2. Observasi ketidaknymanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-
buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat
6. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic

Dx 4 : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan

Kelelahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien

dapat beraktivitas tanpa mengalami kelelahan.

NOC : Konservasi energi, kriteria hasil :

1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan


tekanan darah, nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.

NIC :     Management Energi

1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari,


atur periode istirahat dan aktivitas.
2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas
yang berlebihan untuk menjaga hepatitic Blood Flow
3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

27
Dx 5 : Perubahan kenyamanan berhubungan dengan

pruritus terhadap akumulasi pigmen bilirubin


dalam garam empedu.

Tujuan :

NOC : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.

Kriteria hasil :

1. Mempertahankan integritas kulit


2. Mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan
perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit

NIC :

1. Monitor personal hygiene terutama kebersihan kulit.


2. Monitor suhu ruangan pertahankan dalam keadaan dingin dan
kelembaban yang rendah. (30˚-40˚ C).
3. Monitor aktivitas menggaruk, instruksikan klien untuk
memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan
menggaruk.
4. Monitor diit lemak rendah sangat di anjurkan untuk mengurangi
kontraksi kantong empedu.
5. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
6. Berikan tindakan nonfarmakologis seperti relaksasi atau
massase.

3.4 Evaluasi

Kriteria    Skala

Dx 1 :

28
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
1 : berat
2 : substansial
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada ganguan

Dx 2

1. Makanan oral, pemberian makanan lewat selang atau nutrisi


parenteral total
2. Mempertahankan berat badan dalam batas normal
3. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
4. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
1 : tidak adekuat
2 : ringan 
3 : sedang
4 : kuat
5 : adekuat total

Dx 3

1. Nyeri berkurang atau hilang


2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau ketegangan otot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10

1 : ekstrim
2 : berat

29
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan

Dx 4

1. Terbebas dari gejala an tanda-tanda infeksi


2. Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
3. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko
4. Menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi   
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : kadang-kadang
4 : sering
5 : selalu

Dx 5

1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan


tekanan darah, nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : kadang-kadang
4 : sering
5 : selalu

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada teori dan kasus di atas, tidak terdapat banyak perbedaan yang
ditimbulkn dari gejala klinis, patofisiologis dan lain-lain. Pada kasus
didapatkan data klien dengan keluhan rasa ngilu seluruh badan, demam,
lemas, mual, muntah, hal ini serupa dengan gejala klinis yang mungkin

31
timbul pada teori hepatitis. Ngilu, nyeri pada kuadran kanan atas,
anoreksia dan mual muntah merupakan bentuk ketidak yamanan dari
manifestasi akibat inflamasi hepar yang menyebabkan peregangan
hati.ketidak nyamanan di atas juga mempengaruhi denyut nadi klien yang
menjadi meningkat.
Demam merupakan salah satu bentuk manifestasi dari proses
inflamasi hepar. Lemas, merupakan manifestasi dari peoses penyakit
akibat terjadinya inflamasi pada hepar yang menimbulkan gangguan suplai
darah normal ke sel-sel hepar yang mengakibatkan kerusakan parenkim,
sel hati, dan duktuli empedu inhaperatik yang akan mengganggu
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehingga timbul
kelemahan/keletihan.
Bentuk respon lain dari proses inflamasi pada hepar yang timbul
pada kasus antara lain, adanya demam, peningkatan suhu, dan peningkatan
leukosit. Gangguan metabolisme pada klien ditandai dengan ikterik, dan
berbagai pemeriksaan bilirubin yang dilakukan. Pada kasus dapat
disimpulkan bahwa klien bukan mengalami hepatitis virus melainkan
hepatitis non virus yang dibuktikan dengan adanya riwayat mengkonsumsi
alkohol lenih dari 7 tahun dan merokok.
Berdasarkan data-data di atas kelompok sepakat mengambil
diagnosa utama yaitu resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
karena .nutrisi merupakan hal terpenting dalam tubuh manusia, gangguan
nutrisi sangat berpengaruh terhadap kerja metabolism tubuh hal ini akan
memperparah keadaan apabila tidak segera diatasi. Diagnosa selanjutnya
yang kelompok ambil adalah intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
karena apabila klien mengalami intoleransi aktivitas otomatis klien tidak
dapat melakukan aktivitas yang biasa dia lakukan untuk memenuhi
kebutuhan maka dari itu kami mengangkat diagnose ini sebagai diagnose
ke dua.
Untuk intervensi pada diagnosa pertama, kelompok sepakat untuk
melakukan tindakan yang menetapkan prinsip menjaga keseimbangan

32
nutrisi klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kilen, dan pada diagnosa
kedua perinsip intervensi yang harus dilakukan adalah memberikan latihan
fisik untuk mencegah terjadinya atropi pada otot, dan memberikan latihan
mandiri klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pada diagnosa ketiga,
kita dapat mencagah timbulnya tanda-tanda infeksi lebih lanjut dan
memberikan kolaborasi obat antibiotik untuk dapat menanganni masalah
di atas.

4.2 Rencana Tindak Lanjut


Sebagai perawat, perlu adanya kerja sama dengan tim kesehatan
lainnya untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat
supaya masyarakat dapat memiliki pola hidup sehat yang lebih baik
sehingga kasus hepaitis dapat di kurangi.
Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan/prognosis,
kemungkinan pemilihan pengobatan. Hal tersebut untuk mengidentifikasi
area kekurangan pengetahuan/salah informasi dan memberikan
kesempatan untuk memberi informasi tambahan sesuai keperluan. Dan
sebagai catatan untuk pasien yang gagal hati melakukan transplantasi.
Berikan informasi tentang pencegahan atau penularan penyaki,
contoh kontak yang memerlukan gama globulin, dan apaila terdapat
masalah pada anggota keluarga tidak perlu membawa-bawa orang sakit
yang baru pulang dari rumah sakit karena akan mengganggu drajat
kepulihannya, tekankan untuk selalu menerapkan kebersihan, dan menjaga
sanitasi pakaian cuci piring dsb, Hindari kontak intim dengan penderita,
seperti ciuman, kontak seksual dan terpajan pada infeksi, khususnya
infeksi saluran kemih (ISK). Alasannya karena agen penyebab dari
penyakit hepatitis tersebut beragam seperti aktifitas yang dilakukan di atas.
Rencanakan memulai aktifitas sesuai toleransi dengan periode
istirahat adekuat. Diskusikan pembatasan mengangkat benda-benda yang
berat, latihan keras atau olahraga. Berikan informasi diit apa sajakah yang
boleh di konsumsi dan yang tidak boleh di konsumsi oleh pasien.

33
Ajarkan keluarga untuk membantu tiap2 aktifitas yang pasien tidak
bisa melakukannya sendiri, serta mengarahkan keluarga berkaitan dengan
diit pasien.
Ajarkan semua tentang cara-cara mengatasi pasien hepatitis pada
keluarga agar dapat menangani pasien ketika di rumah.
Beritahu pasien dan keluarga pasien kapan ia harus kontrol/check
up ke rumah sakit lagi.

34

Anda mungkin juga menyukai