Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KEPERAWATAN KOMUNITAS

ENDEMI HEPATITIS B DI INDONESIA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Yang Dibina Oleh :
Ibu Lucia Retnowati, SST, M. Kes

Disusun oleh :
Bilqis Inas Maritza
P17210221020/2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN MALANG
2024
A. Definisi
Hepatitis B merupakan penyakit hati menular yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (HBV). Virus ini merupakan salah satu tipe dari banyak virus yang
menyerang hati. Ada 2 bentuknya, yaitu:
1) Infeksi virus hepatitis B akut: penyakit sementara. Terjadi selama 6
bulan pertama setelah seseorang terpapar HBV. Infeksi akut dapat
menyebabkan infeksi kronik meski tidak selalu.
2) Infeksi virus hepatitis B kronik: penyakit jangka panjang. Terjadi
ketika virus tetap bertahan dalam tubuh seseorang.
Penyakit hepatitis B akut lebih sering terjadi pada orang dewasa, sedangkan
kronis lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Melakukan vaksinasi hepatitis
menjadi salah satu tindakan pencegahan yang dapat membantu menekan penyebaran
virus ke orang lain (Anggraini, 2021)

B. Kronologi
Virus Hepatitis B ditemukan pertama kali oleh Blumberg dan kawan kawan
tahun 1965, waktu itu dikenal sebagai Australian Antigen. Individu yang terinfeksi oleh
virus Hepatitis B, dengan menggunakan mikroskop elektron, dapat dilihat adanya tiga
partikel yang berbeda dalam darah penderita, yaitu partikel berbentuk bulat dengan
diameter 20-22 nm, partikel berbentuk batang dengan diameter 20 nm, panjang 50-250
nm, keduanya tidak mempunyai asam nukleat, diduga hanya lapisan lipoprotein luar
dari HBV, dan ketiga adalah partikel dengan diameter 42 nm yang mengandung asam
nukleat yang merupakan virion lengkap HBV dan disebut partikel Dane 3,24 Virus
hepatitis B merupakan anggota famili Hepadnavirus, genus orthohepadna virus.
Partikel pleomorfik filamentosa dan sferis tanpa inti kapsid tidak infeksius,
mengandung bagian permukaan virion yang mengandung protein dan lipid. Bagian Ini
disebut surface antigen . Bagian ini diproduksi sebagai ekses dari daur hidup virus,
diproduksi lebih banyak, sehingga dapat dideteksi dalam darah. Virus Hepatitis B
berbentuk partially double stranded, memiliki DNA berbentuk lingkaran, untaian luar
berupa, lingkaran penuh. disebut untaian negatif dan untai dalam berupa lingkaran tidak
lengkap disebut untai positif. Protein ini menyususn 85% selubung virus. HBsAg
memiliki determinan a , bersifat antigenin dan memiliki derajat kesamaan tinggi untuk
berbagai isolat VHB di seluruh dunia, sehingga bermanfaat untuk diagnosis dan
pembuatan vaksin. Determinan a memiliki struktur lengkung ganda yang dipertahankan
oleh asam amino 121 dan 149. Perubahan asam amino determinan a akan mengubah
konformasi lengkung ganda ini dengan akibat perubahan antigenesitas HBsAg,
sehingga antibodi yang timbul setelah vaksinasi atau setelah sakit tidak mampu
mengikat antigen ini 18 Protein X yang terdapat pada HBV ternyata berpotensi untuk
menginduksi kejadian hepatocellular carcinoma (Yulia, 2020)

C. Penularan
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012). Penanda HBsAg telah
diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu saliva,
air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan
tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui infeksius.
Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara
parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horizontal (kontak
antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum suntik
bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada semua sekret dan cairan tubuh
manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum (Bustami & Anita, 2019)

D. Frekuensi
Frekuensi hepatitis B dapat bervariasi berdasarkan geografis, kelompok
populasi, dan faktor-faktor risiko tertentu. Beberapa faktor yang memengaruhi
frekuensi hepatitis B melibatkan tingkat vaksinasi, praktik sanitasi, dan prevalensi
infeksi di suatu daerah. Berikut beberapa poin penting:
1) Prevalensi Global: Hepatitis B adalah salah satu penyakit infeksi yang
paling umum di dunia dan menjadi masalah kesehatan global. Jutaan
orang di seluruh dunia terinfeksi virus hepatitis B, dan puluhan juta
orang hidup dengan infeksi kronis.
2) Endemisitas di Beberapa Daerah: Hepatitis B seringkali endemik di
daerah-daerah tertentu, terutama di Asia, Afrika Sub-Sahara, Amerika
Latin, dan bagian dari Pasifik Barat. Tingkat infeksi bisa sangat tinggi
di beberapa negara dan wilayah ini.
3) Vaksinasi: Vaksin hepatitis B telah tersedia dan diperkenalkan secara
luas di berbagai negara. Program vaksinasi hepatitis B pada bayi dan
anak-anak telah membantu mengurangi angka infeksi baru, terutama di
negara-negara yang telah menerapkan vaksinasi rutin.
4) Risiko Tinggi: Beberapa kelompok populasi memiliki risiko lebih
tinggi terkena hepatitis B, seperti pekerja kesehatan, pengguna obat
intravena, dan individu yang berhubungan seksual dengan orang yang
terinfeksi.
5) Transmisi: Tingkat infeksi hepatitis B dapat bervariasi tergantung pada
praktik sanitasi dan tingkat pelayanan kesehatan di suatu wilayah.
Transmisi virus bisa terjadi melalui kontak dengan darah atau cairan
tubuh yang terinfeksi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 354 juta orang di seluruh


dunia hidup dengan hepatitis B atau C dan setiap tahun ada satu juta orang meninggal
karena hepatitis.
Di Indonesia diperkirakan ada sekitar 20 juta orang menderita hepatitis dengan
prevalensi tertinggi pada kasus hepatitis B. CDA Foundation mencatat angka kematian
akibat hepatitis B di Indonesia mencapai 51.100 setiap tahun dan kematian akibat
hepatitis C sebesar 5.942 tiap tahun pada 2016. Menurut data BPJS Kesehatan, 2.159
orang meninggal karena sirosis dan kanker hati, yang merupakan dampak dari hepatitis
kronis yang biasanya dialami orang dengan hepatitis B pada stadium lanjut, pada 2022.
WHO pada 2020 mengeluarkan resolusi bahwa penyakit hepatitis menjadi salah satu
penyakit prioritas yang harus ditangani oleh negara-negara di dunia. Namun, sulitnya
mendeteksi penyakit ini menjadi tantangan yang harus diatasi karena biasanya pasien
hepatitis diketahui ketika kondisinya sudah tingkat lanjut (Oktavia, 2017)

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan.
Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya
riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya
menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat. Gejala
hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
1) Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan ratarata
60-90 hari.
2) Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia,
artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau
konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di
kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan
tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
3) Fase icterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah
timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan
terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4) Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali
dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin
lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih
dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis
B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
a) Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus
tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti.
Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang
sangat tinggi.
b) Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi
virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak
dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien
sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
c) Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-
sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut
akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada
kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer
HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang
menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal (Fauzia, 2019)

F. Epidemiologi Deskriptif
Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis, sirosis,
dan kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh, sebagian besar
kepulaan Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur Tengah, dan di lembah
Amazon. Center for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa
sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang (terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB
setiap tahunnya. Hanya 25% dari mereka yang mengalami ikterus, 10.000 kasus
memerlukan perawatan di rumah sakit, dan sekitar 1-2% meninggal karena penyakit
fulminan.
Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar
400 juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi di
Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007). Virus Hepatitis B
diperkirakan telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang hidup saat ini selama
kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua pembawa kronis hidup di Asia
dan pesisir Pasifik Barat.
Prevalensi pengidap VHB tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di seluruh
provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang: 0,2%- 1,9%). Hasil
Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah sampel 10.391 orang menunjukkan
bahwa persentase HBsAg positif 9,4%. Persentase Hepatitis B tertinggi pada kelompok
umur 45- 49 tahun (11,92%), umur >60 tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun
(10,02%), selanjutnya HBsAg positif pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir
sama (9,7% dan 9,3%). Hal ini menunjukkan bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah
terinfeksi virus Hepatitis B (Yulia, 2020)
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, T. D., Susilowati, S., & Melati, R. I. (2021). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi

Pengetahuan Tenaga Teknis Kefarmasian Tentang Hepatitis B Di Kabupaten Sragen.

Indonesian Journal on Medical Science, 8(1).

Bustami, A., & Anita, A. (2019). Pencegahan Transmisi Virus Hepatitis B pada Masa

Perinatal. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 15(2), 145–156.

Fauzia, N. L. (2019). Kecenderungan Kadar Serum Glutamic Piruvic Transminase (Sgpt)

Terhadap Kejadian Infeksi Hepatitis B Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.

Oktavia, D., Yaswir, R., & Harminarti, N. (2017). Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C

Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012.

Jurnal Kesehatan Andalas, 6(1), 147–151.

Yulia, D. (2020). Virus Hepatitis B Ditinjau dari Aspek Laboratorium. Jurnal Kesehatan

Andalas, 8(4).

Anda mungkin juga menyukai