Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Hepatitis B
1. Pengertian Hepatitis B
Hepatitis B atau yang sering disebut penyakit kuning adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis tipe B yang menyerang hati
dapat bersifat akut atau kronis, pada sebagian kecil dapat berlanjut menjadi
serosis hepatis atau kanker hati (Depkes RI, 2017).
a. Hepatitis Akut
Manifestasi klinis yang bisa ditemukan pada hepatitis B menurut
Mansjoer (2009) yaitu :
1) Stadium pra ikterik
Berlangsung selama 4-7 hari, pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di
perut kanan atas, urin menjadi lebih coklat.
2) Stadium ikterik
Berlangsung selama 3-6 minggu, ikterus mula-mula terlihat pada
sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh keluhan-keluhan
berkurang tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah tinja
mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan
nyeri tekan.
3) Stadium pascaikterik (rekonvalesensi)
Ikterus mereda, urine dan tinja normal kembali.
Gambaran klinis virus hepatitis bervariasi mulai dari yang tidak
merasakan apa-apa atau hanya mempuyai keluhan sedikit saja sampai
keadaan yang berat, bahkan koma dan kematian dalam beberapa hari
saja.

7
8

b. Hepatitis Kronis
Manifestasi klinis yang bisa ditemukan pada hepatitis B menurut
Sjuifoellah (2009) yaitu :
1) Secara klinis bervariasi dari keadaan tanpa keluhan sampai
sangat mengganggu. Adanya keluhan dan gejala hipertensi portal
(asites, perdarahan, varices eosofagus) menunjukan penyakit pada
stadium yang sudah lanjut.
2) Pemeriksaan biokimiawi menunjukan peningkatan kadar
bilirubin trasaminase dan globulin serum.
3) Gambaran histopatologi memperlihatkan kelainan
morfologis yang khas untuk hepatitis kronik.
2. Prevalensi Penyakit Hepatitis B
Indonesia merupakan negara dengan tingkat endemik menengah
sampai dengan tinggi (2,5-25%), pada populasi umum (5-20%), di
kalangan donor darah (2,5-25,6%), kalangan wanita hamil (3,6-8,7%,
prevalensi HBsAg 45,7%), kalangan anak-anak di bawah 4 tahun 6,2%
(Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2003).
Menurut Rampengan dan Laurentz (1993) Hepatitis adalah
masalah dunia karena menyerang ratusan juta manusia terutama Negara
berkembang terdapat sekitar 216 juta manusia yang mengidap dan
mengancam terkena kanker hati dikemudian hari. Di Indonesia sendiri
sebagaimana dilaporkan oleh beberapa ahli bahwa tersangka hepatitis B
sekitar 17,7%.
Wiharta dkk (1984) dalam Rampengan dan Laurentz (1993)
melaporkan di Jakarta satu diantara 20 ibu hamil mengandung HBsAg
positif dan diantara lama pengidap tersebut mempunyai daya tular tinggi.
Menurut Depkes RI (2003) kalangan wanita hamil prevalensinya 3,6-
8,7%.
9

3. Cara Penularan
Virus hepatitis B menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
(2003) dapat menyebar melalui cara :
a. Penularan vertikal : Ibu ke anak saat persalinan (30%).
b. Penularan horizontal: dari pengidap (carier) ke orang lain.
c. Melalui kontak dengan darah/ cairan tubuh orang yang terinfeksi
hepatitis B.
Virus hepatitis B menurut Satgas-Ikatan Dokter Anak Indonesia
(2001) dapat menyebar melalui cara:
a. Inokulasi parental, melalui alat-alat kedokteran, darah
ataupun jaringan.
b. Hubungan sexual.
c. Dari ibu kepada bayinya, pada umumnya terjadi sekitar
proses kelahiran, dapat melalui trasplasental, ataupun pada mas post-
natal melalui ASI.
d. Penularan horizontal antar anak, walaupun sangat jarang.
4. Kelompok Resiko Tinggi
Menurut Dinas Kesehatan Profinsi Jawa Tengah (2003) yang
termasuk kelompok resiko tinggi :
a. Remaja berisiko tinggi terhadap injeksi Hepatitis B.
b. Pengidap Hepatitis B adalah seseorang yang mengandung
virus Hepatitis B dalam darahnya lebih dari 6 bulan, umumnya tidak
ada gejala dan tanda-tanda selama bertahun-tahun atau seumur hidup
memiliki resiko tinggi menuju gagal hati atau kanker.
c. Bayi menjadi “Carier”
Bayi baru lahir 90%, usia 1-6 bulan 80%, usia 7-12 bulan 60%, usia
1-4 tahun 35%, dan dewasa 10%.
Menurut George Dick (1995) kelompok resiko tinggi dibagi menjadi tiga :
a. Kelompok tak disengaja.
1) Pascatrasfusi dan yang menerima produk darah.
2) Keluarga atau kontak rumah tangga dari pembawa
HBV.
10

b. Kelompok pekerjaan dari petugas kesehatan


yang berkontak dengan pasien HBV pembawa virus atau darahnya.
c. Kelompok dengan gaya hidup yang tidak
normal.
1) Pria aktif homo seksual.
2) Pecandu obat dengan semprit.
3) Individu ditato dan yang menerima akupuntur.
5. Pencegahan Dan Pengobatan
Pencegahan dilakukan dengan mencegah kontak dengan virus, baik
terhadap pengidap donor darah, organ tubuh bahan transplantasi, maupun
alat-alat kedokteran. Dapat pula dengan pemberian kekebalan melalui
imunisasi baik imunisasi aktif maupun pasif (Satgas imunisasi-Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2001)
Pengobatan hepatitis B menurut Rampengan dan Laurentz (1993)
bersifat simtomatik dan suportif serta tidak ada pengobatan yang spesifik.
Sedangkan menurut Depkes RI (20I3) pengobatan modern untuk Hepatitis
B belum ada yang memuaskan dan kepercayaan tradisional (seperti pisang
emas, kutu rambut, rumis, daun remiran, dll) belum terbukti khasiatnya..
Menurut Mansjoer (1999), obat yang dinilai bermanfaat untuk
pengobatan adalah interferon (IFN). Obat ini adalah suatu protein seluler
stabil dalam asam yang diproduksi oleh sel tubuh kita akibat rangsangan
virus atau akibat induksi beberapa mikroorganisme, asam nuklet, antigen,
mitogen, dan polimer sintetik. Interveron mempunyai efek anti virus,
imunomodulasi, dan anti proliferatif.

B. Program Imunisasi Hepatitis B


Pada umumnya tubuh anak tidak mampu melawan antigen yang
kuat. Antigen yang kuat adalah jenis kuman ganas karena itu anak akan
menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas untuk pertama kali yang baru
dikenal oleh tubuh, tapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan yang berikutnya
tubuh anak sudah pandai membuat zat anti karena tubuh sudah mengenali
antigen. Dari uraian ini maka dengan imunisasi anak akan terhindar dari
11

ancaman penyakit yang ganas. Akan tetapi setelah beberapa bulan atau
tahun jumlah zat anti dalam tubuh akan menurun sehingga diperlukan
imunisasi ulangan, demikian juga untuk penyakit hepatitis B. Vaksinasi
dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit
hepatitis B dan imunisasi ulangan diberikan lima tahun setelah imunisasi
dasar (Markum, 1997).
1. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B merupakan vaksin inactivated karena dihasilkan
dengan cara membiakan virus dalam media pembiakan kemudian dibuat
tidak aktif dengan pemanasan atau bahan kimia. Vaksin ini diperoleh
dengan cara memasukan suatu segmen gen virus hepatitis B ke dalam sel
gen sel ragi, sel ragi yang telah dimodifikasi ini menghasilkan antigen
permukaan hepatitis B murni (IDAI, 2016).
Untuk meningkatkan sistem imun/ kekebalan pada bayi secara
spesifik dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi baik secara pasif
dengan memakai globulin hepatitis (HBlg) dan imunisasi aktif dengan
pemberian pertikel HBsAg yang tidak infeksius, imunisasi pasif-aktif
diberikan dengan keduanya (Depkes, 20I3).
Penyuntikan untuk vaksin hepatitis B diberikan intramuskuler,
dilakukan di daerah deltoid atau paha antrolateral (jangan dilakukan di
daerah bokong) dan saat ini untuk imunisasi hepatitis B alat suntik yang
digunakan adalah uniject (IDAI, 2016).
2. Kontra indikasi vaksin hepatitis B
Sentral pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) dalam
Stephanie dan Deborah (2003) menganjurkan bahwa orang-orang yang
memenuhi kategori berikut tidak boleh mendapatkan vaksin imunisasi B
atau harus menundanya:
a. Orang-orang yang memiliki alergi yang mengancam hidup
terhadap ragi roti, yang merupakan bahan untuk membuat vaksin.
b. Orang-orang yang pernah memiliki reaksi alergi yang
mengancam kehidupan terhadap dosis vaksin hepatitis B terdahulu.
12

c. Orang-orang yang sakit menengah atau parah pada saat


vaksin dijadwalkan dan harus menunda suntikan sampai mereka
sembuh .
Untuk kehamilan menurut IDAI (2001) merupakan kontra indikasi
tapi menurut Donna (2003) kehamilan bukan merupakan kontra indikasi
untuk vaksin hepatitis B.
3. Jadwal imunisasi hepatitis B
Tujuan dari imunisasi aktif adalah memotong jalur transmisi dini
VHB dan meningkatkan cakupan imunisasi melalui program imunisasi bayi
baru lahir (PPHI, 2004).
Untuk jadwal pemberian vaksin hepatitis B-1 yang paling tepat,
pedomannya beraneka ragam antara lain:
a. Menurut pedoman Depkes RI 0-7 hari.
b. Menurut pedoman CDC Atlanta dan IDAI dan ikatan
Dokter USA dalam waktu 12 jam sejak kelahiran.
c. Menurut WHO seputar waktu persalinan (Birth dose)
Imunisasi hepatitis B-1 harus diberikan pada 0-7 hari dengan
pertimbangan:
1) 3-8% hamil merupakan pengidap.
2) 45,9% bayi tertular saat lahir dari ibu pengidap.
3) Penularan pada saat lahir hampir seluruhnya
berlanjut jadi hepatitis menahun kemudian menjadi sirosis dan
menjadi kanker hati primer.
4) Pemberian imunisasi hepatitis B sedini mungkin
akan melindungi 75% dari yang tertular.
5) Bayi yang mendapat imunisasi hepatitis tidak
akan mengalami gejala kuning (Depkes, 20I3).
13

Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi Wajib


(Program Pengembangan Imunisasi DEPKES RI)
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Tahun
0 1 2 3 4 6 9 15 18 2 6 5
HiB I II III IV
BCG X
DPT I II III IV V VI
DT
Polio I II III IV V VI
(OPV)
Campak X

Sumber : Markum (19I7)

C. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi : Faktor Pendukung : Faktor pendorong :


 Pengetahuan - Fasilitas Sikap petugas
 Kepercayaan pelayanan kesehatan,
 Nilai-nilai kesehatan pendapat,
budaya - Sumber daya dukungan kritik
 Persepsi manusia dari keluarga,
motivasi - Adanya masyarakat
 Karakteristik peraturan-peraturan maupun tokoh
individu : umur, jenis komitmen masyarakat
kelamin, pendidikan. masyarakat dalam
menunjang prilaku

COGNITIVE
(Kognitif)

Ketepatan Pemberian Imunisasi


Hepatitis B-1
14

Gambar 2.1 Kerangka teori

D. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Pengetahuan
Ketepatan waktu
ibu bayi
pemberian imunisasi
Faktor-faktor yang hepatitis B-1
mempengaruhi
pengetahuan:
1. Usia
2. Pendidikan
3. Status sosial
ekonomi
: Diteliti

: Tidak diteliti
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

E. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu pengetahuan atau kognitif
merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
manusia (over behavior) (Notoatmojdo, 20I7).
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Menurut Latipun (2016) pengetahuan dapat dipengaruhi oleh
karakteristik yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, intelegensi, dan
sosial ekonomi. selain itu pengetahuan dapat dipengaruhi oleh: pengalaman,
keyakinan, fasilitas dan sosial budaya (Notoatmodjo, 20I3). Pengetahuan
dapat diperoleh melalui proses belajar, proses belajar dapat terjadi dimana
saja dan kapan saja, sifat khas dari proses belajar adalah memperoleh sifat
yang baru, yang dahulu belum ada sekarang diperoleh, yang dahulu belum
15

diketahui sekarang diketahui, yang dahulu belum mengerti sekarang


dimengerti. Pengetahuan adalah segala tentang keadaan alam yang dapat
diobservasi, yang dapat diaksikan, yang dialami atau diajarkan sehingga
orang banyak mengerti atau menyaksikan, mengalami dan banyak diajar
(Brotowijoyo, 2001).
Dominan kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat
intelektual (cara pikir, berabstraksi, analisa, memecahkan masalah dan lain-
lain) yang dibagi berjenjang sebagai berikut :
1. Pengetahuan (Knowledge)
2. Menunjukan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.
Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau
mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil kita
himpun atau kenali (recal of facts).
3. Pemahaman (Conprehension)
Dimana sudah tercapai pengertian (understanding) tentang hal yang
sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan maka
juga sudah mampu mengenali hal tadi meski diberi hal lain. Termasuk
dalam jenjang kognitif ini misalnya kemampuan menterjemahkan,
menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.
4. Penerapan (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakn materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.
5. Analisa (Analysis)
Dimana sudah dicapai untuk menguraikan hal yang sudah dipahami
menjadi rincian yang terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen
yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu
bentuk susunan yang berarti.
6. Sintesis (Syntesis)
16

Dimana sudah dicapai kemampuan untuk menyusun kembali bagian-


bagian atau unsur-unsur menjadi suatu keseluruhan yang mengandung
arti tertentu.

7. Evaluasi (Evaluation)
Dimana sudah dicapai kemampuan untuk membandingkan hal yang
bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga
diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang
dinilainya.
F. Praktik atau Tindakan (practice)
Menurut Notoatmojdo (2003) disebut tindakan kesehatan jika
seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan
penilaian terhadap apa yang telah diketahuinya. Proses selanjutnya ia akan
melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik) misalnya
seorang ibu mendapatkan penyuluhan dari tenaga kesehatan tentang imunisasi
hepatitis B maka ibu menganggap imunisasi hepatitis B penting untuk bayinya
sehingga ia membawa bayinya ke Puskesmas untuk diimunisasi.
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas
dan faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri,
orang tua, saudara dan lain-lain.
Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek berhubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan suatu indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism)
17

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara


otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

G. Hipotesis
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan waktu
pemberian imunisasi hepatitis B-1 di Wilayah Puskesmas Tanak Beak
Tahun 2022.
2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan ketepatan waktu pemberian
imunisasi hepatitis B-1 di Wilayah Puskesmas Tanak Beak Tahun 2022.

HIPOTESIS ADA 2 Bukan satu karena variabel indpendenx ada 2 yaitu


1. PENGETAHUAN
2. SIKAP

Anda mungkin juga menyukai