SECTIO CAESAREA
2. Jenis SC
a. SC Abdomen
b. SC Vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
- Sayatan memanjang (longitudinal)
- Sayatan melintang (tranversal)
- Sayatan huruf T (T Insisia)
c. SC Klasik : dengan insisi memanjang pada corpus uterisekitar 10 cm
d. SC Profounda : dengan insisi pada segmen bawah uterus kira-kira
sepanjang 10 cm.
3. Etiologi
Indikasi SC :
a. Berasal dari ibu : Yaitu primigravida dengan kelainan letak, primi
para tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik
(disproporsi janin/panggul), ada riwayat persalinan buruk, panggul
1
sempit, plasenta previa , solutio plasenta, Penyakit lain ( jantung,
DM), kista ovarium, mioma)
b. berasal dari janin : fetal distres (gawat janin malpersentasi dan mal
posisi janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil kegagalan
persalinan vakum atau forsef ektrasksi. Janin besar melebihi 4000 gr
2
sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya
ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan
tekanan diastolic sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila
tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi
100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2012)
4. Manifestasi klinis
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Disprosi sefalopelvik : ketidakeimbangantara ukuran kepala dan
ukuran panggul
d. Rupture uteri mengancam
e. Partus lama, Partus tak maju
f. Distosia servik
g. Pre eklamsi dan hipertensi
h. Malpersentasi janin (letak lintang, letak bokong, persentasi dahi dan
muka
i. Persentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
j. Gemeli
5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang
akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
3
menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa
nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
4
6. Tujuan SC
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
5
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.
7. Komplikasi
a. Infeksi puerperal ( nifas )
- Ringan ditandai dengan adanya kenaikan suhu beberapa hari saja.
- Sedang, ditandai dengan kenaikan suhu lebih tinggi, dehidrasi dan
perut kembung.
- Berat, dengan peritonitis, sepsis atau ileus paralitik.
b. Pendarahan, disebabkan oleh:
- Banyak pembuluh darah terputus.
- Atonia uteri
- Perdarahan pada plasental bed.
c. Luka Vesica Urinaria, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
retroperitonealisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine& Pemeriksaan elektrolit
6
e. Keadaan klien meliputi :
- Sirkulasi : Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin
terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan kira-kira 600-800 Ml.
- Integritas ego : Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi
sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan
sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari
kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
- Makanan dan cairan : Abdomen lunak dengan tidak ada distensi
(diet ditentukan).
- Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat
anestesi spinal epidural.
- Nyeri / ketidaknyamanan : Mungkin mengeluh nyeri dari
berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih ,
efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
- Pernapasan : Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
- Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda /
kering dan utuh.
- Seksualitas : Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.
Aliran lokhea sedang.
2. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan
7
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan & KH (NOC) Intervensi (NIC)
Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara
keperawatan selama … x 24 komprehensif tentang nyeri meliputi
dengan pelepasan
jam diharapkan nyeri klien lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
mediator nyeri (histamin, berkurang / terkontrol dengan kualitas, intensitas nyeri dan faktor
kriteria hasil : presipitasi.
prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam 1. Klien melaporkan nyeri 2. Observasi respon nonverbal dari
berkurang / terkontrol ketidaknyamanan (misalnya wajah
pembedahan (section
2. Wajah tidak tampak meringis) terutama ketidakmampuan
caesarea) meringis untuk berkomunikasi secara efektif.
Risiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko
keperawatan selama … x 24 yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah
infeksi berhubungan
jam diharapkan klien tidak ketuban.
dengan trauma jaringan / mengalami infeksi dengan
kriteria hasil : 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor,
luka bekas operasi (SC)
dolor, tumor, fungsio laesa)
1. Tidak terjadi tanda - tanda
infeksi (kalor, rubor, 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik
dolor, tumor, fungsio aseptik
laesea)
2. Suhu dan nadi dalam 4. Inspeksi balutan abdominal terhadap
batas normal ( suhu = eksudat / rembesan. Lepaskan balutan
8
36,5 -37,50 C, frekuensi sesuai indikasi
nadi = 60 - 100x/ menit)
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk
3. WBC dalam batas normal mencuci tangan sebelum / sesudah
(4,10-10,9 10^3 / uL) menyentuh luka
Ansietas berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian
keperawatan selama … x 6 dan ketersediaan sistem pendukung
dengan kurangnya
jam diharapkan ansietas klien
informasi tentang berkurang dengan kriteria 2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan
hasil : menunjukkan rasa empati
prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan 1. Klien terlihat lebih tenang 3. Observasi respon nonverbal klien
dan tidak gelisah (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
perawatan post operasi
2. Klien mengungkapkan ansietas yang dirasakan
bahwa ansietasnya
berkurang 4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme
koping
9
DAFTAR PUSTAKA
10