THALASEMIA
A. PENGERTIAN
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).
B. PATOFISIOLOGI THALASEMIA
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab
primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah
karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya
hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis
serta proses hemolisis.
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkatkan dalam
rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada
thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan
Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar
menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone
marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
C. KLASIFIKASI TALASEMIA
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2. Thalasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
3. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya
diduga berdekatan).
4. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis
2. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
3. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel
normoblas).
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol.
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau
tidak adanya sintetis rantai beta.
2. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor,
korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-
end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
F. PENATALAKSANAAN THALASEMIA
1. Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl.
Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
2. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk
3. Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk
mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan,
dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.
4. Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh
Desferioksamin..
5. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini
ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
6. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk
merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
7. Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada
umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA –
Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus.
(Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)
G. KOMPLIKASI
1. Fraktur patologis
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan Tumbuh Kembang
4. Disfungsi organ
H. PROGNOSIS
Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang
mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah
infeksi dan pemberian chaleting agents untuk mengurangi hemosiderosis
(harganya pun mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara
berkembang).
Thalasemia tumor trait dan Thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai
prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa.
I. PENCEGAHAN
Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan
yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25
normal.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran
kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier,
sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-
uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 1996).
J. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THALASEMIA
1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang
paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia
minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik
anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam
kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan
ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah
dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah
orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko
terkena talasemia mayor.
Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Beri makanan sedikit tapi sering.
5) Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain
yang berhubungan.
6) Pertahankan higiene mulut yang baik.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi.
8) Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin,
Protein, dll.
9) Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral,
pemberian Fe tidak dianjurkan.
Tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam Kelebihan pada rantai alpa pada athalasemia Beta
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa
kemampuan eritrosit membawa oksigen
Destruksi RBC
Sel darah merah hemolisis
Suplai Hb
Resiko infeksi
Intoleransi aktivitas
Perubahan perfusi jaringan